1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Makna pembangunan daerah harus secara strategis mampu dirasakan manfaat yang sebesar besarnya bagi masyarakat. Pada prinsipnya pembangunan daerah merupakan proses pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hasil pelaksanaan pembangunan ini tercermin dalam berbagai aspek baik ekonomi maupun sosial seperti peningkatan pendapatan, kesempatan kerja, lapangan berusaha, akses terhadap pengambilan kebijakan. Indikator keberhasilan pembangunan daerah salah satunya adalah semakin meningkatnya daya saing daerah serta makin baiknya Indeks Pembangunan Manusia serta indikator indikator lainnya yang terukur.

Dihadapkan pada idealisme tersebut, maka sebagai salah satu fungsi pembangunan daerah, perencanaan memiliki peran vital dalam memastikan keberhasilan kinerja pembangunan daerah. Secara terminologi, perencanaan pembangunan daerah dimaksudkan sebagai suatu proses penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan di dalamnya, guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya yang ada dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial dalam suatu lingkungan wilayah/daerah dalam jangka waktu  tertentu. Dalam hal ini, perencanaan pembangunan yang berkualitas menjadi salah satu kunci keberhasilan pembangunan baik dalam skala nasional dan terutama bagi daerah.

Merujuk pada kerangka legislasi, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) telah mengatur dan mengamanatkan secara lugas penyusunan  dokumen perencanaan pembangunan berupa Rencana Pembangunan   Jangka   Panjang   (RPJP);   Rencana   Pembangunan   Jangka Menengah  (RPJM);  dan  Rencana  Pembangunan  Tahunan  atau  Rencana Kerja  Pemerintah  (RKP).  Amanat  undang-undang  tersebut dijabarkan  ke dalam  Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.

Mengingat aturan pelaksanaan di bawah Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 belum terbit, maka kiranya masih relevan menjadikan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah, yang didalamnya mengatur tahapan, tata cara penyusunan, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan daerah yang meliputi RPJPD, RPJMD, Renstra OPD,  RKPD, dan Renja OPD dijadikan sebagai pijakan penyusunan perencanaan.

Memenuhi amanat undang-undang, peraturan pemerintah, serta Peraturan Menteri Dalam Negeri tersebut di atas, Pemerintah Kota Magelang telah menyusun dokumen RPJPD Kota Magelang 2005-2025  yang ditetapkan  dengan  Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2009. Untuk dokumen RPJMD Tahap I (2005-2010) telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah nomor 4 Tahun 2005,  sedang  RPJMD Tahap II (2011-2015) telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Magelang Tahun 2011-2015. Sementara itu  RPJMD Kota Magelang Tahun 2016-2021 telah ditetapkan melalui Peraturan Daerah Kota Magelang No 1 Tahun 2016.

1.1.1. Proses Penyusunan

RKPD Kota Magelang Tahun 2018 ini merupakan tahun kedua perencanaan tahap III RPJMD 2016-2021 dan disusun ke dalam 6 (enam) tahapan yaitu: persiapan penyusunan RKPD;penyusunan rancangan awal RKPD; penyusunan rancangan RKPD,  pelaksanaan musrenbang RKPD, perumusan rancangan akhir RKPD, dan penetapan RKPD.

Tahap pertama yang dilakukan adalah tahap persiapan penyusunan yang meliputi pembentukan Tim Penyusun RKPD, orientasi mengenai RKPD, penyusunan agenda kerja serta penyiapan data dan informasi perencanaan pembangunan daerah. Dalam penyusunan RKPD Kota Magelang Tahun 2018, Tim penyusun terdiri dari personil lintas OPD di jajaran OPD yang dipandang mampu untuk memberikan kontribusi dalam perencanaan pembangunan daerah. Sementara itu untuk memudahkan koordinasi penyusunan, dilakukan melalui rapat rapat koordinasi serta memanfaatkan media sosial melalui group  Tim Penyusunan RKPD Kota Magelang Tahun 2018. Hal ini merupakan terobosan teknokratis yang cukup memberikan kemudahan dan kecepatan koordinasi kerja tim.

Proses penyusunan RKPD diawali dengan perumusan rancangan awal RKPD untuk memberikan panduan kepada seluruh OPD untuk menyusun rancangan Renja OPD dan berfungsi sebagai koridor perencanaan pembangunan daerah dalam kurun waktu 1 (satu) tahun yang disusun menggunakan pendekatan teknokratis dan partisipatif maupun politis.

Dalam rangka meningkatkan kualitas dan rentang cakup agar substansi RKPD Kota Magelang semakin efektif, maka berbagai terobosan dan inovasi baik inovasi proses perencanaan maupun inovasi pada tataran kebijakan telah dilakukan yang melibatkan pendekatan teknokratik, partisipatif, bottom up/top down  maupun politis.

Merumuskan dokumen tersebut menjadi rancangan RKPD merupakan tahapan selanjutnya. Perumusan Rancangan RKPD pada dasarnya adalah memadukan materi pokok yang telah disusun dalam rancangan awal RKPD provinsi dengan rancangan Renja OPD dan mensinkronkannya dengan kebijakan nasional/provinsi tahun rencana. Dengan demikian, penyusunan rancangan RKPD bertujuan untuk menyempurnakan rancangan awal melalui proses pengintegrasian dan harmonisasi program dan kegiatan prioritas yang tercantum dalam rancangan Renja OPD serta untuk mengharmoniskan dan mensinergikannya terhadap prioritas dan sasaran pembangunan nasional dan provinsi.

Selanjutnya perlu melakukan evaluasi Rancangan Awal RKP dan RKPD Provinsi yang merupakan bagian dari proses identifikasi kebijakan nasional dan Provinsi yang digunakan untuk melengkapi analisis dan evaluasi yang telah dilakukan pada tahap penyusunan rancangan awal, khususnya identifikasi kebijakan nasional untuk tahun rencana.

Dengan memperhatikan relevansinya  kebijakan, pada prinsipnya sebuah kebijakan menjadi relevan dan dapat dipedomani bagi suatu daerah  karena beberapa karakteristik:

  1. Amanat perundang-undangan yang bersifat mengikat secara umum (seluruh daerah) atau khusus pada daerah tertentu.
  2. Kebijakan pemerintah pusat yang karena karakteristiknya, suatu daerah merupakan tujuan dari kebijakan tersebut.
  3. Kebijakan pemerintah pusat yang karena karakteristiknya, suatu daerah dipengaruhi secara tidak langsung oleh kebijakan dimaksud.

