PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2024 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN 2025-2045
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALI KOTA MAGELANG,
Menimbang:
bahwa perencanaan pembangunan Daerah diarahkan sebagai upaya untuk mendukung pencapaian cita-cita dan tujuan pembangunan nasional untuk periode 20 (dua puluh) tahun kedepan dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan berdasarakan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
bahwa dalam rangka mewujudkan peningkatan dan pemerataan pendapatan masyarakat, kesempatan kerja, lapangan berusaha, kualitas pelayanan publik dan daya saing Daerah perlu disusun perencanaan pembangunan Daerah yang menghasilkan sasaran pokok dan arah kebijakan Daerah;
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Pembangunan Nasional, maka Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Tahun 2025-2045.
Mengingat:
Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945;
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kota Kecil dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1954 tentang Pengubahan Undang-Undang Nomor 16 dan 17 Tahun 1950 tentang Pembentukan Kota-kota Besar dan Kota-Kota Kecil di Jawa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 551);
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peratutan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856);
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2023 tentang Provinsi Jawa Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6867);
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA MAGELANG dan WALI KOTA MAGELANG
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN 2025-2045.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
Daerah adalah Kota Magelang.
Pemerintah Daerah adalah Wali Kota sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
Wali Kota adalah Wali Kota Magelang.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Magelang.
Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Wali Kota dan DPRD dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional yang selanjutnya disingkat RPJPN adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional untuk periode 20 (dua puluh) tahun.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah yang selanjutnya disingkat RPJPD adalah dokumen perencanaan pembangunan Daerah untuk periode 20 (dua puluh) tahun.
Rencana Tata Ruang Wilayah yang selanjutnya disingkat RTRW adalah rencana tata ruang wilayah Kota Magelang.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional yang selanjutnya disingkat RPJMN adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional untuk periode 5 (lima) tahunan.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang selanjutnya disingkat RPJMD adalah dokumen perencanaan Daerah untuk periode 5 (lima) tahun terhitung sejak dilantik sampai dengan berakhirnya masa jabatan kepala daerah.
Rencana Strategis Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut dengan Renstra Perangkat Daerah adalah dokumen perencanaan Perangkat Daerah untuk periode 5 (lima) tahun.
Rencana Kerja Pemerintahan Daerah yang selanjutnya disingkat RKPD adalah dokumen perencanaan daerah Kota Magelang untuk periode 1 (satu) tahun.
Rencana Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut Renja Perangkat Daerah adalah dokumen perencanaan Perangkat Daerah untuk periode 1 (satu) tahun.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan pembangunan Daerah.
Misi adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan visi.
Tujuan adalah sesuatu kondisi yang akan dicapai atau dihasilkan dalam jangka waktu 5 (lima) tahunan.
Sasaran adalah rumusan kondisi yang menggambarkan tercapainya tujuan, berupa hasil pembangunan Daerah/Perangkat Daerah yang diperoleh dari pencapaian hasil (outcome) program Perangkat Daerah.
Strategi adalah langkah berisikan program-program sebagai prioritas pembangunan Daerah/Perangkat Daerah untuk mencapai sasaran.
Arah Kebijakan adalah rumusan kerangka pikir atau kerangka kerja untuk menyelesaikan permasalahan pembangunan dan mengantisipasi isu strategis Daerah/Perangkat Daerah yang dilaksanakan secara bertahap sebagai penjabaran strategi.
Pembangunan Daerah adalah usaha yang sistematik untuk pemanfaatan sumber daya yang dimiliki Daerah untuk peningkatan dan pemerataan pendapatan masyarakat, kesempatan kerja, lapangan berusaha, meningkatkan akses dan kualitas pelayanan publik dan daya saing Daerah sesuai dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya.
Pasal 2
RPJPD merupakan landasan dan pedoman bagi Pemerintah Daerah dalam melaksanakan pembangunan 20 (dua puluh) tahun ke depan terhitung sejak tahun 2025 sampai tahun 2045 dalam bentuk Visi, Misi, dan arah pembangunan.
BAB II SISTEMATIKA
Pasal 3
Dokumen RPJPD disusun dengan sistematika sebagai berikut:
BAB I : pendahuluan;
BAB II : gambaran umum dan kondisi Daerah;
BAB III : permasalahan dan isu strategis;
BAB IV : Visi dan Misi Daerah;
BAB V : Arah Kebijakan dan Sasaran pokok; dan
BAB VI : penutup.
Dokumen RPJPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
BAB III PELAKSANAAN RPJPD
Pasal 4
RPJPD menjadi pedoman penyusunan RPJMD yang memuat Visi, Misi, dan program Wali Kota.
RPJPD menjadi pedoman dalam perumusan materi Visi, Misi, dan program calon Wali Kota dan calon Wakil Wali Kota.
Penyusunan RPJMD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selanjutnya dijabarkan dalam RKPD.
RPJPD menjadi pedoman bagi penyusunan dokumen perencanaan lainnya.
BAB IV PENGENDALIAN DAN EVALUASI
Pasal 5
Wali Kota melalui Kepala Perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan daerah melakukan pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan RPJPD secara berkala.
Ketentuan mengenai tata cara pengendalian dan evaluasi pelaksanaan RPJPD dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB V KETENTUAN PENUTUP
Pasal 6
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2025.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Magelang.
Ditetapkan di Magelang pada tanggal 27 Agustus 2024
WALI KOTA MAGELANG, ttd. MUCHAMAD NUR AZIZ
Diundangkan di Magelang pada tanggal 27 Agustus 2024
SEKRETARIS DAERAH KOTA MAGELANG, ttd. HAMZAH KHOLIFI
LEMBARAN DAERAH KOTA MAGELANG TAHUN 2024 NOMOR 5
NOREG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG, PROVINSI JAWA TENGAH: (5-263/2024)
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2024 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN 2025 - 2045
UMUM Pembangunan nasional merupakan upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa baik mulai dari tingkat pusat hingga daerah dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Pembangunan nasional diawali dengan proses perencanaan pembangunan yang disusun secara sistematis, terarah, terpadu, menyeluruh, dan tanggap terhadap perubahan. Perencanaan Pembangunan Nasional menghasilkan rencana pembangunan jangka panjang, rencana pembangunan jangka menengah dan rencana pembangunan tahunan yang wajib disusun baik mulai dari tingkat pusat maupun daerah. Perencanaan pembangunan tersebut terangkai dalam Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Telah selesainya periodesasi dari RPJPD Tahun 2005-2025 mendorong pelaksanaan penyusunan RPJPD periode selanjutnya yaitu tahun 2025-2045. Penyusunan RPJPD periode tahun 2025-2045 dilakukan guna memberikan arah dan tujuan dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan daerah sesuai dengan Visi, Misi, dan Arah Kebijakan untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun ke depan. Hal ini merupakan amanat yang tercantum di dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Pasal 263 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. RPJPD Kota Magelang Tahun 2025-2045 merupakan dokumen perencanaan pembangunan Kota Magelang dalam bentuk Visi, Misi, dan arah pembangunan untuk masa 20 (dua puluh) tahun ke depan yang mencakupi kurun waktu mulai dari tahun 2025 hingga tahun 2045. Pelaksanaan RPJPD terbagi dalam beberapa tahapan periodesasi pembangunan perencanaan jangka menengah daerah 5 (lima) tahunan. RPJPD digunakan sebagai pedoman penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang memuat visi, misi, dan program Gubernur. Untuk selanjutnya RPJMD sebagaimana dijabarkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). RKPD tersebut merupakan rencana pembangunan tahunan yang memuat rancangan kerangka ekonomi Daerah, prioritas pembangunan Daerah, serta rencana kerja dan pendanaan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang disusun dengan berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan program strategis nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Sehubungan dengan hal tersebut RPJPD Kota Magelang Tahun 2025-2045 menjadi sangat penting bagi pembangunan di Jawa Tengah. Oleh karena itu Peraturan Daerah Kota Magelang tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Tahun 2025-2045 perlu untuk ditetapkan.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 128
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perencanaan pembangunan daerah merupakan bagian integral dari sistem perencanaan pembangunan nasional. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), dijelaskan bahwa perencanaan pembangunan nasional salah satunya terdiri dari perencanaan pembangunan daerah yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Oleh karena itu, Pemerintah Daerah memiliki kewenangan untuk melaksanakan kebijakan perencanaan daerah di wilayahnya.
Perencanaan pembangunan daerah disusun dalam jangka panjang (dua puluh tahun), jangka menengah (lima tahun), dan jangka pendek (satu tahun). Dokumen rencana pembangunan tersebut berupa Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah, Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah, Rencana Kerja Pembangunan (RKP) Daerah, dan Rencana Strategis (Renstra) SKPD serta Rencana Kerja (Renja) SKPD. Kegiatan penyusunan dokumen tersebut wajib disusun sesuai dengan periode masing-masing dokumen sesuai amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Berdasarkan undang-undang tentang SPPN, maka Pemerintah Kota Magelang wajib melaksanakan proses perencanaan pembangunan di wilayah Kota Magelang dengan menyusun dokumen perencanaan yang dimulai dari penyusunan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD). Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2017 disebutkan bahwa RPJPD merupakan penjabaran dari visi, misi, arah kebijakan, dan sasaran pokok pembangunan daerah jangka panjang untuk 20 (dua puluh) tahun. RPJPD disusun dengan berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) dan rencana tata ruang wilayah (RTRW). Selain itu, penyusunan RPJPD juga berpedoman pada dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Hal ini sesuai yang dimandatkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan kebijakan terkait.
Penyusunan RPJPD Kota Magelang tahun 2025-2045 perlu memedomani dokumen RPJPN dan RPJPD di tingkat provinsi Jawa Tengah, untuk memastikan bahwa visi, misi yang dirumuskan telah sesuai dan selaras dengan visi, misi RPJPN dan RPJPD Provinsi Jawa Tengah. Selain itu, dokumen evaluasi RPJPD Kota Magelang Tahun 2005-2025 juga digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam perumusan visi, misi, arah kebijakan penyusunan RPJPD Kota Magelang dalam 20 tahun mendatang.
Penyusunan RPJPD Kota Magelang diharapkan dapat menjadi kerangka implementasi pembangunan kewilayahan di Kota Magelang agar seluruh tahapan pembangunan dapat berkesinambungan dan terlaksana dengan baik. Kota Magelang berada di persilangan lalu lintas ekonomi dan wisata antara Semarang-Magelang-Yogyakarta dan Purworejo-Magelang-Temanggung. Kota Magelang juga merupakan pusat kegiatan wilayah yang memiliki fungsi sebagai simpul transportasi yang melayani beberapa kabupaten di Kawasan Purwomanggung. Sementara itu, adanya pengembangan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Borobudur juga memberikan dampak dalam perencanaan Kota Magelang di masa mendatang.
Kota Magelang memiliki posisi yang strategis karena berada pada jalur utama yang menghubungkan ibukota Provinsi Jawa Tengah yaitu Kota Semarang dengan Daerah Istimewa Yogyakarta (D.I.Y). Letaknya yang strategis ini menjadikan Kota Magelang memiliki potensi sebagai kota transit yaitu transit penumpang, barang dan wisata. Selain itu, adanya pembangunan jalan tol Bawen-Yogyakarta dan rencana pembangunan jalan tol Wonosobo-Magelang tentunya berdampak langsung kepada kota-kota yang dilaluinya, salah satunya Kota Magelang. Oleh karena itu, dengan perkembangan yang terjadi di Kota Magelang maka dibutuhkan dokumen perencanaan jangka panjang daerah untuk mengantisipasi pengaruh dinamika perubahan terhadap perkembangan pembangunan daerah di Kota Magelang.
Selain itu, penyusunan visi dan misi RPJPD juga harus selaras dengan 4 pilar visi Indonesia Emas tahun 2045 yaitu (1) pembangunan manusia serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi; (2) pembangunan ekonomi berkelanjutan; (3) pemerataan pembangunan; serta (4) pemantapan ketahanan nasional dan tata kelola pemerintahan. Dengan demikian, perumusan visi dan misi RPJPD Kota Magelang harus dapat mencakup tujuan dan harapan daerah yang akan dicapai 20 (dua puluh) tahun ke depan dengan memperhatikan pada identifikasi dan penanganan isu-isu strategis yang ada, serta berpedoman dengan dokumen perencanaan baik di tingkat provinsi maupun nasional.
Proses penyusunan dilaksanakan berdasarkan tahapan yang telah diatur dalam Permendagri Nomor 86 Tahun 2017. Tahapan penyusunan RPJPD meliputi: (1) persiapan penyusunan; (2) penyusunan rancangan awal; (3) penyusunan rancangan; (4) pelaksanaan musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang); (5) perumusan rancangan akhir; serta (6) penetapan. Penyusunan RPJPD dilakukan dengan melalui serangkaian forum musyawarah yang dimaksudkan untuk mengakomodasi dan penjaringan aspirasi, opini dari semua pemangku kepentingan pembangunan. Dengan demikian, perencanaan yang tersusun merupakan hasil komitmen bersama dan menjadi acuan dalam pelaksanaan pembangunan daerah secara berkesinambungan.
1.2 Dasar Hukum Penyusunan
Dasar hukum yang digunakan dalam penyusunan RPJPD Kota Magelang Tahun 2025-2045 adalah sebagai berikut:
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kota Kecil dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1954 tentang Pengubahan Undang-Undang Nomor 16 dan 17 Tahun 1950 tentang Pembentukan Kota-Kota Besar dan Kota-Kota Kecil di Jawa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5511);
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856);
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2023 tentang Provinsi Jawa Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6867);
Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 4 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Magelang Tahun 2011-2031 (Lembaran Daerah Kota Magelang Tahun 2012 Nomor 4) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 4 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Magelang Tahun 2011-2031 (Lembaran Daerah Kota Magelang Tahun 2020 Nomor 2);
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 2036) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 157);
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan Daerah, Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, serta Tata Cara Perubahan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah;
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pembuatan dan Pelaksanaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis dalam Penyusunan Rencana (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 456); dan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 70 Tahun 2019 tentang Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1114).
1.3 Hubungan Antar Dokumen RPJPD dengan Dokumen Rencana Pembangunan Daerah Lainnya
Penyusunan RPJPD Kota Magelang tidak terlepas dari RPJP Nasional, RPJP Provinsi Jawa Tengah, dan KLHS RPJPD. Selain itu RPJPD harus menjadi acuan dalam menyusun perencanaan lima tahunan atau perencanaan pembangunan jangka menengah (RPJMD) sebagai tahapan pembangunan lima tahun pertama hingga lima tahun keempat untuk pencapaian visi Kota Magelang tahun 2045.
RPJPD Kota Magelang 2025-2045 memperhatikan hasil evaluasi RPJPD Kota Magelang Tahun 2005-2025, berpedoman pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Magelang Tahun 2011-2031, KLHS RPJPD Kota Magelang Tahun 2025-2045, RPJPD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2025-2045, dan RPJP Nasional Tahun 2025-2045 (lihat Gambar 1.1). Kewajiban untuk penyelarasan dengan RTRW juga dijelaskan dalam Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 100.4.4/110/SJ Tentang Penyelarasan Dokumen Rencana Pembangunan Daerah dengan Rencana Tata Ruang Wilayah, yang menyatakan bahwa dalam penyusunan visi, misi RPJPD, kebijakan RPJPD, hingga sasaran pokok 5 tahunan RPJPD harus selaras dan berpedoman pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) (lihat Gambar 1.2).
Sumber: Diolah Tim Penyusun RPJPD Kota Magelang, 2023Gambar 1.1 Keterkaitan Dokumen Perencanaan Nasional dan Daerah
Sumber: Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 100.4.4/110/SJGambar 1.2 Keterkaitan Dokumen RPJPD dan Dokumen RTRW
Selain itu, berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2024 Tentang Pedoman Penyusunan RPJPD Tahun 2005-2045, penyusunan RPJPD Kabupaten/Kota harus juga memperhatikan dokumen KLHS, RPPLH, dan hasil evaluasi RPJPD Kab/Kota pada periode sebelumnya (lihat Gambar 1.3).
Sumber: Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2024 Tentang Pedoman Penyusunan RPJPD Tahun 2005-2045Gambar 1.3 Keterkaitan RPJPD dengan Dokumen Lainnya
1.4 Maksud dan Tujuan
1.4.1 Maksud
Maksud dari penyusunan RPJPD Kota Magelang Tahun 2025-2045 yaitu merumuskan cita-cita pembangunan daerah selama 20 (dua puluh) tahun ke depan yang dituangkan ke dalam visi, misi, arah, kebijakan, sasaran pokok, serta indikator kinerja pembangunan daerah Kota Magelang tahun 2025-2045 dengan berpedoman pada RPJPN, RPJPD Provinsi Jawa Tengah, dan RTRW Kota Magelang.
1.4.2 Tujuan
Tujuan penyusunan RPJPD Kota Magelang Tahun 2025-2045 adalah:
Menjaga arah kebijakan pembangunan daerah Kota Magelang dalam kurun waktu 2025-2045;
Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi dan sinergi perencanaan pembangunan daerah jangka panjang Pemerintah Kota Magelang dengan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Pemerintah Pusat;
Menjadi pedoman dalam penyusunan perencanaan pembangunan daerah lima tahunan yang dituangkan dalam RPJMD; serta
Mewujudkan penggunaan sumber daya secara efektif, efisien, berkeadilan, dan berkelanjutan.
1.5 Sistematika
Dokumen RPJPD Kota Magelang Tahun 2025-2045 disusun menjadi enam bab yaitu:
PENDAHULUAN Bab ini memuat tentang latar belakang, landasan hukum penyusunan, hubungan antar dokumen dengan dokumen rencana pembangunan daerah lainnya, maksud dan tujuan, serta sistematika.
GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH Bab ini menjelaskan tentang gambaran umum Kota Magelang yang meliputi aspek geografi dan demografi; aspek kesejahteraan masyarakat; aspek daya saing daerah; dan aspek pelayanan umum. Selain itu dijelaskan terkait evaluasi pelaksanaan RPJPD Kota Magelang tahun 2005-2025, tren demografi dan kebutuhan sarana prasarana pelayanan publik, dan pengembangan pusat pertumbuhan wilayah.
PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGIS DAERAH Bab ini menjelaskan tentang permasalahan dan isu strategis serta tantangan pembangunan Kota Magelang.
VISI MISI DAERAH Bab ini menjelaskan tentang visi dan misi pembangunan Kota Magelang tahun 2025-2045.
ARAH KEBIJAKAN DAN SASARAN POKOK DAERAH Bab ini menjelaskan tentang arah kebijakan, strategi dan sasaran pokok pembangunan jangka panjang Kota Magelang.
PENUTUP Bab ini menjelaskan tentang kaidah pelaksanaan RPJPD Kota Magelang Tahun 2025-2045.
2 GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH
2.1 Aspek Geografi dan Demografi
2.1.1 Geografi
Kota Magelang terletak antara 110°1’30” - 110°1’52” BT (Bujur Timur) dan 7°2’18” - 7°3’9” LS (Lintang Selatan), di tengah-tengah Kabupaten Magelang dan berbatasan secara langsung pada bagian utara dengan Kecamatan Tegalrejo, bagian selatan dengan Kecamatan Mertoyudan, dan bagian barat berbatasan langsung dengan Kecamatan Bandongan. Secara administratif Kota Magelang terbagi atas 3 (tiga) kecamatan dan 17 (tujuh belas) kelurahan dengan luas wilayah sebesar 1.856 Ha.
Sumber: Dokumen RTRW Kota Magelang 2011-2031, diolahGambar 2.1 Peta Administrasi Kota Magelang
Berdasarkan konstelasi wilayahnya, Kota Magelang merupakan bagian dari pengembangan Kawasan Purwomanggung yang terdiri dari Kabupaten Purworejo, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Magelang, Kota Magelang, dan Kabupaten Temanggung. Meskipun demikian, konstelasi wilayah tersebut akan mengalami sedikit perubahan di masa yang akan datang karena Kota Magelang tidak akan lagi berada dalam lingkup pengembangan Purwomanggung tetapi Gelangmanggung (Kab. Magelang, Kota Magelang, Kab. Temanggung). Kota Magelang juga berada pada persilangan jalur transportasi utama di Jawa Tengah, yang menghubungkan antara Semarang-Magelang-Yogyakarta dan Purworejo-Magelang-Temanggung. Selain itu, Kota Magelang juga berada pada persimpangan jalur pariwisata lokal, regional, dan nasional yakni Yogyakarta-Borobudur-Kopeng-Ketep Pass-dan Dataran Tinggi Dieng.
Secara topografi, Kota Magelang merupakan wilayah dataran rendah yang dikelilingi Gunung Merapi, Merbabu, Sindoro dan Sumbing, Pegunungan Gianti, Menoreh, Andong, dan Telomoyo dengan kemiringan relatif bervariasi antara 2-15% hingga lebih dari 40%. Titik tertinggi pada Gunung Tidar (503 mdpl), dengan variasi ketinggian keseluruhan Kota Magelang di antara 375-500 mdpl. Gunung Tidar termasuk sebagai kawasan lindung dengan kemiringan 30-40% dan berfungsi sebagai paru-paru kota dengan statusnya sebagai Kebun Raya.
Kota Magelang memiliki sumber air berupa air permukaan (berupa sungai dan saluran irigasi) dan air tanah (mata air ataupun air tanah dengan kedalaman antara 5 meter sampai dengan 20 meter). Terdapat dua sungai yang cukup besar, yaitu Sungai Elo (sebelah timur) dan Sungai Progo (sebelah barat). Selain itu terdapat dua saluran air yaitu Kali Bening (Kali Kota) dan Kali Progo Manggis yang berfungsi juga sebagai saluran irigasi teknis.
Sumber mata air yang ada di Kota Magelang adalah mata air Tuk Pecah I dan II (debit 102 liter/detik) serta mata air Sri Punganten yang sedang dibangun tahun 2024 dan akan mulai dimanfaatkan tahun 2025 (perkiraan debit yang dapat dimanfaatkan sebesar 30 liter/detik). Terkait dengan karakteristik air tanah yang ada di Kota Magelang, mayoritas cukup dalam dengan akuifer yang dangkal sehingga sulit untuk dikembangkan. Hal ini menyebabkan Kota Magelang sampai saat ini bergantung pada sumber-sumber air yang ada di Kabupaten Magelang.
Iklim Kota Magelang tergolong sejuk dengan tingkat curah hujan yang tinggi, temperatur maksimum 32°C dan terendah 20°C dengan tingkat kelembaban 88,8%. Selain itu, Kota Magelang juga merupakan wilayah dengan iklim tropis basah yang dipengaruhi oleh angin muson barat dan muson timur. Rata-rata curah hujan cenderung tinggi, yakni 16,68 mm/hari.
Penggunaan lahan di Kota Magelang didominasi oleh pekarangan/lahan untuk bangunan dan halaman. Total 69,49% dari luas Kota Magelang (1.856 Ha) merupakan lahan terbangun yang berupa permukiman, perdagangan dan jasa, pendidikan, perkantoran, kesehatan, pariwisata, industri dan kawasan terbangun lainnya. Alih fungsi lahan dari lahan tidak terbangun menjadi lahan terbangun semakin meningkat tiap tahunnya dan dalam kurun waktu 2006-2022, luas lahan sawah di Kota Magelang mengalami penurunan sebesar 32,4%.
Peningkatan alih fungsi lahan menjadi salah satu kontributor rendahnya kualitas lingkungan hidup. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) Kota Magelang cenderung mengalami fluktuasi bahkan mencapai kondisi buruk pada tahun 2020 dengan angka sebesar 47,03 dan capaiannya pada tahun 2022 dengan nilai 63,46 masih di bawah capaian nasional dan provinsi. Nilai tersebut kemudian sedikit meningkat pada tahun 2023 yaitu dengan skor 64,80. Dalam konteks nilai IKLH tahun 2023, mengacu pada S.135/SETPPKL/PEHKT/PKL.1.1/B/02/2024 tanggal 21 Februari 2024 tentang Penyampaian Hasil Ekspose IKLH 2023, terdapat konversi data capaian IKLH mulanya 64,80 menjadi 71,10. Dari 3 (tiga) indikator pembentuk IKLH yaitu Indeks Kualitas Tutupan Lahan (IKTL), Indeks Kualitas Air (IKA), dan Indeks Kualitas Udara (IKU), komponen IKTL dan IKA Kota Magelang relatif lebih menunjukkan permasalahan seperti kurangnya proporsi ruang terbuka hijau publik, belum optimalnya pengelolaan limbah, kerusakan tanah/lahan, dan belum optimalnya pengelolaan sampah.
Sumber: Dinas Lingkungan Hidup Kota Magelang, 2024Gambar 2.2 Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Kota Magelang, 2015-2023
Rendahnya kualitas hidup Kota Magelang juga digambarkan melalui semakin bertambahnya tingkat emisi GRK Kota Magelang dari tahun ke tahun. Tahun 2021, emisi GRK Kota Magelang sebesar 22.297,55 Gg CO2e dengan dua sektor penyumbang terbesar yaitu sektor pengadaan dan penggunaan energi serta sektor pengelolaan limbah. Selain dua sektor tersebut, sampah makanan juga menjadi kontributor GRK di Kota Magelang mengingat persentase sampah makanan masih sebesar 33,70%.
Selain kualitas lingkungan hidup yang menunjukkan perlunya upaya peningkatan, kondisi daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup Kota Magelang juga menunjukkan kondisi defisit atau terlampaui dengan rincian:
Daya dukung lahan Kota Magelang dilihat dari jumlah penduduk tahun 2022 sebesar 121.675 jiwa dan luas wilayah Kota Magelang sebesar 1.853,71 Ha didapat daya dukung lahan sebesar 0,01524 ha/jiwa. Menurut standar Yeates pada konsumsi lahan untuk populasi penduduk 100.000 maka kisaran lahan adalah 0,076 ha/jiwa artinya daya dukung lahan Kota Magelang tahun 2022 sudah dalam kondisi defisit atau terlampaui.
Daya dukung pangan beras (DDPb) berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa DDPb Kota Magelang pada tahun 2022 sebesar 0,061 (lebih kecil dari 1) maka daya dukung pangan beras tahun 2022 dinyatakan defisit. Hanya sekitar 0,061 kebutuhan penduduk akan beras di tahun 2022 yang bisa dipenuhi oleh Kota Magelang sendiri. Dengan kata lain, Kota Magelang tahun 2022 telah mengalami defisit akan pangan (beras) sebesar -11.193,29 ton. Selanjutnya, ketika melihat proyeksi tahun 2045, defisit produksi pangan di Kota Magelang semakin memburuk dengan nilai daya dukung pangan berada di angka 0.014 dengan produktivitas padi diestimasikan 268,89 ton.
Daya dukung air berdasarkan hasil perhitungan total kebutuhan air di Kota Magelang tahun 2022 adalah sebesar 12.996.751 m3/tahun. Potensi sumber daya air di Kota Magelang tahun 2022 adalah 5.364.021 m3/tahun ditambah 4.539.992 m3/tahun (asumsi bahwa potensi air permukaan mencukupi semua kebutuhan sawah untuk irigasi). Total Potensi Sumber Air (PSA) adalah 9.904.013 m3/tahun, sedangkan Kebutuhan Air (KA) adalah 12.996.751 m3/tahun sehingga DDA terhitung adalah 0,762 atau kurang dari 1. Maka dapat disimpulkan bahwa daya dukung air di Kota Magelang telah terlampaui atau defisit air. Berikutnya jika melihat proyeksi daya dukung air pada tahun 2045, kondisi defisit air di Kota Magelang akan lebih buruk dengan skor nilai DDA sebesar 0,7657 dengan Kebutuhan Air (KA) 12.934.018 m3/tahun.
Daya Dukung Fungsi Lindung Kota Magelang adalah 0,227. Adapun kisaran dari DDL ini adalah 0-1 yang mana semakin mendekati angka 1 maka semakin baik fungsi lindungnya. Akan tetapi DDL yang didapat dari perhitungan mempunyai kecenderungan mendekati 0 sehingga dapat disimpulkan bahwa daya dukung fungsi lindung Kota Magelang 2022 lebih berfungsi ke kawasan budidaya.
Daya dukung ekologi Kota Magelang menggunakan asumsi DDE Kota Magelang = DDE Provinsi Jawa Tengah. Dalam perhitungan PT Lemtek Konsultan Indonesia (2007) nilai biokapasitas dan tapak ekologi Jawa Tengah berturut turut adalah 0,1 ha/orang dan 1,22 ha/orang. Oleh karenanya DDE untuk Jawa Tengah adalah 0,08 yang artinya adalah status ini menggambarkan bahwa biokapasitas tidak mampu menopang kehidupan yang akan datang atau unsustainable.
Meskipun daya dukung pangan telah terlampaui namun Indeks Ketahanan Pangan (IKP) Kota Magelang menunjukkan kondisi ketahanan pangan yang sangat tahan dengan angka 91,18 pada tahun 2023. Dalam kurun waktu 2019-2023, IKP Kota Magelang terus mengalami peningkatan kecuali pada tahun 2022 dengan angka 82,09 yang mengalami sedikit penurunan dibanding tahun 2021 yang berada pada angka 82,59. Dari nilai IKP tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat Kota Magelang memiliki keterjangkauan terhadap pangan juga pemanfaatan terhadap pangan. Meskipun demikian, Kota Magelang masih memiliki pekerjaan rumah terkait pembentukan kesadaran pada masyarakat terkait konsumsi pangan yang bergizi. Hal ini berangkat dari kondisi di lapangan yang menunjukkan bahwa masih adanya masyarakat Kota Magelang yang konsumsi pangannya masih berada di bawah standar kecukupan energi yang direkomendasikan. Kondisi tersebut ditunjukkan oleh indikator Prevalence of Undernourishment (PoU) tahun 2023 yang berada di angka 10,34%. Dalam kurun waktu 2019-2023 nilai indikator tersebut masih berfluktuasi dan belum menunjukkan adanya perbaikan yang berarti.
Sumber: BPS, 2024Gambar 2.3 Prevalence of Undernourishment Kota Magelang, 2019-2023
Berdasarkan kondisi topografi, klimatologi, geologi, serta letaknya yang dikelilingi oleh beberapa gunung api aktif, Kota Magelang merupakan daerah yang memiliki beberapa jenis rawan bencana, seperti tanah longsor, banjir, kebakaran, dan risiko bencana letusan gunung api dengan Indeks Risiko Bencana (IRB) dalam kurun waktu lima tahun terakhir berada pada kategori sedang. Di lain sisi, jika dihadapkan dengan Indeks Ketahanan Daerah (IKD) yang sampai tahun 2023 masih menunjukkan pada kategori rendah (tingkat kapasitas daerah tahun 2023 sebesar 39,46%), maka penguatan ketahanan daerah terhadap bencana menjadi satu poin yang perlu terus diupayakan mengingat risiko bencana yang dihadapi akan semakin besar seiring bertambahnya dampak perubahan iklim.
2.1.2 Demografi
Jumlah penduduk Kota Magelang tahun 2010 sebanyak 118.713 jiwa, meningkat menjadi 122.150 jiwa pada tahun 2023 dengan kepadatan 6.581 jiwa/km², lebih tinggi dibandingkan kepadatan penduduk Provinsi Jawa Tengah tahun 2023 yaitu rata-rata 1.093 jiwa/km². Kepadatan penduduk tertinggi berada di Kecamatan Magelang Tengah sebesar 8.664 jiwa/ km² dengan jumlah penduduk sebanyak 44.439 jiwa atau 36,38 persen dari total penduduk di Kota Magelang.
Laju pertumbuhan penduduk Kota Magelang selama periode 2020-2023 sebesar 0,19 persen per tahun. Pada tahun 2023 jumlah penduduk meningkat 0,39% dibandingkan tahun 2022. Tercatat beberapa tahun terakhir laju pertumbuhan penduduk cenderung menurun dan pada tahun 2022 mencapai titik terendah yaitu 0,06%, yang mengindikasikan bertambahnya penduduk usia tua sebagaimana gejala perkembangan aging population. Hal ini juga diperkuat dengan fakta bahwa persentase penduduk lansia (60 tahun ke atas) sudah lebih dari 10 persen, yaitu mencapai 15,15% di tahun 2023. Rerata pertumbuhan kelompok usia 60 tahun ke atas, sebesar 11,40%, lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk kelompok usia 0-19 tahun (yaitu sebesar -5,49%).
Sex ratio Kota Magelang pada tahun 2023 yaitu 98,50, yang artinya dalam 100 penduduk perempuan, terdapat 98 penduduk laki-laki. Jumlah penduduk perempuan di Kota Magelang pada tahun 2023 sebanyak 61.535 jiwa, lebih tinggi dibandingkan penduduk laki-laki (60.615 jiwa).
Sumber: Kota Magelang Dalam Angka (diolah), 2024Gambar 2.4 Piramida Penduduk Kota Magelang, 2023
Rasio ketergantungan Kota Magelang tahun 2023 sebesar 41,34 yang berarti bahwa setiap 100 penduduk Kota Magelang usia produktif (15-64 tahun) mempunyai beban tanggungan sebanyak 41-42 orang usia non produktif. Rasio ketergantungan yang kurang dari 50 menunjukkan bahwa Kota Magelang telah memasuki bonus demografi. Proporsi penduduk usia produktif (15-64 tahun) sebesar 70,75 persen dari total penduduk atau sebanyak 86.421 jiwa, jauh lebih banyak dibandingkan dengan penduduk usia non-produktif.
Rasio ketergantungan Kota Magelang lebih rendah daripada rasio ketergantungan Provinsi Jawa Tengah dan Nasional, namun tetap perlu untuk diperhatikan karena adanya gejala aging population di Kota Magelang. Tantangan aging population berdampak pada pergeseran beban yang ditanggung usia produktif lebih besar pada masyarakat kelompok umur tidak produktif/lansia dibandingkan kelompok anak-anak/belum produktif.
Rendahnya laju pertumbuhan penduduk dipengaruhi penurunan angka kelahiran total/Total Fertility Rate (TFR). Berdasarkan sensus penduduk 2010 dan Long Form SP2020, TFR Kota Magelang mengalami penurunan dari 1,95 menjadi 1,79 yang berarti di antara 100 perempuan melahirkan 179 anak selama masa reproduksinya.
Selain TFR, laju pertumbuhan penduduk dipengaruhi angka kematian penduduk. Hasil Long Form SP2020 menunjukkan angka kematian kasar di Kota Magelang sebesar 10,20; yang artinya terdapat 10 sampai 11 kematian untuk tiap 1.000 penduduk Kota Magelang. Berdasarkan kelompok umur, penduduk Kota Magelang yang berada pada kelompok umur lansia (60 tahun ke atas) merupakan kelompok umur dengan angka kematian tertinggi yaitu 45,05. Kematian lansia mencapai sekitar 9 kali lipat angka kematian dewasa (kelompok usia 15-59 tahun) yang hanya sekitar 4,96. Selain itu, angka kematian balita di Kota Magelang 12,66; yang artinya bahwa setiap 1.000 balita di Kota Magelang, 12-13 di antaranya tidak akan berhasil mencapai umur tepat lima tahun.
Pertumbuhan penduduk juga dipengaruhi perpindahan penduduk atau migrasi. Berdasarkan Buku Profil Perkembangan Kependudukan Kota Magelang Tahun 2023, proporsi migrasi masuk (18,75) sedikit lebih besar dibandingkan dengan proporsi migrasi keluar (16,86). Melalui data tersebut dapat diartikan bahwa pada tahun 2023, terdapat 18-19 penduduk masuk dari setiap 1.000 penduduk; begitu juga terdapat 16-17 penduduk keluar dari setiap 1.000 penduduk. Jika dilihat tren yang terjadi dalam kurun waktu 2019-2023; terdapat pertambahan yang signifikan pada angka migrasi masuk yaitu pada tahun 2019 hanya pada angka 1,45 hingga tahun 2023 berada pada angka 18,75.
Sumber: Data Konsolidasi Bersih (DKB) Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, 2024Gambar 2.5 Jumlah Penduduk Kota Magelang Menurut Tingkat Pendidikan, 2023
Berikutnya jika dilihat berdasarkan pendidikan terakhir yang ditamatkan, pada tahun 2023 penduduk Kota Magelang didominasi oleh lulusan SLTA/Sederajat dengan persentase sebesar 39,96%. Penduduk yang mengenyam pendidikan tinggi baik Diploma maupun Strata masih berada pada angka 18,77%. Hal tersebut menggambarkan bahwa masih terbatasnya sumber daya manusia yang memiliki kemampuan manajerial. Kondisi tersebut juga menjadi tantangan bagi Kota Magelang supaya mampu menyediakan lapangan pekerjaan dan dukungan fasilitas terutama bagi para lulusan sekolah kejuruan.
Tabel 2.1 Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Kota Magelang, 2019-2023Sumber: Statistik Pendidikan Provinsi Jawa Tengah, BPS Jawa Tengah, 2019-2023
Hal tersebut linier dengan tingkat partisipasi sekolah Kota Magelang yang didominasi pada umur 7-18 tahun atau usia wajib sekolah dan partisipasi terendah berada pada umur 19-24 tahun. Meskipun demikian, Angka Partisipasi Sekolah (APS) Kota Magelang sudah lebih tinggi daripada APS nasional maupun provinsi. Pada jenjang pendidikan usia dini, APS relatif stabil sejak tahun 2019 hingga tahun 2023, namun belum menunjukkan peningkatan pada lima tahun terakhir.
Tabel 2.2 Angka Partisipasi Sekolah Penduduk Usia 5-6 Tahun di Kota Magelang, 2019-2023Sumber: Statistik Pendidikan Provinsi Jawa Tengah, BPS Jawa Tengah, 2019-2023
2.2 Aspek Kesejahteraan Sosial dan Budaya
2.2.1 Kesejahteraan Ekonomi
Ekonomi Kota Magelang setiap tahun mengalami peningkatan, kecuali pada tahun 2020, karena adanya dampak Covid-19. Pertumbuhan ekonomi di Kota Magelang tahun 2018-2019 di atas 5%. Memasuki masa akhir pandemi, ekonomi Kota Magelang tumbuh menjadi 3,2% di tahun 2021, dan semakin menguat di tahun 2022 menjadi 5,77%. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah dan Nasional yang hanya mencapai 5,31%. Pada tahun 2023, perekonomian di hampir semua wilayah mengalami perlambatan yang ditunjukkan dengan pertumbuhan ekonomi sedikit lebih rendah dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 5,45% di Kota Magelang; 4,98% di Provinsi Jawa Tengah dan 5,05% di Nasional.
Sumber: BPS, 2024Gambar 2.6 Pertumbuhan Ekonomi Kota Magelang, Provinsi Jawa Tengah, dan Nasional, 2003-2023
Tren positif pertumbuhan ekonomi didorong oleh nilai inflasi yang terkendali. Inflasi Kota Magelang (dengan pendekatan sister city) dapat dikatakan terkendali dengan baik di kisaran 1,50 - 4,00 untuk lima tahun terakhir sampai tahun 2021. Meskipun pada tahun 2022 inflasi sempat naik menjadi 6,31% namun di tahun 2023 inflasi kembali stabil di angka 3,28%, sedikit lebih tinggi dari inflasi Provinsi Jawa Tengah (2,89%) di tahun yang sama. Hal ini menunjukkan inflasi di Kota Magelang pada tahun 2023 dapat dikategorikan pada inflasi sedang, yang dapat berdampak pada kenaikan harga dan kondisi perekonomian masyarakat jika pertumbuhannya tidak dikendalikan.
Gini Ratio Kota Magelang dari tahun 2010 hingga 2023 mengalami fluktuasi dengan kecenderungan meningkat dari 0,333 (2010) menjadi 0,419 (2023). Bila diukur dengan kriteria Bank Dunia, distribusi pendapatan di Kota Magelang pada tahun 2023 berada pada ketimpangan sedang ditunjukkan oleh distribusi pengeluaran kelompok 40% bawah yang berada angka 16,07% pada tahun 2023. Lebih lanjut dengan melihat rangkaian data yang lebih panjang yaitu dalam periode 2010-2023, dapat disimpulkan bahwa ketimpangan di Kota Magelang termasuk dalam kategori ketimpangan sedang.
Sumber: https://sepakat.bappenas.go.id/pk-analisis/analisis/modul/5/kemiskinan_dan_ketimpanganGambar 2.7 Gini Ratio Kota Magelang, Provinsi Jawa Tengah, dan Nasional, 2010-2023
Tren positif pertumbuhan ekonomi selaras dengan tren penurunan kemiskinan. Pada periode awal 2002-2003 tingkat kemiskinan mencapai 14%, dan puncak terendahnya terjadi di tahun 2023 dengan besaran pada angka 6,11% dengan indeks kedalaman 0,74 dan indeks keparahan 0,12. Data tersebut menunjukkan bahwa selain jumlah penduduk miskin berkurang, pendapatan penduduk miskin mengalami peningkatan yang ditunjukkan dari penurunan P0, P1 dan P2.
Selama lima tahun terakhir, periode 2019-2023, penurunan tingkat kemiskinan Kota Magelang (turun 1,35 persen poin) tercatat masih lebih tinggi dibanding Jawa Tengah (turun 0,03 persen poin) dan Nasional (turun 0,05 persen poin).
Sumber: BPS Kota Magelang, 2023Gambar 2.8 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Kota Magelang, 2002-2023Sumber: BPS Kota Magelang, 2023Gambar 2.9 Indikator Kemiskinan Kota Magelang, 2006-2023
Peningkatan pendapatan penduduk miskin juga dapat dilihat dari penurunan kemiskinan saat garis kemiskinan naik. Pada tahun 2016-2023 garis kemiskinan Kota Magelang selalu mengalami kenaikan tetapi pada 2016-2023 persentase penduduk miskin mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan pendapatan penduduk pada periode waktu tersebut mampu mengimbangi atau bahkan melampaui kenaikan pengeluaran pemenuhan kebutuhan hidup.
Tabel 2.3 Perbandingan Indikator Kemiskinan Kota Magelang dengan Nasional dan Jawa Tengah, 2023Sumber: BPS Kota Magelang, 2024
Meskipun kemiskinan Kota Magelang di bawah rata-rata nasional dan provinsi namun Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) lebih tinggi dibandingkan Nasional, Provinsi Jawa Tengah dan Kawasan Purwomanggung. Meskipun terjadi penurunan 7,99 poin dari tahun 2005 (13,24%) hingga 2023 (5,25%) namun masih berada di peringkat tertinggi kedua di antara wilayah kota di Jawa Tengah, di bawah Kota Semarang (5,99%). Bahkan dalam tiga tahun terakhir, tercatat TPT Kota Magelang selalu lebih tinggi daripada TPT Jawa Tengah dan Nasional. Kendati demikian, jika dilihat dari perubahan TPT dalam dua tahun terakhir, penurunan TPT terbesar di antara wilayah kota di Jawa Tengah terjadi di Kota Semarang dan Kota Magelang. Selama periode 2021-2023 TPT di Kota Magelang berkurang sebesar 3,48 persen poin.
Sumber: BPS Kota Magelang, 2023Gambar 2.10 Perkembangan Indikator Ketenagakerjaan Kota Magelang, 2007-2023
Dilihat dari latar belakang pendidikan, angkatan kerja di Kota Magelang tahun 2023 sebesar 47% dari latar belakang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA)/sederajat. Pengangguran terbesar (57%) juga dari latar belakang pendidikan SMA/MA/SMK maka probabilitas terbesar tenaga kerja ini diserap pada lapangan kerja operasional bukan manajerial.
Catatan: *) Mencari pekerjaan / Mempersiapkan usaha / Merasa tidak Mungkin Mendapat pekerjaan / Sudah punya pekerjaan tetapi belum Mulai bekerja Sumber: BPS Kota Magelang, 2023Gambar 2.11 Jumlah Tenaga Kerja dan Pengangguran Kota Magelang Menurut Tingkat Pendidikan, 2019-2023
Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) Agustus Tahun 2018-2023 diketahui bahwa pada tahun 2023 penyerapan tenaga kerja di Kota Magelang masih didominasi oleh sektor jasa, utamanya adalah lapangan usaha perdagangan besar dan eceran serta penyediaan akomodasi dan makan minum. Tenaga kerja di sektor jasa menyerap 78,81% dari total tenaga kerja yang ada di Kota Magelang. Sedangkan, sektor manufaktur mampu menyerap tenaga kerja sebesar 19,45%, utamanya di lapangan usaha industri pengolahan. Meskipun jumlah pekerja industri tahun 2023 masih lebih rendah dibandingkan tahun 2015 namun jumlah tersebut terus meningkat sejak tahun 2021.
Sumber: DPPKUM Kota Magelang, 2024Gambar 2.12 Perkembangan Tenaga Kerja Sektor Industri Kota Magelang, 2014-2023
Berikutnya, jika dilihat dari sisi UMKM, UMKM memiliki peran penting sebagai penopang perekonomian melalui kewirausahaan untuk menekan angka pengangguran melalui penyediaan lapangan pekerjaan. Sayangnya, jika dilihat data series tahun 2019-2023, baik jumlah UMKM maupun serapan tenaga kerjanya masih menunjukkan fluktuasi. Pada tahun 2023, jumlah pelaku usaha UMKM (selain pedagang pasar dan PKL) sebanyak 8.364 jiwa dengan serapan tenaga kerja sebesar 12.020 jiwa. Kondisi tersebut masih lebih rendah daripada tahun 2021 dengan 9.206 jiwa dan serapan tenaga kerja 13.003 jiwa. Ini memperlihatkan bahwa kondisi yang terbentuk pada tahun 2023 belum bisa mengembalikan performa UMKM sebelum Covid-19 melanda. Namun bagaimanapun dapat ditarik pernyataan bahwa jumlah pelaku usaha memiliki korelasi positif dengan jumlah tenaga kerja meskipun tingkat penyerapan tenaga kerja dari wirausahawan saat ini masih relatif rendah, dilihat dari rasio kewirausahaan daerah tahun 2023 yang hanya sebesar 4,10.
Tabel 2.4 Rasio Kewirausahaan Daerah Kota Magelang, 2019-2023Sumber: Profil Ketenagakerjaan Kota Magelang Hasil Sakernas (diolah), BPS Kota Magelang 2019-2023
2.2.2 Kesejahteraan Sosial Budaya
Gambaran pemajuan pembangunan kebudayaan di masa yang akan datang dapat dilihat melalui Indeks Pembangunan Kebudayaan (IPK) yang memuat 7 (tujuh) dimensi, yakni dimensi ekonomi budaya, dimensi pendidikan, dimensi ketahanan sosial budaya, dimensi warisan budaya, dimensi ekspresi budaya, dimensi budaya literasi, dan dimensi kesetaraan gender. Saat ini gambaran pembangunan sosial kebudayaan di Kota Magelang dijelaskan sebagai berikut.
Indeks Pembangunan Gender (IPG) Kota Magelang pada sepuluh tahun terakhir cenderung meningkat mendekati angka 100. Artinya kualitas sumber daya manusia perempuan dan laki-laki relatif seimbang. Jika disandingkan dengan kota/kabupaten di Kawasan Purwomanggung dan provinsi Jawa Tengah, IPG Kota Magelang menempati urutan ke 2, setelah Kabupaten Temanggung. Capaian indeks pembangunan gender (IPG) juga memiliki kinerja yang baik dengan nilai IPG Kota Magelang yang berada jauh di atas IPG nasional maupun provinsi.
Selain IPG, gambaran kesetaraan gender dapat dilihat dari nilai Indeks Ketimpangan Gender (IKG). Tidak berbeda dengan IPG, meskipun kondisi IKG Kota Magelang pada lima tahun terakhir fluktuatif namun mencapai titik terendah pada tahun 2023 yang artinya ketimpangan gender semakin rendah.
Tabel 2.5 Indeks Ketimpangan Gender (IKG) di Kota Magelang, 2019-2023Sumber: BPS Jawa Tengah, 2023
Peran serta perempuan dalam pembangunan Kota Magelang cenderung menunjukkan peningkatan, dilihat dari peningkatan capaian Indeks Pemberdayaan Gender (IDG). Tahun 2023 IDG meningkat menjadi 79,51 dari 76,35 di tahun 2020. Meskipun sempat mengalami penurunan cukup signifikan di tahun 2022 namun keterlibatan perempuan dalam ketenagakerjaan menunjukkan perbaikan di tahun 2023. Persentase perempuan sebagai tenaga profesional meningkat dari 46,81% pada tahun 2022 menjadi 59,55% pada tahun 2023. Sementara itu sumbangan pendapatan perempuan juga meningkat dari 42,84% (2022) menjadi 42,42% (2023). Peningkatan ini menjadikan IDG Kota Magelang relatif unggul dibandingkan kota-kota lain di Jawa Tengah. IDG Kota Magelang tahun 2023 berada di peringkat kedua di bawah Kota Surakarta (81,92) dan sedikit di atas Kota Salatiga (79,48).
Sumber: BPS Jawa Tengah, 2023Gambar 2.13 Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) Wilayah Kota di Provinsi Jawa Tengah, 2020-2023
Peningkatan peran serta perempuan dalam pembangunan memberikan kontribusi pada peningkatan ketahanan keluarga. Hasil pengukuran Indeks Pembangunan Keluarga (iBangga) Kota Magelang pada tahun 2020 dan 2021 mencapai 53,57 kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2022 menjadi 58,82 dan pada tahun 2023 kembali mengalami peningkatan mencapai 65,58.
Dilihat dalam lingkup ketenagakerjaan, perempuan juga cukup memiliki peranan penting dalam proses produksi barang dan jasa Kota Magelang. Pada tahun 2022, tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan berada pada angka 58,30%, artinya lebih dari separuh penduduk perempuan usia kerja terlibat aktif sebagai tenaga kerja.
Meskipun pemberdayaan perempuan menunjukkan hal positif, namun perlindungan terhadap perempuan menjadi salah satu permasalahan yang perlu diselesaikan Kota Magelang. Hal tersebut tergambar dari jumlah kekerasan terhadap perempuan yang meningkat dalam periode 2020-2023. Pada tahun 2020, terdapat 1 (satu) jumlah kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan hingga pada tahun 2023 terus bertambah menjadi 20 (dua) puluh kasus yang dilaporkan. Kekerasan terhadap perempuan tersebut terjadi dalam lingkup rumah tangga maupun di luar lingkup rumah tangga. Selain itu, Kota Magelang juga perlu memberi perhatian terkait masih adanya kasus perkawinan anak. Pada tahun 2023, terdapat 27 (dua puluh tujuh) kasus perkawinan anak, jumlah tersebut sedikit meningkat dari tahun 2022 yang berjumlah 24 (dua puluh empat) kasus perkawinan anak.
Tabel 2.6 Kejadian Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak, 2016-2023Sumber: RPJMD 2021-2026 (data tahun 2016-2017); RKPD 2024 (data tahun 2018-2022); DP4KB Kota Magelang Tahun 2024 (data tahun 2023)
Kota Magelang juga memiliki sejarah dan cerita rakyat sebagai salah satu perwujudan perkembangan seni budaya. Pada tahun 2020 jumlah kelompok seni budaya yang difasilitasi/dibina dan dikembangkan sebanyak 35 kelompok. Jumlah tersebut mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yakni 50 kelompok di tahun 2019. Sedangkan jumlah kelompok seni tercatat mengalami sedikit peningkatan dari 217 di tahun 2019 menjadi 223 pada tahun 2023. Meskipun tidak ada peningkatan signifikan secara kuantitas namun aktivitas kelompok-kelompok tersebut meningkat sejak tahun 2021 hingga 2023. Persentase kelompok kesenian yang aktif terlibat/mengadakan pertunjukan kesenian dalam 1 tahun terakhir meningkat dari 8,93% pada tahun 2021 menjadi 15,625% di tahun berikutnya hingga mencapai 23,58% pada tahun 2023.
Antusiasme masyarakat dalam pelestarian kebudayaan juga dapat dilihat dari peningkatan jumlah pengunjung tempat bersejarah dari 162.857 orang di tahun 2021, menjadi 333.936 pengunjung pada tahun berikutnya dan mencapai 425.032 pada tahun 2023. Kondisi ini relatif baik mengingat terjadi penurunan jumlah pengunjung museum di tahun 2020 sebanyak 22,6% dibandingkan tahun 2019.
Perlindungan cagar budaya di Kota Magelang mengalami peningkatan pada tahun 2023 seiring dengan ditambahnya 9 (sembilan) cagar budaya yang didaftarkan pada Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya sehingga secara total terdapat 51 (lima puluh satu) cagar budaya pada tahun 2023. Meskipun demikian, Kota Magelang belum tergabung dalam Jaringan Pustaka Indonesia untuk mengoptimalkan upaya pelestarian cagar budaya. Pun, jika dilihat dari indikator persentase cagar budaya (CB) dan warisan budaya tak benda (WBTB), capaiannya pada tahun 2023 baru sebesar 23,53%. Masih rendahnya capaian tersebut terjadi karena baru 12 (dua belas) cagar budaya yang diinputkan dalam Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya yang ditetapkan sebagai cagar budaya melalui regulasi pemerintah kota. Selain itu, terkait WBTB Kota Magelang masih dalam proses pendataan calon WBTB yang akan ditetapkan.
Berikutnya, jika dilihat dari pembangunan budaya literasi masyarakat, Kota Magelang relatif berada dalam kondisi baik. Hal tersebut ditunjukkan melalui Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM) Kota Magelang pada tahun 2023 berada pada angka 93,11 dan mendapat peringkat kedua tertinggi se-Jawa Tengah. Meskipun demikian kondisi tersebut masih dapat dioptimalkan dengan memberikan layanan perpustakaan yang lebih merata, menambah koleksi perpustakaan dan tenaga pustakawan, mewujudkan keseluruhan perpustakaan ber-SNP, serta meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam sosialisasi perpustakaan dan keanggotaannya dalam perpustakaan. Tingkat pemanfaatan perpustakaan tercatat meningkat setelah berakhirnya pandemi Covid 19 namun masih rendah yaitu di angka 0,62% pada tahun 2022 dan 2023, setelah mencapai pada titik terendah pada tahun 2020 yaitu 0,06% dan tahun 2021 sebesar 0,16%.
2.3 Aspek Daya Saing Daerah
2.3.1 Daya Saing Ekonomi Daerah
Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Magelang atas dasar harga konstan tahun 2023 mencapai 7.264,92 miliar rupiah, meningkat sebesar 375,47 miliar rupiah dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara dari sisi harga berlaku (adhb), PDRB Kota Magelang tahun 2022 mencapai Rp. 10.073,48 milliar. Angka ini meningkat menjadi Rp. 10.982,74 milliar di tahun 2023. Kondisi tersebut linier dengan meningkatnya PDRB per kapita Kota Magelang yang tahun 2023 berada pada angka 89,91 juta, mengalami peningkatan absolut sebesar 7,25 juta rupiah dibandingkan tahun sebelumnya. Selanjutnya jika dilihat secara sektoral, dari 16 (enam belas) lapangan usaha yang ada di Kota Magelang, semuanya mengalami pertumbuhan positif. Kendati demikian, terdapat tiga lapangan usaha yang mengalami perlambatan, pertumbuhannya lebih rendah dari tahun sebelumnya, yaitu kategori transportasi pergudangan, penyediaan akomodasi dan makan minum, serta jasa lainnya.
Kategori penyediaan akomodasi dan makan minum meskipun mengalami perlambatan namun merupakan kategori dengan pertumbuhan tertinggi, sebesar 11,52 persen. Terdapat 7 (tujuh) lapangan usaha yang tumbuh positif lebih dari lima persen yaitu, penyediaan akomodasi dan makan minum, informasi dan komunikasi, real estate, jasa perusahaan, administrasi pemerintah, pertahanan dan jaminan sosial wajib, jasa kesehatan dan kegiatan sosial serta jasa lainnya. Dari 9 (sembilan) lapangan usaha yang tumbuh kurang dari lima persen, 8 (delapan) di antaranya tumbuh lebih cepat dibanding tahun sebelumnya, yaitu pertanian, kehutanan dan perikanan (0,92%), industri pengolahan (4,64%), pengadaan listrik dan gas (4,49%), pengadaan air, pengolahan sampah, limbah dan daur ulang (1,72%), konstruksi (3,22%), perdagangan (4,96%), jasa keuangan dan asuransi (3,37%), serta jasa pendidikan (3,82%).
Selama periode 2019-2023, struktur perekonomian Kota Magelang relatif sama, hanya saja di tahun 2023 kontribusi terbesar perekonomian bergeser dari sebelumnya konstruksi menjadi industri pengolahan dengan selisih yang kecil. Penyangga utama perekonomian di Kota Magelang pada tahun 2023 berasal dari 3 (tiga) lapangan usaha yaitu industri pengolahan sebesar 16,49%, lapangan usaha konstruksi sebesar 16,39%, dan lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor (14,07%). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ketiga lapangan usaha tersebut merupakan lapangan usaha potensial di Kota Magelang yang tetap perlu dioptimalkan agar kontribusinya terhadap PDRB semakin meningkat.
Sumber: BPS Kota Magelang, 2024Gambar 2.14 Struktur Perekonomian Kota Magelang (ADHB) dari Sisi Lapangan Usaha, 2023
Peranan sektor perdagangan di Kota Magelang dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan meskipun masih menempati urutan ketiga terbesar dalam kontribusi terhadap PDRB, setelah sektor industri pengolahan dan konstruksi dalam struktur perekonomian daerah Kota Magelang. Pada tahun 2022 kontribusi sektor perdagangan terhadap perekonomian Kota Magelang sebesar 14,05%, sedikit meningkat menjadi 14,07% di tahun 2023. Kondisi ini memberikan gambaran bahwa pelaksanaan pembangunan sejalan dengan arah pengembangan Kota Magelang sebagai kawasan perdagangan dan jasa pada regional Purwomanggung.
Meskipun kecil, volume sektor perdagangan juga disumbang oleh nilai ekspor. Nilai ekspor Kota Magelang selama tahun 2005-2023 besarannya fluktuatif. Pada tahun 2005, nilai ekspor sebesar US $ 4.410.487,44. Nilai ekspor tertinggi terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar US $ 11.540.275,29 yang berasal dari 5 komoditi. Nilai ekspor terendah terjadi pada tahun 2017 dengan nilai ekspor sebesar US $ 2.198.009,31, yang hanya berasal dari 3 komoditi. Jika dilihat pada tahun 2023, nilai ekspor Kota Magelang berada pada valuasi US $ 2.812.621 dan angka tersebut menurun dari tahun 2022 yang sebesar US $ 3.271.982.
Sementara itu usaha milik pemerintah daerah juga belum optimal berkontribusi terhadap perekonomian daerah dilihat dari Return on Asset (RoA) BUMD yang cenderung mengalami penurunan sejak tahun 2019 hingga 2023.
Tabel 2.7 Return on Asset (RoA) Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kota Magelang, 2019-2023Sumber: Sekretariat Daerah Kota Magelang, 2024
Meningkatnya peranan sektor perdagangan juga didukung oleh letak Kota Magelang yang berada pada jalur strategis menghubungkan Kota Semarang yang berstatus ibu kota Provinsi Jawa Tengah menuju Daerah Istimewa Yogyakarta. Adanya rencana proyek strategis nasional berupa pembangunan jalan tol Yogyakarta-Bawen sepanjang 77 km akan berpengaruh pada perkembangan wilayah & peningkatan ekonomi. Potensi ini harus dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk terus dikembangkan dan ditingkatkan sehingga sektor perdagangan di masa depan dapat menjadi salah satu sektor lokomotif pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di Kota Magelang.
Kontribusi sektor industri pengolahan terhadap PDRB Kota Magelang pada tahun 2023 mencapai 16,49 persen, terbesar terhadap total perekonomian Kota Magelang. Pada periode tahun 2010-2023 terjadi peningkatan dari 14,09 persen pada tahun 2010 menjadi 16,49 persen pada tahun 2023 atau meningkat 2,40 persen selama 13 tahun terakhir. Industri Kota Magelang terdiri dari industri kecil dan menengah meliputi industri makanan dan minuman, pengolahan tembakau, tekstil, kulit, kayu (bambu, rotan dan sejenisnya) dan lainnya. Kontribusi sektor perdagangan dan industri terhadap PDRB Kota Magelang keberadaannya ditopang oleh Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
Sumber: BPS Kota Magelang, 2024Gambar 2.15 Kontribusi PDRB Industri Pengolahan di Kota Magelang, 2010-2023
Peran sektor perdagangan dalam PDRB juga didukung oleh keberadaan koperasi namun kondisi eksisting menunjukkan bahwa peningkatan volume usaha koperasi tidak sejalan dengan pertumbuhan PDRB. Bahkan sejak tahun 2021 hingga tahun 2023 rasio volume usaha koperasi terhadap PDRB Kota Magelang justru menurun. Hal ini juga berkaitan dengan kegiatan riil mayoritas koperasi yang berada pada kegiatan simpan pinjam.
Tabel 2.8 Rasio Volume Usaha Koperasi terhadap PDRB Kota Magelang, 2021-2023Sumber: DPPKUM Kota Magelang, 2024
Di sisi lain, jika dilihat dari sisi perlindungan terhadap tenaga kerja, Kota Magelang masih memiliki tantangan karena mengacu dari data BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Jawa Tengah-DIY, cakupan kepesertaan jaminan sosial ketenagakerjaan tahun 2023 baru sebesar 44,53% dengan peserta 19.846 jiwa. Nilai tersebut menurun dari tahun 2022 yang capaiannya sebesar 50,28% dengan jumlah peserta 23.820 jiwa. Masih rendahnya cakupan tersebut mayoritas berasal dari pekerja sektor informal di Kota Magelang yang belum menjadi peserta jaminan sosial ketenagakerjaan. Jika melihat data tahun 2023, diestimasikan baru 4.918 tenaga informal yang tergabung.
Dilihat lebih lanjut, pertumbuhan sektor perdagangan dan industri terkait erat dengan aktivitas pariwisata sebagai salah satu sektor penting penggerak pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Hal ini karena sektor pariwisata merupakan sektor yang paling mudah dalam menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Selain itu, dari segi linkage, sektor pariwisata menjadi penghubung dari banyak sektor. Sehingga sektor pariwisata memberikan efek pengganda yang dapat menciptakan ekonomi kerakyatan, di antaranya melalui industri kreatif.
Namun demikian, kinerja sektor pariwisata masih perlu ditingkatkan. Dalam kurun waktu 2019-2021, jumlah kunjungan wisata Kota Magelang baik wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara mengalami penurunan dengan penurunan wisatawan mancanegara mencapai 92%. Hal tersebut terjadi karena pandemi Covid-19 yang berdampak pada pembatasan aktivitas masyarakat secara global. Pada tahun 2022, kunjungan wisatawan domestik sudah mulai mengalami perbaikan tetapi kunjungan wisatawan mancanegara masih rendah (693 wisatawan) meskipun sudah meningkat lebih dari seratus persen dibandingkan tahun 2021 (hanya mencapai 162 wisatawan). Jumlah kunjungan di tahun 2021 tersebut menunjukkan penurunan yang sangat drastis dibandingkan kunjungan wisatawan mancanegara tahun 2020 yang mencapai 4.123 (awal pandemi Covid 19) bahkan pada tahun sebelumnya mencapai 8.784 wisatawan. Pada tahun 2023 kondisi pariwisata menunjukkan pemulihan ditandai dengan peningkatan kunjungan wisatawan mancanegara tercatat sebesar 1.717 wisatawan.
Kota Magelang memiliki posisi yang strategis yaitu berada dekat dengan beberapa potensi wisata dengan skala kawasan, regional hingga nasional. Kota Magelang juga berada pada persimpangan jalur pariwisata lokal, regional dan nasional yaitu Yogyakarta-Borobudur-Kopeng-Ketep Pass dan Dataran Tinggi Dieng. Terdapat Kawasan Strategis Pariwisata Nasional Borobudur yang berada dekat dengan Kota Magelang dan merupakan destinasi wisata skala nasional hingga mancanegara serta beberapa potensi destinasi wisata lainnya dengan skala kawasan yang berada di kawasan Purwomanggung.
Selain daya tarik obyek wisata tersebut, Kota Magelang juga memiliki potensi events pariwisata tahunan seperti misalnya Grebeg Gethuk, Kirab Budaya Ndalu, Reli Mobil Kuno, Magelang Fair dan kegiatan pariwisata lainnya. Selain itu, ekonomi kreatif yang ada di Kota Magelang juga potensial untuk mendatangkan wisatawan. Potensi ekonomi kreatif Kota Magelang terbesar pada sub sektor kuliner, fashion, dan seni kriya yang tersebar di seluruh wilayah. Adanya potensi ekonomi kreatif, khususnya kuliner dapat menjadi peluang peningkatan perekonomian masyarakat apabila diiringi integrasi dengan aktivitas lainnya seperti pariwisata, perdagangan dan jasa.