Sementara itu kebijakan lainnya memiliki dampak strategis bagi daerah tahun rencana karena beberapa karakteristik:

  1. Kebijakan pemerintah pusat yang mengandung peluang bagi pengembangan daerah.
  2. Kebijakan pemerintah pusat yang berdampak negatif bagi suatu daerah jika tidak diantisipasi dengan program tertentu.

Dalam praktiknya, sebagian kebijakan diwujudkan atau nyata terlihat dari program dan kegiatan yang diagendakan pada tahun 2018, yang secara implisit disebutkan dalam pernyataan tentang kebijakan dan prioritas pembangunan nasional tahun rencana maupun jabaran program dan kegiatan prioritas yang mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung rencana pembangunan suatu daerah.

Pelaksanaan Forum OPD yang mengkombinasikan hasil Musrenbang Kecamatan sekaligus mengkonfirmasi hasil FGD yang diakomodir oleh OPD terkait sesuai Berita Acara Hasil Musrenbang Kecamatan dan Berita Acara Hasil FGD menjadi langkah selanjutnya yang ditempuh. Setelah itu dilakukan Verifikasi dan Integrasi Program & Kegiatan Prioritas, dengan tujuan pokok adalah menyangkut kesamaan materi antara program dan kegiatan prioritas pada rancangan RKPD telah sama dengan muatan nama program dan kegiatan prioritas tiap-tiap OPD, termasuk informasi tentang indikator kinerja, selain itu juga memastikan agar program dan kegiatan prioritas telah sepenuhnya tercantum dalam rancangan Renja OPD pada OPD terkait.

Hasil rancangan RKPD ini sebagai bahan dalam Musrenbang tingkat Kota Magelang yang merupakan forum konfirmasi atas keseluruhan hasil Musrenbang di tingkat kelurahan dan kecamatan serta hasil rancangan Renja OPD yang telah terverifikasi.

Berdasarkan Berita Acara Hasil Kesepakatan Musrenbang kemudian dilakukan penyelarasan Rancangan Akhir RKPD dengan memperhatikan Rancangan RKPD Provinsi Jawa Tengah dan Rancangan RKP pada saat Musrenbang Nasional. Hasil Penyelarasan Akhir ini kemudian dilakukan konsultasi kepada TAPD sebelum ditetapkan melalui Peraturan Walikota.

Proses perumusan RKPD Kota Magelang Tahun 2018 dapat dilihat sebagaimana gambar bagan sebagai berikut:

Gambar 1.1 Bagan Alir Tahapan Penyusunan RKPD Kota Magelang Tahun 2018

1.1.2. Prinsip dan Pendekatan Penyusunan

Penyusunan RKPD Kota Magelang tahun 2018, disusun dengan metode swakelola. Pemilihan metode tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa RKPD merupakan salah satu dokumen perencanaan publik, sehingga menjadi kewajiban aparat pemerintah daerah untuk menyusun dan mengimplementasikannya.

Untuk memastikan output hasil penyusunan yang berkualitas, taat regulasi dan operasional, maka pendekatan dalam penyusunan dokumen RKPD Kota Magelang Tahun 2018 melibatkan beberapa prinsip sebagai berikut :

PRINSIP INDIKATOR
KETERKAITAN Tersedianya penjelasan strategi dan arah kebijakan RKPD Kota Magelang 2018 yang terkait dengan: visi dan misi, strategi dan arah kebijakan RPJMD
  Tersedianya penjelasan strategi dan arah kebijakan RKPD Kota Magelang Tahun 2018 yang terkait dengan tujuan, sasaran, dan prioritas RKPD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2018 
KONSISTENSI Terwujudnya konsistensi antara hasil evaluasi pelaksanaan RKPD Kota Magelang Tahun 2016 dengan isu strategis
  Terwujudnya konsistensi antara isu strategis dengan prioritas pembangunan
  Terwujudnya konsistensi antara prioritas pembangunan dalam RKPD Kota Magelang Tahun 2018 dengan pagu anggaran OPD
  Terwujudnya konsistensi antara prioritas pembangunan dalam RKPD Kota Magelang Tahun 2018 dengan program/kegiatan OPD
KELENGKAPAN DAN KEDALAMAN Tersedianya kerangka ekonomi daerah dan kerangka pendanaan Tahun 2018
  Tersedianya kerangka kebijakan keuangan daerahTahun 2018
  Tersedianya uraian strategi dan arah kebijakan pertumbuhan ekonomi berdasarkan evaluasi tahun sebelumnya
  Tersedianya uraian strategi dan arah kebijakan dimensi pembangunan manusia
  Tersedianya uraian strategi dan arah kebijakan dimensi pembangunan sektor unggulan
  Tersedianya uraian strategi dan arah kebijakan dimensi pembangunan pemerataan dan kewilayahan
  Tersedianya uraian strategi dan arah kebijakan berwawasan lingkungan berdasarkan evaluasi tahun sebelumnya
  Tersedianya uraian strategi dan arah kebijakan tata kelola dan reformasi birokrasi
KETERUKURAN Tersedianya rumusan sasaran pembangunan daerah, hasil program, dan output kegiatan tahun 2018 dengan indikator kinerja yang terukur (berbasis kinerja) –berdasarkan matrik
  Tersedianya prakiraan maju anggaran tahun berikutnya
INOVASI KEBIJAKAN Tersedianya kebijakan pembangunan yang inovatif yang ditunjukkan oleh penerapan konsep holistik- tematik, integratif, dan spasial dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah
  Tersedianya informasi usulan dan justifikasi penetapan hasil pelaksanaan musyawarah perencanaan pembangunan dalam lingkup Kota Magelang

Merujuk pada regulasi, maka penyusunan RKPD Kota Magelang Tahun 2018 dilakukan dengan beberapa pendekatan penyusunan yaitu pendekatan teknokratik, partisipatif, bottom up / top down serta politik. Sedangkan secara out of the box, untuk memberikan ruang kreatif dan inovasi agar pencapaian pembangunan dapat terakselerasi dengan baik, maka inovasi baik secara proses perencanaan maupun kebijakan program pembangunan menjadi sudut pendekatan lain yang ditempuh. Detil konfigurasi pendekatan penyusunan RKPD Kota Magelang Tahun 2018 adalah sebagai berikut :