Sumber: RTRW Kota Magelang Tahun 2011-2031Gambar 2.16 Peta Persebaran Potensi Wisata
Sebagai dukungan terhadap pengembangan sektor pariwisata, pada bulan November 2023 Kota Magelang telah bekerja sama dengan Kota Penang, Malaysia untuk pertukaran pengalaman pengembangan pariwisata, kerja sama UMKM, juga promosi bersama. Selain itu, Kota Magelang juga berkolaborasi dengan PT Taman Wisata Candi Borobudur (TWC) untuk menawarkan potensi wisata religi yang dimiliki kepada Tour Operator Asia. Tour Operator Asia tersebut mencakup 15 (lima belas) pilgrim tour operator dari Nepal, Thailand, Malaysia, India, dan Singapura. Kolaborasi tersebut dikemas dalam pilgrim tour ke Candi Borobudur yang melibatkan Kota Magelang sebagai salah satu wilayah penyangganya. Pilgrim tour tersebut dilaksanakan 2 (dua) kali pada tahun 2023 dan kelanjutan dari kegiatan tersebut diharapkan dapat terus membawa wisatawan mancanegara khususnya dari 5 (lima) negara yang terlibat.
Pengembangan seluruh sektor yang potensial di Kota Magelang diarahkan untuk meningkatkan aktivitas perekonomian sebagai pemicu pertumbuhan investasi. Nilai investasi terus mengalami kenaikan sejak tahun 2016 hingga tahun 2020 namun mengalami penurunan sangat tajam pada tahun 2021 sebagai dampak pandemi Covid-19. Pulihnya kondisi perekonomian berimbas pada kenaikan nilai investasi hingga 41,15% di tahun 2022 dengan nilai Penanaman Modal Asing (PMA) ±120 milyar rupiah dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) ±3,26 triliun rupiah. Meskipun dengan persentase pertumbuhan yang lebih kecil, namun nilai investasi pada tahun 2023 juga mengalami kenaikan sebesar 16,29% dengan nominal PMA ±117 miliar dan PMDN sebesar 4,218 triliun rupiah. Berikutnya, dilihat secara agregat dari tahun 2012 hingga 2023 nilai investasi terbesar adalah untuk perdagangan, hotel, dan restoran. Peningkatan investasi ini perlu diteruskan untuk menguatkan posisi Kota Magelang sebagai kota perdagangan dan jasa. Investasi pada sektor jasa termasuk pariwisata dan ekonomi kreatif diarahkan untuk meningkatkan belanja barang/jasa yang ada di Kota Magelang. Hal tersebut juga untuk memperbaiki kondisi pembentukan modal tetap yang hampir mendominasi PDRB meskipun secara tren sudah mengalami penurunan. Dalam kurun waktu 2021-2023, rasio pembentukan modal tetap terhadap PDRB menurun dari 50,97% menjadi 47,40%.
Selanjutnya, dalam konteks penerimaan pendapatan daerah, pada tahun 2023 penerimaan pajak Kota Magelang sebesar Rp58.081.811.662. Jika dibandingkan dengan PDRB ADHB Kota Magelang tahun 2023 sebesar 10.982,74 miliar, maka rasio pajak daerah terhadap PDRB berada pada angka 0,53%. Angka tersebut mengalami sedikit peningkatan dari tahun 2022 yang berada pada angka 0,50%. Dilihat dalam kurun waktu lima tahun maka terjadi kenaikan sebesar 0,07% dari tahun 2019 hingga 2023. Meskipun rasio pajak daerah masih berada di bawah 1%, tetapi memiliki tren positif dari tahun ke tahun. Masih rendahnya rasio pajak tersebut mengindikasikan bahwa Kota Magelang belum mandiri secara finansial karena APBD belum mampu berperan sebagai sumber utama pembiayaan pembangunan.
2.3.2 Daya Saing Sumber Daya Manusia (SDM)
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Magelang di tahun 2023 merupakan yang tertinggi di antara daerah di Kawasan Purwomanggung dan lebih tinggi dibanding nilai IPM Nasional maupun Provinsi Jawa Tengah. Tren IPM Kota Magelang selalu mengalami peningkatan dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, walaupun tingkat pertumbuhannya masih rendah dibandingkan dengan kota atau kabupaten lain di Jawa Tengah.
Sumber: BPS Jawa Tengah, 2023Gambar 2.17 IPM Nasional, Prov. Jateng, dan Kawasan Purwomanggung, 2023
Capaian positif IPM disumbang dari peningkatan capaian komponen pendidikan dan kesehatan. Dari komponen Pendidikan, Harapan Lama Sekolah (HLS) dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) Kota Magelang di atas rata-rata nasional sedangkan Usia Harapan Hidup (UHH) selalu meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2023 HLS Kota Magelang sebesar 14,40 sudah melampaui angka nasional (13,15 tahun) dan RLS penduduk usia 25 tahun ke atas mencapai 11,20 tahun, melampaui angka RLS nasional (8,77 tahun).
Sumber: BPS Jawa Tengah, 2023Gambar 2.18 Indeks Pembangunan Manusia Kota Magelang, 2010-2023
Peningkatan RLS dan HLS juga diimbangi peningkatan kualitas pendidikan dilihat dari capaian kompetensi literasi dan numerasi siswa SD dan SMP yang terus meningkat sejak tahun 2021 hingga tahun 2023.
Tabel 2.9 Persentase Siswa yang Mencapai Standar Kompetensi Minimum, 2021-2023Sumber : Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Magelang, 2023
Upaya peningkatan RLS dan HLS sangat terkait dengan Angka Partisipasi Sekolah (APS) pada semua jenjang pendidikan, tidak terkecuali pada jenjang pendidikan anak usia dini. APS anak usia 5-6 tahun pada tahun 2022 sebesar 83,96 kemudian meningkat menjadi 93,78 pada tahun 2023. Angka ini harus diupayakan hingga mencapai 100% untuk mendukung pencapaian target HLS dan RLS.
Usia Harapan Hidup (UHH) penduduk Kota Magelang sudah mencapai usia 77 tahun dan diproyeksikan terus meningkat hingga tahun 2045 hingga mencapai kisaran angka 78-80 tahun, sejalan dengan peningkatan indeks kesehatan dan didukung capaian rumah tangga sehat sudah mendekati seratus persen yaitu 96,96 (data buku saku kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2022). Sumber daya manusia kesehatan (SDMK) di Kota Magelang juga relatif baik dilihat dari pemenuhan sertifikat kompetensi yang mencapai seratus persen pada tahun 2022, sejalan dengan peningkatan jumlah tenaga kesehatan pada setiap tahunnya.
Akses masyarakat terhadap fasilitas kesehatan cukup baik digambarkan melalui cakupan kepesertaan jaminan kesehatan nasional yang cenderung meningkat sejak tahun 2019, dari 97,26% hingga mencapai 100% pada tahun 2023. Bahkan sejak tahun 2021 kepesertaan JKN sudah melebihi 99%.
Jika dilihat dari aspek kesehatan sumber daya manusia, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan di Kota Magelang. Dalam kurun waktu 2013-2023, Angka Kematian Ibu (AKI) masih menunjukkan fluktuasi. AKI pada tahun 2023 mencapai angka terendah yaitu 0 karena tidak ada kasus kematian ibu melahirkan, sejalan dengan Angka Kematian Bayi (AKB) yang juga mencapai angka terendah di tahun 2023 yaitu 5,47 (enam kasus kematian bayi). Kondisi positif tersebut menjadi indikasi upaya preventif, promotif, dan kuratif yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kematian ibu melahirkan dan kematian bayi cukup efektif.
Tabel 2.10 Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi Kota Magelang, 2013-2023Sumber: RKPD Kota Magelang Tahun 2015-2025
Selain itu, stunting juga menjadi salah satu fokus didasarkan pada hasil survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2023 yang menunjukkan prevalensi balita stunting di Kota Magelang sebesar 15,5%, yang mengalami kenaikan 10,32% dibandingkan tahun 2022 yaitu 13,9%. Terkait penyakit menular, tuberkulosis juga perlu mendapatkan perhatian mengingat insiden tuberkulosis per 100.000 penduduk pada tahun 2023 sebesar 199 meningkat dari angka tahun 2022 (183,81).
Peningkatan insiden tuberkulosis kontradiktif dengan cakupan penemuan dan pengobatan kasus tuberkulosis (treatment coverage) dan angka keberhasilan pengobatan tuberkulosis (treatment success rate) yang justru mengalami penurunan di tahun 2023. Maka upaya untuk menekan insiden tuberkulosis harus dilakukan secara menyeluruh mulai dari perluasan penemuan dan pengobatan kasus hingga keberhasilan pengobatan.
Tabel 2.11 Cakupan Penemuan dan Angka Keberhasilan Pengobatan Kasus Tuberkulosis di Kota Magelang, 2020-2023Sumber: Dinas Kesehatan Kota Magelang, 2024
Dari dimensi ekonomi, kondisi ekonomi masyarakat Kota Magelang dibandingkan dengan kawasan lain di Purwomanggung, menunjukkan kinerja yang terbaik. Nilai pengeluaran per kapita yang disesuaikan dengan daya beli di Kota Magelang lebih besar sekitar 15% dari nilai rata-rata pengeluaran per kapita di Kawasan Purwomanggung. Apabila disandingkan dengan kemampuan ekonomi masyarakat secara umum di Provinsi Jawa Tengah, Kota Magelang masih lebih unggul dengan selisih nilai pengeluaran sekitar Rp 1.340.000 per kapita per tahun. Namun, apabila dibandingkan dengan lima kota lain di Jawa Tengah, kinerja pengeluaran per kapita Kota Magelang merupakan yang terendah.
Sumber: BPS Jawa Tengah, 2023Gambar 2.19 Perbandingan Pengeluaran per Kapita yang Disesuaikan (Ribu Rupiah) Kota Magelang dengan Wilayah Lain, 2023
Pada tahun 2019, pengeluaran per kapita masyarakat per bulan sudah mencapai Rp 1.373.329. Nilai pengeluaran menurun pada tahun 2020 yang merupakan dampak dari pandemi Covid-19. Setelah tahun 2020, nilai pengeluaran per kapita di Kota Magelang kembali meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi perekonomian masyarakat terus membaik. Perlu diwaspadai penurunan rata-rata konsumsi per kapita di tahun terakhir. Besarnya nilai pengeluaran per kapita menggambarkan daya beli penduduk Kota Magelang terhadap harga-harga sejumlah komoditas pangan maupun non-pangan.
Sumber BPS Kota Magelang, 2023 (data tahun 2018-2020) dan BPS Kota Magelang Dalam Angka, 2016-2023 (data tahun 2015-2017, 2021-2023)Gambar 2.20 Rata-rata Pengeluaran Per Kapita Sebulan (Rp) Menurut Kelompok Komoditas Kota Magelang, 2015-2023
Tren peningkatan pengeluaran per kapita selaras dengan tingkat produktivitas tenaga kerja. Selama periode tahun 2010 sampai 2023 tingkat produktivitas tenaga kerja penduduk Kota Magelang mengalami tren meningkat dari 74,66 juta rupiah/jiwa pada tahun 2010 menjadi 110,80 juta rupiah/jiwa di tahun 2023 atau mengalami kenaikan sebesar 36,14 juta rupiah/jiwa.
Sumber: Tim Penyusun RPJPD Kota Magelang, 2023Gambar 2.21 Tingkat Produktivitas Tenaga Kerja (Juta Rupiah/Jiwa) Kota Magelang, 2010-2023
Dibandingkan kota-kota lain di Jawa Tengah, pada tahun 2023 produktivitas tenaga kerja Kota Magelang berada di posisi ke tiga, di bawah Kota Semarang dan Kota Surakarta. Bila dibandingkan dengan produktivitas tenaga kerja secara nasional yang mencapai 88,95 juta rupiah/jiwa, maka produktivitas tenaga kerja di Kota Magelang masih lebih tinggi di atas nasional. Sedangkan di sisi lain, produktivitas tenaga kerja Kota Magelang tertinggi jika dibandingkan dengan daerah-daerah di Kawasan Purwomanggung.
Sumber: Tim Penyusun RPJPD Kota Magelang, 2024Gambar 2.22 Tingkat Produktivitas Tenaga Kerja Nasional, Provinsi Jawa Tengah, dan Kawasan Purwomanggung (Juta Rupiah/Jiwa), 2023
2.3.3 Daya Saing Fasilitas/ Infrastruktur Wilayah
Kondisi infrastruktur Kota Magelang belum mencapai kondisi ideal meskipun untuk infrastruktur tertentu, seperti jalan, sudah baik. Pada tahun 2022 kondisi jalan mantap mencapai 93,00% sedangkan 7,00% dalam kondisi rusak. Namun pada tahun 2023 terjadi penurunan capaian kondisi jalan mantap menjadi 85,41% karena penambahan ruas jalan yang tidak linier dengan pemeliharaan ruas jalan. Selanjutnya, terkait dengan keamanan lalu lintas, kondisi ruas jalan di Kota Magelang juga masih perlu dioptimalkan. Pada tahun 2023, persentase kelengkapan jalan yang telah terpasang terhadap kondisi ideal pada jalan kewenangan kota menunjukkan angka 85,41%. Artinya, fasilitas perlengkapan jalan di Kota Magelang seperti rambu, marka, penerangan jalan umum, dan alat pemberi syarat lalu lintas masih perlu untuk ditingkatkan.
Tabel 2.12 Perkembangan Fasilitas Keselamatan Jalan di Kota Magelang, 2019-2023Sumber: Dinas Perhubungan Kota Magelang, 2024Tabel 2.13 Jumlah Kendaraan Pribadi Kota Magelang, 2019-2023Sumber: SAMSAT Kota Magelang, 2024
Infrastruktur transportasi yang mumpuni semakin menjadi krusial bagi Kota Magelang baik dilihat dari sisi internal maupun eksternal. Secara eksternal, Kota Magelang perlu menangkap peluang yang maksimal dari lokasinya yang strategis yang berada pada jalur transportasi Yogyakarta-Magelang-Semarang. Secara internal, salah satu tantangan yang dihadapi Kota Magelang yaitu terus meningkatnya jumlah kendaraan pribadi baik roda 2 (dua) maupun roda 4 (empat). Sampai tahun 2023, terdapat 321.263 unit roda dua dan 78.631 unit roda empat di Kota Magelang. Ke depan, jumlah kendaraan pribadi akan terus meningkat sedangkan kapasitas jalan Kota Magelang tidak bertambah secara signifikan. Terlebih dengan tantangan eksternal Kota Magelang sebagai jalur transportasi Yogyakarta-Semarang tentunya kendaraan yang melintas akan berasal dari berbagai wilayah. Oleh karena itu, beban kerja jalan Kota Magelang akan semakin besar.
Berdasarkan data pemeringkatan jalan pada tahun 2023, terdapat beberapa jalan utama di Kawasan Strategis Kota Magelang yang memiliki kinerja jalan relatif buruk dibandingkan kinerja ruas jalan yang lain, seperti Jalan Pemuda (V/C ratio 0,6) dan Jalan Jenderal Sudirman (V/C ratio 0,6). Selanjutnya, jika dilihat dari rata-rata kinerja jalan di Kota Magelang pada tahun 2022, nilai V/C ratio sudah berada pada angka 0,79. Derajat kejenuhan dengan angka 0,79 tersebut jika dibandingkan dengan kondisi ideal berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997, maka nilai tersebut sudah melampaui ambang batas yang ditentukan (derajat kejenuhan jalan yang ideal yaitu <0,75). Hal ini perlu menjadi perhatian bahwa kemacetan menjadi salah satu permasalahan yang dihadapi Kota Magelang, terlebih jika melihat tantangan dari sisi internal maupun eksternal.
Tantangan terhadap kinerja jalan tersebut diperburuk dengan keberadaan kelengkapan jalan yang belum optimal. Hal tersebut relevan jika selanjutnya melihat data kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Kota Magelang. Terdapat peningkatan kecelakaan lalu lintas di tahun 2022 dibandingkan tahun 2021 yang berlokasi di ruas-ruas jalan rawan kecelakaan yaitu sebagian ruas Jl. A. Yani dan Jl. Jenderal Gatot Subroto. Kemudian jika melihat jumlah kejadian kecelakaan lalu lintas tahun 2023, secara jumlah memang mengalami penurunan dari tahun 2022 tetapi memakan korban meninggal dunia yang lebih tinggi.
Tabel 2.14 Perkembangan Kejadian Kecelakaan Lalu Lintas di Kota Magelang, 2019-2023Sumber: Dinas Perhubungan Kota Magelang, 2024
Konektivitas antar wilayah di Kota Magelang saat ini ditopang oleh keberadaan satu buah terminal penumpang induk, yaitu Terminal Tipe A, dan sub-Terminal atau Tipe C. Hingga saat ini Kota Magelang belum dilengkapi dengan sarana pergantian antar moda lainnya seperti bandara dan stasiun. Namun untuk koneksi dengan Bandara New Yogyakarta International Airport dan Stasiun Tugu Yogyakarta sudah tersedia shuttle yang melayani setiap hari. Sedangkan pergerakan antar wilayah dengan kawasan sekitar, termasuk dengan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Borobudur, hingga saat ini belum terintegrasi dengan angkutan publik.
Memperhatikan kebijakan pengembangan wilayah sekitar yang akan berpengaruh terhadap aktivitas dan pergerakan dari dan menuju Kota Magelang, antara lain pengaktifan kembali rel kereta api Ambarawa-Secang-Magelang-Yogya serta adanya pengembangan exit Jalan Tol Bawen-DIY di Kota Magelang, maka dibutuhkan infrastruktur yang tangguh. Selain tuntutan kondisi jalan mantap juga harus didukung sistem transportasi berkelanjutan, untuk mendukung transformasi ekonomi. Penyediaan angkutan publik Kota Magelang saat ini belum mengarah pada pemanfaatan moda transportasi yang aman, murah dan ramah lingkungan dan masih bertumpu pada 226 angkutan kota yang aktif beroperasi.
Selain itu, berdasarkan lokasi Kota Magelang yang strategis dan menjadi pusat kegiatan wilayah Kawasan Purwomanggung, serta rencana terkait pengaktifan kembali rel kereta api Ambarawa-Secang-Magelang-Yogya, adanya pengembangan exit Jalan Tol Bawen-DIY di Kota Magelang, maka perlu adanya peningkatan kualitas transportasi di Kota Magelang untuk meningkatkan konektivitas antar wilayah.
Berikutnya jika dilihat dari kondisi infrastruktur yang lain, sayangnya kondisi saluran drainase (primer) di Kota Magelang sebagian besar belum masuk kriteria baik. Hingga tahun 2023 baru 32,40% drainase kota, atau sepanjang 6.555 m, dalam kondisi baik sedangkan sisanya (13.675 m) belum dalam kondisi baik. Begitu juga dengan kondisi saluran irigasi yang pada tahun 2023 baru 56,47% atau 8.708 m dari total 16.550 m yang berada dalam kondisi baik.
Selain itu, pemenuhan kebutuhan air minum dan sanitasi juga masih perlu didorong menuju pemenuhan akses aman. Persentase rumah tangga yang memiliki akses terhadap layanan sumber air minum layak dan berkelanjutan di Kota Magelang selama periode tahun 2017-2023 terus mengalami peningkatan. Kondisi pada tahun 2017 menunjukkan angka 87,88% dan tahun 2023 berada di angka 98,32%. Namun, jika melihat data proporsi populasi yang memiliki akses layanan sumber air minum aman dan berkelanjutan (air siap minum perpipaan) pada tahun 2023 masih berada pada angka 88,21%. Angka tersebut meningkat dari tahun 2022 yang sebesar 85,75%.
Sumber: Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Magelang, 2024Gambar 2.23 Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Akses Terhadap Layanan Sumber Air Minum Layak dan Berkelanjutan di Kota Magelang, 2017-2023
Sebelum tahun 2022, air siap minum menggunakan kriteria dapat diminum secara langsung tanpa melalui proses pengolahan terlebih dahulu namun sejak tahun 2022 mengacu pada Pedoman Pengukuran Capaian Pembangunan Perumahan dan Permukiman Berbasis Hasil Tahun 2019 yang dikeluarkan Bappenas tentang definisi air minum aman adalah yang memenuhi aspek 4K (kuantitas, kualitas, kontinuitas dan keterjangkauan). Air minum aman berasal dari PDAM dan non-perpipaan yang memenuhi kategori aspek 4K tersebut. Sehingga tampak terjadi kenaikan drastis capaian tahun 2022 dibandingkan tahun 2021.
Tabel 2.15 Persentase Rumah Tangga Yang Memiliki Akses Terhadap Layanan Sumber Air Minum Aman Dan Berkelanjutan (Air Siap Minum Perpipaan) Di Kota Magelang, 2019-2023Sumber: Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Magelang, 2024
Terkait aspek kuantitas, tantangan besar bagi Kota Magelang yaitu terkait supply pemenuhan kebutuhan air bersih yang bergantung pada sumber-sumber air yang berada di luar wilayah Kota Magelang sehingga perlu peningkatan ketersediaan air baku melalui penggalian potensi sumber air yang tersedia serta penghijauan daerah tangkapan mata air maupun peningkatan kerja sama antardaerah. Selain itu, keberlanjutan air bersih di Kota Magelang juga menghadapi permasalahan risiko pencemaran. Jika melihat persentase rumah tangga dengan akses sanitasi layak dan berkelanjutan pada tahun 2023, Kota Magelang sudah berada pada 98,81%; namun jika dilihat dari akses sanitasi aman capaiannya baru di angka 14,22% di tahun 2023.
Sumber: Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Magelang, 2024Gambar 2.24 Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Akses Terhadap Layanan Sanitasi Aman, 2019-2023
Kemudian terkait dengan infrastruktur energi, pemenuhan kebutuhan energi listrik sudah mendekati kondisi ideal dilihat dari rasio elektrifikasi Kota Magelang yang sudah mendekati seratus persen pada tahun 2022, dengan pemakaian terbesar pada kelompok rumah tangga. Jumlah pemakaian listrik pada tahun 2023 mencapai 347.874.181,00 kWh, meningkat dibandingkan tahun sebelumnya dengan jumlah pemakaian 301.431.732,00 kWh. Maka terjadi kenaikan konsumsi listrik per kapita dari 3.186,77 kWh/ jiwa pada tahun 2022 menjadi 3.333,18 kWh/ jiwa tahun 2023.
Di lain sisi, terkait dengan penanganan kawasan kumuh sebagai bagian integral dari tujuan pemenuhan kebutuhan permukiman layak huni, Kota Magelang masih memiliki pekerjaan rumah. Kota Magelang memiliki luas 1.856 Ha dengan kepadatan penduduk cukup tinggi yang berdampak pada masih munculnya kawasan kumuh bahkan tersebar merata di seluruh kecamatan yang ada dengan luasan bervariasi.
Sumber: RPJMD Kota Magelang 2021-2026, DataGo Kota Magelang, Disperkim Kota Magelang, 2024Gambar 2.25 Luas Permukiman Kumuh Per Kecamatan Kota Magelang, 2015-2023
Sisa luasan kawasan kumuh tiap kelurahan berdasarkan Berita Acara tentang Penetapan Luas Permukiman Kumuh Berdasarkan Pembagian Urusan Pemerintah terkait Penanganan Permukiman Kumuh antara Pemerintah Kota Magelang, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, dan Balai Prasarana Permukiman Wilayah Provinsi Jawa Tengah tanggal 25 Maret 2024 sebesar 13,79 hektar. Dalam kurun waktu 2015-2023, luas permukiman kumuh secara keseluruhan terus mengalami penurunan. Pada tahun 2015, Kecamatan Magelang Utara merupakan kecamatan yang memiliki luas permukiman kumuh terbesar dan pada tahun 2023 berhasil menjadi kecamatan dengan luas permukiman kumuh yang paling kecil. Melihat kondisi tahun 2023, kawasan kumuh paling besar tersisa di Kecamatan Magelang Selatan.
Sumber: Berita Acara Kab. Purworejo/ Kab. Wonosobo/ Kab. Temanggung/ Kab. Magelang/ Kota Magelang dengan Provinsi Jawa Tengah dan Balai Prasarana Permukiman Wilayah Provinsi Jawa Tengah tentang Penetapan Luas Permukiman Kumuh Berdasarkan Pembagian Urusan Pemerintah terkait Penanganan Permukiman KumuhGambar 2.26 Luas Permukiman Kumuh Kawasan Purwomanggung, 2023 (Satuan Hektar)
Kondisi perkotaan dengan wilayah sempit dan kepadatan penduduk tinggi menjadi hambatan penataan lingkungan bebas kumuh. Adapun penanganan kawasan kumuh tersebut salah satunya dengan membuat program pengurangan jumlah RTLH melalui fasilitas perbaikan kualitas rumah yang diwujudkan dengan bantuan stimulan perumahan swadaya. Pada tahun 2015 hingga tahun 2020, kondisi RTLH Kota Magelang terus mengalami penurunan dari 4.707 unit menjadi 2.852 unit di tahun 2020 dengan 277 unit sudah direhabilitasi. Jumlah RTLH tahun 2021 tercatat 1.679 dan sampai tahun 2023 telah dilakukan penanganan terhadap 1.002 unit rumah melalui skema kolaborasi pentahelix antara pemerintah daerah, BAZDA, TNI, CSR Bank Jateng, dan LSM.
Penanganan permukiman kumuh termasuk RTLH harus mempertimbangkan keterbatasan lahan dan tingginya harga tanah di wilayah perkotaan sehingga solusi yang efektif, salah satunya melalui vertical housing. Dukungan pemerintah kota terhadap penyediaan vertical housing di Kota Magelang yaitu dengan membangun rumah susun bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Hingga tahun 2023, Pemerintah Kota Magelang sudah memiliki 3 (tiga) rusun dan 2 (dua) rusus. Tiga rusun yang dimaksud berlokasi pada Kelurahan Potrobangsan, Kecamatan Magelang Utara; Kelurahan Tidar Utara, Kecamatan Magelang Selatan; dan Kelurahan Wates Kecamatan Magelang Utara. Sedangkan 2 (dua) rususnya berlokasi di Kelurahan Wates; Kecamatan Magelang Utara dan Kelurahan Kedungsari; Kecamatan Magelang Utara.
Pendirian Rusunawa dan Rusus tidak hanya menjadi strategi penanganan RTLH tetapi juga bagian dari upaya pengurangan backlog rumah yang terjadi di Kota Magelang. Terkait dengan backlog, backlog kepemilikan rumah di Kota Magelang pada tahun 2023 mencapai 4.774 unit. Tuntutan penyediaan rumah layak huni pada tahun-tahun mendatang akan meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Data menunjukkan selama lima tahun terakhir persentase rumah tangga dengan akses hunian layak di Kota Magelang meningkat sebesar 11,47%, dari 64,69% pada tahun 2019 menjadi 76,16% di tahun 2023.
Sumber: Realisasi Jawa Tengah (data tahun 2019); Profil Kesehatan BPS (data tahun 2020-2023)Gambar 2.27 Rumah Tangga dengan Akses Hunian Layak, 2019-2023
Seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk Kota Magelang juga dapat memunculkan berbagai masalah salah satunya masalah sampah yang dihasilkan sebagai akibat adanya pertambahan penduduk yang pesat dan kepadatan penduduk yang tinggi. Volume sampah saat ini akan selalu meningkat sesuai dengan laju pertumbuhan penduduk Kota Magelang dan peningkatan teknologi serta aktivitas sosial ekonomi.
Seiring berjalannya waktu, terdapat perubahan paradigma kinerja persampahan dari jumlah sampah terkelola menjadi sampah terolah. Dari perubahan cara pandang tersebut maka diperlukan proses Reuse, Reduce, Recycle (3R) pada setiap sampah yang dihasilkan yang diharapkan mampu mengurangi volume sampah yang dibuang dalam tempat pemrosesan akhir. Dalam kurun waktu 2020-2022, pengurangan volume sampah di Kota Magelang terus mengalami peningkatan meskipun berikutnya pada tahun 2023 mengalami penurunan dan berada di angka 14,93%. Proses pengurangan sampah tersebut dilakukan melalui implementasi proses 3R dalam bentuk pengolahan sampah non-organik menjadi produk pakai atau pembuatan kompos dari sampah organik.
Sumber: Dinas Lingkungan Hidup Kota Magelang, 2024Gambar 2.28 Jumlah Pengurangan Sampah Kota Magelang, 2020-2023
Dilihat dari fasilitas persampahan yang dimiliki, Kota Magelang telah didukung oleh 6 (enam) sarana TPS 3R yang tersebar di seluruh wilayah Kota Magelang. Selain TPS3R, sistem pengelolaan sampah Kota Magelang juga didukung dengan keberadaan 120 Bank Sampah yang tersebar di seluruh kecamatan dan 13 Kampung Organik. Akan tetapi efektivitasnya dalam mengurangi sampah belum optimal karena belum seluruh bank sampah dalam kondisi aktif juga jumlah sampah yang didaur ulang masih didominasi oleh pengepul/lapak dibandingkan Bank Sampah Unit maupun Induk dan TPS3R yang ada. Perlu penguatan gerakan pilah sampah dari rumah untuk membangun kesadaran masyarakat untuk mengolah sampah secara mandiri.
Keberadaan Bank Sampah ini merupakan upaya sadar dan kepedulian masyarakat terhadap pengelolaan sampah dalam rangka mengurangi timbulan sampah dari sumbernya (RT/RW). Pada beberapa Bank Sampah, melalui kepemimpinan dan manajerial kelembagaan yang cukup baik telah mampu mengembangkan Bank Sampah ini menjadi :
Kawasan hijau/urban farming melalui penanaman sayuran dan bunga untuk konsumsi maupun jualan, selain itu bahkan mengelola hasil tanaman tersebut menjadi produk olahan pangan di Kelurahan Kedungsari;
Mengelola sampah anorganik menjadi barang layak jual (kaca, kertas, plastik, dsb) pada hampir semua Bank Sampah;
Mengelola sampah organik menjadi bahan layak jual (pupuk kompos, magot, sabun dari minyak jelantah, eco enzim, dll) pada beberapa bank sampah;
Mengelola sampah untuk membangun warung kelontong, dari dan oleh warga masyarakat di Bank Sampah Bougenvile Kelurahan Jurangombo Utara;
Mengelola dan mengembangkan Bank Sampah menjadi Kampung Iklim dan Kawasan Wisata Edukasi di Bank Sampah Bersemi Kelurahan Cacaban.
Meskipun demikian, kontribusi dari Bank Sampah terhadap pengurangan sampah ini sangat minim, tidak lebih dari 10% dari jumlah timbulan sampah. Oleh karena itulah dibutuhkan mekanisasi sistem pengelolaan persampahan sebagai upaya untuk mencapai target pengelolaan sampah sesuai dengan arahan dari provinsi maupun Nasional. Sampah residu yang masuk ke TPST pada tahun-tahun mendatang diarahkan untuk dikelola di TPST Regional Magelang dan sudah dirintis sejak beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2023 telah dilaksanakan pembayaran ganti rugi 19 (sembilan belas) bidang tanah untuk akses jalan menuju TPST Regional Magelang dan 24 (dua puluh empat) bidang tanah lainnya ditargetkan selesai pada tahun 2024.
Perwujudan kota layak huni membutuhkan dukungan kelengkapan fasilitas perkotaan. Ketersediaan sekolah pada jenjang pendidikan dasar hingga tahun 2023 sudah mencukupi dengan mayoritas kondisi baik dan sudah terakreditasi. Selain itu, Kota Magelang juga dilengkapi fasilitas pendidikan lanjutan dengan dua universitas, yaitu Universitas Muhammadiyah Magelang dan Universitas Tidar yang telah terakreditasi dengan peringkat B. Selain itu, Akademi Militer (AKMIL) yaitu sekolah pendidikan TNI Angkatan Darat dan Sekolah Perwira Prajurit Karier TNI di Indonesia juga berlokasi di Kota Magelang.
Terkait dengan fasilitas kesehatan, ketersediaannya di Kota Magelang sudah cukup lengkap dan tersedia merata. berupa puskesmas, klinik/balai kesehatan, dan laboratorium kesehatan. Tercatat sebanyak 8 (delapan) rumah sakit, 5 (lima) puskesmas, 12 (dua belas) puskesmas pembantu, 16 (enam belas) klinik/balai kesehatan, dan 5 (lima) laboratorium kesehatan. Selain itu Kota Magelang memiliki Rumah Sakit Tidar yang merupakan rumah sakit Tipe B yang memiliki fasilitas terbaik dan terlengkap dalam lingkup Eks-Karesidenan Kedu.
Aktivitas perekonomian didukung kecukupan fasilitas perdagangan dan jasa Kota Magelang, meliputi 5 (lima) pasar tradisional, 6 (enam) supermarket dan (17) tujuh belas grosir. Pada tahun 2019, Pasar Rejowinangun memperoleh sertifikat SNI 8152:2015 dari Badan Standarisasi Nasional (BSN) sebagai pasar rakyat dengan kategori mutu 2 untuk pasar tipe 1. Jangkauan pelayanan fasilitas perdagangan tersebut hingga skala regional kawasan. Selain itu Pemerintah Kota Magelang pada tahun 2022 mendirikan IKM center sebagai fasilitas yang mengintegrasikan aktivitas perdagangan dengan pariwisata.
Pengembangan kegiatan pariwisata saat ini didukung fasilitas akomodasi dan makan minum berupa 8 (delapan) hotel berbintang, 13 (tiga belas) hotel melati dan 54 (lima puluh empat) restoran/ rumah makan. Selain mendukung pariwisata lokal, fasilitas tersebut juga mendukung kegiatan wisata dari daerah sekitarnya, seperti KSPN Borobudur. Adanya hotel dan restoran di Kota Magelang merupakan salah satu penyumbang terbesar investasi di Kota Magelang.
Kota Magelang memiliki daya tarik obyek wisata di antaranya Taman Kyai Langgeng, Kebun Raya Gunung Tidar, Museum Oei Hong Djien (OHD), Museum Sudirman, Museum BPK dan kampung-kampung tematik (kampung iklim dan kampung religi). Namun, belum semua dari daya tarik tersebut telah dikelola dengan baik dan memenuhi kriteria sapta pesona.
2.3.4 Daya Saing Iklim Investasi
Iklim investasi Kota Magelang relatif kondusif dengan pertumbuhan investasi rata-rata sebesar 16% pada tahun 2022 dan 2023. Salah satu faktor penting pencapaian kinerja tersebut adalah kemudahan perizinan terkait investasi. Sosialisasi terkait kemudahan perizinan melalui media cetak maupun media sosial terus dilakukan untuk menarik lebih banyak investor. Selain itu, penggunaan aplikasi OSS untuk perizinan juga akan mempercepat proses perizinan yang akan semakin menarik investor. Sebagai upaya peningkatan pelayanan perizinan, pada tahun 2022 Pemerintah Kota Magelang meresmikan Mal Pelayanan Publik dan hingga tahun 2023 terdapat total 38 tenant.
Selain kemudahan perizinan, iklim investasi yang mendukung juga dipengaruhi oleh kondisi daerah yang kondusif. Terkait dengan dukungan tersebut, Kota Magelang sudah menunjukkan perbaikan. Hal tersebut diperlihatkan melalui angka kriminalitas tahun 2023 yang sebesar 7,43%; menurun dari tahun 2019 dengan angka kriminalitas pada posisi 10,90%. Meskipun demikian, angka kriminalitas Kota Magelang di tahun 2023 masih lebih tinggi daripada tahun 2022 yang berada pada angka 5,94%. Artinya, Kota Magelang masih perlu mengupayakan agar tren penurunan kriminalitas sepenuhnya terwujud supaya dapat mengoptimalkan perwujudan kondisi kota yang kondusif. Selain itu, perbaikan juga terlihat dari menurunnya gangguan ketenteraman dan ketertiban umum secara signifikan mulai tahun 2022. Pada tahun 2021, jumlah pelanggaran mencapai 634 kasus, kemudian menurun pada tahun 2022 menjadi 166 kasus, dan berada pada angka 161 kasus pada tahun 2023. Lebih dari itu, dalam kurun waktu 2019-2023 tidak ada konflik SARA/sosial yang terjadi di Kota Magelang.
Sumber: Bapperida Kota Magelang, 2024Gambar 2.29 Aspek PDSD Kota Magelang, 2023
Selain situasi yang kondusif, dilihat Pemetaan Daya Saing Daerah (PDSD) tahun 2023, Kota Magelang memiliki keunggulan komparatif dibandingkan wilayah sekitarnya yaitu Kab. Purworejo, Kab. Wonosobo, Kab. Magelang, dan Kabupaten Temanggung baik dalam ekosistem inovasi, regulasi, sumber daya manusia, maupun pasar. Sejak tahun 2021, nilai PDSD Kota Magelang terus mengalami peningkatan dan di tahun 2023, nilai PDSD Kota Magelang berada pada angka 4,22 poin; meningkat 0,098 poin dari tahun 2022. Dari 4 (empat) aspek penilaian PDSD yaitu Aspek Faktor Penguat, Aspek Ekosistem Inovasi, Aspek Sumber Daya Manusia, dan Aspek Faktor Pasar, kontributor peningkatan terbesar di tahun 2023 berada di Faktor Penguat dan Ekosistem Inovasi. Faktor Penguat pada tahun 2023 memiliki nilai 4,456 poin; meningkat 0,529 poin dari tahun 2022. Berikutnya terkait Ekosistem Inovasi pada tahun 2023 yang berada pada angka 4,275 poin; bertambah 0,394 poin dari sebelumnya. Terkait dengan konteks inovasi, jika dilihat melalui indikator kapabilitas inovasi, Kota Magelang juga mengalami peningkatan yaitu pada skor 3,52 di tahun 2022 menjadi 3,65 di tahun 2023. Meskipun demikian, hal yang perlu diperhatikan bahwa gap capaian Kota Magelang dengan wilayah sekitarnya pada Aspek Faktor Pasar dan Faktor Penguat cukup tipis. Ini perlu menjadi catatan bahwa Kota Magelang lebih perlu mengusahakan peluang pasar yang lebih besar serta iklim bisnis yang lebih kondusif dilengkapi dengan dukungan regulasi yang sesuai dengan kebutuhan supaya lebih bisa bersaing dengan wilayah sekitar.
Sumber: Bagian Perekonomian Kota Magelang, 2024Gambar 2.30 Rasio Total Dana Pihak Ketiga pada Bank Milik Pemerintah Kota Magelang terhadap PDRB, 2019-2023Sumber: Bagian Perekonomian Kota Magelang, 2024Gambar 2.31 Rasio Total Kredit pada Bank Milik Pemerintah Kota Magelang terhadap PDRB, 2019-2023
Berikutnya, jika melihat kondisi sektor keuangan milik pemerintah Kota Magelang, kondisinya sampai tahun 2023 belum dapat berkontribusi secara riil dalam kegiatan ekonomi maupun investasi. Peran sektor keuangan yang menjadi kewenangan pemerintah kota masih dangkal dilihat dari kemampuan bank milik pemerintah kota dalam menarik simpanan maupun menyalurkan pinjaman. Hal tersebut diperlihatkan melalui rasio total dana pihak ketiga pada bank milik pemerintah kota terhadap PDRB dalam kurun waktu 2019-2023 masih berfluktuasi dan berada pada kisaran 1%. Begitu juga dengan rasio total kredit pada bank milik pemerintah kota terhadap PDRB yang menunjukkan kondisi yang tidak jauh berbeda. Selama tahun 2019-2023, rasio tersebut masih fluktuatif, bahkan terus mengalami penurunan sejak tahun 2021 dengan besaran berada dalam kisaran 1%. Penguatan sektor keuangan perlu menjadi perhatian guna membangun iklim yang kondusif untuk berinvestasi di Kota Magelang.
2.4 Aspek Pelayanan Umum
Indeks Reformasi Birokrasi (IRB) Kota Magelang tahun 2019-2023 cenderung mengalami peningkatan (Gambar 2.30) meskipun terjadi perubahan komponen penilaian pada periode tahun 2018-2019 dengan tahun 2020-2022. Pada tahun 2022 terdapat dua komponen pada komponen hasil yang menunjukkan penurunan dibandingkan tahun 2021 yaitu Kinerja Organisasi. Maka perbaikan manajemen kinerja menjadi hal penting dalam upaya mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik. Meskipun demikian pada tahun 2023 terjadi peningkatan signifikan IRB Kota Magelang hingga mencapai angka 84,85.
Sumber: TPB Data Go Kota Magelang, 2024Gambar 2.32 Indeks Reformasi Birokrasi Kota Magelang, 2019-2023
Jika dilihat dari capaian IRB tahun 2022, mengacu pada hasil antara area perubahan memperlihatkan bahwa terdapat penurunan pada aspek profesionalitas ASN dan SPBE. Optimalisasi pemanfaatan teknologi dalam penyelenggaraan pemerintahan dapat dilihat dari Indeks SPBE, yang selaras dengan Major Project Transformasi Digital. Tahun 2022 capaian Indeks SPBE mencapai 2,67 dan meningkat menjadi 3,36 pada tahun 2023. Salah satu hal yang juga penting dalam keberhasilan pelaksanaan transformasi digital adalah literasi digital untuk menurunkan kesenjangan digital (digital gap). Berdasarkan hasil Susenas tahun 2023, sebanyak 96,18% rumah tangga Kota Magelang telah mengakses internet. Angka tersebut naik sebesar 4,49% dibandingkan tahun 2021 (91,69%). Kendati demikian, penduduk usia 5 tahun ke atas yang pernah mengakses internet dalam 3 bulan terakhir di Kota Magelang tahun 2023 sebanyak 82,32%, lebih rendah dibanding wilayah perkotaan di Jawa yang mencapai 90,18% di tahun yang sama.
Selanjutnya jika melihat dari capaian SPBE tahun 2023, capaian domain tata kelola SPBE paling rendah, bahkan mengalami penurunan dari tahun 2022. Dari hasil evaluasi tersebut menunjukkan bahwa komponen penyelenggaraan SPBE merupakan komponen yang paling memerlukan perbaikan. Perlu adanya penguatan kematangan tim koordinasi serta kolaborasi pelaksaan SPBE level kota. Selain itu, perlu adanya perbaikan arsitektur SPBE agar dapat mengintegrasikan aplikasi-aplikasi yang sudah terbangun serta menjembatani interoperabilitas data supaya lebih efisien.
Di sisi lain, perbaikan manajemen ASN dilakukan melalui penerapan sistem merit. Pada tahun 2022 indeks sistem merit Kota Magelang mencapai 0,6450 dengan nilai tingkat penerapan 273 (kategori baik). Selain itu, peningkatan indeks reformasi birokrasi juga didukung dengan peningkatan Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) Kota Magelang dari 78,72 pada tahun 2021 menjadi 94,14 pada tahun 2022. Linear dengan IPAK yang mengalami peningkatan, Indeks Integritas Kota Magelang juga mengalami peningkatan meskipun belum signifikan, yaitu dari angka 80 pada tahun 2022 menjadi 80,71 pada tahun 2023.
Melalui capaian Indeks Integritas pada tahun 2023, risiko korupsi Kota Magelang sudah berada pada kategori terjaga dengan kondisi sudah lebih baik daripada rata-rata kondisi nasional. Meskipun demikian, Kota Magelang masih perlu mengoptimalkan beberapa hal di antaranya yaitu transparansi dan keadilan layanan juga upaya pencegahan korupsi. Terkait transparansi dan keadilan layanan, Kota Magelang masih perlu memperbaiki informasi terkait SOP pelaksanaan tugas/layanan yang tersedia agar lebih jelas dan lebih mudah dipahami oleh masyarakat. Berikutnya, Kota Magelang juga perlu mengupayakan pencegahan korupsi yang lebih masif dan berdampak mengingat risiko keberadaan korupsi yang masih tinggi khususnya pada aspek penilaian praktik suap, praktik pungli, transparansi layanan publik, intervensi pihak lain, kualitas transparansi dan akuntabilitas penyediaan barang dan jasa, serta objektivitas kebijakan manajemen SDM.
Selanjutnya, perbaikan tata kelola pemerintahan memberi dampak positif pada kepuasan masyarakat terhadap kinerja pelayanan publik. Hasil survei kepuasan masyarakat menunjukkan peningkatan dari 80,82 di tahun 2019 menjadi 86,43 pada tahun 2023 (kategori baik). Hasil ini sejalan dengan hasil penilaian kepatuhan standar pelayanan publik oleh Ombudsman RI yang juga menunjukkan peningkatan dari 61,24 (zona kuning) di tahun 2021 menjadi 98,17 (zona hijau) pada tahun 2023. Sama halnya dengan kualitas pelayanan publik yang menunjukkan peningkatan dari 4,31 pada tahun 2021 menjadi 4,51 di tahun 2022. Pada tahun 2023, kualitas pelayanan publik masih stagnan dari tahun sebelumnya, yaitu tetap berada pada angka 4,51.
Semenjak tahun 2022, salah satu hasil antara area perubahan reformasi birokrasi yang dinilai adalah Indeks Reformasi Hukum. Capaian Kota Magelang untuk tahun 2022 sebesar 66,85 kemudian meningkat hingga mencapai 77,57 pada tahun 2023. Peningkatan tersebut menunjukkan upaya perbaikan harmonisasi regulasi, peningkatan kompetensi Aparatur Sipil Negara sebagai perancang peraturan perundang-undangan di tingkat pusat dan daerah yang berkualitas, mendorong kualitas regulasi atau deregulasi berbagai peraturan perundang-undangan berdasarkan hasil reviu, dan penataan database peraturan perundang-undangan.
2.5 Evaluasi Hasil RPJPD Tahun 2005-2025
Berdasarkan Evaluasi RPJPD Kota Magelang 2005-2025 diketahui bahwa meskipun predikat kinerja pemerintah sangat tinggi namun terdapat beberapa indikator yang masih perlu ditingkatkan capaiannya hingga akhir tahun perencanaan tahun 2025. Terdapat 30 dari 88 indikator pada sasaran pokok misi RPJPD Kota Magelang Tahun 2005-2025 yang tingkat capaian kinerjanya belum mencapai 100%. Indikator dengan capaian sedang di antaranya yaitu indikator terkait infrastruktur, tata Kelola pemerintahan, dan lingkungan hidup.
RPJPD Kota Magelang Tahun 2005-2025 memiliki 5 (lima) sasaran pokok, 18 (delapan belas) penanda keberhasilan sasaran pokok, dan 27 (dua puluh tujuh) arah kebijakan. Pencapaian misi menghadapi berbagai kendala sehingga misi tersebut tidak tercapai secara optimal.
Tabel 2.16 Evaluasi RPJPD Kota Magelang, 2005-2025
Sumber: Dokumen Evaluasi RPJPD Kota Magelang 2005-2025
Indikator
Target Sasaran Pokok RPJPD Kota Magelang
Capaian Kinerja RPJMD Kota terhadap Sasaran Pokok RPJPD Kota Magelang
Tingkat Capaian Kinerja RPJMD Kota terhadap Sasaran Pokok RPJPD Kota Magelang (%)
Periode I
Periode II
Periode III
Periode IV
Periode I
Periode II
Periode III
Periode IV-2022
Periode I
Periode II
Periode III
Periode IV
Persentase sarana perdagangan milik Pemerintah Kota Magelang menuju standar inklusivitas/ universal design
NA
NA
60%
NA
NA
NA
40%
NA
NA
NA
66,67%
NA
Indeks aksesibilitas perkotaan
NA
NA
NA
78,90
NA
NA
NA
39,33
NA
NA
NA
49,85%
Persentase sekolah (SD & SMP) berstandar nasional
NA
NA
60,66 90
NA
NA
30,66 60
55,66 85
NA
NA
100%
91,76% 94,44%
NA
Indeks Pendidikan
NA
NA
NA
0,791
0,6754
0,7066
0,7471
0,7622
100%
100%
100%
96,36%
Indeks Kesehatan
NA
NA
NA
0,879
0,8675
0,8758
0,8772
0,8772
100%
100%
100%
99,80%
Pengeluaran per Kapita yang disesuaikan (ribu Rp)
NA
658,75
11.873,86
13.127,00
9.681,00
10.793,00
12.349,00
12.816,00
100%
100%
104%
97,63%
Persentase kualitas infrastruktur wilayah
NA
NA
NA
84,5
NA
NA
NA
68,55
NA
NA
NA
81,12%
Nilai Penguatan Ketentraman dan Ketertiban Umum
NA
NA
NA
97,86
NA
NA
NA
72,98
NA
NA
NA
74,58%
Nilai pemajuan kebudayaan
NA
NA
NA
71,91
NA
NA
NA
60,78
NA
NA
NA
84,20%
Indeks Infrastruktur Wilayah
NA
NA
NA
92,36
NA
NA
NA
68,55
NA
NA
NA
74,22%
Pemerataan pendapatan versi Bank Dunia
NA
31,42%
NA
16,50%
21,85%
17,20%
14,90%
16,24%
100%
54,74%
100%
98,42%
Persentase Luas Kawasan Kumuh
NA
44
0
0
NA
3,91
2,20
1,10
NA
100%
40,79%
49,03%
Persentase jumlah Kepala Keluarga yang terlayani air minum
NA
96,81
100
98,65
96,76
82,50
97,08
98,05
100%
85,22%
97,08%
99,39%
Prosentase RTLH
NA
NA
0
NA
NA
4,40
8,61
NA
NA
100%
25,84%
NA
Indeks Kualitas Ruang Kota
NA
NA
NA
70,21
NA
NA
NA
48,17
NA
NA
NA
68,61%
Persentase Ruang Terbuka Hijau Publik
NA
NA
18,37
18
13
18,37
16,24
16,24
100%
100%
88,41%
90,22%
Indeks Ketahanan Daerah
NA
NA
NA
66,80
NA
NA
NA
21,50
NA
NA
NA
32,19%
Indeks aksesibilitas perkotaan
NA
NA
NA
78,90
NA
NA
NA
39,33
NA
NA
NA
49,85%
Indeks SPBE
NA
NA
NA
3,25
NA
NA
NA
2,67
NA
NA
NA
82,15%
Persentase UMKM yang produktif
NA
100
NA
NA
30
75
NA
NA
100%
75%
NA
NA
Persentase Penduduk Miskin
NA
11
6,4
6,7
10,51
9,05
7,75
7,10
100%
117,73%
78,91%
94,03%
Indeks Resiliensi Daerah
NA
NA
NA
77,22
NA
NA
NA
57,30
NA
NA
NA
74,20%
Tingkat Pengangguran Terbuka
NA
9%
5%
6%
13,28%
6,43%
8,73%
6,71%
100%
128,56%
25,40%
88,17%
Skor Pola Pangan Harapan (PPH)
NA
NA
91,60
93,24
NA
87,50
90,20
90,59
NA
100%
98,47%
97,16%
Indeks Pembangunan Manusia
NA
78,37
78,37
83,34
73,99
76,39
79,43
80,39
100%
97,39%
101,35%
96,46%
Indeks Pembangunan Gender
NA
74
96,23
96,15
94,16
95,81
95,54
95,91
100%
129,47%
99,28%
99,75%
Indeks sistem merit
NA
NA
NA
0,73
NA
NA
NA
0,6825
NA
NA
NA
93,49%
Indeks Persepsi anti Korupsi
NA
NA
NA
96,55
NA
NA
NA
86,76
NA
NA
NA
89,86%
Indeks Reformasi Birokrasi
NA
NA
59
85,10
NA
50,26
67,11
68,2
NA
100%
113,75%
80,14%
Tingkat capaian kinerja pemerintah kota
NA
Sangat Baik
NA
NA
Sangat Baik
Cukup Baik
NA
NA
100%
75%
NA
NA
Rekomendasi berdasarkan hasil evaluasi RPJPD Tahun 2005-2025 untuk penyusunan RPJPD 2025-2045 yaitu:
Penyusunan visi RPJPD Kota Magelang tahun 2O25-2O45 diarahkan untuk pemenuhan kebutuhan dasar, tata kelola pemerintahan, pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, infrastruktur masa depan, pelestarian lingkungan hidup berkelanjutan.
Perumusan misi, pentahapan arah kebijakan pembangunan lima tahunan dan sasaran pokok RPJPD Kota Magelang Tahun 2025-2045, untuk:
Memperhatikan keselarasan dengan nilai-nilai kunci dari pernyataan visi.
Mempertimbangkan permasalahan dan isu strategis jangka panjang, serta faktor penghambat dan pendorong capaian kinerja di antaranya indeks infrastruktur wilayah, indeks kualitas ruang kota, indeks aksesibilitas perkotaan, luas kawasan kumuh, indeks ketahanan daerah dan wawasan kebangsaan.
Memperhatikan prediksi kondisi internal dan eksternal dengan mempertimbangkan kondisi sampai dengan tahun 2023.
Memperhatikan kebijakan jangka panjang nasional dan provinsi.
Menguraikan sasaran pokok berdasarkan prioritas masing-masing misi dan dijabarkan dalam indikator kinerja yang akan dicapai dalam jangka waktu 20 (dua puluh) tahun.
Indikator Makro Pembangunan
Merumuskan arah prioritas pembangunan pada setiap tahapan periode RPJPD sebagai upaya strategis untuk meningkatkan pemerataan pembangunan.
Menghitung target indikator makro dengan memperhatikan target Provinsi, mengingat capaian provinsi merupakan agregat dari kabupaten/kota.
Meningkatkan target Kinerja indikator makro dengan capaian lebih baik dari rata-rata capaian provinsi.
Indikator Kinerja Sasaran Pokok RPJPD Kota Magelang tahun 2025-2045 dengan:
Mempertimbangkan hasil evaluasi capaian indikator RPJPD tahun 2OO5-2O25 khususnya indikator dengan capaian sedang, rendah dan sangat rendah.
Jika indikator RPJPD Tahun 2025-2045 masih menjadi bagian dari pencapaian sasaran pokok RPJPD periode selanjutnya, maka upaya pencapaiannya perlu diwujudkan menjadi bagian dalam arah pembangunan/prioritas pembangunan lima tahunan pada per tahapan/periodisasi RPJPD.
Menghitung target indikator kinerja sasaran pokok RPJPD Kota Magelang periode selanjutnya dengan:
Memperhatikan kondisi awal capaian.
Memperhatikan kerealistisan target kinerja (perhitungan target tidak pesimis dan over optimis).
Mempertimbangkan kondisi internal dan eksternal sampai dengan tahun 2023 yang diprediksi dapat mempengaruhi ketercapaian target.
2.6 Tren Demografi dan Kebutuhan Sarana dan Prasarana
Proyeksi demografi Kota Magelang diperoleh berdasarkan Dokumen Proyeksi Penduduk Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah 2020-2035 dan dilanjutkan dengan menggunakan forecasting sampai tahun 2045. Hasil proyeksi tersebut menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kota Magelang terus mengalami peningkatan selama periode tahun 2025-2045. Sementara, angka kelahiran (TFR) dan angka kematian bayi (IMR) selama periode 2025-2045 pertumbuhannya cenderung mengalami penurunan yaitu masing-masing sebanyak 1,2% dan 13%.
Di sisi lain, angka rasio ketergantungan diproyeksikan mengalami peningkatan hingga mencapai 62,1 pada tahun 2045 (Tabel 2.2). Kondisi ini semakin memperkuat adanya fenomena aging population yang dapat menjadi tantangan pembangunan Kota Magelang pada masa yang akan datang. Apabila dilihat berdasarkan proporsi jumlah penduduk per kecamatan di Kota Magelang (Tabel 2.3), diproyeksikan selama periode tahun 2025-2045 cenderung mengalami peningkatan dengan pertumbuhan masing-masing kecamatan sebesar 0,5%. Proporsi jumlah penduduk terbesar berada di Kecamatan Magelang tengah yang diproyeksikan akan meningkat menjadi 45.399 jiwa pada tahun 2045. Sedangkan proporsi terkecil berada di Kecamatan Magelang Utara yaitu diproyeksikan pada tahun 2045 mencapai 38.076 jiwa.
Tabel 2.17 Proyeksi Demografi Kota Magelang, 2025-2045Sumber: Dokumen Proyeksi Penduduk Provinsi Jawa Tengah 2035 (data tahun 2020-2035); Hasil Analisis Penyusun, 2023 (data tahun 2040-2045)Tabel 2.18 Proyeksi Jumlah Penduduk Kota Magelang Per Kecamatan, 2025-2045Sumber: Analisis Tim Penyusun RPJPD, 2023Tabel 2.19 Proyeksi Jumlah Penduduk Kota Magelang Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin, 2025-2045Sumber: Analisis Tim Penyusun RPJPD, 2023Tabel 2.20 Proyeksi Jumlah Penduduk Kota Magelang Berdasarkan Jenis Kelamin, 2025-2045Sumber: Analisis Tim Penyusun RPJPD, 2023
2.6.1 Proyeksi Kebutuhan Rumah
Jumlah penduduk Kota Magelang setiap tahunnya diproyeksikan akan terus mengalami peningkatan hingga tahun 2045. Peningkatan jumlah penduduk ini berdampak pada peningkatan kebutuhan akan tempat tinggal. Perhitungan proyeksi dilakukan dengan merujuk pada SNI 03-1733-2004 yang menggambarkan bahwa setiap KK minimal terlayani 1 unit rumah tinggal.
Tabel 2.21 Proyeksi Kebutuhan Rumah Kota Magelang, 2025-2045Sumber: Analisis Tim Penyusun RPJPD, 2023
Berdasarkan hasil perhitungan proyeksi, didapatkan bahwa kebutuhan tempat tinggal di Kota Magelang meningkat menjadi 31.189 unit pada tahun 2045. Hal ini menunjukkan masih terdapat kekurangan penyediaan hunian sebanyak 2.979 unit karena pada tahun 2022 jumlah rumah di Kota Magelang hanya terdapat 28.210 unit.
Berdasarkan Dokumen Reviu Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman (RP3KP) Kota Magelang diketahui beberapa rencana pembangunan permukiman, termasuk vertical housing berupa rusus dan rusun. Upaya pemenuhan kebutuhan permukiman tersebut salah satunya dilakukan melalui pemanfaatan seluas 162.742,34 m² atau 16,27 hektar. Dengan luasan tersebut dapat dibangun sebanyak 2.277 unit rumah atau jika dibagi dengan rusun berkapasitas 320 unit (dimensi 72 x 29 m²), maka terdapat 7 rusun yang dapat dibangun untuk memenuhi kebutuhan. Selain itu, pembangunan kembali dan konsolidasi lahan juga menjadi mekanisme yang dipertimbangkan untuk memenuhi kebutuhan lahan permukiman yang terus meningkat setiap tahunnya.
2.6.2 Proyeksi Kebutuhan Air Minum
Proyeksi kebutuhan air minum Kota Magelang hingga tahun 2045 dihitung mengacu pada hasil proyeksi kebutuhan air minum yang tertuang dalam Dokumen Reviu RISPAM Kota Magelang tahun 2022. Proyeksi tersebut selanjutnya dibedakan pada SPAM wilayah pelayanan Perumda Air Minum dan Non-Perumda Air Minum. Mulai tahun 2040, ditargetkan cakupan pelayanan Perumda Air Minum Kota Magelang telah mencapai 100%. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, pada akhir tahun perencanaan tahun 2045, kebutuhan air maksimum Kota Magelang sebesar 471,74 liter/detik. Besarnya kebutuhan tersebut masih dapat diimbangi dengan asumsi bahwa kapasitas produksi PDAM masih berada di angka yang sama dengan tahun 2023 yaitu 950,00 liter/detik.
Tabel 2.22 Proyeksi Kebutuhan Air Minum SPAM Perumda Air Minum Kota Magelang, 2025-2045Sumber: Reviu Dokumen RISPAM Kota Magelang Tahun 2022 (proyeksi 2023-2037), Analisis Tim Penyusun RPJPD Tahun 2024 (proyeksi 2040-2045)
Berikutnya jika melihat proyeksi kebutuhan air minum SPAM wilayah pelayanan non-Perumda Air Minum Kota Magelang, kebutuhan air maksimum pada masing-masing kecamatan juga terus meningkat sampai tahun 2045. Pada tahun 2045, kebutuhan air maksimum untuk Kecamatan Magelang Selatan sebesar 4,69 liter/detik; Kecamatan Magelang Tengah sebesar 5,19 liter/detik; dan Kecamatan Magelang Utara sebesar 4,36 liter/detik. Dari ketiga kecamatan tersebut, sampai tahun 2045 kapasitas produksi pada Kecamatan Magelang Selatan dan Kecamatan Magelang Utara masih mampu memenuhi kebutuhan. Beda hal dengan Kecamatan Magelang Tengah sebagai wilayah yang memiliki kebutuhan air terbesar, kapasitas produksinya sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan sejak tahun 2037.
Tabel 2.23 Proyeksi Kebutuhan Air Minum SPAM Wilayah Pelayanan Non-Perumda Air Minum, 2025-2045Sumber: Reviu Dokumen RISPAM Kota Magelang Tahun 2022 (proyeksi 2023-2037), Analisis Tim Penyusun RPJPD Tahun 2024 (proyeksi 2040-2045)
Meskipun proyeksi kebutuhan SPAM wilayah pelayanan Perumda Air minum masih dapat dipenuhi begitu juga dengan sebagian besar wilayah pada proyeksi kebutuhan non-perumda air minum, namun perihal supply air bersih perlu untuk tetap diperhatikan. Beberapa hal yang menjadi tantangan dalam penyediaan air minum yaitu adanya risiko berkurangnya debit mata air sebagai sumber utama penyediaan air minum akibat perubahan iklim, juga peluang kebutuhan air non-domestik yang melampaui perhitungan akibat adanya kegiatan/pembangunan di luar prediksi. Oleh karena itu, upaya mitigasi melalui impelementasi konsep pembangunan zero run-off, upaya pengelolaan air minum melalui optimalisasi non-revenue water dan kerja sama antar-daerah, juga upaya adaptasi melalui kajian pengembangan recycled water dapat menjadi alternatif solusi.
2.6.3 Proyeksi Kebutuhan Listrik
Listrik merupakan salah satu komponen kunci dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan masyarakat, dan perkembangan infrastruktur. Dengan memahami perkiraan kebutuhan listrik di masa depan, pemerintah dapat mengembangkan strategi untuk memastikan pasokan listrik yang stabil dan andal.
Tabel 2.24 Proyeksi Kebutuhan Energi Kota Magelang, 2025-2045Sumber: PLN Unit Pelaksana Pelayanan Pelanggan Magelang, 2023
Berdasarkan hasil perhitungan, kebutuhan listrik di Kota Magelang diproyeksikan terus mengalami peningkatan setiap tahunnya hingga mencapai 152,78 GWh tahun 2045. Peningkatan kebutuhan listrik ini salah satunya dipengaruhi oleh peningkatan jumlah pelanggan sebesar 71,75% di tahun 2045. Peningkatan kebutuhan listrik di masa yang akan datang disebabkan oleh berbagai faktor, seperti pertumbuhan penduduk yang cepat, perkembangan ekonomi, dan peningkatan urbanisasi di Kota Magelang.
Peningkatan jumlah penduduk dan aktivitas industri, permintaan akan daya listrik juga mengalami peningkatan signifikan. Tantangannya bagi pembangunan daerah Kota Magelang adalah bagaimana memastikan ketersediaan pasokan listrik yang memadai untuk mendukung pertumbuhan ini sambil tetap berfokus pada keberlanjutan dan efisiensi energi. Pembangunan infrastruktur listrik yang memadai, investasi dalam teknologi ramah lingkungan, dan pengembangan sumber energi terbarukan menjadi kunci dalam mengatasi tantangan ini. Selain itu, perlu adanya kebijakan yang mendukung efisiensi energi, pengelolaan permintaan, dan diversifikasi sumber energi untuk mencapai ketahanan energi yang berkelanjutan dalam menghadapi peningkatan kebutuhan listrik di masa depan.
2.6.4 Proyeksi Persampahan
Berdasarkan perhitungan daya tampung sampah di Kota Magelang diketahui bahwa pertumbuhan penduduk dan aktivitas ekonomi Kota Magelang mengalami peningkatan yang sangat pesat dan berpengaruh terhadap jumlah sampah yang dihasilkan. Perlunya dilakukan prediksi jumlah sampah dan kapasitas tampung TPA. Timbulan sampah di Kota Magelang menggunakan proyeksi jumlah penduduk dan asumsi timbulan sampah 0,7 kg/orang/hari (Permen KLHK No.10 Tahun 2018 pasal 6 ayat 1). Maka, didapat gambaran prediksi volume sampah 20 tahun ke depan terus mengalami peningkatan hingga mencapai 89,85 ton pada tahun 2045.
Sumber: Analisis Tim Penyusun RPJPD, 2023Gambar 2.33 Proyeksi Timbulan Sampah Kota Magelang, 2025-2045
Selain itu, adanya arah kebijakan KSPN Borobudur, Kota Magelang termasuk ke dalam kawasan penyangga sehingga memiliki potensi limpahan wisatawan, serta banyaknya potensi daya tarik wisata yang dapat dikembangkan akan menjadi tantangan terkait peningkatan timbulan sampah kegiatan pariwisata. Kebijakan penetapan 7 kawasan strategis ekonomi di (Soekarno-Hatta, Sidotopo dsb,) juga berpotensi meningkatkan aktivitas perdagangan dan jasa sehingga, dapat berdampak salah satunya pada peningkatan produksi sampah makanan (food waste) di masa yang akan datang.
Di lain sisi, keberadaan fasilitas persampahan di Kota Magelang untuk mengurangi sampah akhir yang dihasilkan belum berperan secara optimal. Fasilitas persampahan seperti TPS 3R belum seluruhnya beroperasi, begitu juga dengan keberadaan bank sampah yang tidak seluruhnya aktif. Selain itu, keberadaan kampung organik sebagai kepanjangan tangan bank sampah masih perlu untuk terus dikembangkan. Berikutnya, jika dilihat dari kapasitas pengelolaan sampahnya pada tahun 2023, TPS 3R memiliki kapasitas pengelolaan sampah sebesar 0,107 ton/hari; bank sampah kapasitas pengelolaannya sebesar 0,79 ton/hari; dan kampung organik kapasitas pengelolaannya pada angka 1,114 ton/hari. Pada tahun 2023, keberadaan sarana-sarana tersebut baru dapat mengurangi sampah yang dibuang di TPSA Banyu Urip sebesar 14,93%.
Sampai tahun 2023, timbulan sampah yang tidak dapat diolah kembali yang dihasilkan oleh Kota Magelang akan dibuang di Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPSA) Banyu Urip. TPSA Banyu Urip yang berlokasi di Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang. TPSA beroperasi sejak tahun 1996 dengan perkiraan usia pakai 20 (dua puluh) tahun sehingga idealnya pada tahun 2016 sudah tidak dapat dipakai. Selain itu, tumpukan sampah di TPSA tersebut telah mencapai lebih dari 20 (dua puluh) meter dan tidak dapat dikembangkan karena tidak memenuhi kriteria pada RTRW Kabupaten Magelang. Peran dari TPSA Banyu Urip selanjutnya akan digantikan oleh TPST Regional yang direncanakan untuk dibangun. TPST Regional tersebut berada di Kecamatan Bandongan, Kabupaten Magelang dengan rencana kapasitas sebesar 200 ton/hari yang akan melayani Kota dan Kabupaten Magelang. Berdasarkan proyeksi timbulan sampah, keberadaan fasilitas persampahan yang dimiliki maupun dapat diakses Kota Magelang, serta tujuan jangka panjang untuk mengupayakan keberlanjutan lingkungan, maka upaya pengurangan sampah untuk mengurangi volume sampah yang dibuang di lokasi akhir perlu untuk diperhatikan.
2.6.5 Proyeksi Kebutuhan Fasilitas Pendidikan dan Kesehatan
Perhitungan proyeksi kebutuhan fasilitas pendidikan dan kesehatan berdasarkan Permen PUPR No. 01 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang. Cakupan kebutuhan sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan mengacu pada Standar Nasional Indonesia 03-1733-2004 tentang penataan sarana dan prasarana permukiman. Menurut SNI 03-1733-2004 terdapat acuan standar (m²/jiwa) untuk mengetahui kebutuhan per satuan sarana pendidikan maupun kesehatan yang ditunjukkan pada tabel berikut.
Tabel 2.25 Kebutuhan Sarana Pendidikan dan KesehatanSumber: SNI 03-1733-2004Tabel 2.26 Proyeksi Kebutuhan Sarana Pendidikan, 2025-2045 *Perhitungan proyeksi dengan mempertimbangkan jumlah penduduk usia sekolah Sumber: Analisis Tim Penyusun RPJPD, 2023
Hasil proyeksi menunjukkan bahwa kebutuhan sarana pendidikan mengalami peningkatan kecuali SMA. Kebutuhan sarana pendidikan SD diproyeksikan meningkat menjadi 78 unit pada tahun 2045 dari 76 unit pada tahun 2022, yang artinya dibutuhkan penambahan sebanyak 2 unit sekolah. Sementara kebutuhan sarana SMP juga dibutuhkan penambahan sebanyak 3 unit atau dari 23 unit pada tahun 2022 menjadi 26 unit pada tahun 2045. Disisi lain, kebutuhan sarana SMA justru mengalami penurunan yaitu dari 31 unit menjadi hanya 26 unit pada tahun 2045.
Namun, apabila melihat komposisi penduduk berdasarkan usia sekolah, penduduk usia SD, SMP dan SMA (7-14 tahun) di Kota Magelang diproyeksikan cenderung mengalami penurunan. Selain itu, didukung dengan angka kelahiran (TFR) yang diproyeksikan juga mengalami penurunan. Sehingga, proyeksi kebutuhan fasilitas pendidikan perlu mempertimbangkan kondisi tersebut. Maka dari itu, dilakukan perhitungan proyeksi dengan mempertimbangkan jumlah penduduk usia sekolah dan didapatkan hasil bahwa kebutuhan fasilitas SD dan SMP diproyeksikan berkurang dari tahun 2022.
Kebutuhan fasilitas SD menjadi minimal 73 unit pada tahun 2045, atau berkurang sebanyak 3 unit dari tahun 2022. Kebutuhan fasilitas SMP berkurang sebanyak 1 unit pada tahun 2045, atau dari 23 pada tahun 2022 menjadi minimal 22 unit di tahun 2045. Sedangkan kebutuhan fasilitas SMA dari 31 unit di tahun 2022 menjadi minimal 30 unit pada tahun 2045, atau berkurang sebanyak 1 unit. Kondisi ini mengindikasikan bahwa penyediaan sarana dan prasarana pendidikan di Kota Magelang sudah mencukupi. Hanya saja, pada penyediaan fasilitas SMA dibutuhkan pemerataan khususnya pada wilayah Kecamatan Magelang Selatan. Berdasarkan hasil Focused Group Discussion (FGD) didapati bahwa di Kecamatan Magelang Selatan masih kekurangan sekolah SMA negeri.
Berdasarkan hasil proyeksi, kebutuhan sarana kesehatan di Kota Magelang hingga tahun 2045 tidak mengalami peningkatan. Hal tersebut menunjukkan bahwa penyediaan sarana kesehatan di Kota Magelang telah mencukupi untuk melayani penduduk di Kota Magelang saat ini maupun di masa yang akan datang.
Pada tahun 2045, kebutuhan rumah sakit diproyeksikan berjumlah 8 (delapan) unit dan pada tahun 2022 telah tersedia 8 (delapan) unit rumah sakit yang berlokasi di kota Magelang. Terkait dengan puskesmas, kebutuhan tahun 2045 berjumlah 1 (satu) unit dan pada tahun 2022 telah tersedia 5 (lima) unit puskesmas. Berikutnya mengenai puskesmas pembantu, pada tahun 2045 proyeksi kebutuhannya sebesar 4 (empat) unit dan pada tahun 2022 telah tersedia 11 (sebelas) unit puskesmas pembantu. Dengan demikian, ketersediaan sarana kesehatan saat ini telah mampu memenuhi kebutuhan hingga tahun 2045.
2.7 Pusat Pertumbuhan Wilayah
2.7.1 Rencana Struktur Ruang Kota Magelang
Sesuai Peraturan Daerah Kota Magelang No. 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Perda No. 4 Tahun 2012 tentang RTRW Kota Magelang 2011-2031 pusat pelayanan Kota Magelang terletak di Kawasan Alun-Alun atau disebut sebagai BWP I. BWP I mempunyai luas kurang lebih 245 ha dengan fungsi utama sebagai kawasan pusat pelayanan sosial dan ekonomi skala kota rekreasi wisata perkotaan, dan permukiman dengan kepadatan tinggi.
Kota Magelang memiliki sistem pusat-pusat pelayanan yaitu Pusat Pelayanan Kota (PPK), Sub Pusat Pelayanan Kota (SPPK), dan Pusat Lingkungan (PL). Rencana Sistem Pusat-pusat Struktur Ruang Kota Magelang direncanakan sebagai berikut:
Pusat Pelayanan Kota Magelang, mempunyai cakupan pelayanan seluruh wilayah Kota Magelang dan Regional yaitu Kawasan PURWOMANGGUNG sebagai hinterland. Mempunyai makna sebagai fungsi pelayanan eksternal. Pusat Pelayanan Kota ditetapkan di BWP I yang terdapat di sebagian Kelurahan Cacaban, sebagian Kelurahan Kemirirejo, sebagian Kelurahan Magelang, sebagian Kelurahan Magersari, Kelurahan Panjang, Kelurahan Rejowinangun Selatan, dan sebagian Kelurahan Rejowinangun Utara, yaitu Kawasan Alun-Alun Kota Magelang.
Sub-pusat Pelayanan Kota Magelang, direncanakan mempunyai cakupan pelayanan sub-wilayah kota dan terutama mempunyai skala pelayanan kota atau sebagai pengungkapan fungsi kawasan dalam memberikan pelayanan bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam kawasan atau masing-masing bagian wilayah kota (fungsi pelayanan internal). Adapun pembagian sub-pusat pelayanan Kota Magelang meliputi:
Sub-Pusat Pelayanan Kota BWP I yaitu Kawasan Rejowinangun yang melayani sebagian Kelurahan Cacaban, sebagian Kelurahan Kemirirejo, sebagian Kelurahan Magelang, sebagian Kelurahan Magersari, sebagian Kelurahan Panjang, Kelurahan Rejowinangun Selatan dan sebagian Kelurahan Rejowinangun Utara;
Sub-Pusat Pelayanan Kota BWP II yaitu Kawasan Kebonpolo yang melayani sebagian Kelurahan Cacaban, sebagian Kelurahan Magelang, Kelurahan Potrobangsan, Kelurahan Wates, dan Kelurahan Gelangan;
Sub-Pusat Pelayanan Kota BWP III yaitu Kawasan Taman Kyai Langgeng yang melayani sebagian Kelurahan Magersari, sebagian Kelurahan Kemirirejo, Kelurahan Jurangombo Selatan, dan Kelurahan Jurangombo Utara;
Sub-Pusat Pelayanan Kota BWP IV yaitu Kawasan Sukarno-Hatta yang melayani sebagian Kelurahan Magersari, Kelurahan Tidar Utara, Kelurahan Tidar Selatan, dan sebagian Kelurahan Rejowinangun Utara; dan
Sub-Pusat Pelayanan Kota BWP V yaitu Kawasan Sidotopo yang melayani Kelurahan Kramat Utara, Kelurahan Kramat Selatan, dan Kelurahan Kedungsari.
Pusat Lingkungan mempunyai cakupan pelayanan skala lingkungan wilayah di Kota Magelang. Pusat lingkungan merupakan pusat pelayanan skala lingkungan di Bagian Wilayah Perkotaan, meliputi:
Pusat Pelayanan Lingkungan di BWP I, Kawasan Rejowinangun di Kelurahan Rejowinangun Selatan, Kecamatan Magelang Selatan.
Pusat Pelayanan Lingkungan di BWP II, Kawasan Karesidenan di Kelurahan Magelang, Kecamatan Magelang Tengah; Kawasan Tuguran di Kelurahan Potrobangsan, Kecamatan Magelang Utara; dan Kawasan Urip Sumoharjo di Kelurahan Wates, Kecamatan Magelang Utara.
Pusat Pelayanan Lingkungan di BWP III, Kawasan Taman Parkir di Kelurahan Magersari, Kecamatan Magelang Selatan; dan Kawasan Karet di Kelurahan Jurangombo Selatan, Kecamatan Magelang Selatan.
Pusat Pelayanan Lingkungan di BWP IV, Kawasan Sokka di Kelurahan Rejowinangun Utara, Kecamatan Magelang Utara; dan Kawasan Canguk di Kelurahan Rejowinangun Utara, Kecamatan Magelang Utara.
Pusat Pelayanan Lingkungan di BWP V, Kawasan Menowo di Kelurahan Kedungsari, Kecamatan Magelang Utara; dan Kawasan Sambung di Kelurahan Kramat Utara, Kecamatan Magelang Utara.
Sumber: RTRW Kota Magelang 2011-2031Gambar 2.34 Struktur Ruang Hierarki Kota MagelangSumber: RTRW Kota Magelang 2011-2031Gambar 2.35 Peta Rencana Struktur Ruang Kota Magelang
2.7.2 Rencana Pola Ruang Kota Magelang
Kawasan Lindung
Kawasan Perlindungan Setempat, meliputi sempadan sungai, sempadan irigasi, dan sempadan jalur Kereta Api.
Kawasan Sempadan Sungai Kawasan sempadan sungai yaitu Kawasan Sempadan Sungai Progo dan Kawasan Sempadan Sungai Elo. Kawasan ini memiliki luas kurang lebih 24,81 Ha.
Kawasan Sempadan Irigasi, meliputi Saluran Kota, Saluran Manggis, Saluran Bening, Saluran Ngaran, Saluran Gandekan, dan Saluran Kedali dengan luasan sempadan irigasi yang mungkin dimiliki adalah sekitar 32 Ha.
Kawasan Sempadan Jalur Kereta Api mengikuti jalur rencana pengembangan jalur kereta api Ambarawa-Secang-Magelang-Yogya yang ditetapkan oleh PT KAI.
Kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) RTH Eksisting Kota Magelang yaitu 300,22 Ha (16%), RTH Rencana berdasarkan RTRW Kota Magelang Tahun 2011-2031 yaitu 70,78 Ha. RTH mempunyai proporsi paling sedikit 30% dari luas wilayah Kota Magelang, yang diisi oleh tanaman baik yang tumbuh secara alamiah maupun sengaja ditanam. RTH sebesar 30% tersebut terdiri dari 20% RTH publik dan 10% RTH privat. RTH tersebar di seluruh wilayah Kota Magelang.
Kawasan Lindung Geologi
Kawasan Cekungan Air Tanah, Kawasan resapan air tanah yang merupakan perlindungan geologi yaitu berupa Cekungan Air Tanah Magelang-Temanggung. Cekungan Air Tanah Magelang-Temanggung merupakan cekungan air tanah lintas kabupaten / kota.
Kawasan Lindung Sempadan Air, Mata air yang terdapat di Kota Magelang adalah Mata Air Tuk Pecah yang merupakan sumber air yang dimanfaatkan dan dikelola oleh PDAM Kota Magelang. Luasan daerah sempadan mata air Tuk Pecah direncanakan seluas 1,12 hektar.
Kawasan Cagar Budaya, sesuai dengan yang telah ditetapkan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah (BP3JT) Tahun 2010 meliputi:
Rumah Sakit Soejono;
Menara Air Kota Magelang;
Rumah Sakit Umum Daerah Tidar;
Kelenteng Liong Hok Bio;
Eks-Karesidenan Kedu;
Kepolisian Resor Magelang Kota;
Museum Badan Pemeriksa Keuangan;
Plengkung;
Pondok Sriti;
Wisma Diponegoro;
Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB) Magelang;
Museum Jenderal Sudirman;
Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Magelang ;
Pasturan St. Ignatius;
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)/ Sekolah Menengah Ilmu Pariwisata (SMIP) Wiyasa;
Komando Distrik Militer Magelang;
Gereja St. Ignatius;
Gereja Kristen Jawa Magelang;
Kantor Koordinasi Pembangunan Wilayah II Provinsi Jawa Tengah;
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil;
Eks Kepolisian Wilayah Kedu;
Bangunan Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Tidar;
Petilasan Mantyasih; dan
Cagar Budaya lain yang ditemukan di kemudian hari sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Rencana Kawasan Budidaya
Kawasan Perumahan Luas kawasan perumahan di Kota Magelang sebesar kurang lebih 881,70 hektar.
Perdagangan Jasa Pengembangan kawasan perdagangan dan jasa meliputi pasar rakyat, pusat perbelanjaan, toko modern, dan sarana perdagangan jasa lainnya. Kawasan perdagangan dan jasa di Kota Magelang sebesar kurang lebih 264,61 hektar.
Kawasan Perkantoran Kawasan perkantoran Kota Magelang yaitu kawasan perkantoran pemerintah. Luas kawasan perkantoran sebesar kurang lebih 42,20 hektar.
Kawasan Peribadatan Sarana peribadatan di Kota Magelang terdiri dari masjid, musala, gereja, kelenteng, dan lain sebagainya. Luas kawasan peribadatan di Kota Magelang kurang lebih 9,18 hektar.
Kawasan Pendidikan Kawasan pendidikan di Kota Magelang meliputi PAUD, TK, SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK, dan perguruan tinggi yang tersebar di seluruh wilayah daerah. Luas kawasan pendidikan di Kota Magelang kurang lebih sebesar 68,88 hektar.
Kawasan Kesehatan Sarana kesehatan di Kota Magelang sendiri skala pelayanannya sudah sampai ke skala regional. Kawasan kesehatan di Kota Magelang memiliki luas kurang lebih 51,09 hektar.
Kawasan Olahraga Kawasan olahraga di Kota Magelang meliputi Kawasan GOR (Gelanggang Olahraga) Samapta, lapangan olahraga dan kawasan lain yang ditetapkan lebih lanjut. Kawasan ini memiliki luas kurang lebih 61,06 hektar.
Kawasan Transportasi Sarana transportasi di Kota Magelang terdiri dari Terminal Tipe A, Terminal Tipe C, dan Terminal Angkutan Barang serta pengembangan baru Stasiun Kereta Api untuk menindaklanjuti program strategis nasional. Luas kawasan transportasi sendiri kurang lebih 4,01 hektar.
Kawasan Peruntukan Industri Pengembangan Kawasan Peruntukan Industri dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Kawasan peruntukan industri Kota Magelang meliputi:
Sentra industri kecil dan menengah; dan
Perusahaan-perusahaan industri. Arahan pengembangan kawasan peruntukan industri Kota Magelang di antaranya:
Kawasan peruntukan industri dikembangkan untuk perusahaan industri kecil dan menengah pada seluruh wilayah Kota Magelang.
Pengembangan kawasan peruntukan industri harus selaras dengan peruntukan kawasan di sekitarnya.
Kawasan Pariwisata Kawasan pariwisata di Kota Magelang meliputi Taman Kyai Langgeng dan lokasi lain yang ditetapkan lebih lanjut. Kawasan pariwisata memiliki luas kurang lebih 17,02 hektar.
Kawasan Pertanian Dalam rencana pola ruang kawasan pertanian, dapat ditetapkan luasan dan sebaran Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) dengan kriteria sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan bidang pertanian. Kawasan pertanian/ KP2B Kota Magelang direncanakan seluas 63,34 Ha yang di dalamnya terdiri dari LP2B seluas 35,97 Ha dan LCP2B seluas 27,37 Ha. LP2B tersebar di Gelangan, Magelang, Tidar Utara, Kramat Selatan seluas 35,97 Ha. Sedangkan LCP2B tersebar di Cacaban, Jurangombo Utara, Kedungsari, Kramat Selatan, Magelang, Potrobangsan, Tidar Selatan, Tidar Utara, Wates seluas 27,37 Ha.
Kawasan Perikanan Budi Daya Kawasan peruntukan perikanan budi daya di Kota Magelang memiliki luas 3,44 hektar
Kawasan Hutan Rakyat Kawasan peruntukan hutan rakyat memiliki luas kurang lebih 35,96 hektar.
Kawasan Pertanahan dan Keamanan Kawasan pertahanan dan keamanan terdiri dari kawasan-kawasan milik TNI yang tersebar di seluruh wilayah Kota Magelang dan memiliki luas kurang lebih 147,54 hektar. Keterbatasan lahan di Kota Magelang merupakan tantangan dalam mewujudkan rencana pola ruang kota sehingga diperlukan upaya-upaya untuk pengoptimalan lahan yang ada saat ini, seperti penyediaan hunian dan perkantoran melalui vertical building maupun penyediaan RTH dengan pemanfaatan atap rumah, gedung (roof garden), urban farming dan lain sebagainya guna mewujudkan rencana pola ruang Kota Magelang.
Sumber: RTRW Kota Magelang 2011-2031Gambar 2.36 Peta Rencana Pola Ruang Kota Magelang
Kawasan Strategis Kota Magelang Kawasan strategis yang ditetapkan di Kota Magelang meliputi:
Kawasan Strategis dari Sudut Kepentingan Fungsi dan Daya Dukung Lingkungan Hidup. Kawasan strategis ini secara umum merupakan tempat perlindungan keanekaragaman hayati di Kota Magelang yang berupa kawasan pelestarian alam berupa Kawasan Kebun Raya Gunung Tidar Magelang. Fungsi Gunung Tidar dari sudut kepentingan lingkungan hidup beragam, meliputi fungsi sebagai perlindungan dan konservasi tumbuhan secara ex situ, perlindungan plasma nutfah, perlindungan bagi kawasan bawahannya serta sebagai imbuhan air kawasan lindung geologi bagi Cekungan Air Tanah (CAT) Magelang-Temanggung. Beragam fungsi yang terdapat pada Gunung Tidar, maka kawasan tersebut ditetapkan sebagai kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan.
Kawasan Strategis Pertumbuhan Ekonomi Rencana pengembangan kawasan strategis pertumbuhan ekonomi berdasarkan sinkronisasi dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kota Magelang Tahun 2005-2025, meliputi:
kawasan Gedung Olahraga (GOR) Samapta;
kawasan Kebonpolo;
kawasan Sukarno Hatta;
kawasan Taman Kyai Langgeng;
kawasan sentra perekonomian Lembah Tidar. Kawasan ini meliputi Pasar Rejowinangun, Pusat Kuliner Lembah Tidar, pertokoan Jalan Ikhlas, Pasar Sidomukti, Pasar Klithikan Sidomukti I, kawasan shopping, dan sebagainya;
kawasan sekitar Alun-Alun; dan
kawasan Sidotopo.
Kawasan Strategis Sosial dan Budaya Kawasan strategis sosial budaya di Kota Magelang terdiri dari benda cagar budaya dan lingkungan bangunan cagar budaya sebagai berikut:
Rumah Sakit Soejono
Menara Air Kota Magelang
RSU Tidar
Kelenteng Liong Hok Bio
Eks-Karesidenan Kedu
Polresta Magelang
Museum BPK
Plengkung
Pondok Sriti
Wisma Diponegoro
GPIB Magelang
Museum Jendral Sudirman
SMP 1 Magelang
Pasturan St Ignatius
SMK (SMIP) Wiyasa
Kodim Magelang
Gereja St Ignatius
Gereja Kristen Jawa Magelang
Kantor Koordinasi Pembangunan Wil II Provinsi Jawa Tengah
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Polwil Kedu
Bangunan Unit Gawat Darurat RS Tidar
Kawasan Petilasan Prasasti Mantyasih
Benda cagar budaya lain yang dikemudian hari diketemukan dan ditetapkan lebih lanjut meliputi lingkungan cagar budaya yang diusulkan menjadi cagar budaya melalui Walikota dengan mengacu kepada ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.7.3 Pengembangan Eksternal Wilayah
Berdasarkan dokumen RTRW Kota Magelang Tahun 2011-2031, Kota Magelang menjadi Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) untuk Kawasan Purwomanggung (Kab. Purworejo, Kabupaten Magelang, Kota Magelang, dan Kab. Temanggung). Kota Magelang sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) memiliki beberapa fungsi, antara lain:
Pusat pelayanan keuangan/bank yang melayani beberapa kabupaten
Pusat pengolahan/pengumpulan barang yang melayani beberapa kabupaten
Simpul transportasi yang melayani beberapa kabupaten
Pusat pemerintahan yang melayani beberapa kabupaten
Pusat pendidikan yang melayani beberapa kabupaten
Pusat Kesehatan yang melayani beberapa kabupaten
Pusat perdagangan dan jasa umum lain yang melayani beberapa kabupaten
Dalam pengembangan Wilayah Kota Magelang dilaksanakan upaya antara lain adalah peningkatan konektivitas dan aksesibilitas dengan reaktivasi jalur Kereta Api Ambarawa-Secang-Magelang-Yogya yang telah di rencanakan dalam rencana induk kereta api nasional, Selain itu, dapat didorong pengembangan sarana perkeretaapian berupa stasiun di Kota Magelang yang diintegrasikan dengan Terminal Tidar dan exit tol yang terintegrasi dengan rencana pembangunan jalan tol Bawen-Yogyakarta maupun jalan tol Wonosobo-Magelang.
Selain itu, dalam konteks percepatan pertumbuhan ekonomi kawasan sebagaimana amanat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 79 Tahun 2019, Kota Magelang menjadi bagian Kawasan Pendukung Pengembangan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Borobudur dan Sekitarnya. Kota Magelang didorong untuk ikut serta dalam pembangunan koridor Pariwisata KSPN Borobudur melalui pengembangan wisata perkotaan dan penyediaan sarana dan prasarana pelayanan serta pembangunan sektor jasa pendukung aktivitas masyarakat di kawasan Purwomanggung, serta memberikan dukungan konektivitas pergerakan antar Pulau Jawa bagian Utara dan Selatan. Peran Kota Magelang untuk dapat memberikan pelayanan perkotaan skala regional ini perlu terus dikuatkan. Berikut beberapa penjelasan dari rencana Pembangunan yang ada di Kota Magelang.
Rencana Sistem Jaringan Kereta Api Sumber: Analisis Tim Penyusun RPJPD, 2024Gambar 2.37 Peta Pengembangan Eksternal Wilayah Kota Magelang
Sistem jaringan pelayanan kereta api direncanakan menurut fungsinya sebagai perkeretaapian umum antar kota yang merupakan jaringan kereta api jalur Ambarawa-Secang-Magelang-Yogya, meliputi:
Pengembangan prasarana perkeretaapian Pengembangan prasarana perkeretaapian berupa jalur rel kereta api Ambarawa-Secang-Magelang-Yogya dalam rencananya melewati wilayah Kota Magelang bagian Selatan dengan dilengkapi infrastruktur perkeretaapian serta infrastruktur perkotaan yang diperlukan; dan/atau
Pengembangan sarana perkeretaapian Pengembangan sarana perkeretaapian berupa stasiun di Kota Magelang yang diintegrasikan dengan Terminal Tidar. Pengembangan stasiun dilengkapi dengan fasilitas pendukung sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan mempertimbangkan kondisi lapangan.
Pengembangan prasarana dan sarana perkeretaapian merupakan kewenangan pemerintah melalui penyelenggara sarana dan/atau penyelenggara prasarana perkerataapian yang berupa Badan Usaha, dilaksanakan sesuai Rencana Induk Perkeretaapian Nasional dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Rencana Pengembangan Exit Jalan Tol Bawen-DIY Pengembangan jalan tol Bawen-DIY yang merupakan kebijakan pusat melewati wilayah Kabupaten Magelang dan berbatasan langsung dengan Kota Magelang, sehingga perlu dilakukan antisipasi dengan pengembangan exit jalan tol yang masuk dalam kota terintegrasi dengan Jalan Arteri Primer Soekarno-Hatta. Pengembangan exit jalan tol dimaksudkan untuk tetap menghidupkan kegiatan di dalam Kota Magelang sebagai PKW dan Kota Transit.
Rencana Pengembangan Prasarana Persampahan Tempat Pemrosesan Sementara Terpadu (TPST) Regional Pengembangan prasarana persampahan berupa Tempat Pemrosesan Sementara Terpadu (TPST) Regional dilaksanakan dengan penetapan lokasi dan perwujudan sistem serta manajemen persampahan Regional melalui langkah-langkah koordinasi yang difasilitasi oleh Pemerintah Provinsi. Dalam pemrosesan akhir sampah dilakukan melalui persetujuan Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kabupaten sekitar yang difasilitasi oleh Pemerintah Provinsi.
Terdapat beberapa proyek Pengembangan eksternal wilayah yang masih tertunda seperti Pembangunan RSUD Tipe C Kota Magelang, Pembangunan RSUD Rujukan Kanker Kota Magelang, Revitalisasi sempadan Sungai Progo (river amenity).
Selain itu, berdasarkan regulasi Keputusan Menteri PUPR 367/2023 lampiran IV, Kota Magelang juga termasuk dalam rencana pembangunan jalan tol Wonosobo-Magelang dalam Rencana Umum Jaringan Jalan Nasional Tahun 2020-2040 (rencana ini telah diakomodasi dalam draft perubahan RTRW Provinsi Jawa Tengah). Jalan tol Wonosobo-Magelang akan terhubung dengan jalan tol Yogyakarta-Bawen, artinya peluang yang ditangkap dari adanya exit tol harusnya semakin besar (menangkap mobilitas dari dan ke Semarang-Yogya-Wonosobo).
Adanya pengembangan jaringan transportasi regional yang menghubungkan Kota Magelang dengan daerah lainnya melalui rencana Pembangunan tol, reaktivasi rel kereta api, dll dapat meningkatkan konektivitas dan aksesibilitas di Kota Magelang. Hal tersebut dapat menjadi stimulus bagi kegiatan perekonomian di Kota Magelang, seperti pariwisata, UMKM, dan lain sebagainya.
Pembangunan tol di sekitar destinasi wisata akan dapat berpengaruh dalam meningkatkan aktivitas wisata di Kota Magelang. Selain itu, embrio UMKM yang sudah ada akan dapat dengan mudah melakukan ekspansi produk dengan adanya pembangunan Tol Bawen-Yogyakarta dan Tol Wonosobo-Magelang. Adanya Arah kebijakan Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional (KSPN) Borobudur juga dapat memberikan manfaat limpasan wisatawan untuk meningkatkan sektor pariwisata di Kota Magelang yang perlu didukung dengan adanya kolaborasi dan kerja sama antar daerah.
Maka peningkatan aksesibilitas dan konektivitas di Kota Magelang diharapkan dapat berpengaruh pada peningkatan perekonomian bagi Kota Magelang. Namun hal tersebut perlu didukung peningkatan daya saing daerah melalui peningkatan kualitas SDM, optimalisasi pemanfaatan TIK untuk daya saing daerah dan literasi informasi publik guna mendukung peningkatan kapasitas masyarakat, produktivitas masyarakat dan sektor potensial yang ada di Kota Magelang.
3 PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGIS DAERAH
3.1 Permasalahan Pembangunan Daerah
Berdasarkan gambaran kondisi umum Kota Magelang beserta hasil evaluasi terhadap pelaksanaan RPJPD Kota Magelang Tahun 2005-2025 selanjutnya diidentifikasi permasalahan utama yang dihadapi Kota Magelang. Permasalahan tersebut secara rinci dijelaskan pada 4 (empat) pembahasan yaitu aspek geografi, aspek kesejahteraan masyarakat, aspek daya saing daerah, dan aspek pelayanan umum.
3.1.1 Aspek Geografi
Permasalahan pada aspek geografi yaitu rendahnya kapasitas dan kualitas lingkungan hidup serta ketahanan daerah terhadap bencana. Pada tahun 2023, IKLH Kota Magelang berada di atas rata-rata Provinsi Jawa Tengah namun masih berada di bawah rata-rata Nasional. Kualitas tutupan lahan menjadi komponen indeks dengan angka terendah dan cenderung menurun sejak tahun 2018 seiring peningkatan alih fungsi lahan dan diproyeksikan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk.
Peningkatan kebutuhan ruang untuk pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana penduduk dihadapkan pada ketersediaan ruang yang relatif tetap sehingga sulit untuk mempertahankan kualitas lahan sehingga defisit lahan akan semakin besar. Selain kualitas tutupan lahan, kualitas udara juga menunjukkan tren menurun sejak tahun 2019.
Peningkatan alih fungsi lahan meningkatkan risiko berkurangnya daerah resapan air sehingga menimbulkan permasalahan keberlanjutan penyediaan air bersih dan air minum. Perhitungan daya dukung air Kota Magelang telah menunjukkan kondisi defisit pada tahun 2022. Tidak hanya terkait kapasitas, sumber daya air eksisting juga dihadapkan pada potensi pencemaran sehingga pemanfaatan potensi sumber air tidak optimal.
Pengaruh pertumbuhan penduduk terhadap perubahan fungsi lahan turut membawa dampak terhadap peningkatan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di Kota Magelang. Peningkatan jumlah penduduk berarti meningkatnya aktivitas perkotaan, ditandai dengan peningkatan emisi GRK. Sektor pengadaan dan penggunaan energi berkontribusi terbesar terhadap emisi GRK, yang terus mengalami kenaikan sejak tahun 2016 hingga tahun 2021, dengan peningkatan mencapai 21.888,39 Gg CO2e selama kurun waktu lima tahun. Sejalan dengan peningkatan emisi GRK, kualitas udara juga menunjukkan kondisi di bawah standar pada beberapa kawasan.
Rendahnya kualitas lingkungan hidup menjadi faktor berpengaruh terhadap peningkatan risiko bencana, selain kondisi topografi, klimatologi, dan geologi eksisting Kota Magelang. Sedangkan kesiapsiagaan daerah dalam menghadapi kejadian bencana masih rendah sehingga Indeks Ketahanan Daerah Kota Magelang masuk kategori rendah. Di sisi lain, risiko bencana menunjukkan kecenderungan meningkat seiring dengan terjadinya perubahan iklim. Fenomena perubahan iklim erat kaitannya dengan rendahnya kualitas lingkungan hidup yang dalam hal ini dalam konteks Kota Magelang kualitas lingkungan hidup juga berada pada kondisi yang belum optimal.
3.1.2 Aspek Kesejahteraan Masyarakat
3.1.2.1 Lambatnya Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat
Dalam konstelasi regional Purwomanggung, tingkat kesejahteraan masyarakat Kota Magelang masih relatif unggul dilihat dari capaian IPM dalam kategori tinggi. Namun jika dibandingkan dengan kota-kota lain di Jawa Tengah, Kota Magelang masih memiliki beberapa permasalahan pembangunan untuk diselesaikan dalam jangka panjang terutama untuk mendukung pencapaian target menuju kemiskinan nol persen.
Sejak tahun 2018 persentase penduduk miskin Kota Magelang masih di atas tujuh persen. Namun demikian pada tahun 2022 penurunan persentase penduduk miskin Kota Magelang merupakan yang terbesar di Jawa Tengah. Untuk dapat melanjutkan tren positif tersebut maka diperlukan akselerasi dalam penurunan TPT bersamaan dengan upaya penurunan ketimpangan pendapatan.
Ketimpangan pendapatan Kota Magelang berada di atas rata-rata Provinsi Jawa Tengah bahkan Nasional. Maka upaya pengentasan kemiskinan harus dilakukan dalam kerangka peningkatan akses terhadap pekerjaan dan penghidupan yang layak, bukan sekadar peningkatan pendapatan ataupun penurunan pengangguran. Hal ini untuk mengimbangi tingginya garis kemiskinan Kota Magelang sehingga peningkatan pendapatan penduduk miskin harus diupayakan lebih tinggi dibandingkan garis kemiskinan.
Pengentasan kemiskinan menjadi bagian integral dari penanganan masalah sosial sehingga diperlukan penguatan perlindungan sosial untuk menjamin akses penduduk rentan pada kebutuhan dasar diiringi dengan pengembangan lingkungan yang inklusif bagi disabilitas, anak-anak, lanjut usia, maupun kelompok rentan lainnya seiring dengan situasi bonus demografi saat ini.
Untuk memaksimalkan manfaat dari capaian pembangunan manusia, kesetaraan gender di Kota Magelang masih perlu didorong akselerasinya. Hal ini mengingat Indeks Ketimpangan Gender (IKG) Kota Magelang yang meningkat, bahkan menjadi kedua tertinggi dibanding kota lain di Jawa Tengah pada tahun 2022. Ketimpangan terbesar tampak pada tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan dibandingkan laki-laki. Selain akses terhadap pekerjaan, hal lain terkait kesetaraan gender yang masih menjadi permasalahan adalah adanya kekerasan terhadap perempuan dan anak juga praktik perkawinan anak.
Di sisi lain, agar potensi bonus demografi menjadi faktor positif dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat, maka penyerapan tenaga kerja juga perlu menjadi perhatian, terlebih melihat karakteristik pengangguran Kota Magelang yang didominasi lulusan SMA/MA/SMK. Hal tersebut mengindikasikan masih adanya permasalahan terkait dengan kualitas sumber daya manusia salah satunya ditunjukkan melalui tenaga kerja yang terbentuk belum dapat mengisi kebutuhan tenaga kerja yang tersedia. Kondisi terkini menunjukkan bahwa dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, Rata-rata Lama Sekolah (RLS) penduduk Kota Magelang relatif stagnan dan belum mencapai sebelas tahun. Artinya, mayoritas penduduk usia di atas 25 tahun tidak menamatkan pendidikan SLTA.
Peningkatan kualitas tenaga kerja juga harus diimbangi dengan penyediaan lapangan kerja. Minimnya variasi dan keragaman lapangan kerja yang sesuai dengan profil generasi Z menjadi salah satu kendala penyerapan tenaga kerja di Kota Magelang. Oleh karena itu diperlukan akselerasi investasi terutama pada lapangan-lapangan usaha yang tidak membutuhkan ketersediaan sumber daya alam dan mampu mewadahi karakteristik tenaga kerja di Kota Magelang dan namun mampu memberikan dampak signifikan pada perekonomian daerah. Hal ini sejalan dengan transformasi ekonomi sebagai salah satu misi pembangunan jangka panjang nasional.
Tidak hanya terkait kualitas pendidikan, kesejahteraan masyarakat terkait aspek kesehatan juga masih perlu dioptimalkan. Prevalensi stunting yang cenderung meningkat; kematian ibu melahirkan, bayi, dan balita yang masih terjadi; serta peningkatan kejadian penyakit menular dan tidak menular mengindikasikan pola hidup sehat dan bersih belum sepenuhnya berhasil. Peran lintas sektor perlu dikuatkan dalam upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat mulai dari pendidikan, kerangka kebijakan, dukungan sosial hingga peningkatan kualitas sarana kesehatan.
3.1.2.2 Degradasi Nilai Identitas Lokal
Situasi bonus demografi menjadi potensi modal sosial bagi pembangunan daerah apabila didukung penguatan kohesi sosial sebagai identitas lokal. Namun nilai-nilai kebersamaan dan gotong-royong justru cenderung memudar dalam masyarakat perkotaan seiring arus modernisasi dan menguatnya upaya pemberdayaan masyarakat dalam arti sempit oleh pemerintah. Semangat kolektif dalam memecahkan permasalahan untuk mencapai tujuan bersama justru akan mengkerdilkan modal sosial yang selama ini telah dimiliki oleh masyarakat, apabila peran pemerintah sebagai katalisator tidak didesain secara tepat dan komprehensif.
Implementasi penguatan nilai identitas lokal melalui pendidikan karakter di setiap institusi pendidikan saat ini juga belum terpantau. Selain itu aktivitas-aktivitas seni budaya dapat menjadi sarana penguatan nilai-nilai identitas lokal namun pelestarian dan pengembangan kebudayaan lokal dan seni tradisional saat ini belum optimal. Menurunnya nilai-nilai solidaritas dan kemitraan juga meningkatkan potensi konflik dalam kelompok masyarakat dan mengancam ketahanan sosial budaya terbukti masih terjadi konflik antar-warga disertai kekerasan.
3.1.3 Aspek Daya Saing Daerah
3.1.3.1 Belum Optimalnya Pengembangan Potensi Ekonomi Daerah
Selama periode tahun 2018-2022, perekonomian Kota Magelang memiliki struktur yang sama yaitu bertumpu pada lapangan usaha konstruksi, usaha industri pengolahan, dan perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor sehingga ketiganya merupakan lapangan usaha potensial. Namun pertumbuhan ketiga sektor tersebut lebih rendah dibandingkan sektor lainnya dan lambat dibandingkan tahun sebelumnya, sehingga perlu dioptimalkan agar kontribusinya terhadap PDRB semakin meningkat. Hal ini searah pengembangan Kota Magelang sebagai kawasan perdagangan dan jasa di kawasan pengembangan Purwomanggung.
Meskipun secara konsisten menjadi salah satu sektor yang memberikan kontribusi terbesar dalam perekonomian Kota Magelang namun pertumbuhan sektor perdagangan kurang signifikan beberapa tahun terakhir. Pengembangan sektor perdagangan sangat terkait dengan industri pengolahan. Nilai ekspor pada kurun waktu lima tahun terakhir relatif kecil dan hanya berasal dari tiga komoditi. Kualitas produk, kapasitas produksi, dan keterbatasan jaringan pemasaran menjadi faktor kendala dalam peningkatan volume ekspor.
Peningkatan volume perdagangan antardaerah menjadi salah satu kunci dalam pengembangan sektor perdagangan Kota Magelang karena pasar lokal yang terlalu kecil. Kerja sama antardaerah dalam rangka perluasan pasar masih sangat terbatas. Selain itu belum terjalin integrasi berbagai sektor terkait untuk peningkatan volume perdagangan, seperti misalnya dengan industri kreatif dan pariwisata beserta segala komponen yang ada di dalamnya (akomodasi hotel dan restoran).
Sektor pariwisata hingga saat ini belum cukup berperan bagi perekonomian daerah. Kota Magelang belum mampu menarik wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara secara kontinu. Dalam kurun waktu 2016-2023, kunjungan wisatawan masih mengalami fluktuasi dan tren peningkatan belum terbentuk sepenuhnya. Hal tersebut menjadi gambaran bahwa Kota Magelang belum dapat berperan dan mengambil peluang dari keberadaan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Borobudur. Salah satu penyebabnya yaitu potensi daya tarik wisata yang belum dikelola dengan optimal, termasuk di dalamnya belum kuatnya diferensiasi daya tarik wisata yang dimiliki oleh Kota Magelang.
Selanjutnya, pengembangan potensi ekonomi daerah juga perlu dioptimalkan karena belum sepenuhnya dapat menangkap peluang dari rencana pengembangan internal maupun eksternal Kota Magelang. Keberadaan kawasan strategis ekonomi kota belum dapat menggerakkan perekonomian sebagaimana yang diharapkan. Begitu juga dengan keuntungan lokasi strategis Kota Magelang yang berada pada simpul transportasi Semarang-Yogyakarta, juga sebagai pusat kegiatan di regional Purwomanggung juga belum mampu ditangkap secara maksimal.
Akselerasi kontribusi sektor perdagangan tidak terlepas dari peran UMKM dan IKM. Sebagai urban area yang menopang perekonomiannya melalui sektor sekunder, UMKM memainkan peran yang sangat penting. Mewujudkan ekosistem yang kondusif untuk tumbuh dan berkembangnya UMKM menjadi pekerjaan rumah bagi Kota Magelang. Hal ini perlu menjadi perhatian karena dalam beberapa tahun terakhir perkembangan UMKM tidak selalu menunjukkan tren positif. Peningkatan aktivitas produksi sekaligus jual beli produk UMKM dalam skala tertentu dapat memicu peningkatan perekonomian daerah. Selain itu UMKM memiliki peran penting dalam menekan angka pengangguran melalui penyediaan lapangan pekerjaan, peningkatan pendapatan dan daya beli masyarakat sebagai penggerak roda perekonomian daerah.
Di sisi lain, UMKM erat kaitannya dengan ekonomi kreatif. Dari tujuh belas sub-sektor ekonomi kreatif, dua potensi terbesar Kota Magelang berada pada sub-sektor kuliner dan subsektor fashion. Kerjasama sektor ekonomi kreatif dengan sektor yang lain belum terwujud dengan matang padahal keberadaan sektor ekonomi kreatif bila diintegrasikan dengan sektor lain dapat bersifat komplementer dan memberikan nilai tambah. Pengalaman nasional pasca-pandemi Covid-19 menunjukkan sektor ekonomi kreatif relatif lebih cepat pulih dibanding sektor yang lainnya, maka sektor ini dapat dijadikan penopang perekonomian daerah.
Belum optimalnya pengembangan potensi Kota Magelang secara umum disebabkan karena belum optimalnya kerja sama pentahelix baik dalam satu sektor, lintas sektor, ataupun lintas wilayah. Padahal integrasi antara pariwisata-UMKM-ekonomi kreatif-perdagangan dan jasa lainnya ataupun kerja sama Kota Magelang dengan daerah sekitarnya akan bersifat komplementer dan memberikan nilai tambah. Selain itu, pemanfaatan Internet of Things (IoT) dalam sektor-sektor tersebut juga belum dilakukan dengan maksimal padahal IoT sangat bermanfaat untuk membangun kesadaran konsumen juga sebagai media jual beli. Kualitas pelaku juga sarana prasarana pendukung perdagangan dan jasa juga belum berada pada performa terbaiknya mengingat belum adanya standarisasi dan belum sepenuhnya menerapkan prinsip inklusivitas.
3.1.3.2 Penyediaan Permukiman Layak, Terjangkau dan Berkelanjutan Belum Maksimal
Kota Magelang masih menghadapi berbagai permasalahan kualitas permukiman perkotaan, setidaknya dapat dilihat dari masih adanya permukiman kumuh. Akses sanitasi dan air minum menjadi salah satu kendala dalam mewujudkan tujuan nol permukiman kumuh, dilihat dari capaian akses air minum aman belum mencapai 100%. Hingga tahun 2023 backlog rumah dan jumlah rumah tidak layak huni masih mencapai ribuan unit. Sedangkan pencapaian sanitasi aman masih sangat rendah terkendala penyedotan lumpur tinja secara berkala belum dilaksanakan oleh sebagian besar rumah tangga.
Selain kebutuhan rumah, sarana permukiman perkotaan seperti misalnya ruang terbuka hijau publik juga belum tersedia merata dan mencukupi terutama pada skala lingkungan. Infrastruktur jalan mayoritas dalam kondisi mantap, meskipun belum mencapai seratus persen, namun belum dilengkapi drainase kondisi baik. Belum semua sarana publik, seperti misalnya sarana kesehatan, pendidikan, perdagangan, sarana kebudayaan dan rekreasi memenuhi standar inklusivitas. Prasarana persampahan skala kota juga belum mencukupi dihadapkan pada kondisi TPA over-capacity sedangkan TPS3R belum berfungsi optimal.
3.1.3.3 Belum Optimalnya Sarana Prasarana dalam Mendukung Pengembangan Wilayah
Letak strategis Kota Magelang perlu didukung dengan peningkatan sarana prasarana yang memadai, khususnya terkait konektivitas antardaerah dan peningkatan citra kota. Meskipun seluruh wilayah kota sudah terhubung dengan jaringan jalan namun pergerakan internal wilayah kota belum didukung penyediaan sarana transportasi berkelanjutan. Kinerja jalan pada kawasan-kawasan strategis justru menunjukkan kondisi relatif buruk.
Konektivitas regional juga belum didukung transportasi publik yang terintegrasi, aman, nyaman, dan terjangkau sehingga pergerakan masyarakat dari dan menuju daerah sekitar didominasi kendaraan pribadi. Kondisi ini menjadi salah satu penghambat pergerakan antardaerah sehingga belum terlihat dampak pengganda kebijakan pengembangan wilayah strategis daerah sekitar terhadap perkembangan Kota Magelang.
Sementara itu adanya proyek pembangunan jalan tol Bawen-Yogyakarta, selain dapat menjadi stimulus pertumbuhan perekonomian Kota Magelang jika dapat dimanfaatkan dengan optimal, seperti memudahkan distribusi barang terkait perdagangan dan jasa, juga dapat menjadi permasalahan. Tanpa peningkatan fungsi strategis kota serta dukungan konektivitas antara kawasan-kawasan strategis kota dengan wilayah sekitar maka keberadaan jalan tol justru dapat menjadi penyebab menurunnya pergerakan barang dan jasa menuju Kota Magelang.
3.1.3.4 Belum Optimalnya realisasi Investasi
Kinerja investasi di Kota Magelang meskipun menunjukkan peningkatan secara tren, namun demikian masih banyaknya persoalan yang dihadapi terkait dengan realisasi investasi dan potensi investasi daerah.
Hal ini tampak pada beberapa kasus terhentinya rencana-rencana investasi skala menengah dan besar yang memanfaatkan aset-aset daerah. Persoalan ini cenderung menghambat proyeksi kemanfaatan investasi yang ditargetkan dalam memberikan kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja serta kesejahteraan masyarakat sebagai multiplier effect dari aktualisasi investasi di Kota Magelang.
3.1.4 Aspek Pelayanan Umum
Permasalahan dalam aspek pelayanan umum yaitu implementasi reformasi birokrasi secara menyeluruh belum berdampak. Capaian indeks reformasi Kota Magelang pada tahun 2023 yang meningkat signifikan sebanyak 16,61 poin dari tahun 2022 masih mencatatkan beberapa permasalahan. Penerapan RB belum mampu mendorong perbaikan kinerja organisasi secara substantif, lebih bersifat formal pemenuhan syarat administratif. Selain itu, perencanaan kinerja tampak belum sepenuhnya berorientasi hasil.
Implementasi SPBE sebagai salah satu komponen penting dalam reformasi birokrasi di era digital saat ini menunjukkan perlunya perbaikan pada beberapa aspek terutama manajemen. Perbaikan kompetensi sumber daya manusia, peningkatan kualitas pelayanan informasi publik, peningkatan kapasitas sistem jaringan intra pemerintah daerah, peningkatan layanan berbagi pakai data dan pemanfaatan sertifikat elektronik dan integrasi layanan publik belum optimal.
Perbaikan pelayanan publik telah diupayakan dengan cara penyederhanaan proses birokrasi yaitu melalui digitalisasi layanan namun tingkat pemanfaatan terhadap layanan-layanan tersebut relatif rendah. Tampak adanya kesenjangan digital dan kurangnya literasi terhadap pelayanan publik berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
Perbaikan kinerja organisasi menuntut perbaikan menyeluruh terhadap proses bisnis setiap organisasi mulai dari kualitas data hingga sistem pengendalian dan evaluasi, didukung optimalisasi pemanfaatan teknologi informasi untuk perbaikan pelayanan publik. Perbaikan kualitas data telah dirintis melalui pengembangan portal datago.magelangkota.go.id sebagai sarana publikasi sekaligus layanan informasi untuk masyarakat. Namun layanan berbagi pakai data belum berkembang sehingga potensi deviasi data masih terjadi.
Selain itu, terkait integritas Aparatur Sipil Negara (ASN) juga masih perlu diperhatikan. Meskipun jika dilihat dari indeks integritas Kota Magelang telah berada pada kategori terjaga dan posisinya sudah lebih baik daripada kondisi Nasional, namun berdasarkan hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) tahun 2023 terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan. Berdasarkan sudut pandang eksper, Kota Magelang dinilai masih memiliki risiko praktik suap dan pungli yang tinggi. Oleh karena itu, pembentukan karakter ASN yang berintegritas perlu dikuatkan untuk semakin meminimalisir terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme yang terjadi di lingkungan pemerintah Kota Magelang. Pembentukan karakter tersebut juga perlu diimbangi dengan pembentukan kualitas sumber daya manusia yang mampu menjaga objektivitas kebijakan serta mewujudkan transparansi dan independensi pelayanan publik yang ada di Kota Magelang.
3.2 Isu Strategis Daerah
Perumusan isu strategis daerah mempertimbangkan isu eksisting yang menjadi baseline perencanaan dengan melihat kondisi di masa lampau dan kondisi eksisting pada masing-masing skala lokus RPJPD. Selanjutnya, berdasarkan kondisi pada baseline perencanaan tersebut dirumuskan masalah utama yang dapat terjadi di masa yang akan datang. Lokus dalam perumusan isu strategis meliputi makro yaitu lingkup Nasional dan Provinsi Jawa Tengah, lokus meso yaitu kawasan Purwomanggung, D.I.Y dan Kota Semarang, lokus mikro yaitu Kota Magelang. Sedangkan isu eksisting meliputi isu eksternal dan isu internal Kota Magelang.
Penentuan fokus isu pada perumusan isu strategis tidak hanya melalui identifikasi potensi dan masalah namun juga menggunakan metode cascading melalui identifikasi dokumen kebijakan pada tingkat nasional, regional dan global, serta konsep Sustainable Development Goals (SDGs). Selain itu, dalam perumusan fokus isu juga mempertimbangkan jajak pendapat Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang berkorelasi langsung dengan pembangunan di Kota Magelang serta didukung dengan hasil kegiatan FGD (Focused Group Discussion). Hal tersebut dilakukan sebagai wujud perencanaan dengan mempertimbangkan kerjasama pentahelix antar-stakeholder terkait. Beberapa kebijakan terkait yang menjadi pertimbangan dalam metode cascading tersebut yaitu rekomendasi evaluasi RPJP Kota Magelang Tahun 2005-2045, isu RPJP Nasional 2025-2045, isu rancangan akhir RPJPD Provinsi 2025-2045, dan isu strategis KLHS RPJPD Kota Magelang Tahun 2025-2045.
Tabel 3.1 Muatan Isu Strategis Nasional dan Daerah
Sumber: Dinas Lingkungan Hidup Kota Magelang, 2023
EVALUASI RPJP KOTA MAGELANG 2005-2045
KLHS RPJPD KOTA MAGELANG 2025-2045
Isu Regional (Provinsi Jawa Tengah)
Isu Nasional
Isu Global (SDG’s)
Pembangunan SDM: Pengembangan sumber daya manusia yang berdaya saing dan inklusif
Penyederhanaan Regulasi dan Penyederhanaan Birokrasi: Tata kelola pemerintah dan pelayanan publik yang adaptif, responsif, bersih dan interconnected; Peningkatan kemampuan fiskal daerah dari berbagai sumber pendapatan; Penguatan sistem kebijakan yang harmonis dan saling terkoneksi untuk kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakat;
Transformasi ekonomi: pengembangan potensi ekonomi lokal daerah berorientasi global;
Tantangan pembangunan infrastruktur yang mendukung konektivitas dan peningkatan kemampuan ekonomi masyarakat: pemenuhan infrastruktur, sarana dan prasarana umum yang interkoneksi, inklusif, ramah lingkungan, hemat energi dan tangguh bencana;
Perkembangan demografi: penataan kota yang berwawasan kependudukan;
Tekanan dari lingkungan: pengendalian kualitas lingkungan hidup dalam rentang aman untuk kehidupan lintas generasi;
Perkembangan teknologi yang pesat: Optimalisasi pemanfaatan TIK untuk daya saing daerah dan literasi informasi publik yang mendukung kecerdasan, produktivitas, dan kesiagaan masyarakat;
Pergeseran kekuatan global: penguatan kohesi sosial, penguatan identitas budaya lokal, perluasan kerja sama pentahelix.
Pemerataan dan daya saing ekonomi
Kualitas sumber daya manusia
Perlindungan lingkungan hidup
Risiko bencana
Kualitas sarana prasarana
Tata kelola dan pelayanan masyarakat
Perekonomian daerah yang berdaya saing dan berkelanjutan
Ketahanan pangan yang berkelanjutan
Penyediaan prasarana dan sarana yang berkualitas dan ramah lingkungan
Keberlanjutan sumber daya alam dan lingkungan hidup, serta penanggulangan bencana
Kualitas hidup dan daya saing sumber daya manusia
Kekuatan budaya sebagai karakter dan jati diri masyarakat
Tata kelola pemerintahan yang dinamis
Isu ekonomi: Rendahnya produktivitas, produktivitas tenaga kerja relatif tertinggal, pembangunan belum sepenuhnya menerapkan prinsip berkelanjutan, infrastruktur dan literasi digital masih terbatas, belum optimalnya integrasi ekonomi domestik, rendahnya peran perkotaan terhadap pertumbuhan ekonomi
Isu sosial: kemiskinan menuju nol persen, akses dan kualitas belum merata di sektor kesehatan, pendidikan, dan perlindungan sosial;
Isu tata kelola pemerintahan: pemerintahan yang lebih efektif dan akuntabel, memberikan pelayanan publik yang berkualitas;
Masyarakat inklusif dan damai, akses keadilan, dan membangun kelembagaan
Kemitraan global
Berdasarkan hasil iterasi terhadap seluruh fokus kebijakan pada tingkat nasional, regional dan global serta konsep SDGs juga didukung hasil konsultasi publik, dirumuskan isu strategis Kota Magelang yaitu:
3.2.1 Kualitas Sumber Daya Manusia dan Kesejahteraan Masyarakat
Kota Magelang saat ini berada pada kondisi bonus demografi dan dihadapkan pada permasalahan kemiskinan dan ketenagakerjaan akibat sumber daya manusia yang belum mampu bersaing secara regional dan global. Selain itu kondisi bonus demografi yang dihadapi Kota Magelang saat ini akan bergeser menuju aging population pada waktu dua puluh tahun mendatang sehingga pengelolaan potensi sumber daya manusia menjadi hal penting dan strategis dalam pembangunan jangka panjang Kota Magelang.
Sumber daya manusia berkualitas merupakan modal utama dalam akselerasi peningkatan kesejahteraan masyarakat sekaligus mengatasi permasalahan-permasalahan utama dalam pembangunan yaitu pengangguran dan kemiskinan. Beberapa hal yang menjadi fokus dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia Kota Magelang yaitu pengembangan budaya kerja dan pengembangan mental masyarakat agar memiliki mindset berorientasi produktif; mencetak tenaga kerja terampil dengan keahlian khusus sesuai kebutuhan pasar tenaga kerja; peningkatan kualitas layanan fasilitas kesehatan berbasis paradigma sehat (promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif), cakupan jaminan kesehatan, dan habituasi gaya hidup sehat di masyarakat; penyediaan layanan pendidikan yang berkualitas, terjangkau dan inklusif; peningkatan produktivitas perempuan dan lansia didukung pengembangan sistem kesejahteraan sosial yang inklusif; pemanfaatan kemajuan teknologi dan pasar global untuk memperluas kesempatan kerja, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan penduduk. Hal ini harus didukung pengembangan kurikulum pendidikan yang mengarah pada transformasi digital untuk pengembangan kualitas masyarakat yang adaptif dan kreatif.
Pergeseran kondisi bonus demografi dan aging population juga menuntut pengelolaan kondisi sosial budaya masyarakat secara cermat. Selain pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar, dibutuhkan lebih banyak ruang-ruang publik yang memfasilitasi interaksi sosial masyarakat. Hal ini akan berdampak positif pada kondusifitas kota untuk peningkatan daya saing daerah dan pada akhirnya menjadi faktor positif pada perkembangan investasi.
Kesejahteraan berkaitan dengan kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya. Peningkatan kesejahteraan artinya membuka lebih banyak pilihan bagi masyarakat, mulai dari peningkatan kualitas pemenuhan kebutuhan dasar, selanjutnya membuka peluang untuk tidak hanya memenuhi kebutuhan primer, tetapi juga kebutuhan sekunder, bahkan tersier. Adanya kesempatan-kesempatan tersebut turut berperan dalam menentukan kualitas sumber daya manusia yang ada di masa depan. Oleh karena itu, akselerasi peningkatan kesejahteraan masyarakat menjadi hal yang esensial karena dampaknya akan dirasakan jangka panjang.
3.2.2 Perwujudan Permukiman yang Berkelanjutan
Permukiman layak huni yang berkelanjutan mengedepankan terwujudnya lingkungan yang terpenuhi kebutuhan sarana prasarananya sehingga dapat menumbuhkan kondisi permukiman yang baik secara fisik maupun sosial budaya serta dapat berdampak positif bagi kegiatan ekonomi masyarakat. Isu permukiman layak huni dan berkelanjutan dihadapkan pada beberapa kondisi di antaranya yaitu peningkatan kebutuhan hunian, kelayakan fisik lingkungan permukiman yang perlu didukung sarana prasarana pelayanan dasar yang berkualitas, tantangan keterbatasan lahan dan kekumuhan, juga pemenuhan akses transportasi umum.
Perwujudan permukiman berkelanjutan tentu saja mensyaratkan penyediaan sarana dan prasarana yang berkualitas. Selain menjamin akses bagi seluruh masyarakat terhadap hunian layak dan sarana prasarana dasar permukiman, beberapa prioritas dalam hal ini antara lain penyediaan ruang terbuka hijau (publik), pengurangan sampah dan limbah, dan pengembangan sistem transportasi berkelanjutan. Linier dengan hal tersebut, maka pengembangan permukiman berkelanjutan juga selaras dengan peningkatan kualitas lingkungan hidup.
Peningkatan kebutuhan sarana dan prasarana tidak hanya menjadi konsekuensi dari pertumbuhan penduduk, namun juga akibat kecenderungan peningkatan aktivitas perkotaan yang perlu ditangkap dari peningkatan konektivitas dan aksesibilitas dengan wilayah sekitar. Maka selain aspek kualitas, diperlukan peningkatan kapasitas layanan sarana dan prasarana perkotaan untuk mendukung pergerakan manusia dan barang secara nyaman dan aman.
Untuk mewujudkan permukiman yang berkelanjutan perlu memperhatikan konektivitas kawasan permukiman dengan wilayah sekitar. Kawasan permukiman harus terhubung dengan pusat-pusat kegiatan seperti lokasi pendidikan, kesehatan, perkantoran dan perdagangan jasa. Hal ini mengurangi kecenderungan penggunaan kendaraan pribadi dan segala dampak yang ditimbulkan (misalnya pengurangan emisi, peningkatan kualitas udara, pengurangan kemacetan). Selain konektivitas, sarana dan prasarana publik perlu mengoptimalkan kawasan strategis untuk mendongkrak nilai tambah ekonomis dan terkoneksi dengan aktivitas ekonomi daerah sekitar.
Menyikapi struktur penduduk yang mengarah pada aging population maka pengaturan kebijakan pembangunan sarana prasarana umum wajib memperhitungkan akses bagi pengguna kelompok lansia selain juga memperhatikan akses bagi kelompok difabel, anak, dan masyarakat berkebutuhan khusus lainnya. Maka diperlukan akselerasi penyediaan sarana dan prasarana perkotaan yang memenuhi prinsip desain universal untuk mendorong inklusivitas pelayanan publik.
3.2.3 Peningkatan Ketahanan Daerah dan Kualitas Lingkungan Hidup
Peningkatan ketahanan daerah menjadi salah satu isu strategis Kota Magelang mengingat masih rendahnya kapasitas kota dalam menghadapi ancaman bencana dan semakin besarnya dampak dari rendahnya kualitas lingkungan hidup. Ketahanan daerah menjadi penting melihat konsekuensi yang ditimbulkan berkaitan langsung dengan eksistensi manusia dan kegiatannya. Ketahanan daerah juga erat kaitannya dengan kualitas lingkungan hidup, keduanya bersifat saling mempengaruhi.
Penurunan dan pengendalian tingkat polusi udara, air, dan tanah menjadi salah satu fokus dalam peningkatan ketahanan daerah melihat kecenderungan penurunan kualitas lingkungan hidup, sebagai dampak ketidakseimbangan antara jumlah populasi dan kegiatan manusia dengan daya dukung lingkungan hidup. Perlu pengendalian aktivitas ekonomi daerah pada tingkat efek rumah kaca yang paling rendah melalui pemanfaatan teknologi hemat energi dan ramah lingkungan.
Peningkatan ketahanan dan kualitas lingkungan hidup berkaitan dengan resiliensi Kota Magelang dalam menghadapi bencana, keberlanjutan air secara kuantitas dan kualitas, kualitas udara, kualitas tutupan lahan, juga keberlanjutan penyediaan pangan. Poin-poin tersebut perlu menjadi komitmen jangka panjang supaya setiap upaya pembangunan mempertimbangkan risiko bencana dan keberlanjutan lingkungan. Perlu strategi mengatasi keterbatasan sumber daya alam untuk kebutuhan dasar rumah tangga, yaitu pangan, air dan energi yang berkelanjutan melihat kondisi daya dukung lahan, pangan, dan air saat ini sudah terlampaui/ defisit.