KRITERIA PARAMETER
DARI BAWAH (BOTTOM-UP) Usulan dari Musrenbang Kelurahan dan Kecamatan dalam penyusunan RKPD Kota Magelang Tahun 2018
  Partisipasi masyarakat dalam penyusunan RKPD Kota Magelang Tahun 2018
DARI ATAS (TOP-DOWN) Sinkronisasi Prioritas Daerah dalam RKPD Kota Magelang Tahun 2018 dan Prioritas Nasional dalam RKP 2018
  Sinergitas program dan kegiatan dalam RKPD Kota Magelang Tahun 2018 dan RKP 2018 
TEKNOKRATIK Ketersediaan dan kelengkapan sumber data dan informasi dalam penyusunan RKPD Kota Magelang Tahun 2018
  Kapasitas Perencana Daerah dalam Penyiapan RKPD Kota Magelang Tahun 2018
POLITIK Pertimbangan dan Pendapat DPRD Kab/Kota dalam penyusunan RKPD Kota Magelang Tahun 2018
  Konsultasi Publik dalam penyusunan RKPD Kota Magelang Tahun 2018
INOVASI Inovasi pada proses perencanaan
  Inovasi program pembangunan daerah

1.2. Landasan Hukum

Landasan hukum yang digunakan dalam penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Kota Magelang Tahun 2017 ini adalah:

  1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kota Kecil Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat;
  2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
  3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;
  4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah;
  5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025;
  6. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
  7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah ;
  8. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan;
  9. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;
  10. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;
  11. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Laporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah;
  12. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Pedoman Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Kepada Masyarakat;
  13. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota;
  14. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah;
  15. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah;
  16. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan;
  17. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;
  18. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Organisasi Perangkat Daerah;
  19. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-Undangan;
  20. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015–2019;
  21. Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan;
  22. Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan Yang Berkeadilan;
  23. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Jo Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 Jo Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 tahun 2011 Tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
  24. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;
  25. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor3 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005–2025;
  26. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2014 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Jawa Tengah tahun 2013-2018;
  27. Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah;
  28. Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Magelang Tahun 2005-2025;
  29. Peraturan daerah Kota Magelang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Rencana Pembangungan Jangka Menengah Daerah Kota Magelang Tahun 2016-2021;
  30. Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 3 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah ;
  31. Surat Gubernur Jawa Tengah Nomor 050.23/0020975 Tanggal 27 Desember 2016 perihal Arah Kebijakan Penyusunan RKPD Tahun 2018

1.3. Hubungan Antar Dokumen

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Kepala Bappeda menyiapkan rancangan awal RKPD sebagai penjabaran dari RPJM Daerah, Rancangan awal RKPD Kota yang berpedoman pada RPJMD Kota tersebut juga mengacu pada RPJMD Provinsi dan RPJMN. Oleh karena itu, RKPD Kota Magelang tahun 2016disusun dengan berpedoman kepada RPJMD Kota Magelang Tahun 2011-2015, mengacu pada RPJMD Provinsi Nomor 5 Tahun 2014 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013–2018, serta RPJM Nasional Tahun 2015-2019.

Dalam penyusunan dokumen RKPD Kota Magelang Tahun 2018 digunakan sejumlah dokumen perencanaan yang ada di tingkat nasional maupun daerah (Provinsi Jawa Tengah dan Kota Magelang), yaitu sebagai berikut:

Sumber: UU No 25 Tahun 2004
Gambar 1.2 Hubungan Antar Dokumen Perencanaan dan Penganggaran Lainnya

 Selain itu penyusunan RPKD Kota Magelang tidak terlepas dari dokumen tata ruang wilayah sebagaimana penjelasan gambar berikut ini:

Gambar 1.3 Kedudukan Dokumen RKPD Kota Magelang dengan Dokumen Perencanaan dan Spasial

Secara lengkap penjelasan masing masing dokumen yang terkait dengan penyusunan RKPD Kota Magelang Tahun 2018 adalah sebagai berikut:

1.3.1. RPJM Nasional

RPJM Nasional yang telah ditetapkan dengan Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019. Ada 3 (tiga) dokumen sebagai lampiran dari Perpres Nomor 2 Tahun 2015, yaitu: (i) Buku I dengan judul: ”Agenda Pembangunan Nasional”, (ii) Buku II dengan judul: ”Agenda Pembangunan Bidang”, dan (iii) Buku III dengan judul: ”Agenda Pembangunan Wilayah”.

RKPD Kota Magelang Tahun 2018 merupakan pada dasarnya merupakan perencanaan kedua RPJMD Kota Magelang Tahun 2016-2021. Dengan demikian mengacu pada agenda agenda prioritas nasional, agenda prioritas bidang serta agenda pembangunan kewilayahan, diharapkan RKPD Kota Magelang Tahun 2018 akan dapat ikut mewarnai pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam RPJM Nasional Tahun 2015-2019.

1.3.2. Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2018

RKPD Kota Magelang Tahun 2018 juga mengacu pada RKP Tahun 2018. Hal ini merupakan manifestasi dari upaya mewujudkan sinergitas kebijakan dan dukungan pembangunan daerah Kota Magelang dengan kebijakan nasional. Pemerintah Kota Magelang berupaya semaksimal mungkin agar target target pembangunan nasional dapat tercapai dengan kontribusi yang diberikan dari pembangunan di Kota Magelang Tahun 2018.

1.3.3. RPJM Daerah Provinsi Jawa Tengah

RPJM Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013-2018telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2014. Menyesuaikan dengan situasi kondisi terkini serta mengacu pada RPJM Nasional Tahun 2015-2016 pada tahap ini sedang dilakukan perubahan RPJMD Provinsi Jawa Tengah.