3.2.4 Pengembangan potensi ekonomi daerah berorientasi global
Sektor ekonomi potensial Kota Magelang beberapa tahun terakhir mengalami perlambatan pertumbuhan sehingga diperlukan transformasi ekonomi melalui pengembangan potensi ekonomi daerah berorientasi global untuk akselerasi pertumbuhan perekonomian daerah. Pengembangan ekonomi kreatif didorong untuk menjadi basis dalam transformasi ekonomi Kota Magelang melihat potensi sektor ini cukup besar. Pada konteks Kota Magelang, hal tersebut berkaitan dengan sektor perdagangan dan jasa, salah satunya berkaitan dengan aktivitas pariwisata . Beberapa hal yang perlu didorong antara lain:
Fasilitasi pengembangan angkatan kerja yang kreatif menciptakan kebutuhan pasar;
Pemerintah daerah mengembangkan sistem kepedulian masyarakat menggunakan produk lokal dan memasarkan secara global;
Fasilitasi pengembangan sistem jaringan modal sosial secara terstruktur, sistematis dan masif untuk percepatan dan perluasan usaha rumah tangga dan usaha mikro naik kelas;
Fasilitasi khusus kelompok pemuda untuk pengembangan industri kreatif, industri pengolahan, perdagangan, wisata, Jasa Meetings, Incentives, Conferences and Exhibition (MICE) dan alternatif jasa modern lainnya (di antaranya melalui pengembangan sistem inkubasi talent muda di bidang teknologi informasi untuk produktivitas potensi ekonomi untuk mencapai pasar masif dan berdaya saing);
Fasilitasi UMKM berorientasi ekspor (luar daerah atau luar negara);
Pengembangan pariwisata dalam upaya optimalisasi pengembangan potensi ekonomi lokal harus didukung kolaborasi pengembangan potensi wisata antar daerah di Kawasan Gelang Manggung selain juga sumber daya manusia andal dan penyediaan infrastruktur inklusif dan integratif antara potensi daya tarik wisata dengan kuliner, UMKM, dan sektor ekonomi kreatif lainnya.
3.2.5 Tata Kelola Pemerintahan yang Adaptif, Responsif, Bersih
Transformasi penyelenggaraan pemerintahan menjadi isu penting demi mewujudkan pembangunan kota yang lebih baik melalui pelayanan publik yang dinamis, transparan dan gesit. Tidak hanya sebagai upaya untuk mewujudkan good governance namun diharapkan menjadi salah satu katalis dalam peningkatan daya saing daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu tata kelola pemerintahan perlu didukung pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin maju serta sumber daya aparatur yang semakin kapabel dan berintegritas.
Peningkatan integritas aparat perlu didukung oleh pembentukan lingkungan yang kondusif bagi pengawasan internal dan eksternal terhadap segala upaya yang mengarah pada pelanggaran integritas dalam pelayanan publik, proses pengadaan barang dan jasa, penanganan benturan kepentingan instansi, dan penggunaan anggaran. Untuk itu diperlukan intensifikasi, sosialisasi, dan kampanye kepada seluruh pemangku kepentingan terkait upaya pencegahan yang telah dilakukan.
3.2.6 Penguatan kohesi sosial dan identitas budaya lokal
Penguatan kohesi sosial dan identitas budaya lokal menjadi salah satu isu yang diusung Kota Magelang dalam rangka mewujudkan lingkungan yang nyaman dan kondusif baik untuk hidup maupun berinvestasi. Kohesi sosial tidak hanya terbentuk dari hubungan antar masyarakat dalam lingkup makro tetapi juga hubungan masyarakat dalam lingkup mikro, mulai unit masyarakat terkecil yaitu keluarga. Kohesi sosial menjadi penting karena mendorong terwujudnya rasa aman dan tumbuhnya toleransi dalam masyarakat. Selain itu, seiring dengan kemajuan teknologi, berbagai jenis budaya dan cara pandang semakin mudah menginfiltrasi kondisi eksisting. Hal tersebut perlu diimbangi dengan pemahaman nilai moral dan spiritual supaya karakter luhur dari budaya Indonesia pada umumnya dan budaya Jawa pada khususnya tidak tergerus perkembangan zaman.
Selain itu, budaya yang berbentuk benda seperti kesenian dan cagar budaya juga menjadi komitmen untuk terus dilestarikan. Penguatan budaya dalam bentuk benda diupayakan berperan sebagai bagian dari citra kota (city branding) yang memberikan ciri khas tersendiri bagi Kota Magelang sehingga dalam jangka panjang, masyarakat yang harmonis dan berkarakter diharapkan menjadi nilai tambah tersendiri untuk mewujudkan keberlanjutan dan kemampuan daya saing bagi Kota Magelang.
3.3 Tantangan Pembangunan Daerah
Tantangan pembangunan Kota Magelang mempertimbangkan tantangan global (megatren) pencapaian visi Indonesia Emas 2045 serta kondisi internal dan eksternal yang harus dikelola agar tidak menghambat pencapaian visi Kota Magelang tahun 2025-2045. Secara umum, megatren global yang mempengaruhi pembangunan dalam 20 (dua puluh) tahun ke depan yaitu terkait pergeseran struktur demografi, perubahan iklim, perubahan teknologi terutama digitalisasi, perubahan geopolitik dan geoekonomi.
Fenomena-fenomena tersebut akan mempengaruhi paradigma pembangunan global yang dapat mendorong kebijakan pro-lingkungan, adaptasi teknologi, konektivitas infrastruktur kawasan yang lebih hijau, serta meningkatnya penggunaan sistem digital.
3.3.1 Pergerakan Demografi
Kota Magelang telah mengalami bonus demografi. Hal ini ditunjukkan oleh jumlah penduduk produktif (15-64) yang lebih tinggi yaitu sebanyak 85.811 jiwa (70,52% dari total penduduk) dibandingkan dengan penduduk non-produktif. Kondisi ini dapat menjadi potensi modal sosial dalam penciptaan tenaga kerja. Apabila dilihat komposisi bonus demografi berdasarkan usia, generasi z berada pada urutan ketiga setelah generasi X dan millennial.
Meskipun termasuk urutan ketiga, generasi Z dapat menjadi potensi sumber daya manusia bagi pembangunan Kota Magelang apabila didukung dengan program dan fasilitas pengembangan diri. Hal tersebut karena karakteristik generasi Z yang cenderung lebih melek digital dibanding dengan generasi lainnya sehingga dapat mengikuti perkembangan global. Kondisi ini juga dapat menjadi peluang potensi investasi pada peningkatan teknologi digital di Kota Magelang.
Sumber: BPS Kota Magelang, 2023Gambar 3.1 Komposisi Penduduk Produktif Menurut Kelompok Umur di Kota Magelang, 2023
Bonus demografi memberikan tantangan dalam penyediaan lapangan pekerjaan, sehingga memerlukan inovasi dan kreativitas untuk menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan sumber pendapatan bagi angkatan kerja muda;
Meski mengalami bonus demografi, laju pertumbuhan penduduk Kota Magelang pada tahun 2022 cenderung menurun menjadi sebesar 0,06% dan termasuk laju pertumbuhan rendah. Selanjutnya, berdasarkan hasil proyeksi pertumbuhan penduduk, bonus demografi yang terjadi di Kota Magelang hanya sampai hingga tahun 2025. Laju pertumbuhan penduduk pada periode tahun selanjutnya yaitu 2030-2045 diproyeksikan mengalami stagnan hanya sebesar 0,6%. Hal tersebut juga didukung oleh angka kelahiran (TFR) cenderung terus menurun hingga diproyeksikan mencapai 1,71 pada tahun 2045.
Di sisi lain, angka ketergantungan justru cenderung mengalami peningkatan dan diproyeksikan mencapai 62,13 pada tahun 2045. Selain itu berdasarkan hasil proyeksi piramida penduduk pada tahun 2045, komposisi penduduk lansia lebih banyak dibandingkan anak-anak. Fenomena tersebut mengindikasikan perkembangan aging population yang selanjutnya menunjukkan adanya pergeseran komposisi ketergantungan pada penduduk usia lanjut.
Sumber: Analisis Tim Penyusun, 2023Gambar 3.2 Proyeksi Piramida Penduduk Kota Magelang, 2045
Aging population merupakan kondisi yang menunjukkan bahwa jumlah penduduk lansia (60 tahun ke atas) akan terus bertambah dan angka morbiditas (angka kesakitan) usia 60 tahun ke atas menurun. Selain meningkatkan kapasitas sumber daya manusia usia produktif saat ini, juga perlu mempersiapkan untuk peningkatan kapasitas penduduk usia nonproduktif di masa yang akan datang agar dapat mengoptimalkan peluang bonus demografi kedua tersebut, untuk menciptakan lansia yang sehat, mandiri, dan tangguh.
Pergeseran struktur demografi yang mulai didominasi oleh usia tua dapat memberikan tantangan dalam penyediaan jaminan kesehatan dan jaminan sosial, serta penyediaan sarana prasarana yang ramah lansia. Peningkatan kapasitas usia nonproduktif dapat dilakukan melalui dukungan kebijakan, seperti: (i) pelayanan kesehatan, terutama bagi penduduk lansia; (ii) infrastruktur yang memadai kebutuhan lansia; (iii) keterampilan penduduk lansia; (iv) keterbukaan lapangan kerja sesuai kondisi lansia.
Perbedaan karakteristik lansia pada 20 tahun mendatang dengan lansia saat ini, juga perlu menjadi bahan pertimbangan dalam perumusan kebijakan pada masa yang akan datang. Salah satu perbedaan karakteristik lansia pada 20 tahun mendatang yaitu terkait kemampuan digitalisasi. Perkembangan digitalisasi pada saat ini, tidak menutup kemungkinan akan berpengaruh pada kemampuan digitalisasi lansia di masa mendatang. Oleh karena itu, kebijakan dan pengelolaan berbasis teknologi informasi perlu untuk disiapkan.
Selain perubahan struktur demografi, pemerintah juga dihadapkan pada tantangan urbanisasi dan migrasi. Pemerintah dituntut memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana perkotaan dengan kondisi daya tampung dan daya dukung lingkungan yang semakin terbatas akibat urbanisasi.
3.3.2 Perubahan Iklim
Dampak perubahan iklim yang dapat mempengaruhi ketahanan pangan, air, dan energi serta penurunan kualitas lingkungan hidup salah satunya berasal dari emisi GRK. Meningkatnya jumlah penduduk di Kota Magelang berdampak pada peningkatan emisi gas rumah kaca sebagai hasil dari aktivitas perkotaan akibat meningkatnya besaran konsumsi energi, proses industri dan penggunaan produk, serta perubahan pemanfaatan lahan. Selain itu, belum optimalnya pengelolaan sampah dari hulu ke hilir juga menjadi penyumbang emisi gas rumah kaca di Kota Magelang.
Peningkatan emisi gas rumah kaca merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang dapat berdampak pada perwujudan ketahanan pangan. Perubahan iklim perlu diwaspadai terlebih secara global telah memasuki fenomena global boiling termasuk di Kota Magelang. Berdasarkan data persebaran jasa ekosistem untuk pengatur iklim, sebaran kelas jasa ekosistem pengatur iklim di Kota Magelang sebagian besar termasuk kelas rendah dengan luas 1.336,79 Ha atau 72,10 persen, diikuti kelas sedang sebesar 404,85 Ha atau 21,84 persen dan hanya sebagian kecil termasuk kelas tinggi dengan luas 112,36 Ha atau 6,06 persen. Artinya sebagian besar wilayah Kota Magelang termasuk rentan iklim.
Maka dari itu, perlu untuk mengurangi produksi emisi gas rumah kaca guna mengurangi dampak perubahan iklim terhadap perwujudan pembangunan yang berkelanjutan di Kota Magelang. Pemerintah harus memastikan perlindungan aset dan usaha/pekerjaan masyarakat berdaya tahan menghadapi risiko perubahan iklim ekstrem.
3.3.3 Perkembangan Teknologi yang Pesat
Perkembangan teknologi juga menghasilkan sistem atau robot yang dapat mempermudah pekerjaan manusia, seperti kecerdasan buatan, teknologi nano, bioteknologi, teknologi komputer kuantum, teknologi berbasis internet, ataupun printer 3D. Dengan perkembangan ini dikhawatirkan pekerjaan manusia diambil alih oleh robot, sehingga ada pekerjaan yang hilang atau perubahan jenis lapangan pekerjaan.
Perkembangan media sosial merupakan salah satu bentuk nyata dari semakin canggihnya teknologi. Media sosial sebagai media berbasis pada internet memungkinkan para penggunanya berinteraksi dan mempresentasikan diri baik secara seketika maupun tertunda dengan khalayak luas. Untuk menangkap fenomena tersebut, pemerintah perlu adaptif memanfaatkan media sosial untuk komunikasi kebijakan, advokasi kebijakan, mengembangkan e-public participation, dan pengawasan publik untuk pelayanan publik yang lebih berkualitas dan akuntabel. Hal ini menjadi tantangan kesanggupan pemerintah beradaptasi dan memitigasi risiko keamanan data, risiko pengangguran tenaga kerja yang tidak kompatibel dengan perkembangan teknologi, serta penyesuaian sarana prasarana berbasis teknologi.
Teknologi informasi dan komunikasi membawa implikasi pada global connectedness. Global connectedness diartikan sebagai dunia yang terhubung sangat erat (hyperconnected) lewat berbagai jaringan di berbagai tipe, misalnya data, suara, multimedia dan transportasi.
3.3.4 Perubahan geopolitik dan geoekonomi
Pergeseran kekuatan ekonomi memberikan tantangan bagaimana pemerintah daerah dapat menyesuaikan diri dengan penguatan ekonomi daerah yang berdaya saing pada jangkauan global. Untuk itu pemerintah harus melakukan transformasi ekonomi dari ketergantungan SDA menjadi daya saing manufaktur dan jasa modern yang mempunyai nilai tambah tinggi.
Transformasi ekonomi harus didukung oleh hilirisasi industri dengan memanfaatkan sumber daya manusia, infrastruktur, penyederhanaan regulasi, dan reformasi birokrasi. Investasi harus menjadi prioritas untuk penciptaan lapangan kerja, antara lain dengan memangkas prosedur dan birokrasi yang panjang. Tantangan untuk pemerintah bagaimana memastikan masyarakat di daerahnya mampu bersaing.
Menghadapi tren pergeseran ekonomi, pembangunan infrastruktur menghadapi tantangan untuk menghubungkan kawasan produksi dengan kawasan distribusi, mempermudah akses ke kawasan wisata, mendongkrak lapangan kerja baru, dan mempercepat peningkatan nilai tambah perekonomian rakyat.
Di sisi lain juga tantangan bagaimana menjaga rasa aman masyarakat daerahnya menghadapi ekses interkoneksi ekonomi global. Kesenjangan pendapatan dan kemiskinan menjadi ekses kemajuan ekonomi kelompok menengah baru. Tantangan yang muncul bagaimana kesenjangan itu terus diupayakan berkurang. Kebijakan redistribusi dan inklusif ditingkatkan agar menjangkau semua kelompok masyarakat. Hal ini penting untuk menurunkan risiko konflik mengingat globalisasi juga menggerus kohesi sosial.
3.3.5 Keterbatasan Lahan dalam Pemenuhan Kebutuhan Ruang
Meskipun keterbatasan lahan merupakan conditio sine qua non bagi Kota Magelang, namun demikian kondisi ini harus didorong sebagai peluang untuk munculnya kreativitas dalam pemenuhan kebutuhan ruang.
Kebutuhan ruang dalam pemenuhan perumahan misalnya, memiliki dimensi lain yang perlu dioptimalkan, misalnya dengan pengembangan secara vertikal, demikian pula terhadap pemenuhan keruangan lainnya yang relevan.
Dari sisi pemanfaatan ruang dalam konteks budi daya pertanian kota juga memerlukan kebijakan yang mendorong implementasi teknologi pertanian perkotaan. Hal ini memerlukan skema perencanaan yang terstruktur dan pelibatan aktor pembangunan yang terkait.
3.3.6 Dinamika Perubahan Regulasi
Dalam konteks manajemen pembangunan daerah di era otonomi yang desentralistis, perubahan regulasi menjadi sebuah keniscayaan dalam rangka menangkap dan menskenariokan perbaikan dan akselerasi untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Acapkali dinamika perubahan regulasi tersebut masih tumpang tindih dan tidak konsisten serta berpotensi mengganggu laju pelaksanaan perencanaan pembangunan.
Oleh karena itu perlunya mekanisme koordinasi, fasilitasi serta pelibatan daerah dalam merumuskan regulasi oleh provinsi maupun pusat. Hal ini diyakini akan mampu meminimalisir potensi kekacauan yang ditimbulkan oleh kebijakan pusat yang tidak akomodatif terhadap potensi dan konteks lokal.
4 VISI DAN MISI KOTA MAGELANG TAHUN 2025-2045
4.1 Visi Kota Magelang
Rencana pembangunan jangka panjang merupakan instrumen yang digunakan untuk menjawab permasalahan strategis saat ini hingga 20 tahun mendatang sehubungan dengan perubahan dan perkembangan lingkungan eksternal dalam lingkup global, nasional maupun regional. Visi dan misi dalam rencana pembangunan jangka panjang dirumuskan berdasarkan sintesis permasalahan kondisi eksisting/baseline dengan isu strategis (yang memperhatikan tantangan lingkungan strategis regional, nasional dan global termasuk di antaranya hasil isu strategis KLHS RPJPD). Berdasarkan hasil analisis, fokus pengembangan di Kota Magelang meliputi (1) sumber daya manusia; (2) ketahanan pangan dan lingkungan hidup; (3) pariwisata dan ekonomi kreatif; serta (4) perdagangan, jasa, dan UMKM. Empat fokus pengembangan, yang diwakili oleh isu strategis masing-masing, dianalisis berkaitan dengan faktor eksternal dan internal yang dapat berpengaruh terhadap pengembangan daerah.
Penyusunan visi, misi, hingga arah kebijakan pembangunan daerah juga diperkuat dan didukung dengan hasil FGD (Focused Group Discussion) dari seluruh pemangku kepentingan terkait di Kota Magelang. Berdasarkan sintesis analisis teknokratik dan masukan dari berbagai pemangku kepentingan maka dihasilkan rumusan visi Kota Magelang tahun 2025-2045:
“Magelang Kota Perdagangan dan Jasa yang Berdaya Saing, Berkarakter, dan Berkelanjutan”
Rumusan visi tersebut juga berpedoman pada Visi Indonesia Emas 2045: “Negara Kesatuan Republik Indonesia yang Bersatu, Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan”, serta hasil penyelarasan dengan RPJPN Tahun 2025-2045 dan visi pembangunan Jawa Tengah Tahun 2025-2045 yaitu “Jawa Tengah Maju, Mandiri, Sejahtera, Berbudaya, dan Berkelanjutan.”
Visi pembangunan daerah tahun 2025-2045 merupakan cita-cita dan harapan masyarakat Kota Magelang. Adapun makna dari visi tersebut adalah:
Kota Perdagangan dan Jasa
Kota Perdagangan dan Jasa dimaknai sebagai pembangunan Kota Magelang yang diarahkan untuk memperkuat sektor perdagangan skala mikro dan jasa dengan menitikberatkan pada sektor perekonomian, kesehatan, pendidikan, pariwisata dan transportasi yang inovatif dan berlandaskan IPTEK serta berwawasan lingkungan sebagai bentuk pemanfaatan posisi strategis wilayah.
Sebagai Kota Perdagangan dan Jasa, pada tahun 2045, Kota Magelang mampu memosisikan eksistensi dirinya dalam konstelasi kewilayahan dengan mengoptimalkan geoekonomi dan mampu memanfaatkan peluang-peluang lingkungan strategis yang mendorong Kota Magelang sebagai episentrum Kota Perdagangan dan Jasa.
Berdaya Saing
Berdaya saing dimaknai dengan pembangunan Kota Magelang yang mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif dalam peningkatan perekonomian daerah, sehingga dapat menciptakan pasar masif yang didukung dengan infrastruktur dan sumber daya manusia yang berkualitas unggul untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Kota Magelang Tahun 2045 mencapai kondisi berdaya saing dalam konteks regional maupun dengan kota-kota lain di Jawa Tengah dan nasional serta mampu memberikan kontribusi yang tinggi pada perekonomian dan kesejahteraan di lingkup Provinsi Jawa Tengah.
Daya saing dimaksud berwujud dalam tumbuh berkembangnya potensi sektor unggulan daerah, ekonomi kreatif dengan tetap memperhatikan kondisi lingkungan hidup serta keseimbangan dari berbagai aspek. Selain itu daya saing sumber daya manusia juga menjadi bagian capaian penting pada tahun 2045. Karakteristik sumber daya manusia yang berkualitas, adaptif dengan perkembangan teknologi dan tuntutan serta tantangan inovasi daerah.
Disisi lain, penguatan kualitas, kapasitas infrastruktur serta pemerataannya menjadi milestone capaian tahun 2025. Daya saing dalam jangka panjang dapat ditunjukkan melalui kondisi sarana prasarana yang inklusif dan mampu mengurangi ketimpangan antar wilayah.
Berkarakter
Berkarakter dimaknai dengan pembangunan sumber daya manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bermoral, berbudaya, dan berwawasan luas sebagai modal sosial dalam pemerintahan yang modern, inovatif dan berintegritas di berbagai aspek pembangunan, khususnya sosial dan ekonomi. Berkarakter juga dimaknai dengan peningkatan kultur produktif, daya juang ekonomi, dan inklusivitas dalam aktivitas masyarakat Kota Magelang.
Eksistensi berkarakter juga berpengaruh dalam tumbuhnya budaya inovatif yang mampu menerobos segala permasalahan dan tantangan kota sebagai organisasi pembelajar (learning organization).
Berkelanjutan
Berkelanjutan dimaknai dengan pengembangan kemampuan adaptif dan kemandirian daerah dalam memanfaatkan sumber daya serta mengelola wilayahnya secara efektif sehingga dapat mewujudkan Kota Magelang yang berdaya dengan memperhatikan kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk mendukung keberlangsungan pembangunan. Kota Magelang yang Berkelanjutan, mampu meningkatkan kualitas hidup lingkungan dan masyarakat serta memiliki daya tahan terhadap bencana.
Penyusunan visi Kota Magelang telah diwujudkan melalui pendekatan yang sinergis, mempertimbangkan visi pembangunan jangka panjang nasional dan provinsi Jawa Tengah, serta dokumen rencana lainnya. Proses ini melibatkan keterlibatan aktif masyarakat melalui berbagai tahapan, termasuk konsultasi publik serta partisipasi perangkat daerah. Dengan demikian, visi tersebut bukan hanya mencerminkan aspirasi pemangku kepentingan, tetapi juga menjadi hasil kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. Penyusunan visi yang holistik ini memberikan landasan bagi pembangunan Kota Magelang yang berkelanjutan dan merespons kebutuhan serta harapan masyarakat, sehingga dapat menjadi panduan yang efektif dalam mencapai tujuan pembangunan yang berdampak positif bagi seluruh masyarakat di Kota Magelang.
4.1.1 SASARAN VISI
Keberhasilan pencapaian visi Magelang Kota Perdagangan dan Jasa yang Berdaya Saing, Berkarakter, dan Berkelanjutan ditandai oleh sasaran utama visi sebagai berikut:
Peningkatan Pendapatan per Kapita, dengan indikator PDRB per Kapita dan laju pertumbuhan ekonomi. Sasaran ini mendukung pencapaian sasaran visi nasional yaitu pendapatan per kapita setara negara maju.
Pengentasan Kemiskinan dan Ketimpangan, ditandai dengan indikator tingkat kemiskinan dan rasio gini. Kedua indikator tersebut mendukung sasaran visi nasional yaitu kemiskinan menuju 0% dan ketimpangan berkurang.
Kota Magelang sebagai Pusat Perdagangan dan Jasa Regional, diukur melalui dua indikator yaitu kontribusi PDRB sektor perdagangan dan jasa dalam Regional dan Indeks Daya Saing Daerah. Sasaran visi ini mendukung visi nasional yaitu kepemimpinan dan pengaruh di dunia internasional meningkat.
Peningkatan Daya Saing Sumber Daya Manusia, memiliki indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Sasaran tersebut mendukung sasaran nasional yaitu daya saing sumber daya manusia meningkat.
Penurunan Emisi GRK Menuju Net Zero Emission, diukur melalui indikator penurunan intensitas emisi GRK. Sasaran visi daerah yang diusung sama dengan sasaran nasional yaitu intensitas emisi GRK menurun menuju net zero emission.
Tabel 4.1 Sasaran Visi RPJPD Kota Magelang, 2025-2045 Sumber: Tim Penyusun, 2024
4.2 Misi Kota Magelang
Sebagai bentuk komitmen dan hakikat pembangunan kota yang ingin diwujudkan, visi pembangunan Kota Magelang 2025-2045 selanjutnya dijabarkan dalam misi pembangunan. Misi pembangunan kota ini, disusun berdasarkan Grand Strategy hasil analisis SWOT yang telah dilakukan. Sehingga, untuk mewujudkan visi “Magelang Kota Perdagangan dan Jasa yang Berdaya Saing, Berkarakter, dan Berkelanjutan”, dijabarkan ke dalam 5 misi yang akan menjadi acuan arah pembangunan kota pada 20 tahun ke depan, yaitu:
Mewujudkan sumber daya manusia yang unggul, berarti meningkatkan kualitas sumber daya manusia; meningkatkan kesejahteraan masyarakat; meningkatkan mutu kesehatan dan pendidikan; meningkatkan produktivitas; masyarakat yang berkarakter dan berbudaya; pengoptimalan pemanfaatan IPTEK; serta meningkatkan perlindungan sosial yang adaptif.
Mewujudkan perekonomian daerah yang inklusif, tangguh dan berdaya saing, berarti penguatan potensi perdagangan dan jasa sebagai leading sector ekonomi termasuk di dalamnya penguatan kawasan strategis ekonomi kota; peningkatan inovasi potensi wisata sebagai stimulan peningkatan promosi daya tarik wisata; peningkatan keterlibatan dan pemberdayaan masyarakat; serta peningkatan pembangunan ekonomi inklusif didukung stabilitas ekonomi daerah.
Meningkatkan ketahanan daerah dan lingkungan yang berkelanjutan, berarti peningkatan ketahanan pangan; peningkatan kualitas lingkungan; peningkatan ketahanan sosial budaya; peningkatan ketenteraman dan ketertiban; peningkatan kondusifitas daerah; peningkatan partisipasi masyarakat dalam agenda politik; peningkatan ketahanan terhadap bencana dan perubahan iklim; peningkatan kemampuan adaptif daerah; peningkatan konservasi cagar budaya.
Mewujudkan infrastruktur yang adaptif dan berwawasan lingkungan, berarti penguatan infrastruktur daerah yang berkualitas dan berwawasan lingkungan sebagai pusat pelayanan perdagangan dan jasa; penguatan infrastruktur konektivitas; pengoptimalan pelayanan dasar; peningkatan penyediaan hunian.
Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, berarti penguatan penerapan tata kelola pemerintahan yang responsif, agile, akuntabel, transparan dan kondusif melalui kaidah pelaksanaan yang efektif dan pembiayaan pembangunan yang memadai; pengoptimalan sistem pemerintahan berbasis digital; peningkatan aksesibilitas pelayanan publik yang inklusif, serta optimalisasi dan kerja sama antar stakeholders.
Tabel 4.2 Arah Kebijakan Pembangunan Jangka Panjang Kota Magelang, 2025-2045Sumber: Tim Penyusun, 2024
5 ARAH KEBIJAKAN DAN SASARAN POKOK PEMBANGUNAN
5.1 Arah Kebijakan
Untuk mencapai visi “Magelang Kota Perdagangan dan Jasa yang Berdaya Saing, Berkarakter, dan Berkelanjutan” maka dibutuhkan tahapan-tahapan yang menunjukkan prioritas fokus perencanaan sebagai arah kebijakan pembangunan tanpa mengabaikan fokus perencanaan lainnya. Arah kebijakan tersebut bertujuan agar dalam pelaksanaan pembangunan di Kota Magelang dapat berjalan dengan efektif sesuai dengan kemampuan anggaran daerah. Gambaran arah kebijakan pada masing-masing tahapan tersaji pada gambar berikut.
Sumber: Analisis Tim Penyusun RPJPD Kota Magelang, 2024Gambar 5.1 Pentahapan Implementasi RPJPD Kota Magelang, 2025-2045
5.1.1 Arah Kebijakan Tahap I (Tahun 2025-2029)
Sumber: Analisis Tim Penyusun RPJPD Kota Magelang, 2024Gambar 5.2 Prioritas Fokus pada Fase I
Berlandaskan pelaksanaan dan pencapaian pembangunan tahap sebelumnya, pada tahap 5 tahun pertama diarahkan pada pembangunan sumber daya manusia modern, inovatif dan berintegritas sebagai modal sosial dalam berbagai aspek pembangunan. Tahap ini dilakukan dengan peningkatan kapasitas masyarakat didukung penguatan reformasi birokrasi, peningkatan ketenteraman dan ketertiban untuk mewujudkan kondusifitas daerah, dan peningkatan pengendalian pencemaran lingkungan serta ketahanan terhadap bencana dan perubahan iklim.
Fokus sumber daya manusia menjadi prioritas pertama pembangunan pada tahap 5 tahun pertama dikarenakan untuk menciptakan keunggulan kompetitif dan komparatif daerah yang berdaya saing maka perlu untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusianya terlebih dahulu termasuk penguatan kapasitas aparatur daerah untuk penguatan reformasi birokrasi. Selanjutnya fokus perdagangan, jasa dan UMKM diarahkan pada optimalisasi pelaku usaha dan kapasitas SDM dalam memberikan pelayanan jasa.
Mewujudkan Sumber Daya Manusia yang Unggul pada tahap 1 RPJPD diarahkan pada peningkatan Angka Partisipasi Sekolah (APS) pada setiap jenjang pendidikan, termasuk pencapaian wajib belajar tiga belas tahun, dan peningkatan kapasitas dan keahlian lulusan SMA/SMK untuk meningkatkan penyerapan angkatan kerja khususnya untuk lulusan SMA/SMK. Selain itu upaya peningkatan kapasitas pelaku ekonomi kreatif dan pariwisata juga menjadi perhatian pada tahap ini sebagai bagian dari kesiapan untuk menangkap potensi KSPN Borobudur bagi Kota Magelang. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, dan pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas baik individu maupun daerah.
Tidak hanya terkait dengan peningkatan produktivitas, sumber daya manusia berkualitas juga terkait dengan peningkatan ketahanan sosial budaya. Individu berkualitas menjadi komponen utama dalam pembentukan ketahanan keluarga dan secara kolektif membentuk masyarakat yang tangguh dalam menghadapi berbagai perubahan hingga diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dalam pembangunan. Maka peningkatan kualitas pendidikan juga mencakup penguatan implementasi pendidikan karakter dan nilai-nilai kearifan lokal dan nilai budaya sebagai modal dasar pembangunan.
Penanganan stunting dan pencegahan terhadap kematian ibu, bayi, dan balita menjadi salah satu prioritas dalam upaya peningkatan kesehatan pada fase I RPJPD. Tidak hanya melalui peningkatan pelayanan di fasilitas kesehatan namun penguatan peran berbagai elemen (organisasi profesi, swasta, akademisi) dalam upaya tersebut juga dilakukan. Selain kesehatan ibu dan anak, peningkatan kesadaran masyarakat mengenai faktor risiko tuberkulosis juga menjadi salah satu fokus meskipun jumlah kasus menunjukkan penurunan pada beberapa tahun terakhir.
Inisiasi pengembangan atau diversifikasi pelayanan di fasilitas kesehatan dapat dilakukan untuk memperluas jangkauan pelayanan sekaligus meningkatkan aktivitas jasa kesehatan untuk peningkatan produktivitas ekonomi daerah.
Mewujudkan perekonomian daerah yang inklusif, tangguh dan berdaya saing, diarahkan pada sektor pariwisata dan ekonomi kreatif yang merupakan sektor kunci yang dapat dioptimalkan dan dimanfaatkan sebagai stimulan pertumbuhan sektor-sektor lainnya yang berdampak pada peningkatan pendapatan daerah. Terdapat beberapa potensi pada sektor pariwisata dan ekonomi kreatif yang dapat dikembangkan di Kota Magelang. Akan tetapi pengelolaannya belum optimal sehingga pada tahap ini fokus pariwisata dan ekonomi kreatif diarahkan untuk meningkatkan pengelolaan amenitas, aksesibilitas dan atraksi pada sektor tersebut didukung dengan SDM yang berkapasitas.
Peningkatan kontribusi sektor perdagangan dan jasa pada tahap ini didorong melalui peningkatan peran kawasan strategis kota, salah satunya melalui penguatan perencanaan kawasan strategis prioritas, termasuk dalam hal ini adalah penguatan konektivitas kawasan strategis kota dengan kawasan strategis wilayah sekitar. Untuk itu kajian dan tahap awal penerapan konsep Pusat Bisnis Terintegrasi (PBT) terutama di Kawasan Soekarno Hatta dilakukan pada lima tahun pertama RPJPD.
Salah satu hal penting dalam upaya peningkatan perekonomian daerah adalah peningkatan ketenteraman dan ketertiban untuk mewujudkan kondusifitas daerah. Tingkat kriminalitas diupayakan untuk menurun sejalan dengan upaya peningkatan pencegahan dan penanganannya. Untuk itu perlu penguatan pengawasan ketenteraman dan ketertiban berbasis masyarakat dan lingkungan. Selain itu pemanfaatan teknologi, seperti misalnya CCTV, di wilayah-wilayah rawan gangguan dioptimalkan.
Meningkatkan ketahanan daerah dan lingkungan yang berkelanjutan diarahkan pada peningkatan pengendalian pencemaran lingkungan, penguatan inisiatif urban farming serta ketahanan terhadap bencana dan perubahan iklim, melalui peningkatan peran serta masyarakat. Upaya pengendalian pencemaran lingkungan bersifat komprehensif mencakup strategi pencegahan, pengawasan, dan penanganan. Pada tahap I RPJPD prioritas utama pada peningkatan kesadaran bersama berbagai elemen masyarakat bahwa setiap orang bertanggung jawab dalam upaya menjaga keberlanjutan lingkungan, tanpa mengabaikan upaya pengawasan dan penanganan yang harus tetap dilakukan.
Termasuk dalam hal ini adalah peningkatan kesadaran seluruh pihak dalam mengurangi timbulan sampah serta menangani dan mengolah sampah yang ditimbulkan dari aktivitas konsumsi maupun produksi. Selain mendorong penerapan ekonomi sirkuler, penurunan timbulan sampah diharapkan berdampak pada penurunan emisi gas rumah kaca dan tingkat residu sampah di TPSA. Untuk mendukung pengolahan sampah residu maka didorong penyelesaian pembangunan TPST Regional pada periode ini.
Prioritas ketahanan bencana pada tahap ini adalah untuk peningkatan kesiapsiagaan daerah terhadap bencana melalui perkuatan kesiapsiagaan dan penanganan darurat bencana di antaranya penyusunan rencana kontingensi bencana sesuai risiko bencana yang dihadapi daerah dan pengembangan sistem pemulihan bencana. Selain itu salah satu hal mendasar yang harus dilaksanakan pada tahap ini adalah penyusunan dan penetapan dokumen Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) yang merupakan rencana umum dan menyeluruh penanggulangan bencana yang meliputi seluruh tahapan bencana (pra-saat-paska bencana).
Pada akhir tahap ini diharapkan sudah muncul inisiatif kemandirian masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan pangan dalam skala lingkungan. Penguatan informasi dan edukasi terkait keunggulan ekonomi dan peningkatan kualitas lingkungan dari pertanian perkotaan (urban farming) menjadi tahapan penting untuk membangun budaya mandiri pangan di masyarakat. Selain itu diperlukan pemetaan potensi lahan untuk pengembangan pertanian perkotaan pada skala lingkungan sebagai basis data dalam menentukan sasaran lokasi prioritas.
Mewujudkan infrastruktur yang adaptif dan berwawasan lingkungan yang diarahkan pada peningkatan akses dan kualitas sarana dan prasarana perkotaan menuju kondisi mantap. Akses air siap minum perpipaan diupayakan untuk mencapai seratus persen pada tahap I RPJPD melalui penanganan Non-Revenue Water (NRW) sebagai prioritas. Selain itu diperlukan upaya-upaya inovatif untuk peningkatan kualitas dan kuantitas air tanah misalnya melalui optimalisasi pemanfaatan air hujan, sesuai Peraturan Walikota Magelang Nomor 99 Tahun 2021 tentang Pemanfaatan Air Hujan.
Kebutuhan hunian terus diupayakan terutama melalui penguatan skema kerja sama pentahelix dalam perbaikan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH). Melalui skema tersebut diharapkan terjadi akselerasi pencapaian target penyediaan Rumah Layak Huni (RLH). Selain itu didorong penguatan inovasi penyediaan hunian agar mampu mengimbangi permintaan hunian yang diproyeksikan terus meningkat sejalan dengan meningkatnya aktivitas perkotaan, terutama dengan pengoptimalan pemanfaatan lahan.
Peningkatan akses rumah tangga dengan sanitasi aman memerlukan upaya akselerasi pada tahap awal RPJPD melalui skema inovatif pengembangan layanan lumpur tinja terjadwal (L2T2) karena kendala utama dalam peningkatan akses sanitasi aman adalah minimnya rumah tangga yang melaksanakan penyedotan tangki septik minimal sekali dalam lima tahun. Salah satu prioritas dalam hal ini adalah peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya penyedotan lumpur tinja secara rutin dan terjadwal.
Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik diarahkan pada penguatan reformasi birokrasi mutlak dilakukan. Periode pertama RPJPD diprioritaskan pada penguatan manajemen talenta, perbaikan proses bisnis SPBE, perbaikan infrastruktur dan penguatan literasi digital, dan perluasan akses masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan.
Mewujudkan sumber daya manusia yang unggul diarahkan pada Penguatan akses dan mutu pelayanan kesehatan melalui peningkatan kualitas dan ketersediaan sumber daya manusia kesehatan; pemenuhan sarana dan prasarana kesehatan sesuai standar; pencegahan, pengobatan, dan pengendalian penyakit menular dan tidak menular; pemenuhan ketahanan gizi masyarakat; dan pemenuhan jaminan kesehatan kepada seluruh warga Kota Magelang serta penyiapan dan peningkatan SDM jasa kesehatan unggulan untuk mendukung penguatan peran jasa kesehatan.
Mewujudkan perekonomian daerah yang inklusif, tangguh dan berdaya saing diarahkan pada penguatan infrastruktur iptek dan penguatan sistem inovasi sub sektor industri pengolahan dan akomodasi makan minum; penguatan ekosistem ekonomi kreatif, peningkatan iklim berwirausaha; peningkatan SDM kelembagaan Koperasi; Peningkatan SDM dan kelembagaan BUMD, Peningkatan penyediaan dan penempatan lapangan kerja, serta peningkatan partisipasi angkatan kerja perempuan; Penguatan Infrastruktur Teknologi Informasi: Pengembangan jaringan internet berkecepatan tinggi dan peningkatan aksesibilitas; penguatan kondusifitas daerah, Peningkatan Potensi Pajak Daerah ; Penguatan kelembagaan dan SDM pada Bank Milik Daerah dan Penguatan Stabilitas harga.
Meningkatkan ketahanan daerah dan lingkungan yang berkelanjutan diarahkan pada upaya peningkatan kualitas lingkungan hidup; Peningkatan pengelolaan persampahan; Peningkatan penggunaan energi terbarukan dan pengkondisian kelembagaan/lingkungan serta penyusunan dokumen terkait konservasi lingkungan; peningkatan ketahanan daerah terhadap bencana serta peningkatan langkah dan strategi mendukung penurun emisi Gas Rumah Kaca (GRK).
Mewujudkan infrastruktur yang adaptif dan berwawasan lingkungan diarahkan pada upaya peningkatan kualitas jalan dan jembatan, peningkatan kualitas dan kuantitas saluran drainase dan irigasi kota; peningkatan akses sanitasi dan air minum aman serta peningkatan perlindungan sumber air baku; monitoring dan evaluasi pelaksanaan perwujudan ruang serta penguatan pemanfaatan dan pengendalian ruang; pemerataan pembangunan kawasan perkotaan di 3 kawasan strategis; penyediaan hunian yang layak dan berkelanjutan didukung sarana prasarana pendukung lingkungan yang baik dan penyediaan dokumen perencanaan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman; perbaikan transportasi publik perkotaan yang andal dan berkeselamatan; perbaikan konektivitas intern dan antar kawasan yang mendukung pengembangan kawasan.
Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik diarahkan pada upaya Peningkatan tata kelola pemerintahan yang berintegritas, adaptif, kolaboratif, dan bebas korupsi melalui peningkatan kualitas pelayanan publik, digitalisasi tata kelola pemerintahan dan kompetensi ASN, penguatan kelembagaan, kolaborasi dan kerja sama antar daerah dan pemangku kepentingan lainnya, serta penguatan manajemen pengawasan internal.
5.1.2 Arah Kebijakan Tahap II (Tahun 2030-2034)
Sumber: Analisis Tim Penyusun RPJPD Kota Magelang, 2024Gambar 5.3 Fokus Prioritas pada Fase II
Sumber daya manusia masih menjadi salah satu prioritas dalam pembangunan tahun 2030-2034 namun fokus utama diarahkan pada pengoptimalan potensi sektor pariwisata sebagai stimulus pertumbuhan sektor-sektor lainnya, didukung penguatan sumber daya manusia dan infrastruktur yang berkualitas. Sumber daya manusia memasuki tahap pemantapan sehingga diharapkan sudah memiliki kapasitas dan daya saing dalam mengelola potensi daerah.
Penguatan sumber daya manusia diarahkan untuk pengembangan akses dan mutu dan pelayanan kesehatan dan pendidikan. Pengembangan akses dan mutu pelayanan kesehatan diarahkan pada peningkatan kualitas dan ketersediaan sumber daya manusia kesehatan; pemenuhan sarana dan prasarana kesehatan sesuai standar; pencegahan, pengobatan, dan pengendalian penyakit menular dan tidak menular; pemenuhan ketahanan gizi masyarakat; dan pemenuhan jaminan kesehatan kepada seluruh warga Kota Magelang.
Pengembangan akses dan pelayanan pendidikan diarahkan untuk akselerasi pemenuhan layanan pendidikan bermutu yang inklusif, penguatan jaringan dan fasilitas pendidikan dan penelitian, diversifikasi program pendidikan yang adaptif dan kolaboratif. Selain itu upaya perlindungan sosial diarahkan pada peningkatan perlindungan sosial yang adaptif, terintegrasi, dan inklusif bagi seluruh kelompok masyarakat, khususnya bagi kelompok marginal dan rentan, dengan mengoptimalkan pemanfaatan sistem pendataan yang terintegrasi agar tepat sasaran, tepat guna, dan efisien; serta peningkatan SDM berkarakter budaya.
Pembentukan SDM berkarakter dilaksanakan melalui peningkatan kualitas keluarga, pengarusutamaan gender serta sistem perlindungan melalui dukungan kebijakan dan pemenuhan pelayanan dampingan dan rehabilitasi terintegrasi serta peningkatan pusat pembelajaran keluarga.
Mewujudkan perekonomian daerah yang inklusif, tangguh dan berdaya saing diarahkan pada peningkatan infrastruktur IPTEK dan ekosistem inovasi dalam industri pengolahan serta sektor akomodasi makan dan minum, pengembangan ekosistem ekonomi kreatif, peningkatan iklim wirausaha, penguatan SDM dan kelembagaan koperasi serta BUMD, penyediaan dan penempatan lapangan kerja yang inklusif, serta peningkatan partisipasi angkatan kerja perempuan.
Termasuk dalam prioritas pada tahap ini adalah penguatan konsep hub kebudayaan dan industri kreatif melalui penyelenggaraan MICE (Meeting, Incentives, Conferences, and Exhibitions). Posisi strategis kawasan penyangga KSPN Borobudur dapat dimanfaatkan sebagai faktor tarikan penyelenggaraan berbagai kegiatan kebudayaan dan bisnis dengan dukungan amenitas dan aksesibilitas yang unggul serta ancillary yang baik, di antaranya melalui peningkatan kualitas infrastruktur perkotaan. Selain itu pengembangan transportasi terintegrasi yang menghubungkan kawasan-kawasan strategis kota dengan pusat-pusat aktivitas di wilayah sekitar harus sudah diinisiasi.
Meningkatkan ketahanan daerah dan lingkungan yang berkelanjutan diarahkan pada Peningkatan sistem pengelolaan lingkungan hidup didukung penurunan GRK, adaptasi dan mitigasi iklim, serta meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam keberlanjutan lingkungan perkotaan; Peningkatan ketahanan pangan daerah melalui penyusunan strategi, koordinasi, kerja sama antara wilayah, kaderisasi petani dan infrastruktur yang andal.
Mewujudkan infrastruktur yang adaptif dan berwawasan lingkungan diarahkan pada peningkatan akses infrastruktur perkotaan yang berkelanjutan berupa peningkatan kualitas jalan dan jembatan, peningkatan kualitas dan kuantitas saluran drainase dan irigasi kota; peningkatan akses sanitasi dan air minum aman, optimalisasi pemanfaatan sumber air baku dalam kota, serta peningkatan perlindungan sumber air baku; penyediaan dokumen rencana tata ruang serta penguatan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang; Peningkatan hunian layak dan berkelanjutan didukung sarana prasarana pendukung lingkungan yang baik; peningkatan transportasi publik perkotaan yang andal dan berkeselamatan; akselerasi penguatan konektivitas intern dan antar kawasan yang mendukung pengembangan kawasan.
Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik diarahkan pada Pengembangan tata kelola pemerintahan yang berintegritas, adaptif, kolaboratif, dan bebas korupsi melalui Pengembangan kualitas pelayanan publik, digitalisasi tata kelola pemerintahan dan kompetensi ASN, peningkatan kelembagaan, kolaborasi dan kerja sama antar daerah dan pemangku kepentingan lainnya, serta penguatan manajemen pengawasan internal.
5.1.3 Arah Kebijakan Tahap III (Tahun 2035-2039)
Sumber: Analisis Tim Penyusun RPJPD Kota Magelang, 2024Gambar 5.4 Prioritas Fokus Isu pada Fase III
Pembangunan jangka panjang Kota Magelang tahun 2035-2039 diarahkan pada kebijakan “Penguatan inovasi sektor pariwisata dan perdagangan jasa secara linier sebagai motor penggerak perekonomian daerah.”
Mewujudkan sumber daya manusia yang unggul diarahkan pada pemantapan akses dan mutu pelayanan kesehatan melalui peningkatan kualitas dan ketersediaan sumber daya manusia kesehatan; pemenuhan sarana dan prasarana kesehatan sesuai standar; pencegahan, pengobatan, dan pengendalian penyakit menular dan tidak menular; pemenuhan ketahanan gizi masyarakat; dan pemenuhan jaminan kesehatan kepada seluruh warga Kota Magelang. Di samping itu dari sisi kesehatan diupayakan dengan pengembangan ekosistem intelektual melalui keterhubungan dan kemitraan antar jaringan akademis, penguatan iklim literasi yang inklusif dan berkelanjutan; Pengembangan jenis perlindungan sosial yang adaptif, terintegrasi, dan inklusif bagi seluruh kelompok masyarakat, khususnya bagi kelompok marginal dan rentan, dengan mengoptimalkan pemanfaatan sistem pendataan yang terintegrasi agar tepat sasaran, tepat guna, dan efisien. Pemantapan strategi peningkatan perencanaan keluarga berkualitas berbasis kesehatan, kesejahteraan, pendidikan, kontrasepsi, partisipasi masyarakat menuju keluarga kecil bahagia sejahtera dengan pengoptimalan perlindungan terhadap perempuan dan anak, pengarusutamaan gender dan pengembangan pusat pembelajaran keluarga. Pemantapan SDM berkarakter budaya.
Mewujudkan perekonomian daerah yang inklusif, tangguh dan berdaya saing diarahkan pada pengembangan infrastruktur IPTEK dan ekosistem inovasi dalam industri pengolahan serta sektor akomodasi makan dan minum, pengembangan ekosistem ekonomi kreatif, peningkatan iklim wirausaha, penguatan SDM dan kelembagaan koperasi serta BUMD, penyediaan dan penempatan lapangan kerja yang inklusif, serta peningkatan partisipasi angkatan kerja perempuan.
Meningkatkan ketahanan daerah dan lingkungan yang berkelanjutan diarahkan pada Peningkatan sistem pengelolaan lingkungan hidup didukung penurunan GRK, adaptasi dan mitigasi iklim, serta meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam keberlanjutan lingkungan perkotaan; Peningkatan ketahanan pangan daerah melalui penyusunan strategi, koordinasi, kerja sama antara wilayah, kaderisasi petani dan infrastruktur yang andal.
Mewujudkan infrastruktur yang adaptif dan berwawasan lingkungan diarahkan pada peningkatan akses infrastruktur perkotaan yang berkelanjutan antara lain peningkatan kualitas jalan dan jembatan, peningkatan kualitas dan kuantitas saluran drainase dan irigasi kota; peningkatan akses sanitasi dan air minum aman, optimalisasi pemanfaatan sumber air baku dalam kota, serta peningkatan perlindungan sumber air baku; monitoring dan evaluasi pelaksanaan perwujudan ruang serta penguatan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang; pemerataan pembangunan kawasan perkotaan di seluruh kawasan strategis; peningkatan hunian layak dan berkelanjutan didukung sarana prasarana pendukung lingkungan yang baik; serta pemantapan transportasi publik perkotaan yang andal dan berkeselamatan.
Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik diarahkan pada akselerasi tata kelola pemerintahan yang berintegritas, adaptif, kolaboratif, dan bebas korupsi melalui perwujudan pelayanan publik yang paripurna, digitalisasi tata kelola pemerintahan dan kompetensi ASN, kolaborasi dan kerja sama antar daerah dan pemangku kepentingan lainnya, serta penguatan manajemen pengawasan internal.
5.1.4 Arah Kebijakan Tahap IV (Tahun 2040-2045)
Sumber: Analisis Tim Penyusun RPJPD Kota Magelang, 2024Gambar 5.5 Fokus Prioritas pada Fase IV
Tahapan terakhir pembangunan jangka panjang Kota Magelang diarahkan untuk “Penguatan sektor pariwisata, perdagangan dan jasa sebagai leading sector pertumbuhan ekonomi daerah.”
Mewujudkan sumber daya manusia yang unggul diarahkan pada Pemantapan akses dan mutu pelayanan kesehatan melalui pemenuhan ketersediaan sumber daya manusia kesehatan; pemenuhan sarana dan prasarana kesehatan sesuai standar; pencegahan, pengobatan, dan pengendalian penyakit menular dan tidak menular; pemenuhan ketahanan gizi masyarakat; dan pemenuhan jaminan kesehatan kepada seluruh warga Kota Magelang; Kota Magelang sebagai pusat studi pendidikan menjadi episentrum pengembangan intelektual dan pengetahuan, didukung dengan adanya perpustakaan, dan lembaga pendidikan yang saling terhubung yang berfungsi sebagai lingkungan yang mendukung pertumbuhan literasi, intelektual dan inovasi, serta membentuk landasan bagi kemajuan sosial dan ekonomi; pemantapan sistem perlindungan sosial yang adaptif, terintegrasi, dan inklusif yang tepat sasaran, tepat guna, dan efisien; Pengembangan SDM berkarakter budaya melalui 1) Integrasi antara pelestarian nilai-nilai budaya dan sejarah serta kemajuan modern yang berkelanjutan. 2) Pengembangan kekayaan warisan budaya sebagai aset utama serta 3) Penguatan konservasi dan pelestarian budaya lokal melalui pengembangan komunitas, pemajuan objek kebudayaan, dan penyelenggaraan acara budaya sebagai DTW (Daya Tarik Wisata) yang mendukung ekosistem ekonomi kreatif.
Mewujudkan perekonomian daerah yang inklusif, tangguh dan berdaya saing diarahkan pada infrastruktur IPTEK dan ekosistem inovasi yang berkelanjutan dalam industri pengolahan serta sektor akomodasi makan dan minum, pengembangan ekosistem ekonomi kreatif, peningkatan iklim wirausaha, penguatan SDM dan kelembagaan koperasi serta BUMD, penyediaan dan penempatan lapangan kerja yang inklusif, serta peningkatan partisipasi angkatan kerja perempuan. Perwujudan misi ini juga mengarah pada terwujudnya ekonomi hijau (green economy) sekaligus mendukung kebijakan ekonomi hijau level provinsi Jawa Tengah.
Meningkatkan ketahanan daerah dan lingkungan yang berkelanjutan diarahkan pada Peningkatan sistem pengelolaan lingkungan hidup didukung penurunan GRK, adaptasi dan mitigasi iklim, serta meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam keberlanjutan lingkungan perkotaan; Peningkatan ketahanan pangan daerah melalui penyusunan strategi, koordinasi, kerja sama antara wilayah, kaderisasi petani dan infrastruktur yang andal; serta terwujudnya stabilitas daerah melalui: 1)Penciptaan ketenteraman dan ketertiban dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat dan bersinergi dengan aparat penegak hukum; 2) Kebijakan yang setara dan inklusif sebagai legitimasi birokrasi untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat dan 3) Perlindungan Hak Asasi Manusia
Mewujudkan infrastruktur yang adaptif dan berwawasan lingkungan diarahkan pada perwujudan kualitas jalan, jembatan, serta pengelolaan drainase dan irigasi kota yang optimal untuk mendukung mobilitas perkotaan yang aman; perwujudan akses sanitasi dan air minum aman yang optimal dengan memaksimalkan pemanfaatan sumber air baku dalam kota yang berkelanjutan; hunian layak perkotaan yang optimal dan berkelanjutan didukung sarana prasarana pendukung lingkungan yang baik; perwujudan integrasi transportasi publik perkotaan dan regional yang andal, nyaman, ramah lingkungan serta terkoneksi secara efisien; infrastruktur transportasi dan sistem transportasi yang mendukung transportasi ramah lingkungan, guna meningkatkan konektivitas, mengurangi emisi, serta mendukung keberlanjutan kota. Perwujudan misi ini juga mengarah pada terwujudnya infrastruktur hijau (green infrastructure) sekaligus mendukung kebijakan ekonomi hijau.
Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik diarahkan pada perwujudan tata kelola pemerintahan yang berintegritas, adaptif, kolaboratif, dan bebas korupsi yang paripurna.
5.2 Strategi Pengembangan Wilayah
Strategi pengembangan wilayah merupakan turunan dari sasaran pokok yang digunakan sebagai langkah dalam melaksanakan sasaran-sasaran pokok tersebut. Strategi pengembangan wilayah bertujuan untuk meningkatkan keunggulan kompetitif dan komparatif kota sehingga dapat meningkatkan perekonomian daerah. Sumber Daya Manusia yang unggul dan berdaya saing merupakan harapan Kota Magelang sebagai modal dalam pengembangan wilayah dan ekonomi di tengah keterbatasan lahan dan sumber daya alam. Dengan demikian, perlu menjadi prioritas utama dalam penentuan strategi pengembangan wilayah dan ekonomi. Selain itu, letak strategis Kota Magelang yang berada pada simpul transportasi darat didukung dengan adanya berbagai rencana pembangunan infrastruktur konektivitas meliputi jalan tol, terminal tipe A dan reaktivasi rel kereta api dapat menjadi peluang dalam meningkatkan keunggulan kompetitif dan komparatif khususnya pada sektor pariwisata, perdagangan dan jasa. Keunggulan kompetitif dan komparatif berarti bahwa pariwisata, perdagangan dan jasa di Kota Magelang memiliki daya tarik, nilai jual dan keunikan yang berbeda dari daerah lainnya, sehingga dapat mencapai pasar masif dan berdaya saing. Dengan demikian, Kota Magelang diarahkan sebagai pusat pelayanan pariwisata, perdagangan dan jasa di Kawasan Purwomanggung. Dalam hal ini dilakukan dengan mengintegrasikan atraksi, amenitas dan aksesibilitas di dalam satu kawasan yang dapat melayani pengunjung yang berasal dari berbagai potensi wisata di daerah sekitarnya.
Pengembangan pariwisata dalam hal ini tidak hanya terkait pada penyediaan destinasi wisata baru, namun lebih pada pemanfaatan potensi yang telah ada, seperti halnya yang dapat dilihat pada Gambar 5.6. Berdasarkan persebaran potensi destinasi wisata di Kota Magelang dapat diklasifikasikan menjadi 3 kawasan yaitu kawasan wisata sejarah/budaya yang terpusat di wilayah tengah, wisata alam di wilayah selatan, dan wisata olahraga di wilayah utara. Maka dari itu, pengembangan pusat pariwisata dapat difokuskan pada masing-masing karakteristik tersebut. Selain itu, Kota Magelang memiliki fasilitas rumah sakit terbaik di wilayah Eks-Karesidenan Kedu yang berpeluang untuk dikembangkan sebagai wisata kesehatan, yang didukung dengan penyediaan akomodasi khususnya penginapan di sekitar rumah sakit tersebut bagi keluarga pasien yang berasal dari luar daerah. Pengembangan wisata kesehatan tersebut merupakan bentuk keunggulan kompetitif dan komparatif Kota Magelang.
Disisi lain, pengembangan sektor perdagangan dan jasa diarahkan untuk mengoptimalkan potensi yang telah ada seperti adanya beberapa kawasan strategis ekonomi, ketersediaan akomodasi yang berkualitas, didukung dengan infrastruktur konektivitas, sehingga dapat mewujudkan Magelang sebagai Kota Perdagangan dan Jasa yang Berdaya Saing, Berkarakter dan Berkelanjutan. Dalam hal ini, perdagangan yang akan dikembangkan di Kota Magelang merupakan perdagangan skala mikro meliputi potensi UMKM, Ekonomi Kreatif, Industri rumahan dan sebagainya yang juga bertujuan untuk mendukung aktivitas pariwisata seperti pengoptimalan pusat oleh-oleh berbasis UMKM pada kawasan wisata. Sektor jasa juga turut dikembangkan untuk mendukung aktivitas pariwisata seperti penyediaan akomodasi bagi pengunjung, dan sebagainya. Selain itu, untuk mendukung peningkatan sektor perdagangan dan jasa di Kota Magelang dengan memanfaatkan lokasi strategis, maka dapat dilakukan pembangunan hub-logistik berbasis jalan raya sebagai generator (vibrant) untuk meningkatkan perekonomian daerah.
Sumber: Analisis Tim Penyusun RPJPD Kota Magelang, 2024Gambar 5.6 Peta Strategi Pengembangan Wilayah
Integrasi antara sektor pariwisata, perdagangan dan jasa sebagai sektor potensial bertujuan untuk meningkatkan pendapatan daerah sebagai modal dalam pembangunan. Berdasarkan kondisi eksistingnya, pengembangan wilayah Kota Magelang cenderung terpusat pada wilayah tengah dan selatan. Sehingga, sebagai bentuk upaya pemerataan pembangunan, strategi pengembangan wilayah Kota Magelang sebagai pusat pelayanan pariwisata, perdagangan dan jasa di Kawasan Purwomanggung diarahkan pada wilayah bagian utara Kota Magelang.
Pengoptimalan sektor pariwisata dalam hal ini tidak hanya terkait potensi daya tarik wisata, namun juga difokuskan pada 7A of tourism yaitu penyediaan amenitas, aksesibilitas dan atraksi yang dipertajam dengan penguatan activities, attitude, ambience dan accelerator. Dengan memanfaatkan potensi limpahan wisatawan dari daerah sekitar, terutama dari KSPN Borobudur dapat menjadi stimulan pertumbuhan sektor-sektor lainnya khususnya pada sektor perdagangan dan jasa. Mengingat keterbatasan lahan yang ada di Kota Magelang, maka strategi tersebut dapat digunakan untuk menarik wisatawan yang berwisata di daerah sekitar Kota Magelang untuk memilih akomodasi yang ada di Kota Magelang.
5.3 Sasaran Pokok
Sasaran pokok RPJPD Kota Magelang Tahun 2025-2045 merupakan gambaran rangkaian kinerja daerah dalam pencapaian pembangunan yang menggambarkan terwujudnya visi RPJPD Kota Magelang Tahun 2025-2045 pada setiap tahapan dan diukur dengan menggunakan indikator kinerja yang bersifat progresif. Dalam rangka mewujudkan visi dan misi pembangunan daerah Kota Magelang Tahun 2025-2045 ditetapkan 5 (lima) sasaran pokok dengan 15 (lima belas) arah pembangunan daerah Kota Magelang. Visi pembangunan Kota Magelang yang akan diwujudkan pada jangka panjang dijabarkan dalam misi, sasaran pokok, dan arah pembangunan daerah. Penjabaran misi, sasaran pokok, dan arah pembangunan dijelaskan sebagai berikut.
Mewujudkan sumber daya manusia yang unggul dilakukan dengan memastikan penyediaan layanan dasar secara merata dan inklusif, terutama penyediaan akses pendidikan yang semakin inklusif, kesehatan untuk semua, dan perlindungan sosial. Misi ini dilakukan dalam rangka pencapaian sasaran pokok Terwujudnya masyarakat yang berwawasan luas, berdaya saing dan berbudaya. Pencapaian sasaran pokok difokuskan pada lima arah pembangunan meliputi: Kesehatan untuk semua; Pendidikan berkualitas secara inklusif; dan Perlindungan sosial yang adaptif; Keluarga berkualitas, kesetaraan gender dan masyarakat inklusif serta Pemajuan kebudayaan dan pendidikan karakter. Upaya yang dilakukan pada arah pembangunan di atas adalah:
Kesehatan untuk semua dilakukan dengan upaya penguatan, pengembangan dan pemantapan akses dan mutu pelayanan kesehatan melalui peningkatan kualitas dan ketersediaan sumber daya manusia kesehatan; pemenuhan sarana dan prasarana kesehatan sesuai standar; pencegahan, pengobatan, dan pengendalian penyakit menular dan tidak menular; pemenuhan ketahanan gizi masyarakat; dan pemenuhan jaminan kesehatan kepada seluruh warga Kota Magelang serta penyiapan dan peningkatan SDM jasa kesehatan unggulan untuk mendukung penguatan peran jasa kesehatan.
Pendidikan Berkualitas secara Inklusif dilakukan dengan upaya Penguatan, pengembangan dan akselerasi akses dan mutu pendidikan melalui peningkatan standar kompetensi semua jenjang pendidikan, pemenuhan ketersediaan sarana prasarana pendidikan dan penguatan kualitas dan ketersediaan guru dan tenaga kependidikan, penguatan kurikulum pendidikan karakter dan muatan lokal serta percepatan pelaksanaan sekolah inklusi.
Perlindungan Sosial yang adaptif dilakukan dengan upaya penguatan peningkatan dan pengembangan jenis perlindungan sosial yang adaptif, terintegrasi, dan inklusif bagi seluruh kelompok masyarakat, khususnya bagi kelompok marginal dan rentan, dengan mengoptimalkan sistem pendataan yang terintegrasi agar tepat sasaran, tepat guna dan efisien.
Keluarga Berkualitas, Kesetaraan Gender dan Masyarakat Inklusif dilakukan dengan upaya penguatan, peningkatan dan pemantapan perencanaan keluarga didasarkan pada prinsip keluarga berkualitas, penguatan pengarusutamaan gender dengan menumbuhkan kesadaran terhadap isu kekerasan dan inklusivitas, penerapan pendidikan dan pelatihan tentang kesetaraan gender dan pencegahan kekerasan serta pelibatan berbagai komunitas perlindungan.
Pemajuan Kebudayaan dan Pendidikan Karakter dilakukan dengan upaya penguatan dan pemantapan SDM berkarakter budaya melalui implementasi muatan lokal.
Mewujudkan perekonomian daerah yang inklusif, tangguh dan berdaya saing dilakukan dengan proses secara menerus untuk mendorong sektor-sektor ekonomi yang saat ini memiliki produktivitas rendah menjadi sektor-sektor ekonomi yang memiliki produktivitas tinggi. Misi ini dilakukan dalam rangka mencapai sasaran pokok terwujudnya perekonomian daerah yang berdaya saing, inklusif, dan berkelanjutan. Pencapaian sasaran pokok difokuskan pada arah pembangunan Iptek, Inovasi dan Produktivitas Ekonomi; Transformasi Digital; Integrasi Ekonomi Domestik dan Global; dan stabilitas ekonomi daerah. Upaya yang dilakukan pada arah pembangunan di atas yaitu:
Iptek, Inovasi dan Produktivitas Ekonomi dilakukan dengan upaya penguatan, peningkatan dan pengembangan infrastruktur IPTEK dan ekosistem inovasi dalam industri pengolahan serta sektor akomodasi makan dan minum, pengembangan ekosistem ekonomi kreatif, peningkatan iklim wirausaha, penguatan SDM dan kelembagaan koperasi serta BUMD, penyediaan dan penempatan lapangan kerja yang inklusif, serta peningkatan partisipasi angkatan kerja perempuan.
Transformasi Digital dilakukan dengan upaya Penguatan Infrastruktur Teknologi Informasi: Pengembangan jaringan internet berkecepatan tinggi dan peningkatan aksesibilitas; Digitalisasi UMKM: Membantu UMKM dalam mengadopsi teknologi digital untuk operasional, pemasaran dan penjualan yang berorientasi ekspor; Digitalisasi dan Otomatisasi: Implementasi teknologi digital, dalam proses industri; serta pemantapan transformasi digital.
Integrasi ekonomi domestik dan global dilakukan dengan upaya penguatan kondusifitas wilayah, penguatan ekosistem inovasi, akselerasi investasi daerah serta penguatan kolaborasi antar wilayah dalam rangka investasi bersama.
Stabilitas Ekonomi Makro dilakukan dengan upaya peningkatan potensi pendapatan daerah, penguatan Sumber daya manusia pada Badan Usaha Milik Daerah dan Penguatan Stabilitas Harga.
Meningkatkan ketahanan daerah dan lingkungan yang berkelanjutan dilakukan dalam rangka mencapai sasaran pokok Meningkatnya ketahanan daerah lingkungan yang berkelanjutan. Pencapaian sasaran pokok difokuskan pada arah pembangunan lingkungan hidup berkualitas; Ketahanan energi, air dan kemandirian pangan; resiliensi terhadap bencana dan perubahan iklim, ketenteraman dan ketertiban serta demokrasi substansial. Upaya yang dilakukan dalam arah pembangunan pada misi ini adalah sebagai berikut:
Lingkungan Hidup Berkualitas dilakukan dengan upaya Peningkatan sistem pengelolaan lingkungan hidup didukung penurunan GRK, adaptasi dan mitigasi iklim, serta meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam keberlanjutan lingkungan perkotaan; Peningkatan ketahanan pangan daerah melalui penyusunan strategi, koordinasi, kerja sama antara wilayah, kaderisasi petani dan infrastruktur yang andal.
Resiliensi Terhadap Bencana dan Perubahan Iklim dilakukan melalui upaya peningkatan ketahanan daerah terhadap bencana dan meningkatkan langkah dan strategi mendukung penurunan emisi GRK, mengembangkan teknologi efisiensi energi, pada sektor industri, transportasi dan gedung, serta penerapan dan pemantapan teknologi ramah lingkungan yang mendukung penurunan emisi GRK.
Ketenteraman dan Ketertiban serta demokrasi substansial dilakukan melalui upaya Terwujudnya stabilitas daerah dengan Penciptaan ketenteraman dan ketertiban dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat dan bersinergi dengan aparat penegak hukum; Kebijakan yang setara dan inklusif sebagai legitimasi birokrasi untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat dan perlindungan Hak Asasi Manusia.
Mewujudkan infrastruktur yang adaptif dan berwawasan lingkungan, dilakukan dalam rangka mewujudkan sasaran pokok terwujudnya yang adaptif dan berkelanjutan. Pencapaian sasaran pokok difokuskan pada arah pembangunan Akses Infrastruktur perkotaan berkelanjutan. Hal ini dilakukan dengan upaya peningkatan kualitas jalan dan jembatan, peningkatan kualitas dan kuantitas saluran drainase dan irigasi kota; peningkatan dan optimalisasi akses sanitasi dan air minum aman serta peningkatan perlindungan sumber air baku; monitoring dan evaluasi pelaksanaan perwujudan ruang serta penguatan pemanfaatan dan pengendalian ruang Pemerataan pembangunan kawasan perkotaan di kawasan strategis; penyediaan dan peningkatan hunian yang layak dan berkelanjutan didukung sarana prasarana pendukung lingkungan yang baik dan penyediaan dokumen perencanaan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman; perbaikan, akselerasi, pemantapan dan integrasi transportasi publik perkotaan yang andal dan berkeselamatan. Perbaikan, akselerasi, pemantapan dan integrasi konektivitas intern dan antar kawasan yang mendukung pengembangan kawasan; perbaikan konektivitas intern dan antar kawasan yang mendukung pengembangan kawasan.
Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dilakukan untuk mewujudkan sasaran pokok terwujudnya tata kelola pemerintahan yang berintegritas dan dinamis. Pencapaian sasaran pokok difokuskan pada arah pembangunan Regulasi dan Tata Kelola yang berintegritas adaptif dan kolaboratif. Arah pembangunan ini dilakukan dengan upaya Peningkatan, pengembangan dan akselerasi tata kelola pemerintahan yang berintegritas, adaptif, kolaboratif, dan bebas korupsi melalui peningkatan kualitas pelayanan publik, digitalisasi tata kelola pemerintahan dan kompetensi ASN, penguatan kelembagaan, kolaborasi dan kerja sama antar daerah dan pemangku kepentingan lainnya, serta penguatan manajemen pengawasan internal.
Keberhasilan atas misi, sasaran pokok dan arah pembangunan melalui indikasi upaya yang dilakukan ditunjukkan melalui Indikator Utama Pembangunan sebagaimana tabel berikut:
Tabel 5.1 Indikator Utama Pembangunan (IUP) pada RPJPD Kota Magelang, 2025-2045
No
Misi
Sasaran Pokok
Arah Pembangunan
Indikator Utama Pembangunan
Satuan
Baseline 2025
Target
2025-2029
2030-2034
2035-2039
2040-2045
1
Mewujudkan sumber daya manusia yang unggul
Terwujudnya masyarakat yang berwawasan luas, berdaya saing dan berbudaya
Kesehatan untuk Semua
Usia Harapan Hidup (UHH)
Tahun
77,38
78,97
80,56
82,15
83,72
Jumlah Kasus Kematian Ibu
Kasus
0
0
0
0
0
Prevalensi stunting (pendek dan sangat pendek) pada balita
%
12,56
10,25
7,94
5,63
3,31
Cakupan penemuan dan pengobatan kasus tuberkulosis (treatment coverage)
Persentase siswa yang mencapai standar kompetensi minimum pada asesmen tingkat nasional (seluruh jenjang):
a. Literasi membaca SD / sederajat
%
80,45
85,45
89,02
92,59
94,73
b. Literasi membaca SMP / sederajat
%
88,94
90,73
92,17
93,60
95,02
c. Numerasi SD / sederajat
%
62,22
70,97
79,72
84,97
99,74
d. Numerasi SMP / sederajat
%
82,72
85,30
87,88
90,46
93,04
Rata-rata lama sekolah penduduk usia di atas 15 tahun
Tahun
11,13
11,50
11,77
12,04
12,38
Harapan Lama Sekolah
Tahun
14,95
15,75
16,58
17,36
18,00
Proporsi Penduduk berusia 15 tahun ke atas yang berkualifikasi pendidikan tinggi
%
20,89
23,09
25,29
27,48
29,70
Angka partisipasi sekolah 5-6 tahun
%
89,07
90,80
93,53
97,26
100
Perlindungan Sosial yang Adaptif
Cakupan Kepesertaan Jaminan Sosial ketenagakerjaan
%
46,53
51,53
56,53
61,53
67,53
Tingkat Kemiskinan
%
5,00 - 5,70
3,80 - 4,50
2,60 - 3,30
1,40 - 2,10
0,00 - 0,42
Pemajuan Kebudayaan dan Pendidikan Karakter
Persentase satuan pendidikan yang mempunyai guru mengajar mulok bahasa daerah / seni budaya dan mengarus-utamakan kebudayaan
%
21,28
42,55
63,83
85,11
100
Persentase Cagar Budaya (CB) dan Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) yang dilestarikan
%
26,42
30,16
32,88
34,94
36,56
Jumlah pengunjung tempat bersejarah
Ribu Orang
440
530
755
1.000
1.125
Persentase kelompok kesenian yang aktif terlibat / mengadakan pertunjukan kesenian dalam 1 tahun terakhir
%
27,36
29,72
32,08
33,96
36,32
Tingkat pemanfaatan perpustakaan
%
2,91
3,49
4,07
4,65
5,25
Keluarga Berkualitas, Kesetaraan Gender, dan Masyarakat Inklusif
Indeks Pembangunan Keluarga (iBangga)
Angka
65,34
68,46
72,35
76,24
80,91
Indeks Ketimpangan Gender
Angka
0,244
0,228
0,208
0,192
0,174
2
Mewujudkan perekonomian daerah yang inklusif, tangguh dan berdaya saing
Terwujudnya perekonomian daerah yang berdaya saing, inklusif, dan berkelanjutan
Iptek, Inovasi, dan Produktivitas Ekonomi
Rasio PDRB Industri Pengolahan
%
16,78
17,19
17,88
18,58
19,56
Rasio PDRB Akomodasi Makan dan Minum
%
6,73
7,27
8,17
9,06
9,96
Jumlah Tamu Wisatawan Mancanegara
Orang
1.800
9.558
11.088
12.843
18.045
Rasio Kewirausahaan Daerah
%
4,95
7,96
10,97
13,98
16,99
Rasio Volume Usaha Koperasi terhadap PDRB
%
3,63
5,32
7,10
8,88
10,66
Return on Asset (ROA) BUMD
%
1,42
2,00
3,00
4,00
5,16
Tingkat Pengangguran Terbuka
%
5,02 - 4,72
5,02 - 4,72
4,72 - 4,42
4,42 - 4,12
2,54
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Perempuan
%
59,86
60,30
61,86
63,86
73,18
Distribusi pengeluaran berdasarkan kriteria bank dunia
Angka
16,67 - 16,87
18,17 - 20,17
19,67 - 21,67
21,17 - 23,17
22,67 - 24,87
Kapabilitas Inovasi
Angka
3,70
4,00
4,50
5,00
5,00
Transformasi Digital
Persentase Rumah Tangga dengan Akses Internet
%
96,59
97,69
98,52
99,14
99,76
Integrasi Ekonomi Domestik dan Global
Pembentukan Modal Tetap Bruto (% PDRB)
%
47,72
46,53
45,34
44,15
42,95
Stabilitas Ekonomi Makro Daerah
Rasio Pajak Daerah terhadap PDRB
%
0,71
0,93
1,15
1,37
1,60
Total Dana Pihak Ketiga pada Bank Milik Kabupaten Kota/ PDRB
%
1,99
2,03
2,10
2,16
2,20
Total Kredit pada Bank Milik Kabupaten Kota/ PDRB
%
1,82
1,86
1,91
1,96
2,02
Disparitas Harga
%
±10
±10
±10
±10
±10
3
Meningkatkan ketahanan daerah dan lingkungan yang berkelanjutan
Meningkatnya ketahanan daerah lingkungan yang berkelanjutan
Lingkungan Hidup Berkualitas
Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH)
Angka
71,44
71,48
71,53
71,57
71,62
Timbulan sampah terolah di Fasilitas Pengolahan Sampah
%
19,95
37,50
54,90
72,50
90,00
Ketahanan Energi, Air dan kemandirian Pangan
Prevalensi Ketidakcukupan Konsumsi Pangan (Prevalence of Undernourishment)
%
9,67
7,99
5,61
3,69
2,27
Indeks Ketahanan Pangan (IKP)
Angka
91,56
92,50
93,45
94,39
95,22
Resiliensi terhadap Bencana dan Perubahan Iklim
Indeks Resiko Bencana (IRB)
Angka
98,25
89,51
80,56
75,29
70,95
Penurunan Emisi GRK Kumulatif
Ton CO2-eq
154.992,13
2.810.026,46
5.465.060,59
8.120.094,72
10.775.129,40
Ketentraman dan Ketertiban, serta Demokrasi Substansial
Jumlah Kejadian Konflik SARA
Kali
0
0
0
0
0
4
Mewujudkan infrastruktur yang adaptif dan berwawasan lingkungan
Terwujudnya infrastruktur yang adaptif dan berkelanjutan
Akses infrastruktur perkotaan berkelanjutan
Rumah Tangga dengan Akses Hunian layak
%
76,16
78,00
87,15
96,30
100,00
Persentase Panjang Jalan kondisi permukaan mantap kewenangan kab/kota
%
85,41
86,50
87,50
88,50
89,50
Persentase kelengkapan jalan yang telah terpasang terhadap kondisi ideal pada jalan kab/kota
%
86
87
88
89
90
Akses Rumah Tangga perkotaan terhadap Air Siap Minum Perpipaan
%
89,10
91,80
93,50
96,20
100,00
Rumah Tangga dengan Akses Sanitasi aman
%
17,22
81
92
92
96
5
Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik
Terwujudnya tata kelola pemerintahan yang berintegritas dan dinamis
Regulasi dan Tata Kelola yang Berintegritas, Adaptif dan Kolaboratif
Indeks Reformasi Birokrasi
Angka
84,87
85
88
90
92
Indeks Reformasi Hukum
Angka
80
85
90
92,50
95
Indeks Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik
Angka
3,37
4,00
4,50
5,00
5,00
Indeks Pelayanan Publik
Angka
3,72
4,36
4,68
5,00
5,00
Indeks Integritas Nasional
Angka
82,34
85
89
93
98,63
Sumber: Tim Penyusun, 2024
6 PENUTUP
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah Kota Magelang Tahun 2025–2045 yang berisi visi, misi, dan arah pembangunan Kota Magelang, merupakan pedoman bagi pemerintah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan jangka panjang daerah 20 (dua puluh) tahun ke depan. RPJP Daerah juga menjadi arah dan pedoman di dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah dan penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) setiap tahunnya selama periode tersebut di atas. Selain itu, juga sebagai koridor dalam penyusunan visi, misi dan program calon Walikota dalam kurun waktu 5 (lima) tahunan.
Untuk mewujudkan konsistensi dan kesinambungan pembangunan berdasarkan RPJPD Kota Magelang Tahun 2025-2045, maka pelaksanaan RPJPD Kota Magelang 2025-2045 memperhatikan kaidah pelaksanaan meliputi:
Konsistensi perencanaan dan pendanaan disertai manajemen risiko untuk memastikan perencanaan yang berkualitas, kesesuaian pelaksanaan pembangunan dengan perencanaan, serta ketersediaan pendanaan dan pemanfaatannya secara optimal, didukung dengan penguatan mekanisme pengambilan keputusan yang tepat;
Kerangka pengendalian yang kontinu dan partisipatif dengan memanfaatkan sistem elektronik terpadu dan tata kelola data pembangunan, dengan ruang lingkup meliputi pengendalian perencanaan berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan rencana jangka menengah dan pendek serta pemantauan terhadap rencana tindak pengendalian dalam proses manajemen risiko;
Sistem insentif untuk mendorong partisipasi aktif semua unsur pelaku pembangunan meliputi unsur pemerintah dan nonpemerintah seperti dunia usaha, lembaga penelitian, akademisi dan kelompok masyarakat lainnya;
Mekanisme perubahan yang dapat dilakukan pada saat terjadi dinamika pembangunan akibat terjadinya faktor yang tidak dapat dikendalikan dengan tetap berdasarkan pada evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan; serta
Komunikasi untuk mewujudkan sistem pemerintahan yang dinamis, transparan, responsif dan komunikatif melalui berbagai metode komunikasi yang efektif dalam pelaksanaan RPJPD Kota Magelang Tahun 2005-2045.
Pelaksanaan RPJPD Tahun 2025-2045 akan lebih optimal dalam mewujudkan visi misi jangka panjang didukung dengan kapasitas pembiayaan yang memadai. Peningkatan kapasitas pembiayaan daerah dilakukan melalui pengembangan pembiayaan daerah alternatif dan kreatif, serta optimalisasi layanan jasa jasa sektor keuangan.
Berkaitan dengan hal tersebut diperlukan dukungan, kesungguhan, tanggung jawab, semangat gotong royong, komitmen serta peran aktif berbagai pihak di Kota Magelang dalam mewujudkan visi dan misi pembangunan daerah Kota Magelang tahun 2025-2045 yaitu Magelang Kota Perdagangan dan Jasa yang Berdaya Saing, Berkarakter dan Berkelanjutan, akan dapat mendukung perwujudan visi pembangunan Indonesia Emas 2045.
RKPD Kota Magelang Tahun 2025 merupakan perencanan tahun keempat RPJMD Kota Magelang Tahun 2021-2026 untuk mencapai Visi Kota Magelang Maju Sehat dan Bahagia. Pada tahun 2025 tema yang diusung adalah “PEMANTAPAN UNTUK MAJU, SEHAT DAN BAHAGIA”. Tema ini diarahkan untuk pengembangan daya saing daerah didukung dengan masyarakat yang berdaya. Untuk sinergitas perencanaan, maka RKPD Kota Magelang tahun 2025 juga disusun dengan berpedoman pada RPJMN Tahun 2020-2025, Rencana Kerja Pemerintah tahun 2025, Rencana Kerja Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2025, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Magelang tahun 2011-2031, serta dokumen perencanaan sektoral lainnya.
RKPD Kota Magelang tahun 2025 yang disusun tahun 2024 untuk dilaksanakan di tahun 2025 dengan memperhatikan hasil evaluasi pelaksanaan perencanaan pembangunan tahun 2023. Rencana kerja pemerintah daerah ini menjadi acuan perangkat daerah dalam menyusun Rencana Kerja Perangkat Daerah tahun 2025. Rancangan Akhir RKPD Kota Magelang Tahun 2025 akan ditetapkan dengan Peraturan Walikota Magelang tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kota Magelang Tahun 2025 akan menjadi pedoman penyusunan Rancangan Kebijakan Umum APBD (KUA) serta Rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Kota Magelang yang selanjutnya akan menjadi landasan dalam penyusunan rancangan APBD Kota Magelang Tahun 2025.
1.1.1 Proses Penyusunan
Proses penyusunan RKPD Kota Magelang Tahun 2025 dilaksanakan secara runtut dalam 6 (enam) tahapan yaitu: persiapan penyusunan RKPD; penyusunan rancangan awal RKPD; penyusunan rancangan RKPD, pelaksanaan musrenbang RKPD, perumusan rancangan akhir RKPD, dan penetapan RKPD. Tahap pertama yang dilakukan adalah tahap persiapan penyusunan yang meliputi pembentukan Tim Penyusun RKPD, orientasi mengenai RKPD, penyusunan agenda kerja Tim Penyusun RKPD, serta penyiapan data dan informasi perencanaan pembangunan daerah.
Penyusunan RKPD 2025 diawali dengan perumusan Rancangan Awal RKPD, dilanjutkan dengan perumusan Rancangan RKPD yang pada dasarnya memadukan materi pokok yang telah disusun dalam Rancangan Awal RKPD dengan tema tahun perencanaan serta arah kebijakan nasional dan provinsi. Elaborasi dilakukan terhadap isu-isu strategis dan prioritas kebijakan dari pemerintah pusat dan provinsi untuk diselaraskan dengan program-program prioritas yang dihasilkan dari penelaahan Rancangan Renja Perangkat Daerah. Proses teknokratis ditempuh melalui kegiatan-kegiatan rapat koordinasi tim penyusun, pelaksanaan Forum OPD, pelaksanaan Focused Group Discussion, penelaahan Pokok-Pokok Pikiran DPRD serta hasil konsultasi publik dan musrenbang yang dilaksanakan di Kelurahan dan Kecamatan.
Tahapan pelaksanaan Forum Perangkat Daerah dilaksanakan untuk memastikan dan mengkonfirmasi hasil Musrenbang Kelurahan dan Kecamatan, serta usulan saran masukan hasil FGD yang diakomodir oleh Perangkat Daerah terkait sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Hasil Musrenbang Kelurahan dan Kecamatan serta Berita Acara Hasil FGD. Forum Perangkat Daerah juga dilaksanakan untuk mengkonfirmasi telaah Pokok-Pokok Pikiran DPRD yang diperoleh dari penjaringan aspirasi masyarakat melalui Reses yang dilaksanakan pada tahun 2023. Tahap selanjutnya adalah melaksanakan verifikasi rencana kerja perangkat daerah untuk memastikan integrasi program dan kegiatan prioritas, dengan tujuan pokok adalah menyangkut kesamaan materi antara program dan kegiatan prioritas pada rancangan RKPD telah sama dengan muatan nama program dan kegiatan prioritas tiap-tiap Perangkat Daerah, termasuk konfirmasi tentang indikator kinerjanya, serta untuk memastikan agar program dan kegiatan prioritas telah sepenuhnya tercantum dalam rancangan Renja Perangkat Daerah.
Dokumen rancangan RKPD menjadi bagian dari materi Musrenbang tingkat Kota Magelang yang merupakan forum konfirmasi atas keseluruhan hasil Musrenbang di tingkat kelurahan dan kecamatan serta hasil rancangan Renja Perangkat Daerah yang telah terverifikasi. Berdasarkan Berita Acara Hasil Kesepakatan Musrenbang kemudian dilakukan penyelarasan Rancangan RKPD menjadi Rancangan Akhir RKPD dengan memperhatikan Rancangan RKPD Provinsi Jawa Tengah dan Rancangan RKP serta hasil konsultasi dan evaluasi RKPD oleh Bappeda Provinsi Jawa Tengah. Hasil Penyelarasan Akhir ini dikonsultasikan kepada TAPD sebelum ditetapkan dengan Peraturan Walikota. Proses perumusan RKPD Kota Magelang Tahun 2025 sebagaimana gambar berikut:
Sumber: diolah tim penyusun RKPDGambar 1.1 Bagan Alir Tahapan Penyusunan RKPD Kota Magelang Tahun 2025
1.1.2 Prinsip dan Pendekatan Penyusunan
Untuk memastikan output hasil penyusunan RKPD adalah berkualitas, taat regulasi dan operasional, maka penyusunan dokumen RKPD Kota Magelang Tahun 2025 dilaksanakan dengan berpegang pada prinsip penyusunan rencana pembangunan daerah sebagai berikut:
Tabel 1.1 Prinsip Penyusunan RKPD Kota Magelang Tahun 2025
PRINSIP
INDIKATOR
Merupakan satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional
Konsistensi dan sinergitas perencanaan pembangunan daerah Kota Magelang (RKPD) tahun 2025 dengan RKPD Provinsi Jawa Tengah dan Rencana Kerja Pemerintah
Dilakukan pemerintah daerah bersama para pemangku kepentingan berdasarkan peran dan kewenangan masing-masing
Pelibatan para pemangku kepentingan pada proses penyusunan dokumen perencanaan melalui Musrenbang berjenjang dari tingkat Kelurahan, Kecamatan, dan Tingkat Kota; forum konsultasi publik, dan “focused group discussion”
Mengintegrasikan rencana tata ruang dengan rencana pembangunan daerah
Pendekatan yang berorientasi pada substansi, dengan penyusunan rencana kerja yang diperjelas lokasi kegiatan sesuai dengan RTRW sebagaimana Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Perda Nomor 4 Tahun 2012 tentang tentang RTRW 2011-2031, pembangunan kewilayahan Propinsi Jawa Tengah dan Nasional
Dilaksanakan berdasarkan kondisi dan potensi yang dimiliki masing-masing daerah, sesuai dinamika perkembangan daerah dan nasional
Penetapan urutan kegiatan sebagai prioritas pembangunan disusun berdasarkan pada data potensi dan kebutuhan lokasi kegiatan, serta menyesuaikan dengan dinamika perkembangan daerah dan nasional
Sumber: diolah tim penyusun RKPD
Sementara itu pendekatan penyusunan RKPD Kota Magelang Tahun 2025 dilakukan dengan pendekatan yang berorientasi pada proses yaitu pendekatan teknokratik, politik, bottom up/top down serta partisipatif, serta pendekatan yang berorientasi pada substansi yaitu pendekatan tematik-holistik, integratif, dan spasial. Detil konfigurasi pendekatan proses penyusunan RKPD Kota Magelang Tahun 2025 adalah sebagaimana Tabel 1.2 dan Tabel 1.3:
Tabel 1.2 Pendekatan Penyusunan RKPD Kota Magelang Tahun 2024 yang Berorientasi pada Proses
KRITERIA
PARAMETER
DARI BAWAH (BOTTOM-UP)
Usulan dari Musrenbang berjenjang dari tingkat Kelurahan, tingkat Kecamatan, dan Tingkat Kota.
Partisipasi masyarakat dan pemangku kepentingan dalam proses penyusunan dokumen perencanaan
DARI ATAS (TOP-DOWN)
Sinkronisasi Prioritas Daerah dalam RKPD Kota Magelang Tahun 2025, Prioritas Provinsi Jawa Tengah dalam RKPD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2025 dan Prioritas Nasional dalam RKP 2025.
Sinergitas program dan kegiatan dalam RKPD Kota Magelang Tahun 2025, RKPD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2025 dan RKP Tahun 2025.
TEKNOKRATIK
Dilaksanakan dengan menggunakan metode dan kerangka berpikir ilmiah untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan Daerah.
Ketersediaan dan kelengkapan sumber data dan informasi dalam penyusunan RKPD Kota Magelang Tahun 2025.
Kapasitas Perencana Daerah dalam Penyiapan RKPD Kota Magelang Tahun 2025.
Mendasarkan pada hasil evaluasi kinerja RKPD periode tahun 2023.
PARTISIPATIF
Dilaksanakan dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan yang dilaksanakan melalui forum-forum yang diselenggarakan seperti Musrenbang dan Konsultasi Publik
POLITIK
Dilaksanakan dengan menerjemahkan visi dan misi kepala Daerah terpilih yang dijabarkan dalam dokumen perencanaan pembangunan jangka menengah yang dibahas bersama dengan DPRD.
Melakukan telaah terhadap pokok-pokok pikiran DPRD Kota Magelang hasil penjaringan aspirasi masyarakat yang dilaksanakan saat reses pada tahun 2023.
Sumber: diolah tim penyusun RKPD
Tabel 1.3 Pendekatan Substansi RKPD Kota Magelang Tahun 2025
PENDEKATAN
PARAMETER
HOLISTIK-TEMATIK
Dilaksanakan dengan mempertimbangkan keseluruhan unsur/ bagian/ kegiatan pembangunan sebagai satu kesatuan faktor potensi, tantangan, hambatan dan/atau permasalahan yang saling berkaitan satu dengan lainnya
INTEGRATIF
Menyatukan beberapa kewenangan kedalam satu proses terpadu dan fokus yang jelas dalam upaya pencapaian tujuan pembangunan Daerah
SPASIAL
Dilaksanakan dengan mempertimbangkan dimensi keruangan dalam perencanaan
Sumber: diolah tim penyusun RKPD
1.2 LANDASAN HUKUM
Landasan hukum yang digunakan dalam penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kota Magelang Tahun 2025 ini adalah:
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kota Kecil dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1954 tentang Pengubahan Undang-Undang Nomor 16 dan 17 Tahun 1950 tentang Pembentukan Kota-Kota Besar dan Kota-Kota Kecil di Jawa;
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah;
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025;
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik;
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik;
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah;
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-Undangan;
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara;
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang;
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan;
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang;
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah;
Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan;
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Laporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah;
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan;
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota;
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Organisasi Perangkat Daerah;
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal;
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;
Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 2019 tentang Laporan dan Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;
Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2015 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan;
Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 Tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan;
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi;
Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi Kawasan Kendal-Semarang-Salatiga-Demak-Grobogan, Kawasan Purworejo-Wonosobo-Magelang-Temanggung, dan Kawasan Brebes-Tegal-Pemalang;
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024;
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional;
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan;
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik; Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2020 tentang Standar Harga Satuan Regional
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005-2025;
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2019 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2018-2024;
Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Magelang Tahun 2005-2025;
Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 3 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah;
Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 4 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Magelang Tahun 2011-2031;
Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah;
Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 4 Tahun 2021 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Magelang Tahun 2021-2026;
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Daerah;
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah;
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian Dan Evaluasi Pembangunan Daerah, Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, Serta Tata Cara Perubahan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah;
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 100 Tahun 2018 tentang Penerapan Standar Pelayanan Minimal
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 70 Tahun 2019 tentang Sistem Informasi Pemerintahan Daerah;
Peraturan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 90 Tahun 2019 tentang Klasifikasi, Kodefikasi dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan Dan Keuangan Daerah yang dimutakhirkan beberapa kali terakhir dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 900.1.15.5-1317 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 050-5889 Tahun 2021 tentang Hasil Verifikasi, Validasi dan Inventarisasi Pemutakhiran Klasifikasi, Kodefikasi dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah;
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2019 tentang Laporan dan Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah;
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor … Tahun 2024 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah Tahun 2025.
1.3 HUBUNGAN ANTAR DOKUMEN
Dalam melaksanakan pembangunan daerah, maka didahului dengan perencanaan pembangunan daerah yang menghasilkan rencana pembangunan daerah dan rencana perangkat daerah. Menurut periodisasinya, rencana pembangunan daerah terdiri dari rencana jangka panjang untuk periode 20 (dua puluh) tahun yaitu RPJPD, rencana jangka menengah untuk periode 5 (lima) tahun yaitu RPJMD, dan rencana kerja tahunan untuk periode 1 (satu) tahun yaitu RKPD. Sedangkan rencana perangkat daerah terdiri dari rencana strategis (renstra) perangkat daerah dan rencana kerja (renja) perangkat daerah. Hubungan antar dokumen sebagaimana Gambar 1.2 berikut ini.
Sumber: UU No 25 Tahun 2004Gambar 1.2 Hubungan Antar Dokumen Perencanaan dan Penganggaran lainnya
Sebagai pengejawantahan pendekatan perencanaan yang berorientasi pada substansi, maka aspek keruangan (spasial) menjadi hal yang utama, sehingga dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Magelang Tahun 2011-2031 terutama struktur dan pola ruang menjadi acuan dalam penyusunan RKPD 2025. Demikian pula dengan telaah terhadap usulan Musrenbang dan Pokok-Pokok Pikiran DPRD memperhatikan pada lokasi yang jelas, serta data kebutuhan penanganan permasalahan terutama kemiskinan dan kawasan kumuh yang prioritas kebutuhannya telah dituangkan dalam peta sehingga akomodasi usulan akan memperhatikan prioritas berdasarkan lokasi yang jelas.
Kedudukan RKPD terhadap RTRW sebagaimana tertuang dalam Gambar 1.3 berikut ini.
Sumber: diolah tim penyusun RKPDGambar 1.3 Kedudukan Dokumen RKPD Kota Magelang dengan Dokumen Perencanaan dan Spasial
Secara lengkap penjelasan masing-masing dokumen yang terkait dengan penyusunan RKPD Kota Magelang Tahun 2025 adalah sebagai berikut:
RPJM Nasional Benang merah perencanaan pembangunan Pusat dan Daerah untuk mewujudkan sinergitas dengan perencanaan pembangunan Nasional adalah dengan merujuk pada RPJMN 2025-2029 dengan tema tertentu. Perhatian utama adalah kepada Agenda Pembangunan RPJMN 2025-2029 yang saat ini masih dalam kerangka penyusunan.
Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2025 RKPD Kota Magelang Tahun 2025 merujuk pada RKP Tahun 2025 dan program strategis nasional yaitu penyelarasan prioritas pembangunan daerah, program serta kegiatan tahunan daerah dengan tema, agenda pembangunan dan sasaran pengembangan wilayah dalam RKP serta program strategis lainnya. Hal ini merupakan manifestasi dari upaya mewujudkan sinergitas kebijakan dan dukungan pembangunan daerah Kota Magelang kepada kebijakan nasional. Pemerintah Kota Magelang berupaya semaksimal mungkin agar target-target pembangunan nasional dapat tercapai dengan kontribusi yang diberikan dari pembangunan di Kota Magelang Tahun 2025 sebagaimana ditetapkan dalam RPJMN tahun 2025-2029.
1.3.1 RTRW Kota Magelang Tahun 2011-2031
Sebagaimana amanat Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 Tahun 2017, bahwa dalam pendekatan penyusunan RKPD yang berorientasi pada substansi, salah satunya adalah melalui pendekatan spasial yaitu dengan mempertimbangkan dimensi keruangan dalam perencanaan. Oleh karena itu penyusunan RKPD Kota Magelang Tahun 2025 secara konsisten memperhatikan Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 4 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Magelang Tahun 2011-2031, guna mewujudkan pembangunan yang komprehensif, berwawasan lingkungan dengan ketaatan terhadap struktur dan pola ruang sehingga pemanfaatan ruang dalam pelaksanaan pembangunan dapat sesuai dengan perencanaan tata ruang.
Dengan demikian, pemanfaatan ruang konsisten dengan perencanaan tata ruang, tertib tata ruang, sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan melalui pengendalian pemanfaatan ruang dan pengawasan penataan ruang. Pada akhirnya tujuan-tujuan pembangunan daerah dapat tercapai, kesenjangan antar wilayah terkurangi, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan, namun sesuai dengan tata kelola fungsi keruangan wilayah. Perencanaan dan pelaksanaan pembangunan yang berpedoman pada dokumen penataan ruang akan mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, keseimbangan, dan perkembangan antar wilayah serta keserasian antar sektor.
1.3.2 RPJMD Kota Magelang
Arah kebijakan pembangunan pada tahun 2025 ditujukan untuk “Pemantapan Kota Magelang yang maju dan masyarakat kota yang sejahtera dan berbudaya”, dengan prioritas pada:
Pemantapan kesejahteraan masyarakat;
Pemantapan peran masyarakat sebagai mitra;
Pemantapan perlindungan sosial dalam penanganan fakir miskin;
Percepatan peningkatan kontribusi sektor unggulan dalam perekonomian daerah;
Penguatan perwujudan ruang kota layak huni;
Penguatan ketahanan daerah dan sosial budaya masyarakat;
Pemantapan layanan publik prima;
Penguatan daya saing daerah.
1.3.3 Rencana Pembangunan Sektoral
Penyusunan RKPD Kota Magelang Tahun 2025 juga memperhatikan beberapa dokumen pembangunan sektoral baik di tingkat nasional, provinsi maupun Kota Magelang. Beberapa dokumen rencana pembangunan sektoral di maksud antara lain: Pencapaian SDGS, RAD KLA, RAD HAM, Roadmap Reformasi Birokrasi, Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan, Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum, Master Plan Kampung Tematik, Masterplan Kebun Raya Gunung Tidar, Masterplan Aloon-Aloon, Masterplan Pemberdayaan Masyarakat, Strategi Penanggulangan Kemiskinan, RAD Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Provinsi Jawa Tengah, RAD Pengurangan Resiko Bencana dan Pedoman PUG di Jawa Tengah.
1.3.4 Rencana Kerja Perangkat Daerah
Dokumen perencanaan periode 1 (satu) tahunan di tingkat perangkat daerah, adalah Rencana Kerja Perangkat Daerah (Renja PD) yang memuat program, kegiatan, lokasi, dan kelompok sasaran yang disertai indikator kinerja dan pendanaan sesuai dengan tugas dan fungsi setiap Perangkat Daerah, yang disusun berpedoman kepada Renstra Perangkat Daerah dan RKPD, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.
Dalam menyusun Renja PD, Rancangan awalnya dibahas bersama dengan pemangku kepentingan dan forum perangkat daerah untuk mendapatkan saran dan pertimbangan. Perangkat Daerah melakukan koordinasi dan sinkronisasi dengan Bappeda untuk menjaga sinergitas substansinya dengan RKPD. Bappeda akan menindak lanjuti dengan verifikasi Renja PD untuk memastikan kesesuaian rancangan Renja PD dengan rancangan RKPD.
Rencana Strategis Perangkat Daerah (Renstra PD) yang merupakan perencanaan pembangunan perangkat daerah periode waktu 5 (lima) tahun, yang telah ditetapkan dengan peraturan kepala daerah menjadi pedoman kepala Perangkat Daerah dalam menyusun Renja Perangkat Daerah dan digunakan sebagai bahan penyusunan rancangan RKPD.
Penyusunan rancangan Renja PD merupakan tahapan awal yang harus dilakukan sebelum disempurnakan menjadi dokumen Renja PD yang definitif. Rancangan Rencana Kerja (Renja) PD Tahun 2025 sebagai bahan untuk penyusunan Rancangan RKPD Kota Magelang Tahun 2025.
1.4 MAKSUD DAN TUJUAN
1.4.1 Maksud
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kota Magelang Tahun 2025 disusun dengan maksud untuk:
Menentukan arah kebijakan pembangunan daerah Kota Magelang Tahun 2025;
Menetapkan program prioritas untuk seluruh urusan penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka mencapai target RPJMD Kota Magelang Tahun 2021-2026;
Menyediakan acuan resmi bagi Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam rangka menyusun Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) yang didahului dengan penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA), serta penentuan Prioritas dan Pagu Anggaran Sementara (PPAS) Tahun 2025;
Sebagai pedoman Penyusunan Rencana Kerja Perangkat Daerah (Renja PD) Tahun 2025.
1.4.2 Tujuan
Tujuan Penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Kota Magelang Tahun 2025 adalah untuk menciptakan sinergitas pelaksanaan pembangunan daerah antar wilayah, antar sektor pembangunan dan antar tingkat pemerintahan serta menciptakan efisiensi alokasi sumber daya dalam pembangunan daerah.
1.5 SISTEMATIKA RKPD
Sistematika Dokumen RKPD Kota Magelang Tahun 2025 sebagai berikut:
PERATURAN WALIKOTA
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bagian ini dijelaskan mengenai gambaran umum penyusunan rancangan RKPD 2025 yang memuat latar belakang penyusunan RKPD, landasan hukum, hubungan antar dokumen, maksud dan tujuan penyusunan, serta sistematika dokumen perencanaan RKPD, agar urgensitas dan kepentingan penyusunan serta sinergitas antar bab dapat dengan mudah dipahami.
BAB II
GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH
Menyajikan gambaran umum kondisi daerah tentang aspek geografi dan demografi, aspek kesejahteraan masyarakat, aspek layanan umum, dan aspek daya saing daerah; Evaluasi Pelaksanaan Program dan Kegiatan RKPD sampai Tahun Berjalan dan Realisasi RPJMD yang menguraikan tentang hasil evaluasi terhadap pelaksanaan RKPD tahun 2023 dengan memperhatikan substansi dokumen RPJMD 2021-2026 dan substansi dokumen RKPD tahun 2024, serta gambaran permasalahan pembangunan daerah yang disajikan menurut urusan.
BAB III
KERANGKA EKONOMI DAN KEUANGAN DAERAH
Memuat penjelasan tentang realisasi dan prediksi capaian indikator makro, kondisi ekonomi tahun 2023, prediksi 2025, yang antara lain mencakup indikator pertumbuhan ekonomi daerah; tantangan dan prospek perekonomian daerah; sumber-sumber pendapatan dan arah kebijakan keuangan daerah yang mencakup pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah yang diperlukan dalam pembangunan perekonomian daerah
BAB IV
SASARAN DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN DAERAH
Menyajikan perumusan prioritas dan sasaran pembangunan daerah berdasarkan hasil analisis terhadap hasil evaluasi pelaksanaan RKPD tahun 2023 dan capaian kinerja yang direncanakan, identifikasi isu strategis dan masalah mendesak di tingkat daerah dan nasional, rancangan kerangka ekonomi daerah beserta kerangka pendanaan, serta menyajikan persandingan tema dan arah kebijakan pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kota sebagai landasan dalam permusan prioritas dan sasaran pembangunan daerah.
BAB V
RENCANA KERJA DAN PENDANAAN DAERAH
Menyajikan rencana program dan kegiatan prioritas daerah yang disusun berdasarkan evaluasi pembangunan tahunan, kedudukan tahun rencana (RKPD) dan capaian kinerja yang direncanakan dalam RPJMD.
BAB VI
KINERJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
Menyajikan indikator kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah bertujuan untuk memberi panduan dalam pencapaian kinerja tahunan yang ditetapkan menjadi Indikator Kinerja Utama (IKU), Indikator Kinerja Daerah (IKD) maupun Indikator Kinerja Program pada akhir tahun perencanaan.
BAB VII
PENUTUP
Menyajikan penegasan bahwa dalam melaksanakan RKPD Kota Magelang Tahun 2025 diperlukan sinergisitas yang kokoh dan terpadu di jajaran pemerintah Kota Magelang, DPRD, pihak swasta dan seluruh lapisan masyarakat.
2 GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH
2.1 KONDISI UMUM DAERAH
2.1.1 Aspek Geografi Dan Demografi
2.1.1.1 Aspek Geografi
Analisis aspek geografi di Kota Magelang dilakukan agar karakteristik Kota Magelang sebagai sebuah wilayah dapat diketahui serta dapat memperdalam aspek pemanfaatan ruang geografi. Sementara itu untuk mengetahui struktur dari suatu masyarakat dan untuk menentukan jenis pendekatan yang dilakukan untuk berinteraksi dalam sebuah populasi masyarakat maka diperlukan analisis terhadap aspek demografi.
2.1.1.1.1 Letak, Luas, dan Batas Wilayah
Berdasarkan posisinya, secara astronomis Kota Magelang berada pada 7°26’0,622’-7°30’21,697” LS dan 110°11’56,012”- 110°14’14,075” BT. Posisi ini menjadikan Kota Magelang menjadi kota yang unik karena terletak tepat di tengah Pulau Jawa. Kota Magelang hanya menempati areal sebesar 0,66% dari keseluruhan luas Propinsi Jawa Tengah dan dikelilingi oleh Kabupaten Magelang. Batas wilayah Kota Magelang dengan Kabupaten Magelang seperti ditunjukkan pada gambar berikut.
Sumber : Permendagri No 64 Tahun 2017 Tentang Batas Daerah Kabupaten Magelang dengan Kota Magelang Provinsi Jawa TengahGambar 2.1 Batas Wilayah Kota Magelang dengan Kabupaten Magelang
Adapun posisi Kota Magelang di Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada Gambar 2.2 sebagai berikut:
Sumber: Tim Penyusun, 2024Gambar 2.2 Orientasi Kota Magelang Terhadap Provinsi Jawa Tengah
Dari tinjauan administratif Kota Magelang terletak di jalur persilangan lalu lintas ekonomi dan transportasi antara Semarang-Magelang-Yogyakarta dan Purworejo-Temanggung serta pada persimpangan jalur wisata lokal dan regional antara Yogyakarta–Borobudur–Kopeng-Ketep Pass-dataran tinggi Dieng. Posisi Kota Magelang berada di tengah Kabupaten Magelang, dengan batas wilayah sebagai berikut:
Utara : Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang
Timur : Sungai Elo dan Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang
Selatan : Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang
Barat : Sungai Progo dan Kecamatan Bandongan, Kabupaten Magelang
Kota Magelang terdiri dari 3 (tiga) kecamatan dan 17 (tujuh belas) kelurahan dengan luas wilayah sebesar 18,56 km². Adapun gambaran secara rinci luas wilayah setiap kelurahan dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Luas Kecamatan dan Kelurahan di Kota Magelang
No
Kecamatan dan Kelurahan
Luas / Area (ha)
Persentase (%)
1
KEC. MAGELANG SELATAN
714
38,46
1. Kel. Jurangombo Utara
64
3,45
2. Kel. Jurangombo Selatan
215
11,58
3. Kel. Magersari
157
8,46
4. Kel. Tidar Utara
109
5,87
5. Kel. Tidar Selatan
131
7,06
6. Kel. Rejowinangun Selatan
38
2,05
2
KEC. MAGELANG TENGAH
513
27,64
1. Kel. Magelang
124
6,68
2. Kel. Kemirirejo
87
4,69
3. Kel. Cacaban
86
4,63
4. Kel. Rejowinangun Utara
93
5,01
5. Kel. Panjang
35
1,89
6. Kel. Gelangan
88
4,74
3
KEC. MAGELANG UTARA
629
33,90
1. Kel. Wates
118
6,36
2. Kel. Potrobangsan
133
7,16
3. Kel. Kedungsari
133
7,16
4. Kel. Kramat Utara
99
5,35
5. Kel. Kramat Selatan
146
7,86
JUMLAH
1.856
100,00
Sumber: Berita Acara Hasil Verifikasi Teknis Kegiatan Penegasan Batas Desa/Kelurahan Kota Magelang No 13.3/PBW/IGD.04.05/9/2023
Untuk lebih jelasnya, batas administrasi dan luas wilayah dari masing-masing kelurahan dapat dilihat pada di bawah ini.
Sumber: Tim Penyusun, 2024Gambar 2.3 Peta Administrasi Kota Magelang
2.1.1.1.2 Topografi
Kota Magelang dikelilingi oleh Gunung Merapi, Merbabu, Sindoro dan Sumbing, Gianti, Menoreh, Andong dan Telomoyo. Bentang alamnya datar di tengah gunung berapi, tanahnya landai dan reliefnya kasar. Sedangkan jika dilihat dari ketinggiannya, Kota Magelang berada pada ketinggian antara 375 hingga 500 meter di atas permukaan laut, dan titik tertinggi Gunung Tidar berada di ketinggian 503 meter di atas permukaan laut. Keberadaan Gunung Tidar menjadi ciri khas Kota Magelang yang tidak dimiliki banyak daerah lain. Keberadaan Gunung Tidar selain sebagai kawasan lindung serta konservasi juga berfungsi sebagai paru-paru kota penyejuk iklim Kota Magelang.
Struktur fisik Kota Magelang kini membentang sepanjang jaringan jalan arteri. Dari kondisi fisik tersebut, proses alami pertumbuhan Kota Magelang berlanjut ke arah utara dan selatan pada kawasan terbangun dan kawasan dengan permukaan datar. Dengan kondisi seperti ini, permukiman biasanya berada pada kawasan datar, namun pada kondisi geografis yang terbatas tidak menutup kemungkinan berkembangnya permukiman akan mengarah pada kawasan dengan topografi tajam.
Sumber: RTRW Kota Magelang 2011-2031Gambar 2.4 Peta Topografi Kota Magelang
Kota Magelang termasuk dataran rendah dengan sudut kemiringan relatif bervariasi. Kemiringan topografi yang terjal berada di bagian barat (sepanjang Sungai Progo) dan di sebelah timur (di sekitar Sungai Elo) sampai dengan kemiringan 15-25%. Mayoritas wilayah kota Magelang ada pada tingkat kemiringan 2-15% dan mencapai luasan 62,79% dari luas wilayah Kota Magelang. Wilayah dengan tingkat kemiringan 2-15% memiliki medan yang landai dan berelief sedang-halus. Wilayah dengan kemiringan 2-15% ini berada di sekitar daerah timur kompleks AKMIL ke Utara hingga daerah di sekitar RSJ Magelang.
Tabel 2.2 Tabel Kemiringan Lereng
No
Kemiringan lereng
Luas (ha)
Persentase (%)
1
2 - 15°
1,164.671674
62.79
2
15 - 25°
421.3464476
22.72
3
25 - 40°
237.8845045
12.83
4
>40°
30.77723945
1.66
TOTAL
1,854.679865
100.00
Sumber: Dokumen RTRW Kota Magelang 2011-2031
Sumber : RTRW Kota Magelang 2011-2031Gambar 2.5 Pola Ketinggian Kota Magelang
2.1.1.1.3 Geologi
Kondisi geologi Kota Magelang tersusun dari batuan gunung api sehingga litologi yang menempati Kota Magelang sebagian besar batu pasir tufaan (lepas) dan breksi. Potensi kandungan tanah Kota Magelang sebagian besar berupa batu pasir lepas dan konglomerat hasil produksi gunung berapi yang merupakan endapan kwarter yang mempunyai sifat sangat poreous (kelulusan air tinggi), serta penurunan terhadap beban kecil, mendekati nol (0). Daya dukung terhadap bangunan berkisar antara 5kg/ cm2–19 kg/ cm².
Ditinjau dari satuan morfologi, pendataran alluvium tersebar sampai di bagian selatan dan tempat-tempat di pinggir Sungai Progo dan Sungai Elo. Tersusun oleh batuan hasil rombakan batuan yang lebih tua, yang bersifat lepas. Umumnya berada pada ketinggian antara 250 – 350 m, berelief halus dengan kemiringan sebesar 3-8 %. Daerah ini dialiri oleh Sungai Progo dan Sungai Elo yang mengalir dengan pola Sum Meander.
2.1.1.1.4 Hidrologi
Sumber air di Kota Magelang dapat digolongkan dari air pemukaan dan air tanah. Yang dimaksud dengan air permukaan adalah air yang terkumpul di atas tanah atau di mata air, sungai, danau, lahan basah dan laut. Air permukaan tidak lepas dari air bawah tanah. Siklus hidrologi akan membuat sumber air terbarukan. Namun walaupun air merupakan sumber daya yang terbarukan, jumlah yang tersedia digunakan manusia saat ini terutama di Kota Magelang dipengaruhi oleh beberapa ancaman, mulai dari polusi air, pertumbuhan perkotaan, perubahan lanskap, kekeringan dan perubahan iklim.
Air permukaan di Kota Magelang berupa sungai, saluran irigasi dan mata air. Kota Magelang memiliki 2 (dua) sungai yang cukup besar, yaitu Sungai Elo di sebelah timur dan Sungai Progo di sebelah barat. Kedua sungai tersebut juga menjadi batas alamiah yang menentukan letak administrasi Kota Magelang. Sedangkan potensi air tanah relatif bervariasi dengan kedalaman antara 5 meter sampai dengan 20 meter. Air tanah di Kota Magelang kurang menguntungkan jika dikembangkan mengingat air tanah yang ada mayoritas cukup dalam dengan aquifer yang dangkal, sehingga sulit untuk dikembangkan (dipompa).
Untuk kebutuhan air bersih Kota Magelang sampai saat ini bergantung pada sumber-sumber air yang ada di luar wilayah Kota Magelang yaitu dari mata air yang berada di wilayah Kabupaten Magelang dan satu-satunya mata air yang berada di Kawasan Kota Magelang adalah Mata Air Tuk Pecah. Di kawasan Kota Magelang juga terdapat 2 (dua) saluran air yaitu: (i) Kali Bening (Kali Kota), dan (ii) Kali Progo Manggis. Saluran tersebut juga dapat berfungsi sebagai saluran irigasi teknis.
Adapun Sumber mata air yang dimanfaatkan untuk kebutuhan air bersih di Kota Magelang saat ini adalah:
Mata air Wulung dan Karang sebesar 71 lt/det.
Mata air Kalimas I sebesar 81 lt/det.
Mata air Kalimas II sebesar 87 lt/det
Mata air Kanoman I sebesar 74 lt/det.
Mata air Kanoman II sebesar 69 lt/det
Mata air Tuk Pecah sebesar 102 lt/det.
Daerah yang diperkirakan potensial air adalah kawasan Jurangombo, Bayeman, Tidar, Nambangan dan Magersari. Namun pemanfaatan air tanah masih memerlukan penelitian lebih jauh mengingat penelitian geologi belum mencakup penelitian pengeboran guna penentuan debit dan cadangan air tanah. Air tanah di Kota Magelang kurang menguntungkan jika dikembangkan mengingat air tanah yang ada mayoritas cukup dalam dengan equifer yang dangkal, sehingga sulit untuk dikembangkan (dipompa). Untuk lebih jelasnya mengenai kondisi Hidrologi Kota Magelang dapat dilihat pada Peta Hidrologi Kota Magelang dibawah ini:
Sumber : RTRW Kota Magelang 2011-2031Gambar 2.6 Gambar Peta Hidrologi Kota Magelang
2.1.1.1.5 Klimatologi
Dari tinjauan klimatologi, Kota Magelang memiliki iklim tropik basah yang dipengaruhi oleh angin muson barat dan muson timur. Kota Magelang termasuk wilayah beriklim sejuk, yang memiliki curah hujan cukup tinggi pada musim penghujan. Berdasarkan data iklim rata-rata curah hujan bulanan di kawasan Kota Magelang dalam jangka waktu lima tahun tersaji pada tabel di bawah ini:
Tabel 2.3 Rata-Rata Curah Hujan Per Hari Kota Magelang (mm)Sumber: Dinas Lingkungan Hidup Kota Magelang, 2023
Dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir, rata-rata curah hujan per hari berfluktuasi dari 21,45 mm/ hari pada tahun 2017 kemudian menurun hingga 15,14 mm/ hari pada tahun 2018 dan meningkat menjadi 19,09 mm/hari pada tahun 2020 dan stabil di tahun 2021. Fluktuasi tersebut sebagai salah satu dampak pemanasan global. Potensi air hujan yang cukup besar tersebut dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sumber pemenuhan kebutuhan air bagi masyarakat, seperti penggunaan untuk pertanian, kebutuhan air tanah dan lain sebagainya. Rata-rata bulanan Curah Hujan di Kota Magelang menunjukkan presipitasi yang tinggi mulai bulan Oktober hingga Bulan Mei. Presipitasi di Kota Magelang memiliki nilai yang rendah pada bulan Juni hingga bulan September.
Sumber: Weatherspark (Kajian Ketahanan Iklim, Bappeda 2023)Gambar 2.7 Grafik Rata-Rata Bulanan Curah Hujan Kota Magelang
Tinggi-rendahnya curah hujan pada bulan–bulan tertentu di sepanjang tahun meningkatkan upaya waspada terhadap akibat negatif yang ditimbulkan oleh kondisi dan situasi cuaca dan iklim yang ekstrim. Hal yang perlu diwaspadai misalnya terjadi banjir di beberapa ruas jalan yang disebabkan karena resapan yang kurang dan bencana pohon tumbang yang disebabkan hujan disertai angin kencang serta bencana longsor. Selain itu perlu juga diwaspadai adanya bahaya kekeringan yang bisa terjadi pada bulan-bulan tertentu dimana curah hujan rendah. Adapun grafik fluktuatif presipitasi di tahun 2023 dapat diperlihatkan pada gambar berikut:
(Sumber : Bappeda Kota Magelang, 2023)Gambar 2.8 Grafik Peluang Presipitasi Harian Kota Magelang
2.1.1.1.6 Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan merupakan pemanfaatan lahan dan lingkungan alam untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam penyelenggaraan kehidupannya. Penggunaan lahan di Kota Magelang didominasi lahan terbangun, dari luas lahan 1854,67 Ha, hampir 70% merupakan lahan terbangun yang berupa permukiman, perdagangan dan jasa, pendidikan, perkantoran, kesehatan, pariwisata dan kawasan terbangun lainnya. Tata guna lahan di Kota Magelang sesuai dengan karakteristik perkotaan banyak di dominasi oleh pekarangan/lahan untuk bangunan dan halaman. Tingginya kebutuhan akan lahan untuk rumah tinggal, perumahan, pekarangan, gudang maupun untuk kegiatan ekonomi seperti ruko dan rumah makan berpengaruh pada tingginya alih fungsi lahan pertanian. Salah satu sisi lain yang perlu diperhatikan terkait menurunnya tingkat dan fungsi tanah menjadi lahan kritis adalah menurunnya daya dukung lingkungan dan ketidaktercapaian target 30% dari Ruang Terbuka Hijau di Kota Magelang serta keterbatasan kebutuhan penyediaan air bersih dan fasilitas umum seiring dengan pertumbuhan bangunan di kota Magelang.
Berdasarkan data Tabel 2.4, terdapat penurunan luasan atas lahan pertanian selama beberapa tahun ini, dari 11,40% pada tahun 2017 menjadi 7,7% pada tahun 2021. Sementara itu dilihat dari luas total Kota Magelang, terjadi penambahan luas dari tahun 2017 seluas 1.812 ha menjadi 1.854 ha pada tahun 2018. Di sisi lain terjadi penambahan luasan tanah kering dengan komposisi klasifikasi di dalamnya berubah untuk tanah pekarangan dan lainnya.
Tabel 2.4 Luas Lahan menurut Penggunaannya di Kota Magelang (hektar)Sumber: Dinas Pertanian, Peternakan dan Perikanan Kota Magelang (2023)
Hal ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan terhadap pengolahan lahan pertanian dan perikanan di Kota Magelang baik berupa tanah sawah, perkebunan maupun kolam. Penurunan lahan untuk pertanian dan perikanan beralih menjadi tanah kering berupa pekarangan (pemukiman dan bangunan) dan lainnya. Pada lahan sektor industri juga mengalami peningkatan luasan sebesar 1,54 ha di tahun 2019 hingga tahun 2023. Ada beberapa penyebab terjadinya alih fungsi lahan pertanian dan perikanan, diantaranya adalah seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, maka meningkat pula kebutuhan akan pemukiman dan fasilitas umum. Penyebab yang lain adalah kurangnya minat untuk mengelola lahan pertanian dan perikanan. Hal ini dikarenakan harga jual tidak sebanding dengan tingginya biaya produksi di bidang pertanian dan perikanan serta pengembangan bidang pertanian dianggap kurang menjanjikan.
Alih fungsi lahan menunjukkan bahwa perkembangan Kota Magelang dari tahun ke tahun mengarah pada sektor industri dan jasa. Hal ini akan dapat meningkatkan angka pertumbuhan ekonomi di Kota Magelang, terbukanya peluang usaha dan peningkatan sarana prasarana fasilitas umum. Namun ada beberapa hal yang perlu diwaspadai yakni bergesernya lapangan kerja dari sektor pertanian ke non pertanian, terjadi kerawanan bahan pangan pokok yang dibutuhkan oleh masyarakat, serta apabila terjadi kesalahan perhitungan investasi atas alih fungsi lahan pertanian dan perikanan akan menyebabkan bertambahnya lahan tidur yang tidak produktif. Mengingat dampak yang perlu diwaspadai akibat alih fungsi lahan, maka Pemerintah Kota Magelang berusaha mengendalikan alih fungsi lahan pertanian dengan mengoptimalkan pemanfaatan lahan dengan pola pembangunan vertikal. Selain itu perlu dilakukan pencermatan terkait perijinan pembangunan harus sesuai dengan peraturan yang berlaku mengenai penggunaan lahan.
2.1.1.1.7 Potensi Pengembangan Wilayah
Potensi Pengembangan wilayah di Kota Magelang, sebagaimana tercantum di dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kota Magelang Tahun 2005-2025 dan juga dalam dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Magelang Tahun 2011-2031 akan lebih diarahkan untuk menjadi kota jasa. Faktor pendukung sebagai kota jasa, adalah posisi strategis kota yang berada pada simpul jalur ekonomi dan wisata regional yang dipadukan dengan penataan fisik wajah kota, akan menjadi potensi yang dominan dalam mempertegas fungsi kota sebagai kota jasa.
Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009-2029 Kota Magelang mempunyai kedudukan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW). Kota Magelang menjadi PKW untuk Kawasan Kabupaten Purworejo, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Magelang, Kota Magelang, dan Kabupaten Temanggung yang diistilahkan sebagai Kawasan PURWOMANGGUNG.
Kota Magelang sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) memiliki beberapa fungsi, antara lain sebagai berikut:
Pusat pelayanan keuangan/bank yang melayani beberapa kabupaten;
Pusat pengolahan/pengumpul barang yang melayani beberapa kabupaten;
Simpul transportasi yang melayani beberapa kabupaten;
Pusat pemerintahan yang melayani beberapa kabupaten;
Pusat pendidikan yang melayani beberapa kabupaten;
Pusat kesehatan yang melayani beberapa kabupaten; dan
Pusat Perdagangan dan Jasa umum lain yang melayani beberapa kabupaten.
Rencana pengembangan struktur ruang wilayah Kota Magelang meliputi sistem pusat kegiatan, dan sistem jaringan prasarana wilayah Daerah. Sistem pusat kegiatan terdiri dari beberapa sistem, yaitu pusat pelayanan kota, subpusat pelayanan kota dan pusat lingkungan, sedangkan sistem jaringan prasarana wilayah Kota Magelang meliputi sistem jaringan transportasi darat, system jaringan telekomunikasi, sistem sumber daya air, sistem jaringan energi, dan insfrastruktur perkotaan.
Sistem perkotaan Kota Magelang dibagi dalam 5 (lima) Bagian Wilayah Perencanaan (BWP) dimana masing-masing mempunyai fungsi tertentu, sebagai berikut:
Pusat Pelayanan Kota Magelang, mempunyai cakupan pelayanan seluruh wilayah Kota Magelang dan Regional yaitu Kawasan PURWOMANGGUNG sebagai hinterland. Mempunyai makna sebagai fungsi pelayanan eksternal. Pusat pelayanan Kota ditetapkan di BWP I yang terdapat di sebagian Kelurahan Cacaban, sebagian Kelurahan Kemirirejo, sebagian Kelurahan Magelang, sebagian Kelurahan Magersari, Kelurahan Panjang, Kelurahan Rejowinangun Selatan, dan sebagian Kelurahan Rejowinangun Utara, yaitu Kawasan Alun-alun Kota Magelang.
Subpusat Pelayanan Kota Magelang, direncanakan mempunyai cakupan pelayanan subwilayah kota dan terutama mempunyai skala pelayanan kota atau sebagai pengungkapan fungsi kawasan dalam memberikan pelayanan bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam kawasan atau masing-masing bagian wilayah kota (fungsi pelayanan internal) adapun pembagian sub pusat pelayanan Kota Magelang meliputi:
Sub Pusat Pelayanan Kota BWP I mempunyai luas kurang lebih 246 Ha dengan fungsi utama sebagai kawasan pusat pelayanan sosial dan ekonomi skala kota/ regional, kesehatan, rekreasi wisata perkotaan, dan Perumahan, meliputi Kelurahan Cacaban, sebagian Kelurahan Kemirirejo, sebagian Kelurahan Kemirirejo, sebagian Kelurahan Magelang, sebagian Kelurahan Magersari, sebagian Kelurahan Panjang, Kelurahan Rejowinangun Selatan, sebagian Kelurahan Rejowinangun Utara, yaitu Kawasan Rejowinangun;
Sub Pusat Pelayanan Kota BWP II mempunyai luas kurang lebih 506 H dengan fungsi pusat pelayanan Perumahan, Perdagangan dan jasa, Perguruan Tinggi, dan pendidikan angkatan darat, meliputi: sebagian Kelurahan Cacaban, sebagian Kelurahan Magelang, Kelurahan Potrobangsan, Kelurahan Wates, dan Kelurahan Gelangan.
Sub Pusat Pelayanan Kota BWP III dengan kurang lebih 399 Ha dengan fungsi pusat pelayanan rekreasi kota/ wisata alam skala kota/ regional, RTH Kebun Raya, pendidikan angkatan darat, dan Perumahan, terdiri dari sebagian Kelurahan Magersari, Kelurahan Kemirirejo, Kelurahan Tidar Selatan, dan sebaagain Kelurahan Rejowinangun Utara.
Sub Pusat Pelayanan Kota BWP IV dengan luas kurang lebih 327 Ha, dengan fungsi pusat pelayanan pemerintah, pengembangan perdagangan dan jasa, simpul pergerakan barang, jasa dan orang, dan perumahan, terdiri dari sebagian Kelurahan Magersari, Kelurahan Tidar Utara, Kelurahan Tidar Selatan, dan sebagian Kelurahan Rejowinangun Utara.
Sub Pusat pelayanan kota di BWP V dengan luas kurang lebih 376 Ha, dengan fungsi pusat pelayanan perguruan tinggi, perdagangan dan jasa, kesehatan, kawasan pengembangan social budaya, olahraga dan rekreasi, dan perumahan, meliputi Kelurahan Kramat Utara, Keluarahan Kramat Selatan, dan Kelurahan Kedungsari.
Pusat Lingkungan mempunyai cakupan pelayanan skala lingkungan wilayah di Kota Magelang. Pusat lingkungan merupakan pusat pelayanan skala lingkungan wilayah Kota Magelang yang dikembangkan pada masing-masing BWP.
Kota Magelang selain sebagai PKW juga sebagai daerah penyangga Kawasan Strategis Nasional (KSN) Borobudur berdasarkan Perpres No. 58 Tahun 2014 tentang RTR Kawasan Borobudur dan sekitarnya, dan ditegaskan kembali dalam Perpres No. 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional yang menyebut Candi Borobudur menjadi destinasi pariwisata nasional bersama dengan Danau Toba, Kepulauan Seribu, Tanjung Kelayang, Mandalika, Wakatobi, Pulau Morotai, Tanjung Lesung, Bromo Tengger Semeru, dan Komodo.