Sesuai dengan Surat Gubernur Jawa Tengah Nomor 050.23/0020975 Tanggal 27 Desember 2016 perihal Arah Kebijakan Penyusunan RKPD Tahun 2018, diharapkan setiap daerah agar Perencanaan pembangunan daerah dilaksanakan secara sinergis, berkesinambungan dan sesuai ketentuan yang berlaku dengan titik berat sebagai berikut:

1.3.3.1. Kebijakan Umum Perencanaan Pembangunan Daerah
  1. Mempedomani Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
  2. Mempedomani pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah yang telah dijabarkan dalam Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Provinsi Jawa Tengah.
  3. Memperhatikan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan, tugas pokok dan fungsi masing-masing (Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota) dengan tetap memperhatikan upaya untuk percepatan dan perwujudan sasaran utama pembangunan nasional.
  4. Dukungan terhadap upaya perwujudan tujuan pembangunan nasional yaitu menuju Indonesia yang berdaulat secara politik, mandiri dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan sebagaimana dirumuskan dalam 9 (sembilan) agenda prioritas “NAWA CITA” yang diejawantahkan dalam 3 (tiga) dimensi pembangunan yaitu :
    1. Dimensi Pembangunan Manusia, meliputi pendidikan, kesehatan, perumahan dan mental/karakter;
    2. Dimensi Pembangunan Sektor Unggulan, meliputi kedaulatan pangan, kedaulatan energi dan ketenagalistrikan,kemaritiman dan kelautan serta pariwisata dan industri; dan
    3. Dimensi Pemerataan dan Kewilayahan.
  5. Mewujudkan pencapaian sasaran pokok pembangunan Jawa Tengah Tahun 2018, meliputi :
    1. Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah diproyeksikan pada kisaran 5,9 - 6,2 %, melalui upaya peningkatan investasi pada sektor yang banyak menyerap tenaga kerja, memberikan pelayanan perijinan mudah dan cepat, penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota yang kompetitif; pengembangan infrastruktur dan optimalisasi kawasan industri; peningkatan penyaluran kredit perbankan untuk usaha produktif.
    2. Inflasi diprediksi pada kisaran 4,5±1, dengan upaya menjamin kelancaran distribusi, ketersediaan dan pasokan kebutuhan pokok; menjaga ekspektasi positif masyarakat; meningkatkan koordinasi Tim Pengendali Inflasi Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota.
    3. Kemiskinan diprediksi pada kisaran 10,40 – 9,93 %, diupayakan melalui:
      • Pengurangan beban pengeluaran masyarakat miskin.
      • Peningkatan pendapatan masyarakat miskin.
      • Pemberdayaan ekonomi mikro dan kecil.
      • Sinergitas program nasional, provinsi, kabupaten/kota, dunia usaha dan perguruan tinggi dalam mendukung upaya penanganan kemiskinan.
    4. Tingkat Pengangguran Terbuka diprediksi pada angka 4,13 %, dengan upaya pengembangan dan peningkatan kompetensi tenagakerja darilow-skilled industries menjadi skills-based industries, perluasan kesempatan berusaha dan kesempatan kerja dengan investasi padat karya; serta perlindungan terhadap tenaga kerja.
  6. Memperhatikan capaian kinerja Tahun 2016 dan rencana target capaian Tahun 2017, serta dinamika dan lingkungan strategis yang berkembang antara lain dokumen rencana tata ruang dan wilayah; rencana implementasi Sustainable Development Goals/SDGs Tahun 2016-2030.
  7. Membangun dan meningkatkan keterbukaan informasi dan komunikasi publik melalui pelibatan seluruh stakeholder termasuk partai politik dan komunitas masyarakat berkebutuhan khusus/kelompok rentan dengan mendorong peran aktif dan menjamin hak masyarakat untuk terlibat dalam pengambilan kebijakan publik sebagai bentuk mekanisme check and balances.
  8. Meningkatkan kelengkapan, akurasi dan validasi pemanfaatan data serta informasi dalam proses perencanaan pembangunan daerah.
  9. Meningkatkan keterpaduan proses perencanaan dan penganggaran; meningkatkan kualitas belanja berbasis kinerja yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel; serta mengutamakan belanja publik yang mampu memberikan dampak tinggi untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.
  10. Meningkatkan pendapatan daerah melalui pengembangan inovasi pemungutan pajak dan optimalisasi pemanfaatan aset.
1.3.3.2. Arah dan Prioritas Pembangunan Daerah
1.3.3.2.1. Isu Strategis Pembangunan Jawa Tengah Tahun 2018

Mendasarkan berbagai permasalahan pembangunan di Jawa Tengah, maka isu strategis pembangunan Jawa Tengah Tahun 2018 dirumuskan sebagai berikut :

  1. Kemiskinan

    Penduduk miskin di Jawa Tengah bulan Maret Tahun 2016 sebanyak 4,507 juta jiwa (13,27%) menurun dibandingkan bulan Maret Tahun 2015 sebanyak 4,577 juta jiwa (13,58%). Kecilnya penurunan angka kemiskinan disebabkan antara lain meningkatnya garis kemiskinan sebagai akibat kenaikan harga komponen pembentuk garis kemiskinan, utamanya pada kelompok bahan makanan, rokok dan tembakau. Di samping itu juga, beberapa intervensi terkendala persyaratan hibah.

  2. Pengangguran

    Pengangguran di Jawa Tengah pada periode Bulan Agustus Tahun 2016 sebanyak 0,80 juta jiwa (4,63 %) mengalami penurunan disbanding Bulan Agustus Tahun 2015 sebanyak 0,86 juta jiwa (4,99 %). Permasalahan terkait dengan pengangguran antara lain adalah keterbatasan lapangan pekerjaan serta rendahnya kualitas dan kompetensi tenaga kerja yang berpengaruh terhadap daya saing dalam pasar kerja.

  3. Infrastruktur

    Pembangunan infrastruktur merupakan faktor yang dominan dan strategis untuk mendukung daya saing wilayah. Permasalahan dalam pembangunan infrastruktur antara lain :

    • Masih diperlukan dukungan dari Kabupaten/Kota dan Pemerintah Pusat dalam rangka mewujudkan pemerataan kualitas, kapasitas dan konektivitas infrastruktur antar wilayah dan antar kewenangan.
    • Tingkat kerawanan infrastruktur akibat bencana atau kerusakan lainnya memerlukan pembangunan jalur-jalur alternative.
    • Tingginya pertumbuhan kendaraan dan kecelakaan lalu lintas (terutama di perlintasan sebidang dengan kereta api dan blackspot lainnya) memerlukan pemenuhan sarana prasarana keselamatan jalan serta pengembangan sistem transportasi yang terintegrasi antar moda dan bersifat massal.
    • Pertumbuhan sektor industri, pariwisata dan wilayah perkotaan diperlukan akselerasi pemenuhan cakupan akses kebutuhan air dan sanitasi yang layak.
    • Tingginya frekuensi bencana banjir dan kekeringan serta masih dibutuhkannya sumber daya air untuk pertanian memerlukan penanganan sungai, pembangunan/revitalisasi waduk dan embung sebagai sumber air baku serta pembangunan sistem jaringan irigasi pertanian.