Berdasarkan Perpres No. 58 Tahun 2014 wilayah KSN Borobudur terbagi menjadi dua, yaitu Sub Kawasan Pelestarian 1 (SP-1) yang berada pada radius 5 km, dan Sub Kawasan Pelestarian 2 (SP-2) yang berada pada radius 5-10 km. Sub Kawasan Pelestarian 1 (SP-1) diarahkan sebagai kawasan pelestarian utama, sedangkan Sub Kawasan Pelestarian 2 (SP-2) diarahkan sebagai kawasan penyangga yang dikendalikan pertumbuhan kawasan terbangunnya. Jika dilihat dari gambar di bawah maka Kota Magelang tidak termasuk dalam kawasan penyangga namun pengembangan Borobudur menjadi potensi ekonomi bagi Kota Magelang melalui penyediaan sarana perdagangan dan jasa untuk melayani kebutuhan wisatawan.
Penetapan Candi Borobudur sebagai kawasan strategis nasional juga berkorelasi dengan pengembangan jalur pergerakan. Pada beberapa tahun ke depan akan dikembangkan jalan tol dan jalur kereta api Semarang-Yogyakarta untuk meningkatkan konektivitas kedua kota tersebut dan konektivitas menuju Candi Borobudur. Agar Kota Magelang mendapatkan manfaat dari hal ini maka skenario pengembangan Kota Magelang adalah dengan menciptakan pusat-pusat kegiatan baru yang berfungsi sebagai generator pertumbuhan ekonomi dalam skala kawasan yang lebih luas yang masuk dalam kategori berpotensi dalam pengembangan pusat pelayanan perekonomian, kesehatan, dan pendidikan yang mempunyai jangkauan pelayanan skala kota / regional.
Fokus pengembangan kawasan strategis sesuai RTRW Kota Magelang diantaranya adalah : a). Pengembangan kawasan sport center di daerah GOR Samapta (Sanden); b). Pengembangan kawasan Sidotopo; c). Pengembangan kawasan Mantyasih; d). Pengembangan kawasan Gunung Tidar; dan e). pengembangan Kawasan Soekarno Hatta, f) Pengembangan Kawasan Taman Kyai Langgeng, g). Pengembangan Kawasan Alun-Alun, h). Pengembangan Kawasan Sentra Perekonomian Lembah Tidar; dan i). Pengembangan Kawasan Kebonpolo.
Sebagaimana halnya Akademi Militer sebagai pusat pendidikan militer sekala nasional di Kota Magelang, dengan ditetapkannya Universitas Tidar sebagai universitas negeri di Indonesia juga menyebabkan terjadinya perubahan fisik sosial di lingkungan sekitar Universitas Tidar, seperti semakin banyaknya tempat kos sebagai tempat tinggal sementara para mahasiswa, semakin menjamurnya tempat usaha untuk melayani kebutuhan mahasiswa, dan semakin banyaknya pendatang seperti mahasiswa yang belajar di Universitas Tidar. Pada nantinya keberadaan Universitas Tidar sebagai universitas negeri akan menjadi tarikan bagi masyarakat dari luar Magelang yang menyebabkan Kota Magelang menjadi semakin padat. Berkembangnya Kawasan UN Tidar akan menyebabkan peningkatan jumlah penduduk, kepadatan penduduk kepadatan permukiman, sehingga berpotensi terjadinya penurunan kualitas permukiman. Hal ini harus diantisipasi mulai dari sekarang sehingga potensi tersebut tidak terjadi.
Pengembangan Kawasan UN Tidar sendiri sudah diatur di dalam tata ruang yaitu sebagai bagian dalam pengembangan Kawasan Sidotopo. Kawasan ini juga telah ditetapkan sebagai kawasan strategis pertumbuhan ekonomi dan nantinya akan terbagi menjadi kawasan pendidikan dan kawasan perdagangan dan jasa. Di sekitar Kawasan Sidotopo juga dikembangkan kawasan permukiman untuk mendukung kegiatan pendidikan disana.
Pengembangan kawasan gunung Tidar dalam rangka mendukung wisata religius Gunung Tidar yang menjadi daya tarik dan destinasi wisata dalam beberapa tahun terakhir ini. Bahkan Gunung Tidar sebagai salah satu Kawasan Lindung Ruang Terbuka Hijau ini dikembangkan menjadi Kebunraya, hal ini didasarkan pada Peraturan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Nomor 1 Tahun 2017 Tentang Rencana Pengembangan Kebun Raya Indonesia. Dalam Peraturan tersebut disampaikan bahwa Gunung Tidar di Kota Magelang masuk dalam Ekoregion Hutan Hujan Pegunungan Jawa Bagian Barat.
Dengan menggandeng LIPI, Pemerintah Kota Magelang melakukan uji kelayakan Gunung Tidar sebagai Kebun Raya dan berdasarkan hasil penelitian dan Kajian dari LIPI pada tahun 2018, dinyatakan bahwa Kota Magelang layak sebagai Kebun Raya. Terkait dengan hal tersebut, Badan Perencanaan Pembangunan Kota Magelang pada tahun 2019 menyusun Dokumen Perencanaan Pengembangan Kebun Raya Gunung Tidar.
Perlu disampaikan bahwa ketika Kawasan Ruang Terbuka Hijau telah ditetapkan sebagai Kebun Raya, maka selamanya akan tetap menjadi Kebun Raya (Kawasan Lindung). Kebun Raya juga mewadahi 5 fungsi yaitu edukasi, konservasi, penelitian, wisata dan Jasa Lingkungan. Kelima fungsi ini telah dimiliki oleh Kebun Raya Gunung Tidar, bahkan lebih dari itu, saat ini telah banyak pengunjung yang berkunjung ke Gunung Tidar untuk keperluan Wisata Religius. Fungsi Wisata Religius ini seharusnya menjadi satu fungsi tersendiri sehingga membutuhkan zona ruang tersendiri karena aktivitas dan pengunjung di zona ini sangat tinggi.
Terkait dengan fokus pengembangan Kawasan Soekarno Hatta, hal ini seiring dengan perubahan fungsi kawasan tersebut menjadi kawasan jasa dan perdagangan dan mendukung kebijakan Pemerintah Pusat yaitu Pembangunan Jalan Tol Bawen- Jogjakarta dan Pembukaan Jalur Kereta Api Semarang- Borobudur-Yogjakarta. Pemerintah Kota Magelang melalui Anggaran KeMenPUPR mengajukan usulan untuk pembangunan Fly-Over untuk memecah kemacetan di sekitar kawasan tersebut.
Di sisi lain beberapa potensi internal Kota Magelang yang menjadi generator perkembangan kota, diantaranya yaitu keberadaan Akademi Militer yang merupakan pusat pendidikan kemiliteran dengan layanan nasional sudah banyak dikenal dari seluruh penjuru wilayah Indonesia, sehingga berdampak pada kunjungan ke Kota Magelang semakin meningkat. Kebutuhan akomodasi menjadi daya Tarik investor untuk mengembangkan usaha perhotelan dan restoran di Kota Magelang.
Sedangkan rencana pengembangan Kota Magelang diatur dalam Rencana Pola Ruang Kota Magelang yang ditetapkan dalam Perda Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Perda 4 Tahun 2012 tentang RTRW Kota Magelang adalah sebagai berikut:
Kawasan Lindung, meliputi:
Kawasan Perlindungan Setempat, meliputi:
sempadan sungai, meliputi Sempadan Sungai Elo dan Sungai Progo
sempadan irigasi, meliputi sempadan saluran Kali Manggis, Sempadan Kali Bening, Sempada Saluran Kali Kota, Sempadan Saluran Ngaran, Sempadan saluran Gandekan, dan Sempadan Kedali.
sempadan Jalur Kereta Api, meliputi sempadan jaringan Kereta Api antarkota jalur Ambarawa-Secang-Magelang-Yogyakarta.
Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota, meliputi:
RTH publik Kebun Raya pada Gunung Tidar
RTH publik taman
RTH publik fungsi tertentu
Kawasan Lindung Geologi, meliputi:
Kawasan CAT; meliputi CAT Magelang-Temanggung
Sempadan Mata Air, meliputi sempadan mata air Tuk Pecah
Kawasan Cagar Budaya, meliputi:
Rumah Sakit Soejono
Menara Air Kota Magelang
Rumah Sakit Umum Daerah Tidar
Kelenteng Liong Hok Bio
Eks Karesidenan Kedu
Kepolisian Resort Magelang Kota
Museum Badan Pemeriksaan Keuangan
Plengkung
Pondok Sriti
Wisma Diponegoro
Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB) Magelang
Museum Jend. Sudirman
Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Magelang
Pasturan St. Ignatius
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)/ Sekolah Menengah Ilmu Pariwisata (SMIP) Wiyasa
Komando Distrik Militer Magelang
Gereja St. Ignatius
Gereja Kristen Jawa Magelang
Kantor Koordinasi Pembangunan Wilayah II Provinsi Jawa Tengah
Dinas Kependudukan dan Pencacatan Sipil
Eks Kepolisian Wilayah Kedu
Bangunan Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Tidar
Petilasan Mantyasih;
Cagar Budaya lain yang ditemukan di kemudian hari disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kawasan Budidaya, meliputi:
Kawasan Permukiman, terdiri dari:
Kawasan Perumahan
Kawasan Perdagangan dan Jasa
Kawasan Perkantoran
Kawasan Sektor Informal
Kawasan Pendidikan
Kawasan Transportasi
Kawasan Kesehatan
Kawasan Peribadatan
Kawasan Olahraga
Kawasan Peruntukan Industri
Kawasan Pariwisata
Kawasan Pertahanan dan Keamanan
Kawasan Pertanian
Kawasan Perikanan
Kawasan Hutan Rakyat
Sebagai upanya peningkatan perkembangan wilayah Kota, dalam perda Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Perda No 4 Tahun 2012 juga ditetapkan Kawasan Strategis Daerah. Kawasan strategis daerah artinya wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup Kota terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan. Rencana pengembangan kawasan strategis Kota meliputi:
Kawasan strategis kota fungsi dan Daya Dukung Lingkungan Hidup;
Kawasan strategis kota pertumbuhan ekonomi;
Kawasan strategis sosial budaya.
Kawasan strategis kota dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung Lingkungan Hidup berupa Kebun Raya yaitu Kawasan Gunung Tidar, dilaksanakan dengan penegasan batas kawasan Lindung Gunung Tidar dengan kawasan budidaya di seputar kawasan, revitalisasi kawasan Gunung Tidar sebagai Kebun Raya, reboisasi pohon di Kawasan Gunung Tidar secara bertahap, pengembangan kawasan sebagai kawasan pariwisata untuk wisata religi dan obyek studi ilmu pengetahuan alam, serta pengembangan secara terbatas prasarana dan sarana pendukung.
Kawasan strategis kota pertunbuhan ekonomi meliputi: Kawasan Sidotopo, kawasan sukarno-Hatta, kawasan Kebonpolo, kawasan Alun-alun, kawasan GOR Samapta, kawasan Sentra Perekonomian Lembah Tidar, dan kawasan Taman Kyai Langgeng, Skenario pengembangan Kota Magelang adalah dengan menciptakan pusat-pusat kegiatan baru yang berfungsi sebagai generator pertumbuhan ekonomi dalam skala kawasan yang lebih luas yang masuk dalam kategori berpotensi dalam pengembangan pusat pelayanan perekonomian, kesehatan, dan pendidikan yang mempunyai jangkauan pelayanan skala kota / regional. Potensi pengembangannya pada masa-masa mendatang sebagai berikut, yaitu:
Kawasan Sidotopo sebagai pusat pelayanan pendidikan, perdagangan dan jasa, pada kawasan ini direncanakan untuk mewadahi pendirian kampus perguruan tinggi negeri Untidar. Kebijakan pengembangan dan Penataan Kawasan Sidotopo sebagai pusat bisnis baru di Kota Magelang (Pusat Perdagangan, rekreasi/ pariwisata, pendidikan dengan skala pelayanan lokal dan regional);
Kawasan Sukarno Hatta sebagai pusat pelayanan kegiatan transportasi dan perdagangan jasa, pada kawasan ini sudah disiapkan sebidang lahan untuk pembangunan pasar induk yang dipadukan dengan pergudangan;
Kawasan Kebonpolo sebagai pusat pelayanan kegiatan transportasi dan perdagangan;
Kawasan Alun-alun sebagai pusat pelayanan perdagangan jasa dan perkantoran, Kawasan Alun-Alun juga sebagai kawasan pusat kota yang mewadahi kegiatan rekreasi masyarakat Kebijakan Pengembangan Kawasan pusat Kota (CBD) sebagai aktivitas bisnis utama di Kota Magelang;
Kawasan GOR Samapta sebagai pusat pelayanan rekreasi dan olahraga, saat ini sedang dalam tahap penyelesaian pembangunan Stadion Madya Moch. Soebroto, dengan kapasitas 15.000 penonton. Selain itu dibangun kolam renang dengan standar internasional;
Kawasan Sentra Perekonomian Lembah Tidar sebagai pusat pelayanan perdagangan jasa dan kesehatan Kebijakan pengembangan dan penataan kawasan Sentra Perekonomian Lembah Tidar sebagai pusat perdagangan modern dan tradisional skala regional;
Kawasan Taman Kyai Langgeng sebagai kawasan pusat pelayanan rekrasi dan olahraga, dan untuk lebih meningkatkan pelayanan kawasan, maka pada lokasi sekitar Taman Kyai Langgeng telah dibangun Showroom Mudalrejo yang mewadahi pemasaran hasil-hasil UMKM Kota Magelang.
Sedangkan kawasan strategis kota dari sudut kepentingan sosial dan budaya daerah meliputi Petilasan Mantyasih dan Cagar Budaya serta ilmu pengetahuan yang ada di wilayah Daerah yang ditetapkan, dengan strategi untuk melestarikan dan meningkatkan sosial dan budaya daerah meliputi: mengembangkan kegiatan budidaya secara selektif dan kajian teknis zonasi di dalam dan di sekitar kawasan, melestarikan keaslian fisik serta bentuk bangunan yang ada di kawasan strategis serta meningkatkan kecintaan masyarakat akan nilai budaya yang mencerminkan jati diri bangsa yang berbudi luhur dan mengembangkan penerapan nilai budaya bangsa dalam kehidupan bermasyarakat.
2.1.1.1.8 Wilayah Rawan Bencana
Kota Magelang memiliki potensi cukup besar terjadi bencana tanah longsor karena sebagian wilayah Kota Magelang termasuk dalam wilayah dengan tingkat kelerengan yang cukup tinggi dan Daerah Aliran Sungai (DAS). Beberapa wilayah memiliki potensi longsor diantaranya (a) Wilayah Barat Kota Magelang dalam lingkup Daerah Aliran Sungai Progo meliputi Kelurahan Kramat Utara, Kelurahan Kramat Selatan, Kelurahan Magelang Utara, Kelurahan Potrobangsan, Kelurahan Magelang, Kelurahan Cacaban; dan (b) Wilayah Timur Kota Magelang dalam lingkup Daerah Aliran Sungai Elo meliputi Kelurahan Kedungsari, Rejowinangun Utara dan Kelurahan Wates.
Sumber : RTRW Kota Magelang 2011-2031Gambar 2.9 Peta Rawan Bencana Longsor
Kontur tanah Kota Magelang menyerupai punggung sapi, dimana di tengahnya adalah kontur tertinggi sementara semakin ketepi semakin menurun karena memang di bagian tepi merupakan sungai besar. Kali Elo di bagian tepi timur sementara di bagian tepi barat adalah Kali Progo. Hal ini yang menjadikan Kota Magelang tidak mengalami banjir (atau dengan tinggi lebih dari 30 cm selama lebih dari 30 menit), akan tetapi potensi banjir atau genangan ini masih tetap ada yang diakibatkan oleh saluran air dan sudut elevasi saluran air yang tidak dapat menampung debit air hujan dengan maksimal. Namun banjir kiriman di wilayah tepi Sungai Progo dan Elo perlu diwaspadai, terutama untuk wilayah yang ada di sekitarnya, diantaranya Kelurahan Potrobangsan, Cacaban, Kemirirejo, Panjang, Tidar Utara, Rejowinangun Utara.
Sumber : RTRW Kota Magelang 2011-2031Gambar 2.10 Peta Rawan Bencana Banjir
Posisi Kota Magelang juga berada di tengah-tengah 5 Gunung, dimana satu di antaranya adalah Gunung Merapi, Gunung yang masih aktif. Sekalipun Kota Magelang tidak masuk dalam wilayah rawan bencana gunung berapi ini, akan tetapi Ketika terjadi letusan, Kota Magelang mengalami dampaknya berupa hujan abu dan menjadi tempat untuk evakuasi bencana. Saat ini telah diatur dalam rencana Tata Ruang Kota, tempat-tempat yang secara umum menjadi sarana untuk evakuasi bencana yaitu Lapangan, Kantor Pemerintah, Fasilitas Sosial dan Gedung Olahraga.
Selain itu, adanya potensi bahaya pencemaran akibat aktivitas industri dan jasa serta limbah rumah tangga di Kota Magelang, hal ini berdampak pada pencemaran tanah dan pencemaran air sehingga mempengaruhi kualitas air di Kota Magelang. Disamping itu, potensi bencana kebakaran juga dapat terjadi pada kawasan permukiman dengan kepadatan tinggi dengan akses jalan yang sempit dengan lebar 3-6 meter perlu diwaspadai. Daerah yang termasuk dalam wilayah dengan rawan bencana kebakaran diantaranya Kramat Utara dan Selatan, Potrobangsan, Cacaban, Panjang, Kemirirejo, Rejowinangun Utara, Rejowinangun Selatan. Bencana lain yang perlu mendapat perhatian dan identik dengan wilayah perkotaan adalah bencana sosial seperti pertikaian antar warga di wilayah Kota Magelang, pertikaian pelajar dan tindak kriminalitas.
Tabel 2.5 Kejadian Bencana di Kota MagelangSumber: BPBD Kota Magelang, 2023
Kejadian bencana di Kota Magelang 2021-2023 yaitu longsor, banjir, puting beliung, kebakaran dan lain-lain (pohon tumbang, atap roboh, atap rumah kabur, tembok rumah roboh). Kejadian longsor tertinggi di tahun 2022 sebanyak 12 kejadian di Kelurahan Tidar Utara, Kelurahan Potrobangsan, Kelurahan Cacaban, Kelurahan Rejowinangun Utara, Kelurahan Magelang. Kejadian berulang berada di Kelurahan Wates di tahun 2021-2023. Kejadian banjir terjadi di tahun 2022 dan di tahun 2023 tidak terdapat kejadian banjir. Sedangkan untuk kejadian puting beliung terdapat 34 kejadian di tahun 2022 hampir di seluruh kelurahan di Kota Magelang kecuali Kelurahan Rejo Selatan, Kelurahan Jurangombo Selatan, Kelurahan Tidar Utara, Kelurahan Kedungsari dan Kelurahan Cacaban. Bencana kebakaran meningkat signifikan terjadi di tahun 2023 sebanyak 40 kejadian di Kota Magelang kecuali Kelurahan Gelangan dan Kelurahan Tidar Utara.
Hal lain yang perlu mendapat perhatian terkait dengan limbah industri atau jasa yang meresap dalam air bawah tanah serta air permukaan (selokan, kolam dan pemukiman), pencemaran lingkungan akibat limbah rumah tangga dan sampah yang tidak tertangani dengan baik. Selain itu, Bencana lain yang perlu mendapat perhatian dan identik dengan wilayah perkotaan adalah bencana sosial seperti pertikaian antar warga di wilayah Kota Magelang, pertikaian pelajar dan tindak kriminalitas. Indikator penentu prioritas pencegahan dan penanganan bencana sosial perlu dilakukan pada wilayah yang memiliki: pusat perdagangan dan tujuan pergerakan atau transportasi; wilayah dengan tingkat sosial ekonomi yang berada di level pra-sejahtera; wilayah dengan kondisi pemukiman belum tertata atau kumuh, perkembangan kawasan yang kurang sehat dengan tingkat kepadatan tinggi.
2.1.1.2 Aspek Demografi
Jumlah penduduk Kota Magelang menunjukkan tren menurun dari tahun 2019 sampai dengan tahun 2023 berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Magelang. Pada tahun 2019, penduduk Kota Magelang berjumlah 130.098 jiwa yang menurun menjadi 128.264 jiwa di tahun 2023.
Kecamatan Magelang Tengah merupakan kecamatan dengan kepadatan penduduk tertinggi (9.450 jiwa/km²). Untuk kelurahan, Kelurahan Panjang menjajdi kelurahan dengan kepadatan penduduk tertinggi (18.146 jiwa/km²) diikuti Kelurahan Rejowinangun Utara (12.760 jiwa/km²). Jumlah dan tingkat kepadatan penduduk dari tahun 2019 sampai dengan tahun 2023 per wilayah kelurahan divisualisasikan dan dirincikan dalam tabel sebagaimana berikut.
Sumber: Data Konsolidasi Bersih (DKB) - Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Tahun 2024 (diolah)Gambar 2.11 Peta Kepadatan PendudukTabel 2.6 Jumlah dan Kepadatan Penduduk per Kelurahan di Kota MagelangSumber: Data Konsolidasi Bersih (DKB) - Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Tahun 2024
Selain jumlah penduduk, aspek demografi yang juga mempengaruhi strategi pembangunan daerah adalah jenis kelamin penduduk yang biasanya digambarkan dalam rasio jenis kelamin/sex ratio. Berdasarkan data dari Disdukcapil Kota Magelang maka sex ratio Kota Magelang dari Tahun 2019 sampai dengan tahun 2023 berada pada kisaran angka 96 s.d 97 artinya sejauh ini komposisi penduduk di Kota Magelang antara penduduk lali-laki dan perempuan masih lebih banyak penduduk berjenis kelamin perempuan, dengan perbandingan rata-rata 100:97 artinya rasio perbandingan penduduk antara laki-laki dan perempuan di Kota Magelang bisa dikatakan cukup seimbang.
Tabel 2.7 Perkembangan Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Tingkat Pertumbuhan Penduduk di Kota MagelangSumber: Data Konsolidasi Bersih (DKB) - Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Tahun 2024
Mencermati aspek demografi Kota Magelang bila dilihat dari kelompok umur, maka Kota Magelang saat ini mengalami bonus demografi. Hal tersebut ditunjukkan dari tingginya angka jumlah penduduk pada usia produktif 15 - 64 tahun sebanyak 90.502 jiwa (70,56%) di tahun 2023. Namun kondisi ini menunjukkan penurunan dari jumlah usia produktif tahun 2021 yang sebanyak 90.885 jiwa (71,19%). Bonus demografi akan memberikan dampak positif bagi kesejahteraan apabila dikelola dengan baik, namun sebaliknya akan menimbulkan banyak masalah terutama masalah sosial bila pemerintah kurang mampu mengelola dan memanfaatkan peluang potensi tersebut.
Tabel 2.8 Jumlah Penduduk berdasarkan Kelompok Umur di Kota MagelangSumber: Data Konsolidasi Bersih (DKB) - Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Tahun 2024
Piramida penduduk tahun 2023 Kota Magelang merupakan piramida stasioner. Kondisi ini menunjukkan jumlah penduduk usia muda hampir seimbang dengan jumlah penduduk usia tua. Kondisi ini dapat disebabkan oleh rendahnya angka kematian dan rendahnya angka kelahiran. Kondisi ini perlu diperhatikan terkait pemberian layanan kepada penduduk usia tua yang akan tumbuh semakin banyak di tahun mendatang.
Sumber: Data Konsolidasi Bersih (DKB) - Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Tahun 2024Gambar 2.12 Piramida Penduduk Kota Magelang Tahun 2023
Mata pencaharian penduduk Kota Magelang cukup beragam. Seperti halnya fenomena yang banyak terjadi di daerah perkotaan, jumlah penduduk bermata pencaharian sebagai petani relatif kecil. Sebagian besar bermata pencaharian sebagai karyawan swasta.
Tabel 2.9 Jumlah Penduduk Menurut Mata PencaharianSumber: Data Konsolidasi Bersih (DKB) - Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Tahun 2024
Kota Magelang memiliki karakter sebagai kota yang majemuk, yang terdiri dari berbagai macam etnis, suku, budaya, agama dan perbedaan lain. Namun demikian kondisi Kota Magelang relatif kondusif. Masyarakat hidup berdampingan secara damai dalam keanekaragaman agama yang mereka peluk. Kebebasan beragama dan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinan masing-masing menjadi prioritas Pemerintah Kota Magelang dalam menjamin hak asasi masyarakat dalam berkeyakinan. Kenyamanan hidup berdampingan dalam beragam perbedaan, menunjukkan kedewasaan masyarakat Kota Magelang dalam kehidupan bertoleransi. Statistik penduduk Kota Magelang berdasarkan agama dan keyakinan yang dipeluk disajikan dalam tabel berikut ini:
Tabel 2.10 Penduduk Berdasarkan Agama dan Keyakinan yang Dipeluk di Kota MagelangSumber: Data Konsolidasi Bersih (DKB) - Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Tahun 2024
Dilihat dari pendidikan terakhir yang ditamatkan oleh penduduk Kota Magelang, mayoritas penduduk merupakan tamatan SLTA/sederajat. Kondisi ini meningkat dari tahun 2021 (40.920 jiwa) menjadi 42.485 jiwa di tahun 2023. Untuk Pendidikan yang lebih tinggi dari SMA/sederajat juga menunjukkan peningkatan dalam kurun waktu tersebut.
Tabel 2.11 Pendidikan Penduduk Kota Magelang Tahun 2021-2023Sumber: Data Konsolidasi Bersih (DKB) - Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Tahun 2024
2.1.2 Aspek Kesejahteraan Masyarakat
2.1.2.1 Fokus Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi
2.1.2.1.1 Pertumbuhan Ekonomi
Pada tahun 2023 PDRB Kota Magelang atas dasar harga konstan mencapai 7.264,92 milliar rupiah, meningkat sebesar 375,47 miliar rupiah dibandingkan tahun sebelumnya. Maka pada tahun 2023 terjadi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,45 persen di Kota Magelang.
Pertumbuhan ekonomi di Kota Magelang cenderung lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah maupun nasional, kecuali di tahun 2020 dan 2021. Pada tahun 2020, dampak pandemi Covid 19 menyebabkan perekonomian di Kota Magelang terkontraksi lebih dalam daripada nasional, namun masih lebih baik dibanding Jawa Tengah. Pada tahun 2021, di masa pemulihan pasca Pandemi Covid 19, perekonomian di Kota Magelang mulai tumbuh di kisaran 3 persen, meskipun masih dibawah pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah dan Nasional.
Sumber: BPS, 2024Gambar 2.13 Pertumbuhan Ekonomi Kota Magelang, Jawa Tengah,dan Indonesia (Persen), 2019 - 2023
Kinerja perekonomian di Kota Magelang terlihat dari capaian pertumbuhan ekonomi dibandingkan dengan target yang tertuang di dokumen perencanaan. Secara umum kinerja perekonomian di Kota Magelang sejak tahun 2018 menunjukkan kinerja yang relatif baik. Realisasi capaian pertumbuhan ekonomi mampu melampaui target yang telah ditentukan setiap tahunnya, kecuali pada tahun 2020 dan 2021 yang merupakan dampak dari Pandemi Covid 19.
Tabel 2.12 Target RKPD dan Capaian Pertumbuhan Ekonomi Kota Magelang (Persen), 2019-2023Sumber Data: *) RPJMD 2016-2021, RPJMD 2021-2026, **) BPS Provinsi Jawa Tengah, 2024
Perekonomian Kota Magelang pada tahun 2023 tercatat mengalami pertumbuhan positif, yaitu sebesar 5,45 persen. Pertumbuhan tersebut lebih lambat dibandingkan capaian pada tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 5,77 persen. Laju pertumbuhan ekonomi melambat seiring dengan menurunnya aktivitas pada beberapa lapangan usaha. Dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Kota di Provinsi Jawa Tengah, Kota Magelang menempati urutan ketiga setelah Kota Semarang dan Kota Surakarta.
Tabel 2.13 Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi Kota Magelang dengan Kota-kota di Jawa Tengah, Provinsi Jawa Tengah, dan Indonesia (Persen), 2019-2023Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, 2024; * Angka Sementara; ** Angka Sangat Sementara
2.1.2.1.2 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Harga Berlaku
Nilai PDRB Kota Magelang atas dasar harga berlaku pada tahun 2023 mencapai 10.982,74 milliar rupiah. Secara nominal, nilai PDRB ini meningkat 909,26 milliar rupiah dibandingkan dengan tahun 2022 yang mencapai 10.088,6 milliar rupiah. Naiknya nilai PDRB ini dipengaruhi oleh meningkatnya produksi di seluruh kategori seiring dengan mulai normalnya aktivitas perekonomian secara umum sejak tahun 2022 dan juga pengaruh kenaikan harga.
Sumber: BPS Kota Magelang, 2024Gambar 2.14 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Magelang Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) (Miliar Rupiah), 2021-2023
Dilihat dari sumber pertumbuhan PDRB tahun 2023, penyumbang pertumbuhan terbesar adalah Informasi dan Komunikasi sebesar 0,81 persen. Diikuti oleh lapangan usaha Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor yang menyumbang pertumbuhan sebesar 0,74 persen dan Industri Pengolahan sebesar 0,68 persen.
Tabel 2.14 Sumber Pertumbuhan PDRB Kota Magelang (dalam persen) Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) (Persen), 2021 - 2023Sumber: BPS Kota Magelang, 2024
Sebagai penyeimbang PDRB Lapangan Usaha, Komponen PDRB Pengeluaran pun tumbuh menguat. Hampir semua komponen PDRB Pengeluaran menguat di tahun ini. Konsumsi Lembaga Non-Profit yang melayani Rumah Tangga merupakan komponen dengan pertumbuhan terkuat yaitu sebesar 8,97 persen, diikuti dengan Konsumsi rumahtangga sebesar 5,25 persen, PMTB sebesar 3,87 persen, Pengeluaran Konsumsi Pemerintah sebesar 2,64 persen.
Tabel 2.15 PDRB Kota Magelang Menurut Pengeluaran ADHB (dalam Miliar Rupiah), 2019 - 2023Sumber: BPS Kota Magelang, 2024 * Angka Sementara ** Angka Sangat Sementara
2.1.2.1.3 Kontribusi Lapangan Usaha Perekonomian terhadap PDRB
Struktur PDRB Kota Magelang menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku pada tahun 2023 sedikit mengalami pergeseran. Pada periode sebelum tahun 2023, perekonomian Kota Magelang didominasi oleh lapangan usaha konstruksi, namun pada tahun ini peranan konstruksi digeser oleh industri pengolahan. Meskipun demikian, perekonomian Kota Magelang masih didominasi oleh empat lapangan usaha yaitu Lapangan Usaha Industri Pengolahan sebesar 16,49 persen; diikuti oleh konstruksi sebesar 16,34 persen; Perdagangan Besar-Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor sebesar 14,07 persen; dan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib sebesar 10,10 persen. Sementara itu peranan lapangan usaha yang lainnya kurang dari 8 persen.
Sumber: BPS Kota Magelang, 2024Gambar 2.15 Struktur Perekonomian Kota Magelang (ADHB) dari Sisi Lapangan Usaha (Persen), 2023
Sumber: BPS Kota Magelang, 2024Gambar 2.16 Distribusi Persentase Kota Magelang dari Sisi Pengeluaran, 2023
Tahun 2023 dari sisi penggunaan, lebih dari separuh (56,18 persen) produk yang dikonsumsi di Kota Magelang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi akhir rumah tangga. Sementara itu struktur pengeluaran dari konsumsi pemerintah tercatat hanya sebesar 15,66 persen. Porsi net ekspor dalam PDRB Kota Magelang tahun 2023 sebesar -21,80 persen, masih mengindikasikan neraca perdagangan Kota Magelang yang defisit, mengingat sebagian besar permintaan domestik masih dipenuhi melalui impor dari daerah lain.
2.1.2.1.4 PDRB Perkapita
Nilai PDRB per kapita Kota Magelang atas dasar harga berlaku sejak tahun 2019 hingga 2023, secara nominal terus mengalami kenaikan. Sejalan dengan peningkatan yang terjadi pada perekonomian pada tahun 2023, nilai PDRB per kapita pada tahun ini juga meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Nilai tersebut tercatat sebesar 89.911,88 ribu rupiah, meningkat sekitar 7.252,22 ribu dibandingkan tahun sebelumnya. Kenaikan angka PDRB per kapita yang cukup tinggi ini sejalan dengan pulihnya aktivitas perekonomian dan juga disebabkan karena adanya faktor inflasi. Nilai PDRB per kapita secara riil (berdasarkan harga konstan 2010) selama periode 2019-2023 juga mengalami peningkatan. Tercatat nilai PDRB per kapita pada tahun 2019 sebesar 53.231,37 ribu rupiah. Meski sempat mengalami penurunan pada tahun 2020 akibat pandemi covid-19 namun perlahan meningkat hingga mencapai 59.475,43 ribu rupiah pada tahun 2023. Besarnya PDRB per kapita Kota Magelang di tahun 2023 menempati peringkat ke-3 terbesar di antara wilayah perkotaan se-Jawa Tengah di bawah Kota Semarang (Rp. 146,87 juta per tahun) dan Kota Surakarta (Rp. 114,80 juta per tahun).
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, 2024Gambar 2.17 PDRB per Kapita 6 Kota di Jawa Tengah (Juta Rupiah/tahun), 2023Tabel 2.16 PDRB per Kapita (Ribu Rupiah/tahun) Kota Magelang, 2021 - 2023Sumber: BPS Kota Magelang, 2023
2.1.2.2 Fokus Kesejahteraan Sosial
2.1.2.2.1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Capaian pembangunan manusia di suatu wilayah diukur dengan indeks komposit yang dinamakan dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM dibentuk oleh 3 dimensi dasar yaitu dimensi umur panjang dan sehat, dimensi pengetahuan, dan dimensi standar hidup layak. Dimensi umur panjang dan sehat diukur menggunakan indikator Umur Harapan Hidup (expectancy of life at birth) yang menghasilkan Indeks Kesehatan. Dimensi pengetahuan diukur dengan indikator Rata-rata Lama Sekolah (mean years of schooling) penduduk usia 25 tahun ke atas dan indikator Harapan Lama Sekolah (expected years of schooling) dari penduduk usia 7 tahun ke atas yang keduanya menghasilkan indeks pengetahuan. Dimensi standar hidup layak diukur dengan indikator pengeluaran perkapita yang disesuaikan (purchasing power parity) yang menghasilkan indeks pendapatan.
IPM Kota Magelang tahun 2023 sebesar 81,17. Indeks ini meningkat 0,78 poin atau tumbuh 0,97 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Dari sisi capaian maupun pertumbuhannya, IPM Kota Magelang tahun 2023 masih lebih tinggi dibanding IPM Jawa Tengah (tumbuh 0,81 persen) dan IPM Nasional (tumbuh 0,84 persen). Jika dibandingkan dengan kota-kota lain di Jawa Tengah, pertumbuhan IPM Kota Magelang tahun 2023 relatif masih lebih tinggi, kecuali dibandingkan dengan kota Pekalongan dan Kota Tegal yang tahun ini mampu tumbuh diatas 1 persen. Jika dilihat perkembangan selama lima tahun terakhir, pertumbuhan IPM Kota Magelang selama periode 2019-2023 mencapai 3,01 persen, paling tinggi dibanding kota-kota lain di Jawa Tengah dan melebihi pertumbuhan IPM Jawa Tengah namun sedikit lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan IPM Nasional dalam periode yang sama.
Tabel 2.17 Perbandingan IPM Kota Magelang dengan Kota-Kota di Jawa Tengah, 2019-2023Sumber: BPS, 2023
Dilihat dari kategorinya, pencapaian pembangunan manusia di Kota Magelang pada tahun 2023 sudah termasuk kategori “sangat tinggi”. Kendati demikian, capaian IPM Kota Magelang tahun 2023 masih menduduki peringkat ke-empat IPM tertinggi di Jawa Tengah, dibawah Kota Salatiga, Kota Semarang, dan Kota Surakarta. Peningkatan IPM di tahun 2023 belum mampu menggeser posisi relatif terhadap kabupaten/kota lain di Jawa Tengah.
Peningkatan IPM di Kota Magelang tahun 2023 terjadi di semua dimensi yang ditunjukkan oleh meningkatnya semua indikator yang menjadi komponen pembentuk IPM. Kendati meningkat, namun pertumbuhan IPM tahun ini lebih lambat dibanding pertumbuhan IPM tahun lalu yang mampu tumbuh diatas 1 persen. Perlambatan IPM tahun ini disebabkan hampir semua indikator pembentuk tumbuh lebih lambat dibanding tahun lalu, kecuali angka harapan hidup yang tumbuh 0,26 persen, lebih tinggi dibanding pertumbuhan angka harapan hidup tahun lalu (tumbuh 0,12 persen).
Tabel 2.18 Realisasi Indikator Pembentuk IPM Kota Magelang, Jawa Tengah dan Indonesia, 2022-2023Sumber: BPS, 2023
Dilihat dari indikator pembentuknya, capaian indikator di Kota Magelang nilainya selalu lebih tinggi dari capaian di tingkat Jawa Tengah maupun tingkat nasional. Pengeluaran Per Kapita Disesuaikan tahun 2023 tumbuh paling tinggi (2,80 persen), diikuti Rata-rata Lama Sekolah (2,38 persen) dan Harapan Lama Sekolah (0,63 persen). Pertumbuhan terendah terjadi pada indikator Umur Harapan Hidup Saat Lahir (UHH) yang hanya tumbuh sebesar 0,26 persen. Dibandingkan dengan pertumbuhan Jawa Tengah, hampir semua indikator tumbuh lebih tinggi, kecuali pengeluaran per kapita yang disesuaikan (PPP) yang tumbuh lebih rendah. PPP Jawa Tengah tumbuh 4,03 persen, hampir dua kali lipat dari pertumbuhan PPP di Kota Magelang. Jika dibandingkan dengan pertumbuhan di tingkat nasional, hanya UHH dan PPP di Kota Magelang yang tumbuh lebih rendah.
Pengeluaran per kapita disesuaikan di Kota Magelang tahun 2023 meningkat 467 ribu rupiah menjadi Rp.12.816.000/kapita/tahun. Angka ini sudah lebih tinggi dibanding capaian sebelum pandemi Covid-19 (tahun 2019), menunjukkan bahwa daya beli masyarakat Kota Magelang tahun 2022 sudah kembali pulih pasca Covid-19. Dibandingkan dengan capaian Provinsi Jawa Tengah, Pengeluaran Per Kapita Disesuaikan Kota Magelang selalu lebih tinggi. Kendati demikian, jika dibandingkan dengan kota-kota di Provinsi Jawa Tengah capaian Pengeluaran Per Kapita Disesuaikan Kota Magelang ternyata paling rendah, lebih rendah dari Kota Pekalongan dan Kota Tegal yang notabene IPM-nya lebih rendah dari Kota Magelang.
Dimensi umur panjang dan sehat yang diukur dengan indikator Umur Harapan Hidup Saat Lahir (UHH) tahun 2023 ini tumbuh paling rendah dibanding indikator pembentuk IPM yang lain. Kendati demikian, pertumbuhan tersebut masih lebih tinggi dibanding pertumbuhan UHH Jawa Tengah maupun Indonesia (lihat tabel 2.16). Capaian UHH di Kota Magelang memiliki share terbesar dalam pembentukan IPM Kota Magelang. Capaian UHH sebesar 77,22 tahun pada tahun 2023 menghasilkan indeks kesehatan sebesar 88,03; paling tinggi dibanding indeks pembentuk IPM yang lain. Umur Harapan Hidup sebesar 77,22 tahun menunjukkan bahwa anak yang baru lahir di Kota Magelang tahun 2023 memiliki harapan untuk tetap hidup hingga umur kurang lebih 77 tahun. Jika dibandingkan dengan capaian UHH kota-kota lain di Provinsi Jawa Tengah, UHH di Kota Magelang masih menempati peringkat ke-4 dibawah Kota Salatiga, Kota Semarang, dan Kota Surakarta. Hal ini menunjukkan derajat kesehatan masyarakat Kota Magelang masih lebih rendah dibanding Salatiga, Semarang dan Surakarta. Meskipun demikian, capaian UHH Kota Magelang terlihat selalu lebih tinggi dibanding capaian UHH tingkat Provinsi Jawa Tengah maupun Nasional.
Dimensi pengetahuan dalam konsep pembangunan manusia diukur dengan dua indikator yaitu Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan harapan Lama Sekolah (HLS). Rata-rata Lama Sekolah Kota Magelang tahun 2022 meningkat dari 10,94 tahun (2022) menjadi 11,20 tahun. Angka ini menunjukkan secara rata-rata penduduk usia 25 tahun ke atas di Kota Magelang telah menjalani pendidikan formal selama 11,20 tahun atau setara kelas 2 (dua) SMA. Capaian ini merupakan prestasi tersendiri mengingat sejak tahun 2010 angka RLS berada di kisaran 10 tahun, baru pada tahun 2023 ini mampu menembus angka 11 tahun. Dengan capaian ini pula, peringkat RLS Kota Magelang mampu bertahan di peringkat ke-2 tertinggi di Provinsi Jawa Tengah, di bawah Kota Salatiga namun di atas Kota Semarang dan Surakarta. Pertumbuhan RLS tahun 2023 (2,38 persen) meskipun tidak sebesar pertumbuhan tahun lalu, namun masih lebih tinggi dibanding pertumbuhan RLS Jawa Tengah dan Nasional.
Sumber: BPS Jawa Tengah, 2023Gambar 2.18 Indikator Pembentuk IPM Wilayah Kota di Jawa Tengah, 2023
Sebagaimana indikator pembentuk IPM yang lain, Harapan Lama Sekolah (HLS) Kota Magelang Tahun 2023 juga mengalami peningkatan meskipun tidak terlalu besar. Kendati demikian, pertumbuhan dan capaiannya masih di atas pertumbuhan dan capaian HLS Jawa Tengah dan Nasional (lihat tabel 2.16). HLS Kota Magelang meningkat dari 14,31 tahun (2022) menjadi 14,40 tahun (2022). Angka ini menunjukkan bahwa penduduk usia 7 tahun ke atas di Kota Magelang memiliki harapan untuk dapat menyelesaikan pendidikan hingga tingkat perguruan tinggi tahun kedua dengan asumsi kondisi aksesibilitas pendidikan yang stagnan atau tidak ada perubahan yang berarti. Jika dibandingkan secara relatif terhadap kota-kota lain di Provinsi Jawa Tengah, HLS Kota Magelang masih menduduki peringkat ke-4, sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Selama empat tahun terakhir HLS Kota Magelang bertahan di kisaran angka 14 tahun.
Capaian IPM Kota Magelang tahun 2023 masih bertahan di peringkat keempat tertinggi dibanding kabupaten/kota lain di Provinsi Jawa Tengah. Dilihat dari indikator pembentuknya, hanya RLS yang capaiannya mampu melampaui Kota Semarang dan Kota Surakarta, sementara HLS dan UHH tetap berada di peringkat keempat sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Faktor terbesar kesenjangan IPM Kota Magelang dengan kota-kota lain di Provinsi Jawa Tengah adalah rendahnya angka Pengeluaran Per Kapita Disesuaikan. Selisih Pengeluaran Per Kapita yang Disesuaikan antara Kota Magelang dengan Kota Surakarta (sebagai kota dengan IPM peringkat ketiga di Jawa Tengah) tahun 2023 mencapai Rp.2.695.000,-/kapita. Selisih ini sedikit meningkat jika dibandingkan tahun lalu, pun demikian selisih ini tergolong besar bila dibandingkan dengan selisih Pengeluaran Per Kapita antara Kota Salatiga, Semarang dan Surakarta yang hanya berkisar 300-500 ribu rupiah.
Capaian IPM Kota Magelang tahun 2023 meskipun meningkat namun jika dilihat dari ketercapaian target yang tercantum di dokumen perencanaan belum menunjukkan kinerja yang lebih baik dibanding tahun 2022. Tidak tercapainya target IPM Kota Magelang Tahun 2023 lebih disebabkan karena tidak tercapainya target indikator Harapan Lama Sekolah dan Pengeluaran Per Kapita yang disesuaikan, sebagaimana kondisi tahun sebelumnya. Indikator Pengeluaran per kapita yang disesuaikan meskipun dua tahun terakhir memiliki pertumbuhan tertinggi diantara indikator pembentuk IPM yang lain namun ternyata capaiannya relatif masih jauh dari angka yang ditargetkan di dokumen perencanaan. Sementara itu, capaian indikator Harapan Lama Sekolah selama tiga tahun terakhir selalu di bawah dari target yang telah ditetapkan di dokumen perencanaan.
Tabel 2.19 Target dan Realisasi Indikator Pembentuk IPM Kota Magelang, 2022-2023Sumber: *) RPJMD 2021-2026 **) BPS Jawa Tengah, 2023
Beberapa upaya telah dilakukan untuk peningkatan IPM Kota Magelang. Untuk sektor pendidikan, penyelenggaraan pendidikan dasar gratis untuk sekolah negeri dengan adanya BOS dan BOSDA untuk meningkatkan akses pendidikan bagi seluruh warga. Selain itu, anak yang putus sekolah didorong untuk dapat mengikuti kejar paket sesuai jenjang. Di sektor kesehatan (Umur Harapan Hidup), pelayanan di puskesmas dan rumah sakit terus ditingkatkan, diiringi dengan peningkatan sarana prasarana hingga SDM. Selain itu, perluasan jangkauan pelayanan seperti homecare juga telah dilakukan. KIE terkait Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) juga terus dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. Selain itu, upaya perbaikan infrastruktur, manajemen lalu lintas, dan upaya mitigasi bencana juga dilakukan untuk mendukung peningkatan Umur Harapan Hidup. Upaya ini diharapkan dapat meminimalisir korban akibat kecelakaan atau bencana. Terkait upaya peningkatan pengeluaran per kapita, selain bantuan langsung kepada masyarakat, juga dilakukan peningkatan kapasitas SDM dengan pelatihan kerja maupun pelatihan usaha untuk peningkatan pendapatan dengan program unggulan magelang keren yang telah mewisuda sebanyak 1.500 wirausaha baru dalam dua tahun terakhir.
2.1.2.2.2 Indeks Pembangunan Gender (IPG) dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG)
Tahun 2023 terjadi kenaikan IPG Kota Magelang sebesar 0,52 poin dari 95,91 pada tahun 2022 menjadi 96,43. Peningkatan IPG tahun ini sedikit lebih tinggi dibanding peningkatan tahun lalu yang hanya 0,37 poin. Hal ini menunjukkan bahwa kesenjangan pembangunan kualitas sumber daya manusia perempuan dan laki-laki di Kota Magelang semakin kecil. Hampir di semua indikator pembentuk IPM, capaian indikator penduduk perempuan lebih rendah, kecuali di Umur Harapan Hidup (UHH). UHH perempuan selalu lebih tinggi dari laki-laki. Di aspek pendidikan meskipun capaian lebih rendah, namun peningkatan HLS dan RLS perempuan lebih besar dibanding peningkatan indikator yang sama untuk laki-laki. RLS perempuan mampu bergerak menjadi 11 tahun, dari yang sebelumnya bertahan di angka 10 tahun selama 3 tahun (periode 2020-2022). Sementara RLS laki-laki hanya meningkat 0,01 poin yang menyebabkan angka RLS masih bertahan di angka 11 tahun selama 5 tahun terakhir. Pengeluaran per kapita yang disesuaikan dari penduduk perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki.
Tabel 2.20 Komponen Pembentuk Indeks Pembangunan Gender (IPG) Kota Magelang 2019-2023Sumber: BPS Kota Magelang, 2024
Selain IPG, perwujudan kesetaraan gender di Indonesia diukur melalui Indeks Pemberdayaan Gender (IDG). IDG mengukur partisipasi aktif perempuan di bidang politik, pengambilan keputusan dan ekonomi dengan tiga komponen yaitu persentase perempuan dalam parlemen, persentase tenaga profesional perempuan dan sumbangan pendapatan perempuan. Nilai IDG semakin mendekati 100 mengindikasikan pemberdayaan gender yang semakin baik, sementara nilai masing-masing komponen IDG menunjukkan persentase keterlibatan perempuan tersebut dalam kegiatan.
IDG Kota Magelang dalam 5 (lima) tahun terakhir cenderung berfluktuatif. Tahun 2023 IDG justru mengalami penurunan dari 80,13 menjadi 79,51. Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, penyumbang IDG tertinggi di Kota Magelang adalah peran serta perempuan sebagai tenaga manajer, professional, administrasi, teknisi yang meningkat dari 46,81 persen (2022) menjadi 59,55 persen (2023). Peningkatan indikator juga terjadi untuk indikator sumbangan perempuan dalam pendapatan kerja dari 41,84 persen menjadi 42,42 persen. Sementara sumbangan terendah dari indikator keterlibatan perempuan dalam parlemen yang cenderung tetap dalam 3 tahun terakhir sebesar 24 persen.
Tabel 2.21 Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) Kota Magelang, 2019-2023Sumber: BPS Kota Magelang, 2024
Pada tahun 2023, meskipun sedikit mengalami penurunan, IDG Kota Magelang masih relatif unggul dibandingkan kota-kota lain di Jawa Tengah. Kota Magelang masih dapat mempertahankan posisi di peringkat kedua IDG tertinggi di bawah Kota Surakarta (81,92), sedikit di atas Kota Salatiga (79,48). Jika diperhatikan, diantara kota-kota di Jawa Tengah, hanya Kota Magelang dan Kota Semarang yang capaian IDG nya mengalami penurunan, sementara yang lain justru meningkat. Hal ini menyebabkan jarak IDG Kota Magelang dengan IDG Kota Salatiga semakin dekat, dan berpotensi tersalip jika tidak dilakukan upaya intervensi ke depannya. Sementara jarak dengan IDG Kota Surakarta justru semakin jauh. Perkembangan nilai IDG Kota Magelang dan kota-kota di Jawa Tengah selama tahun 2021-2023 disajikan pada gambar berikut.
Sumber: BPS Kota Magelang, 2024Gambar 2.19 Indeks Pemberdayaan Gender Wilayah Kota di Jawa Tengah, 2021-2023
2.1.2.2.3 Pengangguran
2.1.2.2.3.1 Tingkat Pengangguran Terbuka
Permasalahan utama yang dihadapi Pemerintah Daerah di bidang ketenagakerjaan adalah meningkatnya pengangguran. Pengangguran terjadi ketika jumlah angkatan kerja yang ada, belum atau tidak terserap sepenuhnya oleh lapangan pekerjaan yang tersedia. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk melihat besarnya tingkat pengangguran adalah Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). TPT diperoleh dengan membagi antara jumlah pengangguran (penduduk usia 15 tahun ke atas yang tidak bekerja dan mencari pekerjaan) dengan jumlah angkatan kerja (penduduk usia kerja yang bekerja dan pengangguran). Ukuran ini dapat digunakan untuk melihat seberapa besar penawaran kerja yang tidak dapat terserap di dalam pasar kerja.
Tabel 2.22 Target dan Realisasi Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Kota Magelang, 2019-2023Sumber Data: *) RPJMD 2021-2026; **) BPS Jawa Tengah, 2023
Dalam kondisi normal, kinerja Pemerintah Kota Magelang dalam penanganan pengangguran dapat dikatakan berhasil. Hal ini terlihat dari realisasi TPT di Kota Magelang mampu melampaui target TPT yang telah ditetapkan di periode sebelum dan pasca Pandemi Covid-19. Target TPT yang tidak tercapai hanya di periode 2020-2021 atau periode ketika Pandemi Covid-19 melanda. Sebelum masa pandemi Covid-19, TPT Kota Magelang sempat mencapai titik terendah di angka 4,37 persen (2019) dengan jumlah penganggur sebanyak 2.769 orang. Dampak dari pandemi, TPT meningkat dua kali lipat hingga mencapai 8,73 persen di tahun 2021. Seiring dengan pulihnya kondisi ekonomi pasca pandemi Covid 19, TPT Kota Magelang tahun 2022 menurun menjadi 6,71 persen. Pada Tahun 2023 TPT kembali mengalami penurunan menjadi 5,25 persen. Dari sisi jumlah penganggur, terjadi penurunan dari 4.487 orang (2022) menjadi 3.632 orang (2023), atau berkurang sebanyak 855 orang. Meskipun menurun dan mampu melampaui target, namun TPT di Kota Magelang tahun 2023 masih lebih tinggi dibanding kondisi sebelum pandemi covid-19 (tahun 2019). Kondisi ini juga terjadi di tingkat Provinsi Jawa Tengah maupun Nasional, begitu pula di kota-kota lain di Jawa Tengah, kecuali Kota Pekalongan dan Kota Tegal.
Tingkat pengangguran terbuka di Kota Magelang periode sebelum Pandemi Covid-19 (2018-2019) selalu lebih rendah dibanding TPT Nasional ataupun TPT Provinsi Jawa Tengah (tahun 2019). Pada periode tersebut, TPT Kota Magelang sempat menempati peringkat terendah ke-3 diantara kota-kota lain di Jawa Tengah, di atas Kota Surakarta dan Kota Salatiga. Namun mulai tahun 2020, sejak pandemi Covid-19 TPT Kota Magelang meningkat menjadi lebih tinggi dibanding TPT Jawa Tengah dan TPT Nasional sehingga menempati peringkat tertinggi kedua diantara wilayah kota di Jawa Tengah. Pada tahun 2023 penurunan TPT yang cukup signifikan mampu mengembalikan posisi TPT Kota Magelang di peringkat tertinggi ke-3 diantara kota-kota lain di Jawa Tengah. Capaian TPT Kota Magelang berada di bawah TPT Nasional, namun masih sedikit di atas TPT Jawa Tengah.
Tabel 2.23 Tingkat Pengangguran Terbuka Kota-kota di Jawa Tengah dan Indonesia, 2019-2023Sumber: BPS, 2023
Kendati TPT Kota Magelang lebih tinggi dibanding TPT Jawa Tengah, namun jika dilihat dari perubahan TPT pada tahun 2023 di Kota Magelang dan Kota Semarang mengalami penurunan TPT terbesar dibanding kota-kota lain di Provinsi Jawa Tengah. TPT Kota Magelang tahun 2023 mampu turun 1,46 persen poin, lebih tinggi dibanding penurunan TPT Jawa Tengah (-0,44 persen poin) maupun TPT Nasional (-0,54 persen poin). Sementara itu penurunan TPT pada periode yang sama di kota-kota lain (kecuali Kota Semarang) di Provinsi Jawa Tengah berada pada kisaran 0 hingga 1 persen poin. Kota Semarang memiliki penurunan TPT terbesar di tahun 2023 yaitu sebesar 1,61 persen poin.
Sumber: BPS, 2023Gambar 2.20 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Wilayah Kota di Jawa Tengah, 2021-2023
Relasi antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat pengangguran terbuka terlihat cukup jelas pada tingkat Jawa Tengah dan Nasional, setidaknya dalam lima tahun terakhir. Pertumbuhan ekonomi yang positif diikuti dengan penurunan TPT, meskipun dengan besaran yang beragam. Sebaliknya, kontraksi ekonomi juga diikuti dengan meningkatnya TPT. Kondisi berbeda terjadi di Kota Magelang, relasi tersebut tidak sepenuhnya berlaku. Pada saat pertumbuhan ekonomi di Kota Magelang mencapai besaran 5 persen diikuti dengan penurunan TPT, namun ketika pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 3 persen justru TPT mengalami peningkatan. Pada saat pertumbuhan ekonomi berada di kisaran 5 persen, penurunan TPT di Kota Magelang relatif lebih tinggi dibanding penurunan TPT di Jawa Tengah dan Nasional. Kondisi ini menunjukkan bahwa pada tingkat pertumbuhan ekonomi tertentu dampak dari pertumbuhan ekonomi terhadap penurunan tingkat pengangguran di Kota Magelang cenderung lebih tinggi dibanding Jawa Tengah dan Nasional.
Tabel 2.24 Perkembangan Perubahan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dan Pertumbuhan Ekonomi Kota Magelang, Jawa Tengah dan Indonesia, 2019-2023Sumber: BPS, 2023
2.1.2.2.3.2 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) didefinisikan sebagai persentase angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja (usia 15 tahun ke atas). Nilai TPAK mengindikasikan besarnya persentase penduduk usia kerja yang aktif secara ekonomi di suatu daerah. Semakin tinggi nilai TPAK, semakin tinggi pula pasokan tenaga kerja yang tersedia untuk memproduksi barang dan jasa dalam perekonomian. Angkatan kerja merupakan penjumlahan dari penduduk bekerja dan pengangguran. Salah satu indikator keberhasilan pembangunan ketenagakerjaan adalah menurunnya TPT yang diiringi dengan meningkatnya TPAK. Meningkatnya angkatan kerja diriingi dengan meningkatnya jumlah penduduk yang bekerja (tenaga kerja) dan menurunnya jumlah pengangguran.
Pada tahun 2023, Angkatan kerja di Kota Magelang meningkat dari 66.834 orang (2022) menjadi 69.199 orang. Sementara penduduk yang terkategori bukan Angkatan kerja mengalami penurunan dari 32.091 orang (2022) menjadi 30.141 (2023). Hal ini tentu berdampak pada meningkatnya Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dari 67,56 persen (2022) menjadi 69,66 persen (2023), atau meningkat hingga 2,10 persen poin. Meningkatnya TPAK menunjukkan banyaknya angkatan kerja yang terserap dalam pasar kerja. Capaian TPAK di tahun 2023 ini bahkan sudah melampaui capaian TPAK tahun 2018 lalu yang sebesar 68,90 persen. Jika dilihat perkembangannya selama lima tahun terakhir, TPAK Kota Magelang cenderung fluktuatif namun memiliki tren yang meningkat. Tren peningkatan TPAK Kota Magelang mengindikasikan supply tenaga kerja yang semakin banyak setiap tahunnya, dengan demikian kondisi di dalam pasar kerja akan lebih kompetitif. Dimungkinkan salah satu penyebabnya adalah mobilitas penduduk dan pilihan penduduk untuk bekerja atau mencari pekerjaan di luar daerah, serta adanya persaingan tenaga kerja luar daerah yang masuk pasar kerja di wilayah Kota Magelang.
Peningkatan TPAK yang disertai dengan menurunnya TPT, menunjukkan bertambahnya Tingkat Kesempatan Kerja (TKK). TKK menunjukkan besarnya persentase penduduk yang bekerja (tenaga kerja) terhadap angkatan kerja. TKK Kota Magelang tahun 2023 meningkat dari 93,29 persen (2022) menjadi 94,75 persen. Jika dilihat perkembangannya selama lima tahun terakhir, jumlah tenaga kerja juga berfluktuatif namun meningkat di dua tahun terakhir. Pada tahun 2023 tenaga kerja di Kota Magelang tercatat sebanyak 65.567 orang, atau meningkat hingga 3.220 orang dibanding tahun sebelumnya.
Tabel 2.25 Indikator Ketenagakerjaan di Kota Magelang, 2019-2023Sumber: BPS Kota Magelang, 2023
Penyerapan tenaga kerja di Kota Magelang masih didominasi oleh sektor jasa, utamanya adalah lapangan usaha perdagangan besar dan eceran serta penyediaan akomodasi dan makan minum. Tenaga kerja di sektor jasa menyerap hampir 80 persen dari total tenaga kerja yang ada di Kota Magelang. Sementara sektor manufaktur mampu menyerap tenaga kerja sebesar 19,45 persen, utamanya di lapangan usaha industri pengolahan. Sektor pertanian menyerap tenaga kerja paling sedikit, hanya 1,74 persen. Kondisi ini berkebalikan dengan struktur tenaga kerja di Jawa Tengah maupun Nasional. Di Jawa Tengah dan Nasional, sektor pertanian masih dominan menyerap tenaga kerja dibanding sektor lain pada kisaran 24-29 persen.
Sumber: BPS Kota Magelang, 2023Gambar 2.21 Penyerapan Tenaga Kerja di Kota Magelang, 2023
2.1.2.2.4 Angka Beban Tanggungan Penduduk (Rasio Ketergantungan)
Semakin tinggi rasio ketergantungan menunjukkan beban yang harus ditanggung penduduk usia produktif semakin besar, begitu pula sebaliknya. Kondisi Rasio Ketergantungan di Kota Magelang selama periode 2018-2022 bisa dilihat pada Tabel 2.26 berikut.
Tabel 2.26 Angka Beban Tanggungan Penduduk Kota Magelang, 2019-2023Sumber: BPS Kota Magelang, 2024
Hasil Sensus Penduduk 2020 (SP2020) mencatat jumlah penduduk di Kota Magelang sebanyak 121.526 jiwa. Berdasarkan proyeksi interim hasil SP2020, jumlah penduduk tahun 2023 meningkat menjadi 122.150 jiwa atau tumbuh 0,17 persen. Dilihat dari strukturnya, penduduk masih didominasi oleh penduduk usia produktif, mencapai 70,75 persen pada tahun 2023. Persentase ini sedikit meningkat dibanding tahun 2022 (70,52 persen).
Selama periode 2019-2022 terlihat bahwa rasio ketergantungan cenderung semakin meningkat tetapi sedikit menurun pada tahun 2023. Beban penduduk usia produktif untuk menanggung penduduk usia non produktif semakin bertambah. Pada tahun 2023 setiap 100 penduduk usia produktif di Kota Magelang harus menanggung sekitar 41 orang penduduk usia non produktif. Meskipun rasio ketergantungan sedikit meningkat namun angkanya masih dibawah rasio ketergantungan Jawa Tengah.
Rasio ketergantungan di Kota Magelang besarannya masih berada di bawah 50, kondisi ini masih termasuk dalam bonus demografi. Masih terdapat peluang besar untuk meraih kemakmuran yang mudah apabila penduduk di usia produktif benar-benar mampu berkontribusi secara ekonomi. Sebaliknya. jika sebagian besar dari mereka tidak bekerja maka akan menciptakan instabilitas sosial dan politik. Mereka ini yang dikatakan sebagai penduduk usia produktif namun tidak dapat termanfaatkan tenaganya karena tidak terserap di pasar kerja.
Bonus demografi tersebut merupakan modal dasar pembangunan yang sangat potensial. Potensi yang besar harus diimbangi dengan ketersediaan lapangan kerja, kepemilikan ketrampilan yang cukup, dan fasilitas lainnya yang mendukung iklim usaha. Tidak hanya aspek ekonomi saja yang perlu dipersiapkan, penduduk usia produktif yang melimpah juga membutuhkan layanan bidang pendidikan dan kesehatan yang memadai dan berkualitas dalam rangka mendukung produktifitas penduduk.
2.1.2.2.5 Konsumsi Rumah Tangga
Konsumsi rumahtangga adalah pengeluaran atas barang dan jasa oleh rumahtangga untuk tujuan konsumsi. Dalam hal ini rumah tangga berfungsi sebagai pengguna akhir (final demand) atas berbagai jenis barang dan jasa yang tersedia di dalam suatu perekonomian. Pengeluaran konsumsi rumah tangga merupakan proksi pendapatan dikarenakan data pendapatan yang sesungguhnya dari tiap rumah tangga sangat sulit diperoleh. Rumahtangga lebih bersedia untuk mengingat apa yang mereka keluarkan daripada apa yang mereka peroleh. Di negara-negara berkembang, konsumsi adalah indikator kesejahteraan seumur hidup yang lebih baik dibandingkan pendapatan (Haughton dan Khandker, 2012).
Salah satu tolok ukur tingkat kesejahteraan penduduk adalah pangsa (share) pengeluaran pangan. Menurut Trisnowati (2013). pangsa pengeluaran makanan yang semakin kecil menggambarkan tingkat kesejahteraan yang semakin baik. Tingkat kesejahteraan meningkat seiring dengan meningkatnya pangsa pengeluaran untuk non makanan. Penduduk dengan pangsa konsumsi non makanan lebih dari 50% dapat digolongkan sebagai penduduk dengan perekonomian yang baik. kategori ekonomi sedang jika pangsa konsumsi non makanan pada rentang 20% - 49%. sedangkan kategori perekonomian buruk jika pangsa pengeluaran non makanan kurang dari 20%.