    Dalam rangka menjaga keberlanjutan kelestarian lingkungan hidup, pembangunan infrastruktur harus tetap memperhatikan daya dukung dan daya tamping lingkungan.

  4. Kedaulatan Pangan

    Kedaulatan pangan sebagai salah satu isu penting dalam pembangunan Jawa Tengah masih menghadapi berbagai permasalahan antara lain belum memadainya penyediaan infrastruktur sektor pendukung pangan, belum meratanya distribusi dan stabilitas harga pangan, belum berdaulatnya pangan lokal, masih lemahnya pengawasan keamanan pangan dan masih diperlukannya penguatan kelembagaan petani termasuk upaya peningkatan minat generasi muda untuk bekerja di sektor pertanian.

  5. Kedaulatan Energi

    Ketergantungan sumber energi fosil dalam pembangunan industri, penggunaan listrik serta moda transportasi masih cukup tinggi. Di sisi lain, potensi sumber energialternatif belum dimanfaatkan secara optimal untuk pengembangan sumber energi baru terbarukan.

  6. Tata Kelola Pemerintahan, Kondusivitas dan Demokratisasi

    Sebagai langkah perwujudan pelayanan publik yang prima dalam rangka pencapaian kesejahteraan masyarakat serta perwujudan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih, diperlukan komitmen terhadap implementasi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

    Disamping hal tersebut, dalam rangka antisipasi pelaksanaan pilkada serentak serta maraknya gerakan radikal diperlukan proporsionalitas antara jumlah penduduk dengan aparat keamanan melalui pelibatan peran serta masyarakat dalam menjaga kondusivitas daerah.

    Selanjutnya guna mewujudkan iklim demokrasi masih diperlukan upaya peningkatan partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak pilih pada pemilu. Hal tersebut dilakukan dengan optimalisasi pendidikan politik masyarakat termasuk membuka akses dan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk terlibat dalam pengambilan kebijakan pembangunan yang bersifat strategis melalui forum rembugan.

1.3.3.2.2. Arah Kebijakan dan Prioritas Pembangunan Jawa Tengah Tahun 2018

Arah kebijakan pembangunan Jawa Tengah Tahun 2018 ditujukan untuk “Mewujudkan Kesejahteraan Masyarakat yang Berkeadilan dan Berdikari”, dengan prioritas meliputi:

  1. Penguatan daya saing ekonomi daerah yang berbasis pada potensi unggulan daerah dan berorientasi pada ekonomi kerakyatan, dengan fokus pada :
    1. Peningkatan produktivitas dan daya saing koperasi dan UMKM melalui pengembangan produk unggulan daerah berbasis sumber daya lokal melalui pendekatan OVOP; penguatan kapasitas dan kelembagaan koperasi; perluasan akses pembiayaan dengan pendampingan manajemen dan usaha; peningkatan kualitas sumber daya manusia pengurus/pengelola koperasi dan UMKM dengan pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi, bimbingan teknis dan magang;
    2. Penguasaan akses dan informasi pasar, promosi, kemitraan/kerjasama usaha dengan mengoptimalkan perkuatan jejaring antar sentra/klaster industri dan mendorong penerapan standar mutu produk lokal;
    3. Peningkatan realisasi dan persebaran investasi dengan memberikan kemudahan perizinan, pengembangan klaster industri yang berbasis potensi lokal yang menyerap tenaga kerja, peningkatan promosi, membangun citra positif potensi dan peluang investasi;
    4. Perluasan dan pengembangan kesempatan bekerja; peningkatan kualitas dan kompetensi tenaga kerja; kondisikerja yang kompetitif; perbaikan iklim dan penguatan hubungan industrial ketenagakerjaan; serta peningkatan kesejahteraan tenaga kerja;
    5. Pembangunan pariwisata sesuai potensi lokal daerah untuk meningkatkan perekonomian masyarakat melalui peningkatan promosi daya tarik destinasi wisata, penyediaan infrastruktur pendukung, peningkatan kualitas dan kapasitas SDM Pariwisata, serta optimalisasi pemasaran pariwisata.
  2. Penguatan percepatan penanggulangan kemiskinan melalui upaya pengurangan beban pengeluaran, peningkatan pendapatan, dan pemberdayaan ekonomi mikro dan kecil untuk masyarakat miskin, dengan fokus pada :
    1. Pemenuhan layanan dasar pendidikan, kesehatan, dan perumahan berupa : beasiswa miskin, jaminan kesehatan masyarakat non kuota APBN, perbaikan rumah tidak layak huni, listrik perumahan, jamban dan kelambu;
    2. Jaminan perlindungan sosial, utamanya bagi kepala rumah tangga miskin non produktif;
    3. Peningkatan perlindungan, rehabilitasi, pemberian jaminan dan pemberdayaan PMKS;
    4. Pengembangan usaha ekonomi produktif berbasis lokal; pemberdayaan UMKM; permodalan bagi Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dan UKM; pelatihan dan keterampilan kerja di berbagai Balai Latihan Kerja; pemberdayaan, pelatihan dan pemberian modal bagi Keluarga Rawan Sosial Ekonomi dan Wanita Rawan Sosial Ekonomi;
    5. Pengembangan kewirausahaan pemuda untuk meningkatkan ketrampilan serta menumbuhkan jiwa wirausaha pemuda dan wirausaha baru berbasis Usaha Kecil Menengah;
    6. Penyediaan Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang terintegrasi Nomor Induk Kependudukan guna memenuhi akses layanan sosial dasar;
    7. Verifikasi dan validasi sasaran program Kartu Jateng Sejahtera (KJS) dengan data PBDT 2015.
  3. Penguatan kualitas dan kompetensi sumber daya manusia di berbagai bidang dan cakupan layanan sosial dasar, dengan fokus pada :
    1. Penyediaan secara bertahap Unit Sekolah Baru (USB) dan Ruang Kelas Baru SMA/SMK/SLB sesuai SNP untuk meningkatkan daya tamping siswa lulusan SMP/MTs/SMPLB.
    2. Penyediaan pendampingan BOS untuk peningkatan penyelenggaraan Satuan Pendidikan Menengah dan Pendidikan Khusus.
    3. Peningkatan kualifikasi S1/D4 dan sertifikasi bagi pendidik SMA/SMK/SLB.
    4. Pendampingan akreditasi Puskesmas dan Rumah Sakit, Sertifikasi Tenaga Kesehatan, pendampingan masyarakat beresiko kesehatan melalui program OSOC, penyelesaian pentahapan pemenuhan sarana dan prasarana Rumah Sakit.
    5. Peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana panti rehabilitasi sosial serta Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS).
    6. Pengembangan kepedulian dan kepeloporan pemuda untuk meningkatkan peran serta aktif pemuda dalam pembangunan.
  4. Penguatan ketahanan pangan dan energi yang diidukung pembangunan pertanian dalam arti luas serta pengembangan dan pemanfaatan energi secara berkelanjutan, dengan fokus pada :
    1. Pengembangan komoditas padi gogo, padi lahan salinitas, jagung hibrida dan intensifikasi kedelai;
    2. Pengembangan kawasan hortikultura buah dan sayuran;
    3. Pemanfaatan lahan melalui integrated farming system (IFS) untuk komoditas padi, jagung dan kedelai;
    4. Peningkatan penanaman dan intensifikasi tebu;
    5. Pengembangan ternak pada sentra produksi sapi dan kambing;
    6. Pengembangan perikanan budidaya melalui pemanfaatan pakan mandiri dan pengembangan perikanan tangkap dengan optimalisasi penggunaan alat tangkap ramah lingkungan;
    7. Pembangunan dan pengisian Lumbung Pangan Masyarakat Desa (LPMD) serta terwujudnya lumbung cadangan Pemerintah Provinsi;
    8. Peningkatan Rasio Elektrifikasi (RE);
    9. Peningkatan pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) terhadap energy mix di Jawa Tengah.
  5. Pemantapan pembangunan infrastruktur dengan memperhatikan keberlanjutan sumberdaya alam dan lingkungan serta pengurangan resiko bencana, dengan fokus pada :
    1. Penanganan infrastruktur jalan dan jembatan yang merupakan ruas alternatif jalan nasional/provinsi, ruas jalan rawan bencana, ruas jalan yang terdapat penyempitan (bottle-neck), ruas penghubung wilayah pantai utara-selatan, ruas jalan di perbatasan, peningkatan akses/konektivitas ke wilayah kemiskinan tinggi serta ruas pendukung sektor pariwisata, industri dan pertanian.
    2. Penanganan infrastruktur perhubungan untuk meningkatkan keselamatan pada daerah rawan kecelakaan (blackspot) dan penataan sistem transportasi massal untuk mengatasi kemacetan.
    3. Penanganan infrastruktur jaringan irigasi, penanganan sungai dan pantai serta penanganan bangunan penampungan air pada daerah lumbung pangan, rawan banjir dan kekeringan.
    4. Penanganan infrastruktur air minum, sanitasi dan drainase di daerah kumuh perkotaan dan miskin pedesaan serta pengelolaan/TPA.
    5. Rehabilitasi hulu DAS dan pesisir (mangrove) dan pemantauan kualitas air, udara dan tanah.
    6. Penyediaan logistik untuk mencukupi kebutuhan kabupaten/kota terdampak bencana.
    7. Pemenuhan sarana dan prasarana peralatan penanggulangan bencana.
    8. Pengembangan Early Warning System bencana berbasis masyarakat.
    9. Pengembangan masyarakat tangguh bencana.
  6. Pemantapan penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang bersih dan baik, dengan fokus pada :
    1. Pemantapan kondusivitas wilayah dan antisipasi terhadap dampak Pilkada serentak Kabupaten/Kota dan Provinsi.
    2. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan dan kehidupan berdemokrasi.
    3. Perbaikan dan peningkatan kinerja birokrasi yang mencakup 8 area perubahan, yaitu :
      1. Manajemen perubahan yang dilaksanakan antara lain melalui implementasi penetapan agent of change (Kader Revolusi Mental) dan kode etik Aparatur Sipil Negara.
      2. Penguatan Pengawasan yang bebas dari KKN melalui implementasi Aksi PPK; penerapan SPIP, pembangunan Zona Integritas, penanganan pengaduan masyarakat melalui berbagai media; optimalisasi SIMWAS-Online untuk percepatan tindaklanjut rekomendasi hasil pengawasan.
      3. Penguatan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah melalui optimalisasi penggunaan e-SAKIP; peningkatan kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi melalui penetapan Indikator Kinerja Utama dan pengembangan sistem pengukuran kinerja berbasis elektronik.
      4. Penataan dan Penguatan Organisasi melalui penyusunan produk hukum daerah bidang kelembagaan, penataan kelembagaan non struktural.
      5. Penataan Tatalaksana meliputi sistem, proses dan prosedur kerja yang jelas, efektif efisien, terukur dan sesuai dengan prinsip-prinsip good governance melalui penerapan sistem tata kerja birokrasi berbasis teknologi informasi dan pembentukan PTSP.
      6. Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur yang berintegritas, kompeten, kapabel, professional, dan berkinerja tinggi melalui pengembangan pegawai ASN berbasis kompetensi, penyusunan kelas jabatan dan pola pembinaan karir yang terbuka.
      7. Peraturan Perundang-undangan yang lebih tertib, tidak tumpang tindih dan kondusif serta selaras melalui penerapan kebijakan peraturan perundang-undangan; pengawasan dan penanganan terhadap pelanggaran peraturan daerah; pemantauan dan evaluasi Perda/Perkada secara berkala.
      8. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik melalui peningkatan kualitas dan pendekatan layanan kepada masyarakat berupa kecepatan, kemudahan, kepastian dan transparansi berbasis teknologi informasi dengan menyusun Standard Operasional Procedure dan penyediaan media pengaduan masyarakat.
    4. Peningkatan kualitas penyusunan laporan pemerintahan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual.
    5. Peningkatan profesionalisme dan kompetensi aparatur yang tersertifikasi, kompeten, kapabel, berintegritas, serta didukung oleh sistem pembinaan karir yang jelas dan terbuka (merit system).
    6. Peningkatan layanan publik melalui perluasan cakupan pengukuran kinerja unit layanan publik, pengukuran Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) terhadap penyelenggaraan Pemerintah Daerah.
    7. Gerakan revolusi mental yang berorientasi pada nilai-nilai utama yaitu integritas, peningkatan etos kerja dan budaya gotong-royong.
    8. Peningkatan nilai-nilai tradisi, kesenian dan budaya daerah melalui pagelaran dan pertunjukan kesenian rakyat.
    9. Peningkatan peran pemuda dalam wawasan kebangsaan, keimanan dan ketaqwaan, pemberantasan penyalahgunaan narkoba dan pencegahan HIV/AIDS guna menangkal upaya destruktif.
    10. Peningkatan sarana dan prasarana keolahragaan melalui pembangunan asrama atlet dan gedung terpadu II di Jatidiri.