Tabel 2.27 Perkembangan Persentase Konsumsi dan Rata-rata Pengeluaran Per Kapita Kota Magelang, 2019-2023Sumber: BPS Kota Magelang, 2024
Tingkat konsumsi non pangan masyarakat Kota Magelang sejak tahun 2019 sampai dengan tahun 2023 meskipun berfluktuatif namun tren cenderung meningkat dan selalu di atas 50 persen, sehingga dapat dikategorikan dalam perekonomian dengan kondisi baik. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam lima tahun terakhir terlihat bahwa pangsa pengeluaran untuk makanan lebih sedikit dibandingkan pengeluaran untuk non makanan. Pada tahun 2023, sebanyak 56,81 persen konsumsi masyarakat digunakan untuk memenuhi kebutuhan non makanan, seperti pendidikan, kesehatan, perumahan, dan lain-lain. Secara umum, pola konsumsi ini masih lebih baik dibanding kondisi rata-rata Nasional yang konsumsi non makanannya hanya sebesar 51,01 persen.
Pengeluaran perkapita merupakan proksi yang digunakan untuk menggambarkan pendapatan penduduk. Semakin tinggi pendapatan maka semakin banyak yang dikonsumsi. Besarnya nilai pengeluaran menggambarkan kemampuan daya beli penduduk Kota Magelang terhadap komoditas pangan maupun bukan pangan. Penurunan daya beli sempat terjadi pada tahun 2020 dikarenakan pandemi Covid-19, namun di tahun 2021 daya beli masyarakat cenderung sudah kembali normal dan terus meningkat hingga tahun 2022. Pada tahun 2023 rata-rata pengeluaran perkapita justru mengalami penurunan dari 1,7 juta rupiah/bulan menjadi sekitar 1,5 juta rupiah/bulan, sedikit lebih tinggi dibanding kondisi tahun 2021. Penurunan rata-rata konsumsi ini dimungkinkan terjadi karena dua kondisi, pertama: ada sebagian kelompok masyarakat (utamanya di golongan berpendapatan tinggi) yang menahan perilaku konsumsinya dan mengalihkan sebagian pendapatannya untuk saving maupun investasi, kedua: ada sebagian kelompok masyarakat (utamanya di golongan berpendapatan menengah atau rendah) yang memang mengalami penurunan pendapatan sehingga menurunkan tingkat konsumsinya. Kondisi kedua ini yang perlu diwaspadai karena berpotensi menambah kemiskinan baru jika pendapatannya terus menurun sehingga berada di bawah garis kemiskinan. Fenomena ini perlu diantisipasi dengan upaya pemberdayaan masyarakat dan jaminan perlindungan sosial yang berbasis data yang up to date.
2.1.2.2.6 Kemiskinan
2.1.2.2.6.1 Kemiskinan Makro
Kemiskinan didefinisikan sebagai ketidakmampuan secara ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan non-makanan yang diukur menurut garis kemiskinan. Garis kemiskinan menjadi standar nilai minimum rupiah yang harus dikeluarkan untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar makanan dan non makanan. Dengan demikian, garis kemiskinan juga menjadi standar tingkat kesejahteraan di suatu daerah. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan, sementara tingkat kemiskinan didefinisikan sebagai persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan.
Tabel 2.28 Target dan Realisasi Tingkat Kemiskinan Kota Magelang, 2019-2023Sumber Data: *) RPJMD 2016-2021, RPJMD 2021-2026; **) BPS Provinsi Jawa Tengah, 2023
Selama dua tahun terakhir, target penurunan tingkat kemiskinan di Kota Magelang mampu tercapai, bahkan di tahun 2023 mampu melampaui target yang ditetapkan, sebagaimana ditunjukkan tabel di atas. Tingkat kemiskinan tahun 2023 di Kota Magelang menurun dari 7,10 persen (2022) menjadi 6,11 persen (2023) atau menurun 0,99 persen poin, hampir 1 persen poin. Penurunan tingkat kemiskinan ini merupakan yang terbesar setidaknya dalam 5 tahun terakhir. Capaian tingkat kemiskinan tahun 2023 ini lebih rendah (melampaui) dibanding target yang ditetapkan di RPJMD 2021-2026 yaitu sebesar 6,41 persen. Hal ini menunjukkan kinerja penanganan kemiskinan tahun 2023 yang lebih baik dibanding periode-periode sebelumnya.
Sumber: BPS, 2023Gambar 2.22 Persentase Penduduk Miskin (P0) Kota Magelang, Jawa Tengah dan Indonesia, 2019-2023
Tingkat kemiskinan di Kota Magelang selalu lebih rendah dibanding tingkat kemiskinan Jawa Tengah maupun Nasional, sebagaimana ditunjukkan gambar di atas. Penurunan tingkat kemiskinan yang terjadi di Kota Magelang mengikuti pola serupa di tingkat regional maupun nasional, namun penurunan di Kota Magelang jauh lebih tinggi dibanding penurunan di Jawa Tengah maupun Nasional. Tingkat kemiskinan Jawa Tengah turun dari 10,93 persen menjadi 10,77 persen, sementara tingkat kemiskinan nasional juga menurun dari 9,54 persen menjadi 9,36 persen. Jika dilihat dari perubahannya dalam setahun terakhir, tingkat kemiskinan Kota Magelang mampu turun 0,99 persen poin, lebih tinggi dari penurunan tingkat kemiskinan jawa tengah (0,16 persen poin) maupun nasional (0,18 persen poin). Penurunan kemiskinan tahun 2023 menyebabkan tingkat kemiskinan Kota Magelang sudah jauh lebih rendah dibanding kondisi sebelum Covid-19 (tahun 2019), sementara untuk Jawa Tengah dan Nasional tingkat kemiskinannya hanya sedikit di bawah capaian sebelum pandemi Covid-19.
Tabel 2.29 Persentase Penduduk Miskin (P0) Kota-kota di Jawa Tengah dan Indonesia, 2019-2023Sumber: BPS, 2023
Posisi relatif tingkat tingkat kemiskinan Kota Magelang terhadap kota-kota lain di Jawa Tengah ditunjukkan oleh tabel di atas. Kinerja penurunan tingkat kemiskinan Kota Magelang tahun 2023 membuahkan hasil yang cukup membanggakan dimana peringkat Kota Magelang meningkat dari tadinya kota dengan tingkat kemiskinan terendah ke-4 di tahun 2022 menjadi peringkat terendah ke-3 menggantikan posisi Kota Pekalongan. Penurunan tingkat kemiskinan Kota Magelang tahun 2023 tercatat paling tinggi diantara kota-kota lain di Jawa Tengah, melebihi Kota Semarang (turun 0,02 persen poin) dan Kota Salatiga (turun 0,07 persen poin). Dibandingkan dengan kondisi tahun 2019, tingkat kemiskinan Kota Magelang juga tercatat mengalami penurunan paling besar (turun 1,35 persen poin) dibanding kota-kota lain di Jawa Tengah. Selisih persentase penduduk miskin Kota Magelang dengan Kota Salatiga (sebagai kota dengan tingkat kemiskinan terendah kedua di Jawa Tengah) semakin mengecil, dari 2,70 persen poin (2019) menjadi hanya 1,45 persen poin (2023).
Penurunan tingkat kemiskinan tidak selalu linier dengan pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Fenomena yang sama terjadi di Kota Magelang, Provinsi Jawa Tengah, maupun Nasional. Terlihat selama lima tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi yang positif akan diikuti dengan penurunan tingkat kemiskinan hanya jika pertumbuhan ekonomi berada pada kisaran 5 persen. Pada tahun 2023, pertumbuhan ekonomi di Kota Magelang sedikit mengalami perlambatan dari 5,77 persen di tahun 2022 menjadi 5,45 persen di tahun 2023. Kendati pertumbuhan ekonomi melambat namun penurunan kemiskinan yang terjadi justru lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa bahwa dampak dari pertumbuhan ekonomi terhadap penurunan kemiskinan di Kota Magelang di tahun 2023 lebih besar dibanding dampak yang sama di tingkat Provinsi Jawa Tengah maupun tingkat Nasional. Di Jawa Tengah dan Nasional, seiring dengan perlambatan perekonomian, besaran penurunan kemiskinan juga semakin mengecil. Dibutuhkan pertumbuhan ekonomi sekitar 5 persen untuk menurunkan tingkat kemiskinan 0,16 persen poin di Jawa Tengah maupun 0,18 persen poin di tingkat Nasional. Sementara di Kota Magelang dengan pertumbuhan ekonomi 5,45 persen tingkat kemiskinan bisa menurun hampir 1 persen poin. Perkembangan perubahan tingkat kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi selama periode 2018-2022 tersaji di tabel berikut.
Tabel 2.30 Perkembangan Perubahan Tingkat Kemiskinan dan Pertumbuhan Ekonomi Kota Magelang, Jawa Tengah dan Indonesia, 2019-2023Sumber: BPS, 2023
Perkembangan jumlah penduduk miskin cenderung linier dengan perkembangan tingkat kemiskinannya. Pada periode 2020-2021 jumlah penduduk miskin bertambah di seluruh wilayah kota di Jawa Tengah, agregat Provinsi Jawa Tengah, begitu pula agregat secara Nasional. Penambahan ini dikarenakan dampak dari Pandemi Covid-19. Kendati demikian, penambahan penduduk miskin di Kota Magelang di periode tersebut termasuk yang paling sedikit dibanding kota-kota lain di Jawa Tengah. Selama periode 2020-2021 penduduk miskin di Kota Magelang bertambah hanya pada kisaran 1,8 persen saja, sementara untuk Jawa Tengah dan Nasional sampai pada kisaran 3 hingga 6 persen.
Secara agregat jumlah penduduk miskin Kota Magelang mengalami penurunan, begitu juga kota-kota lain di Jawa Tengah dan Nasional. Jumlah penduduk miskin di Kota Magelang berkurang sejumlah sejumlah 1.200 jiwa, dari 8.650 jiwa (2022) menjadi 7.450 jiwa (2023). Dibandingkan dengan kota-kota lain di Provinsi Jawa Tengah, secara agregat jumlah penduduk miskin di Kota Magelang adalah yang paling sedikit. Hal ini wajar dikarenakan secara total jumlah penduduk di Kota Magelang juga paling sedikit se-Jawa Tengah. Jika dilihat dari pertumbuhannya di tahun terakhir, penurunan penduduk miskin di Kota Magelang tergolong paling besar diantara kota-kota lain di Provinsi Jawa Tengah. Penduduk miskin di Kota Magelang tahun 2023 berkurang 13,87 persen, lebih besar dibanding penurunan penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah (1,04 persen) ataupun Nasional (1,00 persen).
Tabel 2.31 Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Miskin Kota-kota di Jawa Tengah dan Indonesia, 2019-2023Sumber: BPS, 2023
Tidak hanya angka kemiskinan dan Garis Kemiskinan, keberhasilan penanggulangan kemiskinan juga harus memperhatikan indeks kedalaman kemiskinan (Poverty Gap Index-P1) yang merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Perkembangan indeks kedalaman kemiskinan di Kota Magelang selama lima tahun terakhir cenderung menurun. Peningkatan indeks kedalaman sempat meningkat di tahun 2020 yang dimungkinkan dampak dari pandemi Covid-19, setelah itu peningkatan juga kembali terjadi di tahun 2023.
Tabel 2.32 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Kota-kota di Jawa Tengah dan Indonesia, 2019-2023Sumber: BPS, 2023
Tahun 2022 indeks kedalaman kemiskinan Kota Magelang terendah di Jawa Tengah, melampaui Kota Semarang (0,56) dan Kota Salatiga (0,66). Tahun 2023, posisi Kota Magelang digeser oleh Kota Semarang. Indeks kedalaman kemiskinan Kota Magelang mencapai mencapai 0,74 sedangkan indeks kedalaman kemiskinan Kota Semarang hanya sebesar 0,56. Jika dilihat dari perubahan indeksnya, indeks kedalaman kemiskinan di Kota Magelang meningkat sebesar 0,30 poin dan merupakan peningkatan terbesar dibanding tahun-tahun sebelumnya. Peningkatan tersebut berbanding terbalik dengan indeks kedalaman kemiskinan di Jawa Tengah (-0,02) dan Nasional (-0,06) dan kota-kota lain di Jawa Tengah selain Kota Salatiga (0,09). Peningkatan ini perlu diantisipasi karena berarti semakin tinggi nilai indeks kedalaman kemiskinan maka semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk miskin dari garis kemiskinan, artinya tingkat kesejahteraan penduduk miskin semakin memburuk.
Selain indeks kedalaman kemiskinan, indikator lain yang perlu dilihat adalah Indeks Keparahan Kemiskinan (Poverty Severity Index-P2). Indeks Keparahan Kemiskinan memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin. Indeks keparahan kemiskinan juga memiliki interpretasi yang sama dengan indeks kedalaman, dimana semakin rendah nilai indeks justru menunjukkan arah yang lebih baik. Sebaliknya semakin tinggi indeks menunjukkan semakin besar ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin.
Pola penurunan indeks keparahan kemiskinan di Kota Magelang mengikuti pola penurunan indeks kedalaman kemiskinan. Pada tahun 2023, indeks keparahan kemiskinan di Kota Magelang juga mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya dari 0,06 menjadi 0,12. Pola ini sedikit berbeda dengan pola di provinsi Jawa Tengah dan Nasional. Indeks keparahan kemiskinan di Jawa Tengah masih bertahan di angka 0,42 sementara di Nasional sedikit menurun (-0,01) menjadi 0,38. Peningkatan indeks keparahan di Kota Magelang ini menunjukkan bahwa ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin sedikit membesar. Meskipun meningkat namun indeks keparahan kemiskinan di Kota Magelang selalu lebih rendah dibanding indeks yang sama di Jawa Tengah dan Nasional. Peningkatan indeks keparahan kemiskinan di tahun ini menggeser posisi Kota Magelang dari posisi terendah kembali menjadi peringkat ke 2 terendah di Jawa Tengah.
Tabel 2.33 Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Kota-kota di Jawa Tengah dan Indonesia, 2019-2023Sumber: BPS, 2023
Dibandingkan dengan kota-kota lain di Jawa Tengah, capaian indeks kedalaman dan indeks keparahan kemiskinan di Kota Magelang tahun 2023 kembali ke peringkat kedua terendah. Kondisi ini dapat dianggap masih sangat mendukung dan memudahkan dalam proses pengentasan kemiskinan di Kota Magelang. Kendati demikian, ada faktor lain yang memperlambat laju penurunan tingkat kemiskinan di Kota Magelang, salah satunya adalah masih tingginya garis kemiskinan. Di antara enam wilayah kota yang ada di Jawa Tengah, Kota Magelang merupakan daerah perkotaan dengan garis kemiskinan tertinggi ketiga setelah Kota Semarang dan Kota Tegal. Hal ini menunjukkan bahwa Garis kemiskinan Kota Magelang tahun 2023 sebesar 602.794 rupiah, sementara garis kemiskinan Kota Semarang sebesar 642.456 rupiah dan Kota Tegal sebesar 623.617 rupiah. Garis Kemiskinan di Kota Magelang tahun 2023 meningkat sebesar Rp 27.664,- rupiah atau sebesar 4,81 persen. Besaran peningkatan garis kemiskinan tahun ini lebih kecil dibanding peningkatan garis kemiskinan tahun 2022 lalu yang mencapai 6 persen. Upaya pengentasan kemiskinan harus diimbangi dengan upaya menahan laju inflasi garis kemiskinan, salah satunya dengan menahan inflasi bahan kebutuhan pokok. Inflasi garis kemiskinan yang tidak diimbangi dengan peningkatan daya beli masyarakat akan berpotensi meningkatkan jumlah dan persentase penduduk miskin.
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, 2023Gambar 2.23 Indikator Kemiskinan Wilayah Kota di Jawa Tengah, 2023
2.1.2.2.6.2 Profil Penduduk Miskin Kota Magelang
Beberapa aspek yang harus menjadi fokus dalam upaya penanganan kemiskinan Kota Magelang adalah pendidikan, ketenagakerjaan, serta sanitasi dan air bersih. Hasil analisis kemiskinan makro Kota Magelang tahun 2023 yang dilakukan oleh BPS menunjukkan bahwa dari sisi pendidikan secara umum komposisi penduduk miskin masih didominasi oleh penduduk berijazah SD/SLTP mencapai 51,11 persen. Sementara komposisi paling sedikit adalah penduduk miskin yang tidak lulus SD (6,21 persen).
Tabel 2.34 Persentase Penduduk Miskin Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Kota Magelang 2019-2023
Tahun
2019
2020
2021
2022
2023
< SD
11,39
10,60
8,95
20,07
6,21
SD/SLTP
54,03
48,38
44,76
46,18
51,11
SLTA
34,58
41,02
46,29
33,75
42,68
Sumber: BPS Kota Magelang, 2024
Terkait ketenagakerjaan, pada tahun 2023, masih ada 58,27 persen penduduk miskin usia 15 tahun ke atas yang tidak bekerja. Sisanya terbagi atas penduduk yang bekerja di sektor formal dan sektor informal. Pada tahun 2023 ditemukan masih ada 31,95 persen penduduk miskin yang bekerja di sektor formal, sementara yang bekerja di sektor informal hanya 9,77 persen. Dimungkinkan penduduk miskin yang bekerja di sektor formal merupakan kelompok penduduk yang sedikit di bawah garis kemiskinan.
Tabel 2.35 Persentase Penduduk Miskin Usia 15 Tahun ke Atas menurut Status Bekerja di Kota Magelang, 2019-2023
Status Bekerja
2019
2020
2021
2022
2023
Tidak Bekerja
45,83
51,20
47,12
45,58
58,27
Sektor Informal
27,71
34,84
18,08
22,20
9,77
Sektor Formal
26,46
23,96
34,81
32,22
31,95
Sumber: BPS Kota Magelang, 2024
Di Kota Magelang, belum semua masyarakat miskin menggunakan jamban sendiri/bersama. Persentase rumah tangga miskin yang menggunakan jamban sendiri/bersama selama 2 tahun terakhir (tahun 2022-2023) pada kisaran 90 persen. Perlu upaya lebih untuk meningkatkan kemampuan masyarakat miskin dalam mengakses jamban sendiri/Bersama, meski hal tersebut sulit diwujudkan. Ukuran rumah masyarakat miskin yang cenderung kecil kadang tidak memungkinkan adanya penambahan ruangan meskipun hanya sekedar ruang untuk jamban/WC.
Tabel 2.36 Persentase Rumah Tangga Miskin yang Menggunakan Air Layak dan Jamban Sendiri/ Bersama di Kota Magelang, 2019-2023
Karakteristik
2019
2020
2021
2022
2023
Air Layak
93,56
92,80
100,00
100,00
100,00
Jamban Sendiri/ Bersama
81,71
86,97
75,31
93,56
90,82
Sumber: BPS Kota Magelang, 2024
2.1.2.2.6.3 Upaya Penurunan Kemiskinan
Upaya penanganan kemiskinan di Kota Magelang pada tahun 2023 menjadi tanggung jawab lintas sektor yang melibatkan berbagai perangkat daerah, untuk penurunan beban pengeluaran, peningkatan pendapatan, dan peningkatan akses terhadap pelayanan dasar bagi masyarakat miskin, melalui berbagai program kegiatan, Beberapa aktivitas kegiatan yang dilakukan antara lain:
Penyelenggaraan sekolah gratis untuk sekolah negeri (SD dan SLTP) melalui pemanfaatan dana BOS dan BOSDA untuk memperluas akses Pendidikan
Peningkatan kualitas sarana prasarana fasilitas Kesehatan dan SDM Kesehatan untuk meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan Kesehatan, salah satunya melalui home care untuk lansia
Pemberian pelatihan kerja kepada pencari kerja, perempuan rentan, dan pemuda
Pemberian pelatihan kepada UMKM untuk peningkatan pendapatan pelaku UMKM
Pemberian bantuan kepada PMKS
Pemberian jaminan sosial berupa permakanan kepada penduduk miskin yang berada di desil 1 dalam daftar P3KE 2022 yang telah diverifikasi dan validasi dengan kegiatan Survey Sosial Ekonomi dan Kependudukan (SSEK) 2023.
2.1.3 Aspek Layanan Umum
2.1.3.1 Fokus Urusan Pelayanan Wajib Pelayanan Dasar
2.1.3.1.1 Pendidikan
2.1.3.1.1.1 Angka Harapan Lama Sekolah
Perbandingan Angka Harapan Lama Sekolah di Kota Magelang dengan Provinsi Jawa Tengah dan Nasional yaitu:
Tabel 2.37 Angka Harapan Lama Sekolah di Kota Magelang, Provinsi Jawa Tengah, dan Nasional Tahun 2019-2023Sumber: BPS, 2023
AHLS di Kota Magelang dari tahun 2019-2023 mengalami kenaikan setiap tahunnya. AHLS Kota Magelang pada tahun 2023 adalah 14,40 tahun. Capaian terhadap target 2023 adalah 97,63%, hal ini menunjukkan bahwa perlu adanya upaya keras dan strategi khusus dalam mencapai target akhir dalam RPJMD 2021-2026 yaitu 15,42. Namun demikian capaian AHLS Kota Magelang telah melebihi capaian Jawa Tengah dan Nasional.
Meningkatnya AHLS di Kota Magelang, menjadi salah satu elemen yang meningkatkan IPM pada tahun 2023 (81,17). IPM Kota Magelang tahun 2023 meningkat 0,78 poin dibandingkan dengan tahun 2022 (80,39).
2.1.3.1.1.2 Angka Rata-Rata Lama Sekolah
Angka Harapan Lama Sekolah di Kota Magelang dengan Provinsi Jawa Tengah dan Nasional dapat dilihat dari tabel berikut ini:
Tabel 2.38 Rata-rata Lama Sekolah Kota Magelang, Jawa Tengah, dan Nasional Tahun 2019-2023Sumber: BPS, 2023
ARLS di Kota Magelang dari tahun 2019-2023 mengalami kenaikan setiap tahunnya. ARLS Kota Magelang pada tahun 2023 adalah 11,20 tahun, melampau capaian Jawa tengah dan nasional. Capaian terhadap target tahun 2023 adalah 105,46%, yang berarti telah melebihi target pada tahun 2023, bahkan sudah melampaui target akhir dalam RPJMD 2021-2026 yaitu 10,89. Namun demikian capaian ARLS Kota Magelang perlu ditingkatkan lagi sehingga mencapai minimal penyelesaian pendidikan dasar 12 tahun.
2.1.3.1.1.3 Angka Partisipasi Kasar (APK)
Angka Partisipasi Kasar di Kota Magelang dapat dilihat dari tabel berikut ini:
Tabel 2.39 Angka Partisipasi Kasar (APK) Kota Magelang dan Jawa Tengah Tahun 2019-2023Sumber : Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Magelang, 2023
Dalam kurun waktu lima tahun APK PAUD Kota Magelang cenderung fluktuatif, mengalami kenaikan pada kurun waktu 2019-2021 dan menurun hingga mencapai angka 70 persen di tahun 2022. APK PAUD mulai naik kembali pada tahun 2023 menjadi 84,58 persen.
Angka Partisipasi Kasar (APK) SD/ MI/ Paket A juga menunjukkan pergerakan yang fluktuatif, pada tahun 2019 sampai 2020 pergerakannya positif, kemudian pada tahun 2021 menurun menjadi 104,06 persen dan mulai bergerak naik lagi sampai dengan tahun 2023. Apabila dibandingkan dengan capaian Provinsi Jawa Tengah, APK PAUD dan APK SD/ MI/ Paket B Kota Magelang telah melampaui Provinsi Jawa Tengah.
Angka Partisipasi Kasar (APK) SMP/ MTS/ Paket B dalam kurun waktu yang sama meningkat dari angka 95,70 persen menjadi 106,05 persen. Kondisi ini didorong oleh sarana dan prasarana yang memadai, diantaranya sekolah yang ada di setiap wilayah kecamatan, sehingga mudah diakses oleh anak sesuai usia sekolah. Capaian APK SMP/ MTS/ Paket B Kota Magelang juga selalu melampaui capaian APK Jawa Tengah.
2.1.3.1.1.4 Angka Partisipasi Murni (APM)
Angka Partisipasi Murni di Kota Magelang dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel 2.40 Angka Partisipasi Murni (APM) Kota Magelang dan Jawa Tengah Tahun 2019-2023Sumber : Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Magelang, 2023
APM SD/MI Paket A Kota Magelang dari tahun 2019 sampai 2023 menunjukkan peningkatan dan selama tiga tahun terakhir selalu melampauai APM SD/MI/Paket A Provinsi Jawa Tengah. Untuk APM SMP/MTs/Paket B Kota Magelang dari tahun 2019 sampai 2022 terus mengalami peningkatan, tapi tren positif tersebut terhendi pada tahun 2023 dimana capaiannya menurun menjadi 78,10 dari sebelumnya dimana tahun 2022 sebesar 84,69. Penurunan APM SMP/MTs/Paket B tersebut salah satunya diduga terjadi karena adanya sistem zonasi.
2.1.3.1.1.5 Angka Partisipasi Sekolah (APS)
Angka Partisipasi Sekolah di Kota Magelang dapat dilihat dari tabel berikut ini:
Tabel 2.41 Angka Partisipasi Sekolah Kota Magelang Tahun 2019-2023Sumber : Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Magelang, 2023
Tingkat partispasi sekolah merupakan salah satu indikator yang dapat mengukur partipasi masyarakat dalam mengikuti pendidikan dari berbagai jenjang pendidikan dan kelompok umur. Tingkat partisipasi sekolah yang dapat diukur diantaranya yaitu Angka Partisipasi Sekolah (APS). Pemerintah berharap agar indikator ini selalu menunjukkan peningkatan setiap tahunnya pada setiap jenjang pendidikan. Hal ini dapat menunjukkan bahwa semakin banyak masyarakat memperoleh layanan pendidikan dasar dan menengah yang bermutu dan berkesetaraan. APS yang tinggi menunjukkan terbukanya peluang yang lebih besar dalam mengakses pendidikan secara umum. Perkembangan APS Kota Magelang tahun 2019 ke 2023 menunjukkan bahwa partisipasi pendidikan sekolah dasar (SD) telah berada di angka 99,96 persen, fluktuatif dari tahun 2019, capaian ini mendekati 100 persen menunjukkan bahwa hampir seluruh anak usia 7-12 dapat mengakses pendidikan sekolah dasar. Untuk kelompok umur 13-15 tahun, APS pada tahun 2023 naik dari tahun sebelumnya sebesar 2,56 persen menjadi 99,55 persen.
Pada kelompok umur 16-18 tahun, selama lima tahun terakhir APS cukup fluktuatif. Tercatat pada tahun 2019 pada kelompok umur tersebut sebesar 91,39 persen, hingga akhirnya mencapai angka sebesar 90,88 persen di tahun 2021. Tetapi di tahun 2022 mengalami sedikit penurunan yaitu 87,58 persen dan turun lagi pada tahun 2023 menjadi 85,63 persen. Kenaikan dan penurunan APS jenjang pendidikan SMA menunjukkan bahwa masyarakat belum sepenuhnya memprioritaskan pendidikan sampai tingkat SMA.
2.1.3.1.1.6 Angka Putus Sekolah (APS)
Angka Putus Sekolah di Kota Magelang dapat dilihat dari tabel berikut ini:
Tabel 2.42 Angka Putus Sekolah Kota MagelangSumber : Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Magelang, 2023
Secara umum Angka Putus Sekolah (APtS) siswa di tingkat SD/MI dan tingkat SMP/MTs di Kota Magelang cenderung rendah, berada pada kisaran 0,01 di tahun 2019 dan mengalami penurunan di tahun 2020 menjadi 0 pada jenjang SD/MI. Pada jenjang SMP/MTs pada kisaran 0,16 di tahun 2019 menurun menjadi 0 di tahun 2020. Di tahun 2020 hingga tahun 2023 tidak ada anak yang putus sekolah di Kota Magelang.
Meskipun APtS Kota Magelang cenderung rendah namun secara riil masih ada Anak Tidak Sekolah (ATS). Hal ini dapat dilihat dari masih adanya anak usia sekolah yang menjadi peserta didik di Pusat Kelompok Belajar Masyarakat (PKBM). Hingga awal tahun 2023 sejumlah 592 anak tercatat telah melanjutkan pendidikan di berbagai PKBM yang ada di Kota Magelang.
Tabel 2.43 Peserta Didik PKBM di Kota Magelang Berdasarkan UsiaSumber : Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Magelang, 2023
Pada akhir tahun 2023, mendasarkan pada data P3KE, di tahun 2023 Dinas Pendidikan melaksanakan verifikasi dan validasi data Anak Tidak Sekolah (ATS). Berdasarkan data tersebut tercatat sebanyak 51 ATS, tersebar di tiga kecamatan, karena berbagai alasan yaitu penyandang disabilitas, mengalami tindak kekerasan di sekolah, tidak memiliki motivasi untuk sekolah.
Tabel 2.44 Hasil Verifikasi dan Validasi Data Anak Tidak Sekolah (ATS)Sumber : Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Magelang, 2023
Hasil verifikasi dan validasi ini akan diintervensi baik melalui gerakan Asik Keren (Ayo Sekolah Kudu Sregep Ojo Leren) yang merupakan inovasi dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Magelang, antara lain dengan homeschooling bagi siswa difabel, pemberian bantuan sarana pendidikan berupa peralatan sekolah, memfasilitasi pembelajaran melalui pendidikan kesetaraan maupun pendidikan formal lainnya, serta pendampingan belajar oleh “pamong belajar”.
2.1.3.1.1.7 Angka Kelulusan (AL)
Angka Kelulusan di Kota Magelang dapat dilihat dari tabel berikut ini:
Tabel 2.45 Angka Kelulusan SD/MI dan SMP/MTs Kota MagelangSumber : Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Magelang, 2023
Angka Kelulusan tingkat SD/MI dan SMP/MTS selama tahun dari 2019 sampai 2023 mencapai 100 persen. Begitu pula dengan angka kelulusan pendidikan kesetaraan juga mencapai angka ideal 100 persen.
2.1.3.1.1.8 Angka Melanjutkan (AM)
Tabel 2.46 Persentase Angka Melanjutkan SD/MI ke SMP/MTs Kota Magelang Tahun 2019-2023Sumber : Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Magelang, 2023
Angka Melanjutkan dari SD ke SMP dalam kurun waktu 2019 sampai dengan 2023 menunjukkan tren fluktuatif. Angka melanjutkan dari SD ke SMP pada tahun 2019 sebesar 135,90 persen mengalami penurunan hingga mencapai 123,03 pada tahun 2020 namun pada tahun 2021 mengalami kenaikan hingga mencapai 135 persen. Pada tahun 2023 Angka Melanjutkan naik pada angka 145 persen.
2.1.3.1.1.9 Rasio Siswa terhadap Guru
Rasio siswa per guru di Kota Magelang dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.47 Rasio Guru-Murid Kota MagelangSumber: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Magelang, 2022 dan DataGo, 2023
Secara umum rasio murid dengan guru di Kota Magelang memenuhi standar di bawah batas atas 1:20, meskipun pada tahun 2023 terjadi kenaikan rasio tersebut pada jenjang SMP/ MTs, namun masih dalam kondisi memenuhi standar.
2.1.3.1.1.10 Kualifikasi Guru
Kualifikasi guru minimal S1/S2 dapat menjadi salah satu faktor penghambat dalam pelaksanaan sertifikasi kompetensi. Kondisi tersebut diperkuat dengan data sebagaimana tabel dibawah yang memperlihatkan bahwa di Kota Magelang masih terdapat guru belum memiliki kualifikasi minimal S1/S2 dan paling banyak dijumpai pada jenjang PAUD.
Tabel 2.48 Jumlah Guru dan Pendidikan Guru Kota MagelangSumber: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Magelang, 2023
2.1.3.1.1.11 Kondisi Ruang Kelas
Mutu pendidikan lainnya tergambarkan melalui kondisi sapras pendidikan di Kota Magelang. Kota Magelang masih memiliki ruang kelas kondisi rusak berat, sedang, maupun ringan. Terhadap kondisi tersebut, maka pemerintah berupaya melakukan peningkatan sarpras pendidikan melalui rehabilitasi sarpras pendidikan baik dengan optimalisasi APBN (DAK Fisik Sarpras Pendidikan) maupun APBD.
Tabel 2.49 Kondisi Ruang Kelas Sekolah (SD, MI, SMP, dan MTs) Kota MagelangSumber: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Magelang, 2023
2.1.3.1.1.12 Akreditasi Satuan dan Lembaga Pendidikan
Satuan dan Lembaga Pendidikan SMP dan PKBM di Kota Magelang sudah semuanya terakreditasi, namun belum semuanya masuk kategori B. Pada tingkatan Sekolah Dasar satu unit sekolah belum terakreditasi yaitu SDIT Ihsanul Fikri 2 karena belum meluluskan siswa. Sedangkan jumlah PAUD terakreditasi pada tahun 2023 mengalami peningkatan cukup signifikan meskipun belum mencapai 100%. Peningkatan tersebut didorong melalui regulasi operasional yang mempersyaratkan akreditasi. Di sisi lain, upaya akselerasi perlu dilakukan untuk akreditasi LKP karena dalam periode lima tahun belum ada kenaikan jumlah dan persentase LKP terakreditasi. Untuk mendukung capaian persentase LKP terakreditasi langkah awal yang diperlukan yaitu penguatan data agar dapat menggambarkan kondisi di lapangan yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
Tabel 2.50 Akreditasi PAUD, SD, SMP, PKBM, dan LKP Kota MagelangSumber: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Magelang, 2023
2.1.3.1.1.13 Perizinan Satuan Pendidikan
Kondisi status perizinan Satuan Pendidikan di Kota Magelang Tahun 2019 - 2023, sebagaimana tertuang pada tabel berikut:
Tabel 2.51 Perizinan SD dan SMP Kota MagelangSumber: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Magelang, 2023
Sebanyak 74 SD dan 20 SMP sudah mempunyai izin operasional sampai dengan tahun 2023. Untuk tingkat PAUD dan sejenis yang ada di Kota Magelang, sebanyak 126 lembaga sudah mempunyai izin operasional sampai dengan tahun 2023.
2.1.3.1.1.14 Pengembangan Bahasan dan Sastra
Pada tahun 2023, jumlah pendidik pada satuan pendidikan dasar yang membuat karya sastra dalam bentuk buku meningkat cukup signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan tersebut didorong melalui kebijakan persyaratan publikasi buku sebagai salah satu syarat akreditasi dan adanya kegiatan pelatihan dengan output satu guru satu buku. Meskipun demikian, jika dibandingkan dengan total jumlah pendidik, persentasenya masih cukup rendah yaitu berada di angka 20,90%.
Tabel 2.52 Pendidik yang Membuat Karya SastraSumber: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Magelang, 2023
2.1.3.1.2 Kesehatan
2.1.3.1.2.1 Indeks Kesehatan dan Usia Harapan Hidup (UHH)
RKPD Kota Magelang Tahun 2024 merupakan perencanan tahun tiga RPJMD Kota Magelang Tahun 2021-2026 untuk mencapai Visi Kota Magelang Maju Sehat dan Bahagia. Pada tahun 2024 tema yang diusung adalah BERKARYA UNGGUL UNTUK MAJU, SEHAT DAN BAHAGIA. Tema ini untuk diarahkan untuk pengembangan daya saing daerah didukung dengan masyarakat yang berdaya. Untuk sinergitas perencanaan, maka RKPD Kota Magelang tahun 2024 juga disusun dengan berpedoman kepada RPJMN Tahun 2020-2024, Rencana Kerja Pemerintah tahun 2024, Rencana Kerja Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2024, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Magelang tahun 2011-2031, serta dokumen perencanaan sektoral lainnya.
RKPD Kota Magelang tahun 2024 yang disusun tahun 2023 untuk dilaksanakan di tahun 2024 disusun dengan memperhatikan hasil evaluasi pelaksanaan perencanaan pembangunan tahun 2022. Rencana kerja pemerintah daerah ini menjadi acuan perangkat daerah dalam menyusun Rencana Kerja Perangkat Daerah tahun 2024. Rancangan Akhir RKPD Kota Magelang Tahun 2024 akan ditetapkan dengan Peraturan Walikota Magelang tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kota Magelang Tahun 2024 akan menjadi pedoman penyusunan Rancangan Kebijakan Umum APBD (KUA) serta Rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Kota Magelang yang selanjutnya akan menjadi landasan dalam penyusunan rancangan APBD Kota Magelang Tahun 2024.
1.1.1 Proses Penyusunan
Proses penyusunan RKPD Kota Magelang Tahun 2024 dilaksanakan secara runtut dalam 6 (enam) tahapan yaitu: persiapan penyusunan RKPD; penyusunan rancangan awal RKPD; penyusunan rancangan RKPD, pelaksanaan musrenbang RKPD, perumusan rancangan akhir RKPD, dan penetapan RKPD. Tahap pertama yang dilakukan adalah tahap persiapan penyusunan yang meliputi pembentukan Tim Penyusun RKPD, orientasi mengenai RKPD, penyusunan agenda kerja Tim Penyusun RKPD, serta penyiapan data dan informasi perencanaan pembangunan daerah.
Penyusunan RKPD 2024 diawali dengan perumusan Rancangan Awal RKPD, dilanjutkan dengan perumusan Rancangan RKPD yang pada dasarnya memadukan materi pokok yang telah disusun dalam Rancangan Awal RKPD dengan tema tahun perencanaan serta arah kebijakan nasional dan provinsi. Elaborasi dilakukan terhadap isu-isu strategis dan prioritas kebijakan dari pemerintah pusat dan provinsi untuk diselaraskan dengan program-program prioritas yang dihasilkan dari penelaahan Rancangan Renja OPD. Proses teknokratis ditempuh melalui kegiatan-kegiatan rapat koordinasi tim penyusun, pelaksanaan Forum OPD, pelaksanaan Focused Group Discussion, penelaahan Pokok-Pokok Pikiran DPRD serta hasil konsultasi publik dan musrenbang yang dilaksanakan di Kelurahan dan Kecamatan.
Tahapan pelaksanaan Forum OPD dilaksanakan untuk memastikan dan mengkonfirmasi hasil Musrenbang Kelurahan dan Kecamatan, serta usulan saran masukan hasil FGD yang diakomodir oleh Perangkat Daerah terkait sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Hasil Musrenbang Kelurahan dan Kecamatan serta Berita Acara Hasil FGD. Forum OPD juga dilaksanakan untuk mengkonfirmasi telaah Pokok Pokok Pikiran DPRD yang diperoleh dari penjaringan aspirasi masyarakat melalui Reses yang dilaksanakan pada tahun 2020. Tahap selanjutnya adalah melaksanakan Verifikasi rencana kerja perangkat daerah untuk memastikan Integrasi Program & Kegiatan Prioritas, dengan tujuan pokok adalah menyangkut kesamaan materi antara program dan kegiatan prioritas pada rancangan RKPD telah sama dengan muatan nama program dan kegiatan prioritas tiap-tiap OPD, termasuk konfirmasi tentang indikator kinerjanya, serta untuk memastikan agar program dan kegiatan prioritas telah sepenuhnya tercantum dalam rancangan Renja OPD.
Dokumen rancangan RKPD menjadi bagian dari materi Musrenbang tingkat Kota Magelang yang merupakan forum konfirmasi atas keseluruhan hasil Musrenbang di tingkat kelurahan dan kecamatan serta hasil rancangan Renja OPD yang telah terverifikasi. Berdasarkan Berita Acara Hasil Kesepakatan Musrenbang kemudian dilakukan penyelarasan Rancangan RKPD menjadi Rancangan Akhir RKPD dengan memperhatikan Rancangan RKPD Provinsi Jawa Tengah dan Rancangan RKP serta hasil konsultasi dan evaluasi RKPD oleh Bappeda Provinsi Jawa Tengah. Hasil Penyelarasan Akhir ini dikonsultasikan kepada TAPD sebelum ditetapkan dengan Peraturan Walikota. Proses perumusan RKPD Kota Magelang Tahun 2024 sebagaimana gambar berikut:
Gambar 1.1 Bagan Alir Tahapan Penyusunan RKPD Kota Magelang Tahun 2024Sumber: diolah tim penyusun RKPD
1.1.2 Prinsip dan Pendekatan Penyusunan
Untuk memastikan output hasil penyusunan RKPD adalah berkualitas, taat regulasi dan operasional, maka penyusunan dokumen RKPD Kota Magelang Tahun 2024 dilaksanakan dengan berpegang pada prinsip penyusunan rencana pembangunan daerah sebagai berikut:
Tabel 1.1 Prinsip Penyusunan RKPD Kota Magelang Tahun 2024
PRINSIP
INDIKATOR
Merupakan satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional
Konsistensi dan sinergitas perencanaan pembangunan daerah Kota Magelang (RKPD) tahun 2024 dengan RKPD Provinsi Jawa Tengah dan Rencana Kerja Pemerintah
Dilakukan pemerintah daerah bersama para pemangku kepentingan berdasarkan peran dan kewenangan masing-masing
Pelibatan para pemangku kepentingan pada proses penyusunan dokumen perencanaan melalui Musrenbang berjenjang dari tingkat Kelurahan, Kecamatan, dan Tingkat Kota; forum konsultasi publik, dan “focused group discussion”
Mengintegrasikan rencana tata ruang dengan rencana pembangunan daerah
Pendekatan yang berorientasi pada substansi, dengan penyusunan rencana kerja yang diperjelas lokasi kegiatan sesuai dengan RTRW sebagaimana Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Perda Nomor 4 Tahun 2012 tentang tentang RTRW 2011-2031, pembangunan kewilayahan Propinsi Jawa Tengah dan Nasional
Dilaksanakan berdasarkan kondisi dan potensi yang dimiliki masing-masing daerah, sesuai dinamika perkembangan daerah dan nasional
Penetapan urutan kegiatan sebagai prioritas pembangunan disusun berdasarkan pada data potensi dan kebutuhan lokasi kegiatan, serta menyesuaikan dengan dinamika perkembangan daerah dan nasional.
Sumber: diolah tim penyusun RKPD
Sementara itu pendekatan penyusunan RKPD Kota Magelang Tahun 2024 dilakukan dengan pendekatan yang berorientasi pada proses yaitu pendekatan teknokratik, politik, bottom up/top down serta partisipatif, serta pendekatan yang berorientasi pada substansi yaitu pendekatan tematik-holistik, integratif, dan spasial. Detil konfigurasi pendekatan proses penyusunan RKPD Kota Magelang Tahun 2024 adalah sebagaimana Tabel 1.2 dan Tabel 1.3:
Tabel 1.2 Pendekatan Penyusunan RKPD Kota Magelang Tahun 2024 yang Berorientasi pada Proses
KRITERIA
PARAMETER
DARI BAWAH (BOTTOM-UP)
1. Usulan dari Musrenbang berjenjang dari tingkat Kelurahan, tingkat Kecamatan, dan Tingkat Kota.
2. Partisipasi masyarakat dan pemangku kepentingan dalam proses penyusunan dokumen perencanaan.
DARI ATAS (TOP-DOWN)
3. Sinkronisasi Prioritas Daerah dalam RKPD Kota Magelang Tahun 2024, Prioritas Provinsi Jawa Tengah dalam RKPD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2024 dan Prioritas Nasional dalam RKP 2024.
4. Sinergitas program dan kegiatan dalam RKPD Kota Magelang Tahun 2024, RKPD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2024 dan RKP Tahun 2024.
TEKNOKRATIK
5. Dilaksanakan dengan menggunakan metode dan kerangka berpikir ilmiah untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan Daerah.
6. Ketersediaan dan kelengkapan sumber data dan informasi dalam penyusunan RKPD Kota Magelang Tahun 2024.
7. Kapasitas Perencana Daerah dalam Penyiapan RKPD Kota Magelang Tahun 2024.
8. Mendasarkan pada hasil evaluasi kinerja RKPD periode tahun 2022.
PARTISIPATIF
9. Dilaksanakan dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan yang dilaksanakan melalui forum-forum yang diselenggarakan seperti Musrenbang dan Konsultasi Publik.
POLITIK
10. Dilaksanakan dengan menerjemahkan visi dan misi kepala Daerah terpilih yang dijabarkan dalam dokumen perencanaan pembangunan jangka menengah yang dibahas bersama dengan DPRD.
11. Melakukan telaah terhadap pokok-pokok pikiran DPRD Kota Magelang hasil penjaringan aspirasi masyarakat yang dilaksanakan saat reses pada tahun 2022.
Sumber: diolah tim penyusun RKPD
Tabel 1.3 Pendekatan Substansi RKPD Kota Magelang Tahun 2024
PENDEKATAN
PARAMETER
HOLISTIK-TEMATIK
Dilaksanakan dengan mempertimbangkan keseluruhan unsur/bagian/kegiatan pembangunan sebagai satu kesatuan faktor potensi, tantangan, hambatan dan/atau permasalahan yang saling berkaitan satu dengan lainnya.
INTEGRATIF
Menyatukan beberapa kewenangan ke dalam satu proses terpadu dan fokus yang jelas dalam upaya pencapaian tujuan pembangunan Daerah.
SPASIAL
Dilaksanakan dengan mempertimbangkan dimensi keruangan dalam perencanaan.
Sumber: diolah tim penyusun RKPD
1.2 LANDASAN HUKUM
Landasan hukum yang digunakan dalam penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kota Magelang Tahun 2024 ini adalah:
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kota Kecil Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat;
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah;
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025;
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik;
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik;
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah;
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-Undangan;
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara;
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang;
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan;
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang;
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah;
Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan;
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Laporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah;
Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan;
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota;
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Organisasi Perangkat Daerah;
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal;
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;
Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 2019 tentang Laporan dan Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;
Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2015 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan;
Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional;
Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 Tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan;
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi;
Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik; Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2020 tentang Standar Harga Satuan Regional;
Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi Kawasan Kendal-Semarang-Salatiga-Demak-Grobogan, Kawasan Purworejo-Wonosobo-Magelang-Temanggung, dan Kawasan Brebes-Tegal-Pemalang;
Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024;
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005-2025;
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2019 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2018-2024;
Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Magelang Tahun 2005-2025;
Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 3 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah;
Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 4 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Magelang Tahun 2011-2031;
Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah;
Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 4 Tahun 2021 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Magelang Tahun 2021-2026;
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Daerah;
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah;
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian Dan Evaluasi Pembangunan Daerah, Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, Serta Tata Cara Perubahan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah;
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 100 Tahun 2018 tentang Penerapan Standar Pelayanan Minimal;
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 70 Tahun 2019 tentang Sistem Informasi Pemerintahan Daerah;
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 90 tahun 2019 tentang Klasifikasi, Kodefikasi, dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah yang dimutakhirkan melalui Kepmendagri Nomor 050-5889 tentang Hasil Verifikasi dan Validasi Pemutakhiran Klasifikasi, Kodefikasi, dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah;
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2019 tentang Laporan dan Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah;
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 81 Tahun 2022 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah Tahun 2024.
1.3 HUBUNGAN ANTAR DOKUMEN
Dalam melaksanakan pembangunan daerah, maka didahului dengan perencanaan pembangunan daerah yang menghasilkan rencana pembangunan daerah dan rencana perangkat daerah. Menurut periodisasinya, Rencana pembangunan daerah terdiri dari rencana jangka panjang untuk periode 20 (dua puluh) tahun yaitu RPJPD, rencana jangka menengah untuk periode 5 (lima) tahun yaitu RPJMD, dan rencana kerja tahunan untuk periode 1 (satu) tahun yaitu RKPD. Sedangkan rencana perangkat daerah terdiri dari rencana strategis (renstra) perangkat daerah dan rencana kerja (renja) perangkat daerah. Hubungan antar dokumen sebagaimana Gambar 1.2 berikut ini.
Gambar 1.2 Hubungan Antar Dokumen Perencanaan dan Penganggaran lainnyaSumber: UU No 25 Tahun 2004
Sebagai pengejawantahan pendekatan perencanaan yang berorientasi pada substansi, maka aspek keruangan (spasial) menjadi hal yang utama, sehingga dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Magelang Tahun 2011-2031 terutama struktur dan pola ruang menjadi acuan dalam penyusunan RKPD 2024. Demikian pula dengan telaah terhadap usulan Musrenbang dan Pokok-Pokok Pikiran DPRD memperhatikan pada lokasi yang jelas, serta data kebutuhan penanganan permasalahan terutama kemiskinan dan kawasan kumuh yang prioritas kebutuhannya telah dituangkan dalam peta sehingga akomodasi usulan akan memperhatikan prioritas berdasarkan lokasi yang jelas.
Kedudukan RKPD terhadap RTRW sebagaimana tertuang dalam Gambar 1-3.
Gambar 1.3 Kedudukan Dokumen RKPD Kota Magelang dengan Dokumen Perencanaan dan SpasialSumber: diolah tim penyusun RKPD
Secara lengkap penjelasan masing masing dokumen yang terkait dengan penyusunan RKPD Kota Magelang Tahun 2024 adalah sebagai berikut:
RPJM Nasional Benang merah perencanaan pembangunan Pusat dan Daerah untuk mewujudkan sinergitas dengan perencanaan pembangunan Nasional adalah dengan merujuk pada RPJMN 2020-2024 dengan tema Terwujudnya Indonesia Maju yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian berlandaskan Gotong Royong. Sasaran pembangunannya adalah mewujudkan masyarakat indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur melalui percepatan pembangunan di berbagai bidang dengan menekankan terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif di berbagai wilayah yang didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing. Perhatian utama adalah kepada 7 (tujuh) Agenda Pembangunan RPJMN 2020-2024 sebagai penerjemahan 4 (empat) pilar RPJMN ke IV untuk mencapai tujuan utama periode terakhir RPJPN 2005-2025; serta 5 (lima) arahan utama Presiden RI terkait fokus Pembangunan Rancangan Akhir RPJMN Tahun 2020-2024 yaitu pembangunan Sumber Daya Manusia, pembangunan infrastruktur, penyederhanaan regulasi, penyederhanaan birokrasi dan transformasi ekonomi.
Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2024 RKPD Kota Magelang Tahun 2024 merujuk pada RKP Tahun 2024 dan program strategis nasional yaitu penyelarasan prioritas pembangunan daerah, program serta kegiatan tahunan daerah dengan tema, agenda pembangunan dan sasaran pengembangan wilayah dalam RKP serta program strategis lainnya. Hal ini merupakan manifestasi dari upaya mewujudkan sinergitas kebijakan dan dukungan pembangunan daerah Kota Magelang kepada kebijakan nasional. Pemerintah Kota Magelang berupaya semaksimal mungkin agar target target pembangunan nasional dapat tercapai dengan kontribusi yang diberikan dari pembangunan di Kota Magelang Tahun 2024 sebagaimana ditetapkan dalam RPJMN tahun 2020-2024. Dengan tema RKP Tahun 2024: Peningkatan Produktivitas untuk Transformasi Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan, pembangunan Kota Magelang diarahkan untuk dapat berkontribusi melalui sinergitas dan harmonisasi program-program prioritas tahun 2024.
1.3.1 RTRW Kota Magelang Tahun 2011-2031
Sebagaimana amanat Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 Tahun 2017, bahwa dalam pendekatan penyusunan RKPD yang berorientasi pada substansi, salah satunya adalah melalui pendekatan spasial yaitu dengan mempertimbangkan dimensi keruangan dalam perencanaan. Oleh karena itu penyusunan RKPD Kota Magelang Tahun 2024 secara konsisten memperhatikan Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 4 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Magelang Tahun 2011-2031, guna mewujudkan pembangunan yang komprehensif, berwawasan lingkungan dengan ketaatan terhadap struktur dan pola ruang sehingga pemanfaatan ruang dalam pelaksanaan pembangunan dapat sesuai dengan perencanaan tata ruang.
Dengan demikian, pemanfaatan ruang konsisten dengan perencanaan tata ruang, tertib tata ruang, sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan melalui pengendalian pemanfaatan ruang dan pengawasan penataan ruang. Pada akhirnya tujuan-tujuan pembangunan daerah dapat tercapai, kesenjangan antar wilayah terkurangi, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan, namun sesuai dengan tata kelola fungsi keruangan wilayah. Perencanaan dan pelaksanaan pembangunan yang berpedoman pada dokumen penataan ruang akan mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, keseimbangan, dan perkembangan antar wilayah serta keserasian antar sektor.
1.3.2 RPJMD Kota Magelang
Arah kebijakan pembangunan pada tahun 2024 ditujukan untuk “Penguatan Kota Magelang Yang Maju menuju Masyarakat yang Sehat dan Bahagia”, dengan prioritas pada:
Penguatan peran masyarakat sebagai mitra;
Perluasan perlindungan sosial dalam penanganan fakir miskin;
Penguatan daya saing daerah;
Pemantapan ketahanan sosial budaya dan toleransi masyarakat;
Perwujudan layanan publik prima;
Penguatan dan pengembangan kawasan strategis;
Pemantapan kualitas hidup dan kapasitas sumber daya manusia.
1.3.3 Rencana Pembangunan Sektoral
Penyusunan RKPD Kota Magelang Tahun 2024 juga memperhatikan beberapa dokumen pembangunan sektoral baik di tingkat nasional, provinsi maupun Kota Magelang. Beberapa dokumen rencana pembangunan sektoral di maksud antara lain: Pencapaian SDGS, RAD KLA, RAD HAM, Roadmap Reformasi Birokrasi, Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan, Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum, Master Plan Kampung Tematik, Masterplan Kebun Raya Gunung Tidar, Masterplan Aloon Aloon, Masterplan Pemberdayaan Masyarakat, Strategi Penanggulangan Kemiskinan, RAD Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Provinsi Jawa Tengah, RAD Pengurangan Resiko Bencana dan Pedoman PUG di Jawa Tengah.
1.3.4 Rencana Kerja Perangkat Daerah
Dokumen perencanaan periode 1 (satu) tahunan di tingkat OPD, adalah Rencana Kerja Perangkat Daerah (Renja OPD) yang memuat program, kegiatan, lokasi, dan kelompok sasaran yang disertai indikator kinerja dan pendanaan sesuai dengan tugas dan fungsi setiap Perangkat Daerah, yang disusun berpedoman kepada Renstra Perangkat Daerah dan RKPD, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.
Dalam menyusun Renja OPD, Rancangan awalnya dibahas bersama dengan pemangku kepentingan dan forum perangkat daerah untuk mendapatkan saran dan pertimbangan. Perangkat Daerah melakukan koordinasi dan sinkronisasi dengan Bappeda untuk menjaga sinergitas substansinya dengan RKPD. Bappeda akan menindak lanjuti dengan verifikasi Renja OPD untuk memastikan kesesuaian rancangan Renja OPD dengan rancangan RKPD.
Rencana Strategis Perangkat Daerah (Renstra OPD) yang merupakan perencanaan pembangunan perangkat daerah periode waktu 5 (lima) tahun, yang telah ditetapkan dengan peraturan kepala daerah menjadi pedoman kepala Perangkat Daerah dalam menyusun Renja Perangkat Daerah dan digunakan sebagai bahan penyusunan rancangan RKPD.
Penyusunan rancangan Renja OPD merupakan tahapan awal yang harus dilakukan sebelum disempurnakan menjadi dokumen Renja OPD yang definitif. Rancangan Rencana Kerja (Renja) OPD Tahun 2024 sebagai bahan untuk penyusunan Rancangan RKPD Kota Magelang Tahun 2024.
1.4 MAKSUD DAN TUJUAN
1.4.1 Maksud
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kota Magelang Tahun 2024 disusun dengan maksud untuk:
Menentukan arah kebijakan pembangunan daerah Kota Magelang Tahun 2024;
Menetapkan program prioritas untuk seluruh urusan penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka mencapai target RPJMD Kota Magelang Tahun 2021-2026;
Menyediakan acuan resmi bagi Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam rangka menyusun Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) yang didahului dengan penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA), serta penentuan Prioritas dan Pagu Anggaran Sementara (PPAS) Tahun 2024;
Sebagai pedoman Penyusunan Rencana Kerja Organisasi Perangkat Daerah (Renja OPD) Tahun 2024.
1.4.2 Tujuan
Tujuan Penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Kota Magelang Tahun 2024 adalah untuk menciptakan sinergitas pelaksanaan pembangunan daerah antar wilayah, antar sektor pembangunan dan antar tingkat pemerintahan serta menciptakan efisiensi alokasi sumber daya dalam pembangunan daerah.
1.5 SISTEMATIKA RKPD
Dokumen RKPD Kota Magelang Tahun 2024 terdiri dari 2 (dua) buku dengan substansi dan sistematika sebagai berikut:
Buku 1, dengan Sistematika sebagai berikut:
PERATURAN WALIKOTA
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
Pada bagian ini dijelaskan mengenai gambaran umum penyusunan rancangan RKPD 2024 yang memuat latar belakang penyusunan RKPD, landasan hukum, hubungan antar dokumen, maksud dan tujuan penyusunan, serta sistematika dokumen perencanaan RKPD, agar urgensitas dan kepentingan penyusunan serta sinergitas antar bab dapat dengan mudah dipahami.
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH
Menyajikan gambaran umum kondisi daerah tentang aspek geografi dan demografi, aspek kesejahteraan masyarakat, aspek layanan umum, dan aspek daya saing daerah; Evaluasi Pelaksanaan Program dan Kegiatan RKPD sampai Tahun Berjalan dan Realisasi RPJMD yang menguraikan tentang hasil evaluasi terhadap pelaksanaan RKPD tahun 2022 dengan memperhatikan substansi dokumen RPJMD 2021-2026 dan substansi dokumen RKPD tahun 2023, serta gambaran permasalahan pembangunan daerah yang disajikan menurut urusan.
BAB III KERANGKA EKONOMI DAN KEUANGAN DAERAH
Memuat penjelasan tentang realisasi dan prediksi capaian indikator makro, kondisi ekonomi tahun 2022, prediksi 2024, yang antara lain mencakup indikator pertumbuhan ekonomi daerah; tantangan dan prospek perekonomian daerah; sumber-sumber pendapatan dan arah kebijakan keuangan daerah yang mencakup pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah yang diperlukan dalam pembangunan perekonomian daerah.
BAB IV SASARAN DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN DAERAH
Menyajikan perumusan prioritas dan sasaran pembangunan daerah berdasarkan hasil analisis terhadap hasil evaluasi pelaksanaan RKPD tahun 2022 dan capaian kinerja yang direncanakan, identifikasi isu strategis dan masalah mendesak di tingkat daerah dan nasional, rancangan kerangka ekonomi daerah beserta kerangka pendanaan, serta menyajikan persandingan tema dan arah kebijakan pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kota sebagai landasan dalam permusan prioritas dan sasaran pembangunan daerah.
BAB V RENCANA KERJA DAN PENDANAAN DAERAH
Menyajikan rencana program dan kegiatan prioritas daerah yang disusun berdasarkan evaluasi pembangunan tahunan, kedudukan tahun rencana (RKPD) dan capaian kinerja yang direncanakan dalam RPJMD.
BAB VI KINERJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
Menyajikan indikator kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah bertujuan untuk memberi panduan dalam pencapaian kinerja tahunan yang ditetapkan menjadi Indikator Kinerja Utama (IKU) maupun Indikator Kinerja Kunci (IKK) pada akhir tahun perencanaan.
BAB VII PENUTUP
Menyajikan penegasan bahwa dalam melaksanakan RKPD Kota Magelang Tahun 2024 diperlukan sinergisitas yang kokoh dan terpadu di jajaran pemerintah Kota Magelang, DPRD, pihak swasta dan seluruh lapisan masyarakat.
Buku 2
Buku 2 menyajikan evaluasi pelaksanaan program dan kegiatan RKPD Tahun 2022 dan realisasi RPJMD sampai dengan Tahun 2022, yang memuat evaluasi terhadap capaian kinerja setiap urusan terhadap target tahun 2022, serta terhadap target akhir RPJMD Kota Magelang tahun 2022, termasuk faktor pendorong dan penghambat capaian kinerja beserta upaya yang telah dilakukan di setiap urusan.
2 GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH
3 KERANGKA EKONOMI DAN KEUANGAN DAERAH
Secara terminologi, kerangka ekonomi makro memberi gambaran tentang perkiraan kondisi ekonomi makro Kota Magelang baik yang dipengaruhi faktor internal serta variabel eksternalitas yang memberi pengaruh signifikan antara lain perekonomian regional, nasional maupun perekonomian global. Kerangka pendanaan ini menjadi basis kebijakan anggaran untuk mengalokasikan secara efektif dan efisien dengan perencanaan anggaran berbasis kinerja dan berorientasi pada konsep money follow programme priority. Dengan semakin pulihnya ekonomi Paska Covid-19, pergerakan perekonomian di seluruh wilayah, termasuk di Kota Magelang semakin menunjukkan optimisme ke arah sebelum pandemi.
Selain itu kerangka ekonomi dan keuangan daerah dalam Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Kota Magelang Tahun 2024 menggambarkan kebijakan perekonomian daerah yang diambil sebagai dasar pencapaian bagi sasaran indikator ekonomi makro daerah. Kerangka ekonomi ini memberi gambaran tentang perkiraan kondisi ekonomi makro Kota Magelang yang dipengaruhi oleh perekonomian regional, nasional maupun perekonomian global. Bab ini akan membahas kerangka pendanaan daerah agar dapat memberikan fakta dan analisis terkait perkiraan sumber-sumber pendapatan dan besaran pendapatan dari sektor-sektor potensial, perkiraan kemampuan pembelanjaan dan pembiayaan untuk pembangunan daerah tahun 2024.
Kerangka ekonomi dan pendanaan daerah ini menjadi dasar kebijakan perencanaan anggaran agar dapat dialokasikan secara efektif dan berbasis program prioritas disamping juga untuk mencapai program dalam RPJMD yang dari hasil evaluasi pada tahun 2023 yang masuk dalam katagori program yang akan tercapai dan program yang perlu upaya keras untuk mencapai target RPJMD. Diharapkan pertumbuhan ekonomi dapat tumbuh sesuai target dan pertumbuhan ekonomi juga meningkat secara kualitas untuk menurunkan kemiskinan, memperbaiki ketimpangan pendapatan, mengurangi angka pengangguran, dan meningkatkan IPM sebagai indikator kesejahteraan masyarakat.
Rancangan kerangka ekonomi dan pendanaan daerah tahun 2024 ini akan mampu menjembatani fungsi perencanaan dan penganggaran yang efektif dalam mengawal pencapaian target kinerja pembangunan maupun menyelesaikan permasalahan dan isu-isu strategis yang telah terindentifikasi di Kota Magelang.
3.1 ARAH KEBIJAKAN EKONOMI DAERAH
3.1.1 Kondisi Perekonomian Global dan Nasional
Pemulihan ekonomi global tahun 2022 tertahan oleh adanya perang antara Rusia dan Ukraina yang berjalan sejak Februari 2022. Tingginya tensi geopolitik tidak hanya berdampak pada dua negara tersebut, melainkan meluas ke berbagai negara di dunia. Salah satu dampak perang berkaitan dengan tingginya tensi geopolitik adalah saling berbalas sanksi utamanya antara Rusia dengan negara Uni Eropa dan Amerika Serikat. Rusia dan Ukraina merupakan salah satu negara produsen terbesar untuk komoditas energi seperti minyak dan gas serta komoditas pangan gandum dunia. Sehingga, dengan adanya perang, suplai kebutuhan energi dan pangan menjadi terganggu dan memicu tingginya tekanan inflasi di berbagai negara pada tahun 2022. Dampak perang yang menghambat pemulihan ekonomi juga tecermin pada perekonomian beberapa negara seperti Inggris, Meksiko, Jepang, dan Spanyol yang belum mampu kembali ke level prapandemi hingga tahun 2022.
Aktivitas perdagangan global tahun 2022 mengalami perlambatan, tercermin dari penurunan pada Baltic Dry Index (BDI). Penurunan aktivitas perdagangan global disebabkan utamanya oleh gangguan rantai pasok, kebijakan sanksi perdagangan beberapa negara, tingginya harga komoditas, dan tekanan inflasi yang tinggi. Volume perdagangan dunia pada tahun 2022 dan 2023 diperkirakan terus mengalami tren perlambatan dengan pertumbuhan masing-masing 3,5 dan 1,0 persen, setelah mampu tumbuh tinggi sebesar 9,7 persen pada tahun 2021
Pada tahun 2022, aktivitas ekonomi global baik manufaktur maupun jasa mengalami perlambatan, tercermin dari penurunan Purchasing Managers’ Index (PMI) hingga berada di zona kontraksi pada akhir tahun 2022. Perang Rusia dan Ukraina memicu peningkatan harga komoditas pada tahun 2022. Selain itu, perang juga memicu krisis energi dan pangan serta peningkatan inflasi berbagai negara hingga mencapai rekor inflasi dalam beberapa dekade. Dalam merespons dan meredam tingginya inflasi, bank sentral berbagai negara meningkatkan suku bunga acuan. Seiring dengan respons kebijakan kenaikan suku bunga dan adanya kekhawatiran akan risiko resesi dan perlambatan global pada tahun 2023, tren harga komoditas diperkirakan akanmelambat dan tidak setinggi pada tahun 2022.