Selanjutnya, untuk mewujudkan satu kesatuan wilayah, sektor dan sistem pembangunan di Jawa Tengah, agar Kabupaten / Kota memprioritaskan program / kegiatan pembangunan pada Tahun 2018 yang dilaksanakan melalui :

  1. Pola sharing program dan pendanaan untuk upaya pengurangan kemiskinan, dengan menyediakan :
    1. Akses layanan pendidikan melalui pemberian Bantuan Siswa Miskin (BSM) yaitu Pemerintah Kabupaten/Kota untuk Pendidikan Dasar.
    2. Akses kesehatan melalui Jamkesda/pembiayaan kesehatan masyarakat miskin non kuota APBN, dengan dukungan sharing Pemerintah Kabupaten/Kota.
    3. Akses infrastruktur pada perbaikan Rumah Tidak Layak Huni (RLTH), dengan melibatkan peran aktif dari Pemerintah Kabupaten/Kota.
  2. Dukungan pembangunan “Program 1.000 Embung” sesuai kewenangan Kabupaten/Kota sebagai upaya meningkatkan tampungan cadangan air di wilayah rawan kekeringan.
  3. Bantuan Keuangan Provinsi kepada Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa diprioritaskan pada:
    1. Peningkatan ruas jalan perbatasan, ruas jalan yang mempunyai akses langsung atau merupakan jalur alternatif jalan nasional/provinsi, peningkatan aksesibilitas daerah terisolir dan kemiskinan tinggi, ruas jalan pendukung sektor pariwisata, industri dan pertanian.
    2. Peningkatan sistem jaringan irigasi dan pembangunan bangunan penampungan air (embung) pada daerah pertanian produktivitas tinggi/lumbung pangan dan daerah rawan kekeringan.
    3. Pembangunan sarana prasarana sanitasi komunal, penataan drainase permukiman pada daerah kumuh dan rawan banjir perkotaan serta Pengembangan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) lokal non regional.
    4. Pengembangan sistem transportasi massal pada daerah perkotaan dan pemenuhan kebutuhan sarana prasarana keselamatan lalu lintas pada ruas jalan rawan kecelakaann dan kemacetan terutama di perlintasan sebidang dengan rel kereta api.
    5. Pemenuhan peningkatan kualitas, kapasitas dan jangkauan pelayanan kesehatan berupa pembangunan/rehabilitasi puskesmas, rumah sakit dan sarpras kesehatan lainnya.
    6. Peningkatan daya tarik/amenitas di obyek pariwisata unggulan dan pembangunan sarpras ekonomi kerakyatan berupa pasar tradisional.
    7. Peningkatan sarana dan prasarana kesehatan.
    8. Rintisan Model Desa Berdikari.
    9. Peningkatan Ketahanan Masyarakat Desa.
    10. Pendampingan operasional Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD).

1.3.4. RTRW Kota Magelang Tahun 2011-2031

Penyusunan RKPD Kota Magelang Tahun 2018 secara konsisten diupayakan untuk memperhatikan RTRW Kota Magelang Tahun 2011-2031 guna mewujudkan pembangunan yang komprehensif, berwawasan lingkungan dengan ketaatan terhadap tata dan pola ruang. Dengan demikian pengendalian terhadap pelanggaran dan penggunaan lahan tertap terjaga. Pada akhirnya tujuan-tujuan pembangunan daerah dapat tercapai dengan tetap berwawasan lingkungan dan mampu mengurangi kesejangan antar wilayah di Kota Magelang.

1.3.5. RPJMD Kota Magelang

RKPD Kota Magelang Tahun 2018 ini merupakan tahun kedua perencanaan RPJMD Kota Magelang 2016-2021, untuk dilaksanakan tahun 2018.Tema dasar perencanaan tahun pertama adalah Kreatif dan Innovatif bersama Mitra.

Tema ini sebagai dasar perencanaan pembangunan yang disusun tahun 2017 untuk diimplementasikan melalui RKPD tahun 2018. Tema pembangunan ini merupakan kelanjutan tema sebelumnya dengan tekanan pada upaya penyusunan rencana aksi kemitraan antar pelaku pembangunan menyiapkan Kota Magelang sebagai kota Jasa Modern dan Cerdas. Fokus kinerja yang ingin dicapai adalah rancangan kreativitas dan inovasi yang akan ditindaklanjuti dalam program pembangunan sektoral dan kewilayahan pada tahapan pembangunan selanjutnya. Pada tahun 2017-2018 ini diasumsikan:

  1. Sudah terbentuk tata kelola organisasi pemerintahan dan manajemen kepegawaian sesuai amanat UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan UU No 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
  2. Sudah terbentuk rencana aksi kemitraan.

Fokus prioritas tahap ini:

  1. Kesiapan sistem tata kelola pemerintahan yang demokratis dan akuntabel:
    1. pemerintah Kota Magelang siap membangun berbasis prestasi capaian kinerja yang terukur baik;
    2. kesiapan menuju operasionalisasi smart city
    3. Kesiapan pencapaian kategori baik untuk setiap penilaian indikator kinerja pelayanan publik
    4. kesiapan manajemen pengelolaan kota berbasis eco green city;
  2. Kesiapan sistem sinergitas kebijakan dan program terpadu untuk Kesejahteraan Masyarakat
    1. kesiapan menuju kategori baik untuk setiap penilaian indikator kesejahteraan masyarakat
  3. Kesiapan sistem sinergitas kebijakan dan program terpadu untuk kesiapan daya saing daerah:
    1. Kesiapan pemenuhan sarpras pendukung daya saing: Tingkat konektivitas yang terintegrasi antara sistem transportasi, logistik serta komunikasi dan informasi untuk kondusivitas akses pengembangan usaha; Peningkatan aktivitas Perbankan dan Lembaga Keuangan
    2. Produktivitas daerah : Peningkatan Produktivitas daerah, kapasitas fiskal daerah, % Investasi daerah, % pertimbuhan PAD
    3. Kepastian hukum usaha sehat: Penyederhanaan dan harmonisasi berbagai peraturan; Penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu untuk mempercepat dan mempermudah proses perijinan dan non perijinan
    4. Kesiapan Kualitas SDM: Tingkat pendidikan, kompetensi teknologi dan keterampilan tersertifikasi;
    5. kondusivitas daerah: keamanan yang terkendali (angka kriminalitas, angka gangguan trantibum, angka pelanggaran perda, dll)
  4. review akurasi dan kecocokan dokumen perencanaan pembangunan dan produk hukum yang perlu disesuaikan dengan perkembangan jaman.