Dengan berbagai perkembangan terkini, per Januari 2023 International Monetary Fund (IMF) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2023 melambat sebesar 2,9 persen. Sementara, lembaga internasional lain, seperti World Bank dan Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2023 masing-masing sebesar 1,7 dan 2,2 persen. Inflasi global yang masih tinggi diperkirakan akan menjadi penghambat pertumbuhan pada tahun 2023.
Beberapa lembaga internasional merevisi ke bawah pertumbuhan ekonomi global. Inflasi melanda negara-negara maju. Amerika yang biasanya di bawah 1 persen saat ini inflasi sudah mencapai 8,5 persen, dan inflasi paling tinggi di Turki sudah melompat ke angka 61,1 persen. Inflasi negara berkembang diperkirakan juga akan meningkat, namun dalam batas yang moderat. Kondisi ini berdampak pada skenario perdagangan Indonesia. Harga komoditas yang tinggi diperkirakan akan tetap mendorong pertumbuhan tinggi pada ekspor dan pendapatan negara, meskipun terdapat risiko tekanan inflasi yang semakin tinggi di beberapa negara mitra dagang Indonesia.
Arah kebijakan nasional ini menjadi pertimbangan arah belanja bagi RKPD tahun 2024 yaitu prioritas bagi belanja pada sektor yang mempercepat dampak sebagaimana tema RKP Tahun 2024.
3.1.2 Kondisi Perekonomian Nasional dan Jawa Tengah
Kondisi perekonomian nasional dan Jawa Tengah di tahun 2021 mulai tahap pemulihan akibat pandemi Covid-19. Meski demikian perekonomian mampu tumbuh lebih cepat dibandingkan perekonomian tahun 2020 yang berkontraksi hampir di seluruh wilayah. Sampai akhir tahun 2022 secara nasional pertumbuhan ekonomi tercatat 5.77% dengan pertumbuhan tertinggi berasal dari lapangan usaha jasa kesehatan dan kegiatan sosial. Sementara itu tingkat inflasi nasional masih cukup rendah namun terkendali di angka 1,87%.
Ekonomi domestik pada tahun 2022 mengalami pemulihan yang kuat di tengah tren perlambatan ekonomi global. Secara keseluruhan, ekonomi Indonesia mampu untuk tumbuh sebesar 5,3 persen pada tahun 2022. Pemulihan mobilitas dan pariwisata, terjaganya daya beli masyarakat, aktivitas produksi yang ekspansif, serta konsolidasi kebijakan fiskal dan moneter yang kuat selama tahun 2022, menjadi faktor pendorong bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sementara itu, PDB per kapita Indonesia juga mengalami peningkatan sebesar 9,9 persen, menjadi US$ 4.783,9 atau setara Rp 71,0 juta pada tahun 2022. Dengan pencapaian ini, Gross National Income (GNI) per kapita Indonesia diperkirakan juga mengalami kenaikan.
Dari sisi pengeluaran, peningkatan mobilitas seiring dengan pelonggaran kebijakan pembatasan aktivitas oleh pemerintah telah mendorong peningkatan konsumsi rumah tangga. Selain itu, penguatan program perlindungan sosial dalam meredam tekanan dari penyesuaian harga energi serta keberhasilan menjaga stabilitas harga pangan juga turut berperan dalam menjaga kesinambungan pemulihan daya beli masyarakat. Secara keseluruhan, konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar 4,9 persen. Aktivitas investasi yang ditunjukkan oleh kinerja dari Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) tumbuh moderat sebesar 3,9 persen seiring dengan ketidakpastian global yang tengah berlangsung.
Sementara itu, konsumsi pemerintah mengalami kontraksi sebesar 4,5 persen, yang disebabkan oleh menurunnya belanja barang untuk pengendalian pandemi COVID-19. Tingginya harga komoditas di tengah berlangsungnya perang Rusia dan Ukraina mendorong peningkatan kinerja net ekspor Indonesia. Dari sisi ekspor, Indonesia mampu memanfaatkan peluang tersebut, sehingga ekspor dapat tumbuh sebesar 16,3 persen pada tahun 2022. Kenaikan tersebut utamanya didorong oleh kenaikan nilai bahan bakar mineral sebesar 67,5 persen dan volume bahan bakar mineral sebesar 7,2 persen. Selain itu, komoditas utama nonmigas yang mengalami kenaikan nilai dan volume adalah besi dan baja serta kendaraan dan bagiannya. Sementara itu, laju pertumbuhan impor Indonesia adalah sebesar 14,7 persen, yang didorong oleh kenaikan impor barang modal dan bahan baku. Secara keseluruhan, Indonesia masih mencatatkan net ekspor positif pada tahun 2022.
Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi didorong oleh pertumbuhan positif dari seluruh sektor pada tahun 2022. Hal tersebut didorong oleh pertumbuhan tinggi beberapa sektor yang mampu mencapai dua digit, yaitu transportasi dan pergudangan serta akomodasi dan makan minum. Capaian ini utamanya didorong oleh penyelenggaraan berbagai acara berskala internasional di Indonesia (MotoGP, KTT G20, World Conference on Creative Economy, International E-Sport Federation, World E-Sport Championship, World Super Bike), pembukaan perjalanan di negara sumber wisatawan mancanegara; serta pelaksanaan libur dan cuti bersama yang mampu meningkatkan perjalanan wisatawan mancanegara dan aktivitas pariwisata domestik.
Sektor pertanian menunjukkan peningkatan pertumbuhan sebesar 2,3 persen, seiring dengan adanya puncak panen dan tingginya harga komoditas perikanan dunia. Selain itu, adaptasi inovasi di sektor pertanian, terutama subsektor perikanan turut meningkatkan kapasitas produksi perikanan tangkap dan budidaya. Sektor industri pengolahan yang memiliki kontribusi terbesar pada PDB, yaitu 18,3 persen, tumbuh sebesar 4,9 persen.
Capaian ini didorong oleh pertumbuhan tinggi beberapa subsektor yang mampu mencapai dua digit, di antaranya industri logam dasar, industri mesin dan perlengkapannya, dan industri alat angkutan. Seiring dengan peningkatan aktivitas ekonomi, sektor perdagangan juga mengalami peningkatan dengan pertumbuhan sebesar 5,5 persen.
Pertumbuhan ekonomi yang relatif baik pada tahun 2022 menjadi modal kuat untuk menghadapi tekanan ketidakpastian global pada tahun 2023 yang diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 5,3-5,5 persen. Konsumsi masyarakat diperkirakan akan tetap kuat, seiring dengan terjaganya daya beli masyarakat dan inflasi yang diperkirakan akan kembali ke target bank sentral yakni 2,0-4,0 pada semester II-2023. Konsumsi Lembaga Non-Profit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT) juga diperkirakan akan meningkat seiring dengan persiapan pelaksanaan pemilu pada tahun 2024.
Ekspor barang dan jasa diperkirakan akan tetap tumbuh positif, seiring dengan meningkatnya aktivitas ekonomi mitra dagang Indonesia di Wilayah Asia. Harga komoditas pada tahun 2023 diperkirakan akan melambat dan tidak setinggi pada tahun 2022. Komoditas batu bara menjadi peluang untuk ekspor dengan pembukaan kembali ekonomi Cina dan memenuhi kebutuhan energi Kawasan Eropa.
Dari sisi lapangan usaha, industri pengolahan tahun 2023 diperkirakan tetap menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi dan mampu tumbuh positif, didukung oleh peningkatan permintaan domestik maupun eksternal dan peningkatan investasi. Kinerja pariwisata dan sektor penunjangnya menunjukkan perbaikan secara signifikan, walaupun masih di bawah level prapandemi.
Tabel 3.1 Capaian Indikator Jawa Tengah dan Indonesia, 2018-2022
Pertumbuhan Ekonomi (%)
2018
2019
2020
2021
2022
Keterangan
Jawa Tengah
5,32
5,40
-2,65
3,33
5,31
Akhir Tahun 2022
Indonesia
5,17
5,02
-2,07
3,69
5,31
Akhir Tahun 2022
Sumber: BPS, 2023
Tingkat kemiskinan Indonesia pada September 2022 mengalami peningkatan dari 9,54 persen menjadi 9,57 persen. Beberapa faktor menjadi penyebab kenaikan angka kemiskinan di September 2022, antara lain karena pertumbuhan ekonomi yang melambat pada III dibanding triwulan II, dan kenaikan harga BBM yang menyebabkan kenaikan pada beberapa harga komoditas pangan. Pemerintah menargetkan angka kemiskinan 2023 sebesar 7,5-8,5 persen dalam RPJMN 2020-2024, namun dengan mempertimbangkan kondisi yang ada saat ini pemerintah memprakirakan angka kemiskinan 2023 berada di kisaran 8,5-9,0 persen dan kemiskinan ekstrem sekitar 1,5 persen.
Upaya keras terus dilakukan pada tahun 2023 untuk menurunkan kemiskinan dan kemiskinan ekstrem, antara lain dengan melanjutkan pelaksanaan Reformasi Sistem Perlindungan Sosial. Salah satu pentahapan yang penting adalah melalui peningkatan ketepatan sasaran penerima program perlindungan sosial dengan menggunakan database sosial ekonomi yang mutakhir dan berperingkat. Beberapa aspek penekanan dalam reformasi ini, antara lain (1) penyiapan regulasi untuk pemanfaatan data Registrasi Sosial Ekonomi sehingga dapat digunakan seluruh K/L dan pemerintah daerah dalam penyaluran program pada tahun 2024; (2) perluasan dan implementasi skema perlindungan sosial adaptif kepada pemerintah daerah; (3) penyempurnaan proses graduasi dan komplementaritas program melalui pemberdayaan ekonomi yang dilakukan lintas sektor; (4) penguatan reformasi skema pembiayaan yang inovatif, ekspansif, dan berkesinambungan; dan (5) penjangkauan terhadap kelompok miskin dan rentan, seperti anak telantar, lansia, dan penyandang disabilitas yang memerlukan bantuan dan layanan pemerintah. Melalui penguatan agenda pembangunan reformasi perlindungan sosial yang didukung stabilitas ekonomi diharapkan upaya pemerintah menghapuskan kemiskinan ekstrem masih on-track.
Indikator ketenagakerjaan terus mengalami pemulihan dari tekanan pandemi COVID- 19. Pada Agustus 2022, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) mengalami penurunan sebesar 0,63 poin persentase menjadi 5,86 persen. Jumlah penciptaan lapangan kerja baru cukup besar mencapai 4,25 juta, tertinggi sejak tahun 2018. Pekerja di bidang pekerjaan dengan keahlian menengah dan tinggi pun mengalami peningkatan pada tahun 2022, menjadi sebesar 1,85 juta orang. Untuk meningkatkan pekerja di bidang pekerjaan dengan keahlian menengah dan tinggi, pemerintah terus berupaya melakukan reformasi pendidikan vokasi dan pelatihan vokasi yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja. Salah satunya adalah implementasi program Kartu Prakerja bagi 3,47 juta orang dengan total insentif mencapai Rp5,36 triliun.
Memasuki tahun 2023, seiring dengan akselerasi pertumbuhan ekonomi, TPT diperkirakan dapat diturunkan ke kisaran 5,3-6,0 persen. Program perlindungan pekerja dan peningkatan keahlian terus dilakukan melalui pelaksanaan program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dan pelatihan vokasi, termasuk program Kartu Prakerja yang akan memulai kebijakan transisi program ke skema awal yaitu untuk meningkatkan keterampilan angkatan kerja melalui pelatihan vokasi.
Di level provinsi Jawa Tengah, pemulihan ekonomi juga menunjukkan tren penguatan. Pada tahun 2021 mampu menjaga pertumbuhan yang positif sebesar, 3,3 persen. Meski dihantam gelombang Covid-19 varian delta, pemulihan ekonomi berlanjut di triwulan 1 Tahun 2022 dengan pertumbuhan mencapai 5,12 % yang lebih besar dari capaian nasional sebesar 5,01%. Pada triwulan 2 Tahun 2022 ekonomi Jawa tengah terus tumbuh dan mencapai pertumbuhan 5,66%, akan tetapi pada triwulan III-2022 sedikit menurun menjadi sebesar 5,28 % akibat cuaca ekstrim yang menurunkan produksi pertanian dan sektor pertambangan serta mulai melambatnya ekspor dan investasi. Pasar domestik dan internasional masih tumbuh meskipun tidak sepesat triwulan sebelumnya. Pada triwulan IV-2022 ekonomi Jawa Tengah meningkat sebesar 5,31%. Lapangan usaha yang mengalami pertumbuhan signifikan dalam mendukung perekonomian Jawa Tengah tumbuh positif di tahun 2022 meliputi Transportasi dan Pergudangan sebesar 73,03 persen; Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum sebesar 16,99 persen dan Jasa Lainnya sebesar 11,79 persen. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi terjadi pada komponen ekspor barang dan jasa (termasuk ekspor antar daerah) sebesar 10,48 persen, dan diikuti dengan komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (PK-RT) sebesar 5,52 persen.
Kondisi ekonomi yang semakin membaik juga berpengaruh terhadap kondisi ketenagakerjaan di Jawa Tengah. Pada periode Agustus 2022 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Jawa Tengah sebesar 5,57 persen atau sebanyak 1,08 juta orang, turun 0,38 persen dibandingkan periode Agustus 2021. Dari sisi kesejahteraan masyarakat Jawa Tengah juga mulai meningkat, hal ini ditandai dengan menurunnya angka kemiskinan Jawa Tengah dari yang sebelumnya sebesar 11,25 persen pada September 2021 menjadi 10,98 persen pada September 2022 atau menurun sebanyak 75,78 ribu orang.
3.1.3 Kondisi Perekonomian Kota Magelang
Respons kebijakan ekonomi dan sosial yang telah dirumuskan dalam menghadapi pandemi mampu menjaga pergerakan indikator makro sampai akhir tahun 2022 pada angka capaian dengan tingkat penurunan/peningkatan yang tidak terlalu tajam dari tahun 2021. Setelah di tahun 2020 pertumbuhan ekonomi Kota Magelang tumbus signifikan menjadi sebesar 5,77 persen, dibandingkan dengan dengan pertumbuhan ekonomi 3.20% di tahun 2021.
Keberhasilan pembangunan di Kota Magelang selama tahun 2022 dapat dilihat dari peningkatan capaian kinerja makro di aspek ekonomi dan kesejahteraan sosial berikut:
Tabel 3.2 Realisasi Capaian Indikator Makro Kota Magelang 2016-2022
Indikator
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
Pertumbuhan Ekonomi (%)
5,23
5,42
5,46
5,44*
-2,45
3,20
5,77
TPT (%)
NA
6,68
4,88
4,37
8,59
8,73
6,71
IPM (%)
77,16
77,84
78,31
78,80
78,99
79,43
80,39
Inflasi (%)
2,25
3,90
2,65
2,19
1,84% - 3,84%*
1,53**
6,31
Rasio Gini
0,328 - 0,340*
0,328 - 0,340*
0,387
0,412
0,405
0,452
0,427
Persentase Penduduk Miskin (%)
8,79
8,75
7,87
7,46
7,58
7,75
7,10
Sumber: BPS Kota Magelang, 2023 * Prediksi ** Berdasarkan inflasi sister city Kota Tegal
3.1.4 Pemerataan Pendapatan
Berdasarkan kriteria Bank Dunia, persentase hasil pembangunan yang diterima oleh 40% penduduk berpenghasilan terendah di Kota Magelang mengalami fluktuasi dari tahun 2017-2022. Penurunan terjadi selama kurun waktu 2017-2019, perlahan kembali naik di tahun 2020 walaupun kembali turun drastis di tahun 2021 dan pada tahun 2022 kembali naik. Pada tahun 2022 tercatat bahwa 40% penduduk berpendapatan rendah di Kota Magelang menerima hasil pembangunan sebesar 16,24%. Meski demikian persentase ini mengindikasikan Kota Magelang masih berada pada kelompok ketimpangan pendapatan sedang/menengah. Di tahun 2022, kelompok 20% penduduk Kota Magelang dengan pendapatan tinggi memperoleh hasil pembangunan yang sangat tinggi sebesar 50,59%.
Tabel 3.3 Pemerataan Pendapatan Penduduk Kota Magelang menurut Kriteria Bank Dunia, 2017-2022
Tahun
Kriteria Bank Dunia
40% Pendapatan Bawah
40% Pendapatan Menengah
20% Pendapatan Tinggi
2017
17,77
38,88
43,35
2018
16,29
39,30
44,41
2019
15,17
37,58
47,25
2020
16,26
36,80
46,95
2021
14,90
32,91
52,19
2022
16,24
33,16
50,59
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, 2023
3.1.5 Pertumbuhan Ekonomi
Ekonomi Kota Magelang tahun 2022 diproyeksikan mengalami pertumbuhan positif sebesar 5,77 persen, meningkat dibanding capaian tahun 2021 yang tumbuh sebesar 3,20 persen. Pertumbuhan ekonomi Kota Magelang tahun 2022 ini lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah dan Pusat yang tumbuh di angka 5,31 persen. Ekonomi yang tumbuh positif di angka 5,77 persen menunjukkan kondisi ekonomi yang semakin pulih dengan berakhirnya pandemi Covid-19.
Nilai tambah yang dihasilkan dari perekonomian di Kota Magelang ditunjukkan oleh nilai PDRB atas dasar harga konstan tahun 2010 (adhk) sebesar Rp. 6.513,89 milliar (2021) yang meningkat menjadi Rp. 6.889,45 milliar di tahun 2022. Sementara dari sisi harga berlaku (adhb), PDRB Kota Magelang tahun 2021 mencapai Rp. 9.178,78 milliar. Angka ini meningkat menjadi Rp. 10.088,60 milliar di tahun 2022.
Gambar 3.1 Pertumbuhan Ekonomi Kota Magelang (%), 2017-2022Sumber: BPS Kota Magelang (2023) * Angka Sementara ** Angka Sangat Sementara *** Angka Proyeksi
Ekonomi Kota Magelang yang tumbuh positif didukung oleh pertumbuhan lapangan usaha transportasi dan pergudangan yang diestimasi tumbuh 50,05 persen, penyediaan akomodasi dan makan minum yang tumbuh 15,85 persen dan jasa lainnya yang tumbuh 15,36 persen. Kemudian, keempat lapangan usaha yang memiliki peran dominan juga tumbuh positif diantaranya konstruksi, industri pengolahan, perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor serta administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib yang tumbuh berturut-turut sebesar 0,86 persen, 3,38 persen, 2,25 persen, dan 1,12 persen.
Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan terjadi di semua komponen pengeluaran. Konsumsi rumah tangga diestimasi masih mengalami pertumbuhan positif sebesar 5,40 persen. Konsumsi Lembaga Non-Profit yang Melayani Rumah Tangga tumbuh 4,73 persen. Nilai Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang merupakan proyeksi dari investasi meskipun melambat namun masih tetap tumbuh positif 1,26 persen.
3.1.6 Tingkat Pengangguran Terbuka
Jumlah pengangguran terbuka di Kota Magelang tahun 2022 berkurang sebanyak 1.289 orang dibanding tahun 2021 lalu. Dengan jumlah pengangguran terbuka sebanyak 4.487 orang pada tahun 2022. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Kota Magelang menurun dari 8,73 persen (2021) menjadi 6,71 persen (2022). TPT diukur sebagai persentase jumlah pengangguran terbuka terhadap jumlah angkatan kerja.
Keberhasilan pembangunan ketenagakerjaan selain ditandai dengan menurunnya TPT, juga diikuti dengan peningkatan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). TPAK Kota Magelang meningkat dari 67,07 persen (2021) menjadi 67,56 persen (2022). Angka ini berarti bahwa dari 100 orang penduduk usia kerja (15 tahun ke atas) yang ada di Kota Magelang tahun 2022 terdapat sekitar 68 orang yang termasuk dalam angkatan kerja. Tercatat jumlah angkatan kerja di Kota Magelang tahun 2022 sebanyak 66.834 orang. Peningkatan TPAK menunjukkan besaran relatif ketersediaan pasokan tenaga kerja di Kota Magelang untuk memproduksi barang dan jasa juga mengalami peningkatan. Seiring dengan peningkatan TPAK dan penurunan TPT, jumlah penduduk bekerja di Kota Magelang tahun 2022 juga meningkat sebanyak 2.030 orang.
Tabel 3.4 Indikator Ketenagakerjaan Kota Magelang, 2018-2022
Tahun
Penduduk Bekerja (orang)
Pengangguran Terbuka (orang)
Angkatan Kerja (orang)
Bukan Angkatan Kerja (orang)
TPT (%)
TPAK (%)
2018
63.698
3.201
66.899
30.215
4,78
68,90
2019
60.649
2.769
63.418
34.220
4,37
64,95
2020
60.612
5.699
66.311
31.767
8,59
67,61
2021
60.317
5.769
66.086
32.444
8,73
67,07
2022
62.347
4.487
66.834
32.091
6,71
67,56
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, 2023
3.1.7 Kontribusi Sektor Perekonomian terhadap PDRB
Selama periode tahun 2017-2022 perekonomian Kota Magelang memiliki struktur yang sama. Penyangga utama perekonomian di Kota Magelang pada tahun 2022 masih berasal dari tiga lapangan usaha dominan yaitu konstruksi (16,55 persen), industri pengolahan (16,44 persen) dan perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor (14,05 persen).
Gambar 3.2 Struktur Perekonomian Kota Magelang Menurut Lapangan Usaha, 2022Sumber: BPS Kota Magelang (2023)
Struktur perekonomian Kota Magelang dari sisi penggunaan pada tahun 2022 masih seperti tahun-tahun sebelumnya, masih didominasi oleh konsumsi rumah tangga dan PMTB. Sebanyak 56,17 persen nilai tambah yang dihasilkan di Kota Magelang digunakan untuk memenuhi konsumsi akhir rumah tangga dengan nilai sebesar Rp. 5.666,98 milliar. Selain itu share dari komponen PMTB terhadap PDRB sebesar 48,87 persen. Struktur pengeluaran dari konsumsi pemerintah tercatat sebesar 16,07 persen. Struktur dari net ekspor barang dan jasa yang bernilai negatif menunjukkan bahwa impor barang dan jasa dari luar daerah Kota Magelang masih lebih dominan.
Gambar 3.3 Struktur Perekonomian Kota Magelang Menurut Pengeluaran, 2022Sumber: Kota Magelang (2023)
3.1.8 PDRB per Kapita
Gambaran dan rata-rata pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk selama satu tahun di suatu wilayah/daerah dapat diproksi dengan indikator PDRB per kapita. PDRB per kapita Kota Magelang di tahun 2022 mencapai angka Rp. 82,91 juta. Angka ini meningkat 9,85 persen dibanding kondisi tahun 2021 lalu yang mencapai Rp. 75,48 Juta. Peningkatan ini seiring dengan bangkitnya perekonomian pasca Covid-19.
Gambar 3.4 PDRB per kapita Kota Magelang dan Jawa Tengah (Juta Rupiah/tahun), 2017-2022Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah (2023)
Perkembangan PDRB per kapita Kota Magelang memiliki pola yang serupa dengan Jawa Tengah. PDRB per kapita cenderung meningkat setiap tahun kecuali pada tahun 2020 yang sedikit mengalami penurunan disebabkan karena dampak pandemi Covid-19. PDRB per kapita Kota Magelang setiap tahun selalu lebih tinggi dibanding PDRB per kapita Jawa Tengah.
4 SASARAN DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN DAERAH
5 RENCANA KERJA DAN PENDANAAN DAERAH
6 KINERJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
Indikator kinerja adalah alat ukur spesifik untuk masukan, proses, keluaran (output), hasil (outcome), manfaat, dan/atau dampak (impact) yang menggambarkan tingkat capaian kinerja yang akan dicapai suatu program, atau kegiatan. Hal ini menjadi dasar penilaian kinerja baik dalam proses perencanaan, pelaksanaan maupun hasil perencanaan pembangunan yang sekaligus sebagai petunjuk kemajuan dalam rangka mencapai tujuan atau sasaran.
Indikator tersebut akan menjadi parameter prioritas pembangunan sekaligus sebagai instrumen pemantauan dan evaluasi pelaksanaan RKPD. Pada dasarnya penyusunan indikator kinerja daerah dirumuskan berdasarkan tujuan pembangunan, yang merupakan upaya untuk mengatasi permasalahan daerah baik yang menyangkut pelayanan dasar maupun non pelayanan dasar, serta penjabaran strategi yang diturunkan dari visi dan misi RPJMD Kota Magelang Tahun 2021-2026, tanpa mengabaikan kebijakan eksternal yang termuat dalam RPJP Nasional, RPJM Nasional, dan RPJMD Provinsi Jawa Tengah dan RPJPD Kota Magelang 2005-2025.
Sebagai alat ukur pencapaian kinerja tujuan, sasaran, yang diimplementasikan ke dalam program, kegiatan, dan sub kegiatan, Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah disusun sebagai satu BAB tersendiri dalam dokumen Rencana Kerja Pemerintah Daerah. Substansi Bab ini memuat rincian indikator kinerja beserta target yang direncanakan untuk dapat dicapai di akhir pelaksanaan perencanaan tahun 2024 sebagai panduan dalam pencapaian kinerja tahunan yang ditetapkan sebagai Indikator Kinerja Utama (IKU) yang merupakan ukuran keberhasilan suatu tujuan dan sasaran strategis sebagai suatu prioritas program dan kegiatan yang mengacu pada sasaran strategis rencana pembangunan jangka menengah daerah, serta Indikator Kinerja Kunci (IKK) yang menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan, digunakan untuk mengukur keberhasilan upaya mencapai tujuan jangka pendek yang merupakan upaya untuk mencapai tujuan jangka menengah dan jangka panjang.
Dalam rangka efisiensi dan efektifitas pencapaian kinerja pembangunan daerah, maka dalam RKPD tahun 2024 disusun program, kegiatan, sampai dengan sub kegiatan serta indikator kinerja pembangunan daerah yang disusun dengan berpedoman pada peraturan perundang undangan yang terkait. Penetapan indikator kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah tahun 2024 memuat dua hal, yaitu Indikator Kinerja Utama Daerah dan Penetapan Indikator Kinerja Daerah Terhadap Capaian Kinerja Penyelenggaraan Urusan Pemerintah Daerah Kota Magelang Tahun 2024 sebagaimana tersaji dalam Tabel 6.1 dan 6.2.
Tabel 6.1 Indikator Kinerja Utama Daerah Kota Magelang Tahun 2024
No
Indikator Kinerja Utama
Target RKPD Tahun 2024
1.
Nilai Pembangunan Masyarakat
84,31 *)
2.
Nilai penguatan toleransi
96,83 *)
3.
Nilai penguatan ketentraman dan ketertiban umum
87,95
4.
Nilai stabilitas daerah
97,03 *)
5.
Nilai pemajuan kebudayaan
64,87
6.
Nilai partisipasi masyarakat
93,91 *)
7.
Indeks Pembangunan Manusia
81,94
8.
Indeks Pendidikan
0,773
9.
Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat
17
10.
Indeks Kesehatan
0,88 *)
11.
Pengeluaran per kapita yang disesuaikan (Ribu Rp)
12.846
12.
Indeks Pembangunan Gender
95,91 *)
13.
Indeks Reformasi Birokrasi
75,10
14.
Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM)
87,78 *)
15.
Nilai Kematangan Organisasi Daerah (KOD)
35,56 *)
16.
Indeks Sistem Merit
0,705
17.
Indeks SPBE
2,675
18.
Maturitas SPIP
3,745
19.
Nilai SAKIP
A
20.
Indeks Pengelolaan Keuangan Daerah
93,59
21.
Pertumbuhan Ekonomi (%)
5,13 - 5,77 *)
22.
Persentase penduduk miskin
6,36 - 7,00
23.
Ketimpangan Pendapatan
16,42
24.
Persentase Kontribusi PDRB sektor Industri Pengolahan dan Perdagangan (%)
30,49 *)
25.
Persentase pertumbuhan investasi
16
26.
Persentase Peningkatan Kunjungan Wisatawan
3,10
27.
Persentase PMKS
9,06
28.
Tingkat Pengangguran Terbuka
5,8 - 7,1
29.
Persentase Pertumbuhan UMKM
4,5
30.
Indeks Kualitas Ruang Kota
67,04
31.
Indeks infrastruktur wilayah
91,36
32.
Persentase kesesuaian pemanfaatan ruang
76
33.
Indeks aksesibilitas perkotaan
68,70
34.
Persentase luas kawasan kumuh
0,00
35.
Indeks Kualitas Lingkungan Hidup
63,46 *)
36.
Persentase ruang terbuka hijau publik
17
37.
Indeks Resiliensi Daerah
66,36
38.
Indeks Ketahanan Daerah
47,40
39.
Skor PPH
93,10 *)
Sumber: RPJMD Kota Magelang 2021-2026 *) : Penyesuaian target berdasarkan realisasi tahun 2022
Tabel 6.2 Penetapan Indikator Kinerja Daerah Terhadap Capaian Kinerja Penyelenggaraan Urusan Pemerintah Daerah Kota Magelang Tahun 2024
No
Aspek/ Fokus/ Bidang Urusan/ Indikator Kinerja Pembangunan Daerah
Satuan
Kondisi Kinerja Pada Awal Periode RPJMD
Tahun
Kondisi Kinerja Pada Akhir Periode RPJMD
2020
2022
2023
2024
2025
2026
ASPEK PELAYANAN UMUM
1
URUSAN WAJIB YANG BERKAITAN PELAYANAN DASAR
1.1
PENDIDIKAN
1.1.1
Angka Partisipasi Murni SD/MI
%
NA
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
1.1.2
Angka Partisipasi Murni SMP/MTs
%
NA
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
1.1.3
Angka Partisipasi Murni Pendidikan Kesetaraan (Paket A, Paket B dan Paket C)
%
NA
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
1.1.4
Angka Partisipasi Kasar (APK) PAUD
%
NA
91,00
92,00
93,00
94,00
95,00
95,00
1.1.5
Angka Partisipasi Kasar (APK) SD/MI
%
NA
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
1.1.6
Angka Partisipasi Kasar (APK) SMP/MTs
%
NA
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
1.1.7
Angka Partisipasi Kasar (APK) Pendidikan Kesetaraan (Paket A, Paket B dan Paket C)
%
NA
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
1.1.8
Angka Putus Sekolah (APS) SD/MI
%
0,0000
0,0032
0,0016
0,0000
0,0000
0,0000
0,0000
1.1.9
Angka Putus Sekolah (APS) SMP/MTs
%
0,00
0,05
0,04
0,00
0,00
0,00
0,00
1.1.10
Angka Kelulusan (AL) SD/MI
%
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
1.1.11
Angka Kelulusan (AL) SMP/MTs
%
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
1.1.12
Angka Kelulusan (AL) Pendidikan Kesetaraan (Paket A/B/C)
%
NA
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
1.1.13
Angka Melanjutkan (AM) dari SD/MI ke SMP/MTs
%
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
1.1.14
Angka Melanjutkan (AM) dari SMP/MTs ke SMA/SMK/MA
%
NA
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
1.1.15
Persentase angka melek aksara penduduk umur ≥15 tahun
%
97,63
98,00
98,50
99,00
99,50
100,00
100,00
1.1.16
Guru yang memenuhi kualifikasi S1/D-IV:
1.1.16.a
- PAUD
%
65,00
66,00
67,00
68,00
69,00
70,00
70,00
1.1.16.b
- SD/MI
%
95,30
95,60
95,70
95,80
95,90
96,00
96,00
1.1.16.c
- SMP/MTs
%
95,71
97,00
97,25
97,50
98,00
98,50
98,50
1.2
KESEHATAN
1.2.1
Indeks Kesehatan
Angka
0,875
0,876
0,877
0,878
0,878
0,879
0,879
1.2.2
Angka Kematian Ibu per 100.000 kelahiran hidup
Angka
138,79
140
130
120
110
100
100
1.2.3
Angka Kematian Balita (AKBa) per 1.000 kelahiran hidup
Angka
16,66
16
16
15
15
15
15
1.2.4
Angka Kematian Bayi (AKB) per 1.000 kelahiran hidup
Angka
13,88
13
13
13
12
12
12
1.2.5
Angka Kematian Neonatal (AKN) per 1000 kelahiran hidup
Angka
16
11
11
10
10
10
10
1.2.6
Prevalensi malnutrisi/wasting (berat badan/tinggi badan) anak pada usia kurang dari 5 tahun, berdasarkan tipe
%
NA
3
3
3
3
3
3
1.2.7
Persentase warga negara usia lanjut (60 tahun ke atas) yang mendapatkan layanan kesehatan sesuai standar
%
85,1
100
100
100
100
100
100
1.2.8
Persentase rumah tangga berperilaku hidup bersih dan sehat
%
NA
63
66
69
72
75
75
1.2.9
Cakupan penemuan dan pengobatan penyakit menular
%
NA
59
62
65
67
70
70
1.2.10
Ketercapaian upaya pencegahan dan pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM)
%
NA
70
72
75
77
80
80
1.2.11
Indeks Kepuasan Masyarakat
Indeks
78
80
82
84
86
88
88
1.3
PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG
1.3.2
Persentase kesesuaian pemanfaatan ruang
%
NA
72
74
76
78
80
80
1.3.3
Jumlah aksesibilitas sarana pemerintahan daerah yang sesuai universal desain
unit
NA
10
20
30
40
50
50
1.4
PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN
1.4.1
Cakupan pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman berkualitas
%
NA
51,47
52,52
54,53
58,65
59,79
59,79
1.4.2
Persentase pemenuhan kebutuhan perumahan layak huni pada kawasan bencana dan relokasi program pemerintah
%
NA
90
90
90
90
90
90
1.4.3
Luas kawasan permukiman kumuh
Ha
39,91
14,90
0
0
0
0
0
1.5
KETENTERAMAN DAN KETERTIBAN UMUM
1.5.1
Persentase kriminalitas yang tertangani
%
73,88
80,50
81,00
81,50
82,00
82,50
82,50
1.5.2
Kematian disebabkan konflik per 100.000 penduduk
Angka
0
0
0
0
0
0
0
1.5.3
Jumlah kasus kejahatan pembunuhan pada satu tahun terakhir
Angka
0
0
0
0
0
0
0
1.5.4
Proporsi korban kekerasan dalam 12 bulan terakhir yang melaporkan kepada polisi
%
NA
100
100
100
100
100
100
1.5.5
Tingkat Partisipasi Politik masyarakat dalam pemilu
%
77,41
0
0
78
0
0
0
1.5.6
Nilai Penguatan Ketenteraman dan Ketertiban Umum
%
NA
99
99
99
99
99
99
1.5.7
Persentase penurunan gangguan trantibum
%
NA
1
1
1
1
1
1
1.5.8
Persentase pelayanan penyelamatan dan evakuasi korban kebakaran
%
NA
100
100
100
100
100
100
1.5.9
Indeks kapasitas daerah dalam penanggulangan bencana
Indeks
NA
35,29
41,18
47,06
52,94
58,82
58,82
1.5.10
Rasio Resiko Dampak Bencana
Angka
NA
2
2
2
2
2
2
1.6
SOSIAL
1.6.1
Persentase Penurunan PMKS
%
NA
0,26
0,26
0,26
0,26
0,26
0,26
1.6.2
Persentase penanganan PMKS
%
NA
100
100
100
100
100
100
2
URUSAN WAJIB YANG TIDAK BERKAITAN DENGAN PELAYANAN DASAR
2.1
TENAGA KERJA
2.1.1
Besaran kasus yang diselesaikan dengan Perjanjian Bersama (PB)
%
NA
65
68
71
73
76
76
2.1.2
Besaran Pencari Kerja yang terdaftar yang ditempatkan
%
51,42
60
60
65
65
70
70
2.2
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK
2.2.2
Persentase pelaku usaha ekonomi perempuan
%
NA
15,00
15,20
15,20
15,20
15,40
15,40
2.2.3
Rasio KDRT
%
0,04
0,04
0,04
0,04
0,35
0,35
0,35
2.3
PANGAN
2.3.1
Tingkat Ketersediaan Energi
%
NA
100
100
100
100
100
100
2.3.2
Tingkat Ketersediaan Protein
%
NA
100
100
100
100
100
100
2.3.3
Persentase Penguatan cadangan pangan
%
NA
20
22
25
27
30
30
2.4
PERTANAHAN
2.4.1
Persentase luas lahan bersertifikat
%
93,12
93,20
93,23
93,36
93,44
93,53
93,53
2.4.2
Penyelesaian kasus tanah Negara (Penyelesaian kasus tanah)
%
NA
20
40
60
80
100
100
2.5
LINGKUNGAN HIDUP
2.5.1
Indeks Kualitas Air
Indeks
16,67
16,67
16,67
16,67
16,67
16,67
16,67
2.5.2
Indeks Kualitas Udara
Indeks
83,67
85.92
88.25
93.03
95.36
95.36
95.36
2.5.3
Presentase ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang diawasi ketaatannya terhadap pelaksanaan dokumen lingkungkan
%
NA
43,33
43,33
46,67
46,67
50,00
50,00
2.5.4
Indeks Kualitas Tutupan Lahan
Indeks
31,38
31,38
31,66
31,93
32,21
32,48
32,48
2.5.5
Persentase Sampah yang Terkelola
%
84,11
88,05
90,65
93,65
97,15
99,65
99,65
2.6
ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL
2.6.1
Nilai kualitas administrasi kependudukan
%
NA
84,37
88,07
91,21
94,63
95,83
95,83
2.6.2
IKM OPD
Indeks
82,83
84,00
85,00
86,00
87,00
88,00
88,00
2.6.3
Nilai tertib administrasi kependudukan
%
NA
99,10
99,20
99,30
99,38
99,50
99,50
2.6.4
Cakupan pemanfaatan data kependudukan
%
NA
70,00
80,00
88,33
97,50
100,00
100,00
2.7
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA
2.7.1
Persentase keswadayaan masyarakat
%
NA
40
42
45
48
50
50
2.7.2
Persentase Kelurahan Kategori Cepat Berkembang
%
NA
59
65
71
76
82
82
2.8
PENGENDALIAN PENDUDUK DAN KELUARGA BERENCANA
2.8.1
Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP)
%
NA
2,6
2,5
2,4
2,3
2,2
2,2
2.8.2
Total Fertility Rate (TFR)
Angka
NA
8
7
7
6
6
6
2.9
PERHUBUNGAN
2.9.1
Cakupan Penyelenggaraan Urusan Perhubungan yang Berkeselamatan
%
NA
86
87
88
89
90
90
2.10
KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
2.10.1
Indeks SPBE
Indeks
3,21
2,40
2,55
2,675
2,975
3,25
3,25
2.10.2
Nilai domain kebijakan SPBE
Angka
3,21
2,90
3,00
3,00
3,30
3,50
3,50
2.10.3
Nilai domain tata kelola SPBE
Angka
0,00
2,70
2,70
2,80
2,80
3,00
3,00
2.10.4
Nilai domain Manajemen SPBE
Angka
0
1,2
1,5
1,8
2,5
3
3
2.10.5
Nilai domain layanan SPBE
Angka
0
2,8
3
3,1
3,3
3,5
3,5
2.11
KOPERASI DAN UMKM
2.11.1
Peningkatan omzet pelaku usaha mikro
%
-8,22
-3,00
-2,00
-1,00
2,00
3,00
3,00
2.11.2
Peningkatan volume usaha koperasi
Rp
41,227,671,003
41,928,541,411
43,895,483,280
45,939,758,280
48,065,748,585
50,278,072,095
50,278,072,095
2.12
PENANAMAN MODAL
2.12.1
Pertumbuhan Nilai investasi PMA/PMDN
%
NA
16
16
16
16
16
16
2.12.2
Jumlah investor berskala nasional (PMA/PMDN)
Angka
NA
3
3
3
3
3
3
2.12.3
Rata-rata lama waktu pelayanan perizinan
Hari
5
4,5
4
3,5
3
2,5
2,5
2.12.4
IKM Pelayanan Perijinan
Indeks
83.41
83,50
83,50
84,00
84,50
85,00
85,00
2.13
KEPEMUDAAN DAN OLAHRAGA
2.13.1
Persentase prestasi kepemudaan, olahraga dan pramuka
%
NA
40,67
41,43
43,28
44,74
46,85
46,85
2.13.2
Tingkat partisipasi pemuda dalam kegiatan ekonomi mandiri
%
NA
2,09
2,12
2,15
2,18
2,22
2,22
2.13.3
Jumlah atlet berprestasi
Angka
5
15
20
25
30
35
35
2.13.4
Jumlah prestasi olahraga
Angka
25
125
150
175
200
225
225
2.14
STATISTIK
2.14.1
Indeks kepuasan pengguna data sektoral (skala 5)
Indeks
3,21
3,40
3,45
3,50
3,55
3,60
3,60
2.15
PERSANDIAN
2.15.1
Indeks Kematangan Keamanan Informasi (KAMI)
Indeks
1
1
1
2
2
2
2
2.16
KEBUDAYAAN
2.16.1
Cakupan obyek pemajuan kebudayaan
%
NA
60
70
80
90
100
100
2.16.2
Cakupan pengelolaan kesenian, kebudayaan, cagar budaya dan museum
%
NA
53
57
59
61
64
64
2.17
PERPUSTAKAAN
2.17.1
Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat
Indeks
NA
17
17
17
17
17
17
2.17.2
Persentase peningkatan layanan perpustakaan
%
NA
27
28
29
30
31
31
2.17.3
Persentase perpustakaan satuan pendidikan yang dibina
%
NA
31.01
33.54
36.07
38.60
41.13
41.13
2.18
KEARSIPAN
2.18.1
Tingkat keberadaan dan keutuhan arsip sebagai bahan pertanggungjawaban
%
NA
100
100
100
100
100
100
2.18.2
Tingkat ketersediaan arsip sebagai bahan akuntabilitas kinerja, alat bukti yang sah dan pertanggungjawaban
%
NA
100
100
100
100
100
100
3
URUSAN PILIHAN
3.1
KELAUTAN DAN PERIKANAN
3.1.1
Persentase Peningkatan Produksi Peternakan Budidaya
%
NA
2,5
2,5
2,5
2,5
2,5
2,5
3.2
PARIWISATA
3.2.1
Persentase PAD sektor pariwisata
%
2,89
3,73
3,83
4,17
4,26
4,52
4,52
3.2.2
Persentase kunjungan wisata kota
%
NA
100
100
100
100
100
100
3.2.3
Lama kunjungan Wisata
Angka
1-2 hari
1-2 hari
1-2 hari
1-2 hari
1-2 hari
1-2 hari
1-2 hari
3.3
PERTANIAN
3.3.1
Produktivitas produksi pertanian
Ton/Ha
6,05
6,15
6,25
6,35
6,45
6,50
6,50
3.3.2
Persentase Peningkatan Produksi perikanan budidaya
%
NA
0.6
0.6
0.6
0.6
0.6
0.6
3.4
ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
3.5
PERDAGANGAN
3.5.1
Persentase kontribusi PDRB sektor perdagangan
%
14,3
13,65
13,65
13,65
13,65
13,65
13,65
3.6
PERINDUSTRIAN
3.6.1
Persentase kontribusi PDRB sektor industri pengolahan
%
16,12
16,14
16,16
16,18
16,20
16,22
16,22
3.7
TRANSMIGRASI
4
URUSAN PENUNJANG
4.1
FUNGSI LAIN
4.1.1
Persentase Pemenuhan Sasaran dan Area Perubahan RB yang nilainya telah mencapai B
%
NA
80
90
100
100
100
100
4.1.2
Persentase kebijakan bidang Administrasi Pembangunan, Perekonomian dan Pengadaan Barang Jasa yang terpenuhi
%
NA
100
100
100
100
100
100
4.1.3
Persentase kebijakan bidang Pemerintahan, Hukum dan Kesejahteraan Rakyat yang terpenuhi
%
NA
100
100
100
100
100
100
4.1.4
Persentase OPD dengan nilai SAKIP A
%
NA
80
90
100
100
100
100
4.1.5
Nilai LPPD
Angka
NA
3,60
3,70
3,80
3,90
4,00
4,00
4.1.6
Persentase dokumentasi dan publikasi kegiatan pimpinan
%
NA
100
100
100
100
100
100
4.1.7
Tingkat kepuasan pimpinan
%
NA
100
100
100
100
100
100
4.1.8
Indeks Kepuasan Masyarakat (DPRD)
Indeks
NA
70
72
75
78
80
80
4.1.9
Nilai SAKIP Sekretariat DPRD
Nilai
NA
68 (B)
69 (B)
70 (B)
71 (BB)
72 (BB)
72 (BB)
4.1.10
Indeks Kepuasan Masyarakat (Kec. Magelang Utara)
Indeks
80,00
80,50
81,00
81,50
82,00
82,50
82,50
4.1.11
Indeks Kepuasan Masyarakat (Kec. Magelang Tengah)
Indeks
80,00
80,50
81,00
81,50
82,00
82,50
82,50
4.1.12
Indeks Kepuasan Masyarakat (Kec. Magelang Selatan)
Indeks
80,00
80,50
81,00
81,50
82,00
82,50
82,50
4.2
KEUANGAN
4.2.1
Nilai Opini BPK
Opini
WTP
WTP
WTP
WTP
WTP
WTP
WTP
4.2.2
Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah
%
89,76
89,76
91,43
91,43
93,10
93,10
93,10
4.2.3
Akuntabilitas Penatausahaan Barang Milik Daerah
%
88,79
89,77
90,76
92,64
94,29
94,64
94,64
4.2.4
Rasio kemandirian keuangan daerah
%
32,02
36,16
34,61
35,64
36,69
36,69
36,69
4.2.5
Rasio PAD terhadap pendapatan daerah
%
23,82
26,05
25,25
25,81
26,37
26,37
26,37
4.3
PERENCANAAN
4.3.1
Nilai SAKIP dari aspek perencanaan
%
22,49
24,50
25,00
25,50
26,00
26,50
26,50
4.3.2
Persentase Tingkat efektivitas proses perencanaan pembangunan daerah dan kualitas dokumen perencanaan
%
53,25
76,00
81,00
86,50
92,00
93,25
93,25
4.4
KEPEGAWAIAN, PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
4.4.1
Indeks sistem merit
Indeks
NA
0,6450
0,6825
0,7050
0,7300
0,7300
0,7300
4.4.2
Nilai sistem merit
Angka
NA
B (250 - 324)
B (250 - 324)
B (250 - 324)
B (250 - 324)
B (250 - 324)
B (250 - 324)
4.5
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
4.5.1
Persentase implementasi rencana kelitbangan
%
NA
17,02
36,17
55,32
76,60
100,00
100,00
4.5.2
Persentase pemanfaatan hasil penelitian, pengembangan dan inovasi
%
NA
24,00
49,00
65,17
66,31
68,44
68,44
4.6
PENGAWASAN
4.6.1
Kapabilitas APIP
Angka
3,00
3,16
3,30
3,30
3,30
3,30
3,30
4.6.2
MRI
Angka
2,12
2,29
2,47
2,65
2,82
3,00
3,00
4.6.3
Nilai SAKIP Komponen Evaluasi Internal
Angka
6,9
7,5
8,1
8,2
8,3
8,4
8,4
4.6.4
Indeks Persepsi Korupsi
Indeks
3,38
3,40
3,40
3,42
3,43
3,45
3,45
Sumber: RPJMD Kota Magelang 2021-2026
7 PENUTUP
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kota Magelang Tahun 2024 disusun dengan mengacu pada RPJMD Kota Magelang Tahun 2021-2026. Dalam penyusunannya, RKPD 2024 mengakomodir berbagai dokumen perencanaan, yaitu RPJMD Provinsi Jawa Tengah tahun 2018-2024, berpedoman kepada RPJMN Tahun 2020-2024, Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2024, Rencana Kerja Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2024, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Magelang Tahun 2011-2031, serta dokumen perencanaan sektoral lainnya.
RKPD Kota Magelang ini juga yang memuat evaluasi hasil pelaksanaan RKPD tahun 2021 dan capaian kinerja penyelenggaraan pemerintahan, rancangan kerangka ekonomi daerah tahun 2024, kebijakan umum dan prioritas pembangunan, serta rencana kerja dan pendanaannya yang bersifat indikatif yang dilaksanakan pada tahun 2024. Regulasi dasar penyusunan perencanaan adalah Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 86 tahun 2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian, dan Evaluasi Pembangunan Daerah, Tata Cara Evaluasi Raperda tentang RPJPD dan RPJMD, serta Tata Cara Perubahan RPJPD, RPJMD, dan RKPD. Kedua regulasi tersebut mengamanatkan bahwa:
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang ditetapkan dengan Peraturan Walikota menjadi pedoman penyusunan Rancangan Kebijakan Umum APBD (KUA) serta Rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS)
Rancangan KUA dan PPAS disampaikan kepada DPRD untuk dibahas sebagai landasan penyusunan rancangan APBD
Dengan demikian maka dokumen RKPD Kota Magelang ini dimaksudkan sebagai acuan resmi bagi Pemerintah Daerah dan DPRD dalam menyusun Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD), serta sebagai acuan dan pedoman OPD dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan umum, sekaligus mendorong masyarakat untuk mewujudkan partisipasinya dan juga untuk mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan. RKPD tahun 2024 ini merupakan bagian dari keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan program kegiatan perangkat daerah di Kota Magelang tahun 2024 sehingga akan menjadi landasan setiap perangkat daerah dalam menyusun rencana kerja dan anggaran tahun 2024. Usulan kegiatan yang menjadi bagian dari RKPD ini telah mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah, sehingga pembiayaannya diusulkan ke APBD Pemerintah Kota Magelang, APBD Provinsi Jawa Tengah, dan kepada Pemerintah Pusat malalui APBN.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 86 tahun 2017 pula maka penyusunan RKPD 2024 dilaksanakan dengan koordinasi antar instansi dan perangkat daerah di lingkungan Pemerintah Kota Magelang, melibatkan partisipasi masyarakat dan seluruh pelaku kepentingan (stakeholder) melalui forum Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan Focused Group Discussion (FGD), serta musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) yang dilaksanakan secara berjenjang dari tingkat Kelurahan, tingkat Kecamatan, dan tingkat Kota Magelang, yang berfungsi sebagai forum untuk menghasilkan kesepakatan terutama sinkronisasi dan penyelarasan rencana program dan kegiatan yang telah ditentukan menjadi prioritas untuk dilaksanakan di tahun 2024.
Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan RKPD tahun 2024, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Magelang berkewajiban untuk melakukan pemantauan, pengendalian, evaluasi, dan melakukan analisa terhadap penjabaran dan sinergitas RKPD tahun 2024 ke dalam Renja OPD 2024 serta prioritas dan pagu indikatif OPD 2024.
Demikian agar dokumen perencanaan tahunan RKPD 2024 ini dapat dilaksanakan sebagaimana ketentuan yang berlaku dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Tentang Manajemen Data Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) Kota Magelang
DASAR HUKUM
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kota Kecil dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat;
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik;
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik;
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;
Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik;
Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia;
Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 15 Tahun 2018 tentang Satu Data Informasi Pemerintahan Daerah;
Peraturan Walikota Magelang Nomor 51 Tahun 2019 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik Kota Magelang;
Peraturan Walikota Magelang Nomor 58 Tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 15 Tahun 2018 Tentang Satu Data Informasi Pemerintahan Daerah.
KETENTUAN UMUM
Daerah adalah Kota Magelang.
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah Daerah adalah Walikota sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
Walikota adalah Walikota Magelang.
Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Walikota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah.
Satu Data Kota Magelang yang selanjutnya disebut Satu Data adalah serangkaian kebijakan yang bertujuan untuk mewujudkan data yang beragam, akurat, mutakhir, terpadu, bermanfaat, akuntabel, dan berkesinambungan yang terintegrasi dalam satu sistem informasi terpadu yang mudah diakses oleh pengguna data sebagai dasar perencanaan, pelaksanaan, evaluasi serta pengendalian penyelenggaraan pemerintahan.
Portal Satu Data adalah media penyimpanan data yang dapat diakses melalui meb untuk berbagi pakai Data.
Walidata adalah Perangkat Daerah yang melaksanakan kegiatan pengumpulan, pemeriksaan, dan pengelolaan Data yang disampaikan oleh Produsen Data, serta menyebarluaskan data.
Produsen Data adalah Perangkat Daerah dan atau pihak lain disepakati sebagai Produsen Data dalam Forum Satu Data yang menghasilkan Data sesuai kewenangan dan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Pembina Data adalah instansi vertikal yang memiliki tugas pemerintahan di bidang statistik di Daerah dan memiliki tugas, fungsi, dan kewenangan menurut peraturan perundang-undangan untuk melakukan pembinaan kepada daerah/ instansi terkait Data.
Pembina Data Daerah adalah instansi/Perangkat Daerah yang diberikan penugasan untuk melakukan pembinaan terkait Data.
Pengguna Data adalah kementerian/ lembaga/ daerah/ instansi, perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang menggunakan Data.
Forum Satu Data adalah suatu forum koordinasi yang beranggotakan unsur-unsur Pembina Data, Walidata, Koordinator Data, Produsen Data dan unsur lainnya dalam mengumpulkan, mengonsolidasikan, menyelesaikan permasalahan Data, serta menyepakati kesatuan, penggunaan dan pemanfaatan Data pembangunan.
Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik yang selanjutnya disingkat SPBE adalah penyelenggaraan pemerintahan yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk memberikan layanan kepada Pengguna SPBE.
Manajemen SPBE adalah serangkaian proses untuk mencapai penerapan SPBE yang efektif, efisien, dan berkesinambungan, serta layanan SPBE yang berkualitas.
Data adalah catatan atas kumpulan fakta atau deskripsi berupa angka, karakter, simbol, gambar, peta, tanda, isyarat, tulisan, suara, dan/atau bunyi, yang merepresentasikan keadaan sebenarnya atau menunjukkan suatu ide, objek, kondisi, atau situasi.
Metadata adalah informasi dalam bentuk struktur dan format yang baku untuk menggambarkan Data, menjelaskan Data, serta memudahkan pencarian, penggunaan, dan pengelolaan informasi Data.
Interoperabilitas Data adalah kemampuan Data untuk dibagipakaikan antarsistem elektronik yang saling berinteraksi.
Data Referensi adalah komponen yang mendiskripsikan substansi data yang berupa spesifikasi dan kategorisasi, dan ketentuan mengenai data, serta mengintegrasikannya dengan domain arsitektur SPBE yang lain.
Kode Referensi adalah tanda berisi karakter yang mengandung atau menggambarkan makna, maksud, atau norma tertentu sebagai rujukan identitas Data yang bersifat unik.
Data Induk adalah Data yang merepresentasikan objek dalam proses bisnis pemerintah sesuai dengan Peraturan Presiden tentang Satu Data Indonesia.
Manajemen Data adalah proses pengelolaan data mencakup perencanaan, pengumpulan, pemeriksaan dan penyebarluasan yang dilakukan secara efektif dan efisien sehingga diperoleh data yang akurat, mutakhir, dan terintegrasi.
Arsitektur Data adalah model yang mengatur dan menentukan jenis data yang dikumpulkan, disimpan, dikelola, dan diintegrasikan dalam SPBE.
Manajemen Arsitektur Data adalah rangkaian proses untuk menetapkan dan menyebarluaskan komponen Arsitektur Data.
Manajemen Data Referensi adalah rangkaian proses perencanaan, pengumpulan, pemeriksaan dan penyebarluasan Data Referensi.
Manajemen Basis Data adalah proses pengelolaan kumpulan data yang disimpan di pusat Data Nasional.
Manajemen Kualitas Data adalah proses untuk memastikan Data yang dihasilkan dan dikelola secara elektronik memenuhi prinsip Satu Data Indonesia.
Daftar Data adalah usulan Data yang disampaikan oleh Walidata sebagai bahan penyusunan Data prioritas dalam Forum Satu Data Indonesia.
Pusat Data Nasional adalah sekumpulan pusat Data yang digunakan secara bagi pakai oleh Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah, saling terhubung, dan digunakan untuk penempatan sistem elektronik dan komponen terkait lainnya untuk keperluan penempatan, penyimpanan, pengolahan, dan pemulihan Data.
MAKSUD DAN TUJUAN
MAKSUD
Panduan ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi Perangkat Daerah dalam melaksanakan Manajemen Data SPBE.
Pelaksanaan Manajemen Data SPBE dilaksanakan melalui perangkat penyelenggara Satu Data Kota Magelang sesuai tugas dan kewenangannya.
Selain dilaksanakan melalui perangkat penyelenggara Satu Data Kota Magelang, Manajemen Data SPBE juga dapat dilaksanakan melalui organisasi Perangkat Daerah.
TUJUAN
Manajemen Data SPBE bertujuan untuk menjamin terwujudnya Data yang akurat, mutakhir, terintegrasi, dan dapat diakses sebagai dasar perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pengendalian pembangunan.
Manajemen Data SPBE dilaksanakan dengan sasaran agar Perangkat Daerah:
mampu memahami kebutuhan Data;
mendapatkan, menyimpan, melindungi, dan memastikan integritas Data;
meningkatkan kualitas Data secara terus menerus; dan
memaksimalkan penggunaan Data dan hasil yang efektif dari penggunaan Data.
RUANG LINGKUP Manajemen Data SPBE dilaksanakan melalui serangkaian proses pengelolaan:
Arsitektur Data;
Data Induk dan Data Referensi;
Basis Data; dan
Kualitas Data.
MANAJEMEN ARSITEKTUR DATA
Manajemen Arsitektur Data terdiri atas komponen utama berupa spesifikasi Data dan ketentuan Data.
Spesifikasi Data sebagaimana terdiri atas format dan struktur baku untuk Data Induk dan Data Referensi.
Manajemen Arsitektur Data disusun untuk:
menyediakan Data yang berkualitas tinggi;
mengidentifikasi dan mendefinisikan kebutuhan Data; dan
merancang struktur dan rencana untuk memenuhi kebutuhan Data saat ini dan kebutuhan Data jangka panjang.
Kegiatan Manajemen Arsitektur Data meliputi:
penyusunan dan penetapan;
penyebarluasan; dan
Koordinator Forum Satu Data mengoordinasikan pembahasan Arsitektur Data SPBE dalam Forum Satu Data.
Arsitektur Data SPBE disusun dengan memerhatikan:
Rencana Induk SPBE Nasional; dan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah.
Koordinator Forum Satu Data menyampaikan Arsitektur Data SPBE yang telah disepakati dalam Forum Satu Data kepada Kementerian Perencanaan.
Arsitektur Data SPBE yang telah diselaraskan ditetapkan oleh Walikota.
Penyebarluasan Arsitektur Data SPBE dilaksanakan melalui Portal Satu Data Kota Magelang.
Reviu Arsitektur Data SPBE dilakukan sebagai bagian dari reviu terhadap Arsitektur SPBE Nasional.
Koordinator Forum Satu Data mengoordinasikan reviu terhadap Arsitektur Data SPBE dalam Forum Satu Data.
Arsitektur Data SPBE dilakukan reviu sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan.
MANAJEMEN DATA INDUK DAN DATA REFERENSI
Manajemen Data Induk dan Data Referensi dilaksanakan untuk menyediakan Data yang:
sesuai struktur dan format baku yang ditentukan;
dapat dijadikan acuan untuk menghasilkan Data yang akurat, mutakhir dan dapat dibagipakaikan; dan
menghindari duplikasi.
Kegiatan Manajemen Data Induk dan Data Referensi meliputi:
perencanaan;
pengumpulan;
pemeriksaan;
penyebarluasan; dan
Perencanaan Data Induk dan Data Referensi dilaksanakan oleh Forum Satu Data berdasarkan:
Daftar Data;
usulan Pembina Data; dan
arahan Tim Pengarah Satu Data Kota Magelang.
Pengumpulan Data Induk dan Data Referensi dilakukan oleh Walidata dalam Forum Satu Data.
Pemeriksaan Data Induk dan Data Referensi dilakukan oleh Forum Satu Data untuk memastikan:
kesesuaian dengan struktur dan format baku;
kesesuaian dengan Daftar Data tahun berikutnya; dan
tidak terjadi duplikasi.
Data Induk dan Data Referensi disepakati dalam Forum Satu Data.
Data Induk dan Data Referensi yang telah disepakati disampaikan oleh Koordinator Forum Satu Data kepada Tim Pengarah Satu Data Kota Magelang.
Koordinator Forum Satu Data menetapkan Data Induk dan Data Referensi yang telah disepakati.
Penyebarluasan Data Induk dan Data Referensi dilakukan oleh Walidata melalui Portal Satu Data Kota Magelang.
Data Induk dan Data Referensi diperbarui sesuai kebutuhan.
Koordinator Forum Satu Data mengoordinasikan pembaruan Data Induk dan Data Referensi dalam Forum Satu Data.
Kegiatan Manajemen Data Induk dan Data Referensi dilaksanakan selaras dengan perumusan dan penyepakatan Kode Referensi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Presiden tentang Satu Data Indonesia.
Koordinator Forum Satu Data merumuskan kebijakan teknis dalam rangka penyelarasan manajemen Data Induk dan Data Referensi dengan Kode Referensi.
MANAJEMEN BASIS DATA
Manajemen Basis Data dilaksanakan untuk menyediakan Basis Data yang:
menjamin penyimpanan Data yang akurat, mutakhir dan dapat dibagipakaikan di Pusat Data;
menjamin ketersediaan akses Data yang terus menerus; dan
menjaga keamanan Data dari akses yang tidak sesuai ketentuan tata kelola Data atau peraturan perundang-undangan terkait pengelolaan Data.
Kegiatan Manajemen Basis Data mencakup:
mendefinisikan kebutuhan Walidata dan Produsen Data untuk Basis Data;
mengelola Basis Data di Pusat Data;
melakukan pemeriksaan Basis Data untuk kesesuaian dengan prinsip Satu Data Indonesia;
menyebarluaskan Basis Data melalui Portal Satu Data;
membuat cadangan dan distribusi Basis Data; dan
merencanakan dan mengelola perbaruan Basis Data.
Ketentuan penyimpanan data di Pusat Data diatur oleh Perangkat Daerah di bidang komunikasi dan informatika.
MANAJEMEN KUALITAS DATA
Manajemen Kualitas Data dilaksanakan untuk menjamin Data yang dihasilkan Produsen Data yang:
memenuhi prinsip Satu Data Indonesia; dan
diperbarui sesuai dengan jadwal pemutakhiran data.
Kegiatan Manajemen Kualitas Data melingkupi kegiatan untuk:
Mengembangkan dan mempromosikan kesadaran kualitas Data;
menentukan persyaratan kualitas Data;
menetapkan profil, analisis, dan nilai kualitas Data;
menentukan matriks kualitas Data;
menentukan aturan bisnis kualitas Data;
menguji dan memvalidasi persyaratan kualitas Data;
menetapkan dan mengevaluasi tingkat layanan kualitas Data; dan
mengukur dan memantau kualitas Data secara berkelanjutan.
Kegiatan Manajemen Kualitas Data dilaksanakan melalui tahapan:
perencanaan;
pemeriksaan; dan
penilaian.
Perencanaan Kualitas Data dilaksanakan oleh Forum Satu Data.
Perencanaan Kualitas Data dilakukan dengan menyepakati Daftar Data, Data prioritas dan jadwal pemutakhiran Data.
Pemeriksaan Kualitas Data dilaksanakan dengan memeriksa kesesuaian Data dengan:
prinsip Satu Data Indonesia; dan
ketepatan jadwal pemutakhiran Data.
Pemeriksaan Kualitas Data dilaksanakan oleh:
Walidata, termasuk Produsen Data, untuk Data yang termasuk dalam Daftar Data; dan
Walidata dan Pembina Data, untuk Data yang masuk dalam Data prioritas.
Penilaian Kualitas Data dilaksanakan oleh tim koordinasi SPBE atau unit kerja di Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah yang bidang tugasnya terkait dengan SPBE.
Penilaian Kualitas Data dilaksanakan untuk menilai kinerja Produsen Data dan Walidata dalam pengelolaan data, sebagai bagian dari pemantauan dan evaluasi terhadap SPBE.