Arah kebijakan pembangunan tahap ini untuk menjawab pencapaian prioritas pembangunan fokus pada:

  1. Penguatan profesionalitas kinerja aparatur dan integritasnya
  2. Penataan organisai perangkat daerah (SOTK) yang efektif dan efisien dilengkapi dengan norma standar pelayanan minimal dan standar operasional prosedur
  3. Pengembangan manajemen sistem data dan informasi secara terpadu dan akurat
  4. Meluaskan cakupan jenis pelayanan pemerintahan dan pelayanan publik yang menggunakan aplikasi tehnologi informasi
  5. Meluaskan jangkauan akses partisipasi publik dalam proses pembangunan kota yang menggunakan aplikasi tehnologi informasi
  6. Menyempurnakan pengelolaan pajak daerah dan retribusi daerah
  7. Meningkatkan tertib administrasi pengelolaan aset dan profesionalitas aparatur pengelola aset;
  8. Meningkatkan akses informasi, komunikasi, pertisipasi dan kemitraan bagi masyarakat mendukung peningkatan kemajuan dan kesejahteraan kota
  9. Peningkatan kemitraan pemerintah - Swasta untuk meningkatkan kualitas dan daya saing pelayanan pendidikan yang PAUD, Dasar, non formal, dan perpustakaan daerah/wilayah
  10. Peningkatan promosi komunikasi, informasi, dan edukasi promotif dan preventif hidup sehat
  11. Peningkatan kualitas sarana prasarana, alat dan mutu pelayanan kesehatan
  12. Peningkatan sarana prasarana pelayanan perdagangan yang maju, inklusif dan berwawasan lingkungan
  13. Pengembangan pola sinergitas kebijakan dan program pembangunan bidang lingkungan hidup, pekerjaan umum, penataan ruang, perumahan pemukiman, pemberdayaan masyarakat, persampahan, penanggulangan bencana untuk menghasilkan lingkungan sehat, aman, berkelanjutan
  14. Pengembangan sinergitas kebijakan pembangunan Infrastruktur pelayanan dasar dan pendukung bidang perumahan pekerjaan umum, penataan ruang, perumahan dan pemukiman secara inklusif berkeadilan dan ramah lingkungan
  15. Pengembangan sinergitas kebijakan dan program pembangunan penguatan ekonomi daerah terpadu bidang KUM, industri, perdagangan, pertanian, peternakan.
  16. Pengembangan sinergitas kebijakan dan program peningkatan kesejahteraan masyarakat terpadu meliputi: peningkatan kesempatan kerja, pendapatan masyarakat, penurunan kemiskinan, pemberdayaan PMKS, pengendalian laju pertumbuhan penduduk dan pengarusutamaan gender
  17. Penguatan model kemitraan pemerintah dan partisipasi masyarakat untuk menjaga keamanan ketertiban lingkungan mengantisipai resiko bencana konflik SARA, sosial, ekonomi, dan politik

Meskipun arah kebijakan pemandu perencanaan tahun 2017 sebagian besar sama dengan yang digunakan pada perencanaan tahun 2016, namu berbeda pada penekanan.Tahun 2016 tekanan pada upaya inisiasi penyiapan kerangka kerja. Fokus arah kebijakan perencanaan tahun 2017 (untuk diimplementasikan tahun 2018) ditekankan pada tindaklanjut rencana aksi dari hasil kajian kerangka kebutuhan yang dihasilkan pada tahun 2017 (hasil arah kebijakan perencanaan tahun 2016)

Prioritas urusan yang mendukung arah kebijakan perencanaan tahun 2017 adalah:

  1. Fungsi penunjang urusan pemerintahan;
  2. Urusan pendidikan;
  3. Urusan kesehatan;
  4. Urusan pekerjaan umum dan penataan ruang;
  5. Urusan perumahan rakyat dan kawasan permukiman;
  6. Urusan sosial;
  7. Urusan komunikasi dan informatika;
  8. Urusan koperasi, usaha kecil dan menengah;
  9. Urusan pemberdayaan masyarakat dan desa;
  10. Urusan perdagangan;
  11. Urusan perpustakaan;
  12. Urusan perindustrian;
  13. Urusan pariwisata;
  14. Urusan pertanian;
  15. Urusan perikanan dan kelautan.

1.3.6. Rencana Pembangunan Sektoral

Penyusunan RKPD Kota Magelang Tahun 2018 juga memperhatikan beberapa dokumen pembangunan sektoral baik di tingkat nasional, provinsi maupun di Kota Magelang. Beberapa dokumen rencana pembangunan sektoral di maksud antara lain : Masterplan Kota Sejuta Bunga, Pencapaian SDGS, Grand Design Reformasi Birokrasi, Strategi Penanggulangan Kemiskinan, RAD Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Provinsi Jawa Tengah, RAD Pengurangan Resiko Bencana dan Pedoman PUG di Jawa Tengah.

1.3.7. Renja - OPD

Di level OPD, dokumen Renja OPD disusun dalam basis tahunan. Renja OPD adalah dokumen perencanaan OPD yang memuat kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.

Penyusunan rancangan Renja OPD merupakan tahapan awal yang harus dilakukan sebelum disempurnakan menjadi dokumen Renja OPD yang definitif. Rancangan Rencana Kerja (Renja) OPD Tahun 2018 sebagai bahan untuk penyusunan Rancangan RKPD Kota Magelang Tahun 2018. Prinsip-prinsip di dalam penyusunan Rancangan Renja OPD, adalah sebagai berikut:

  1. Prinsip-prinsip yang digunakan dalam penyusunan Rancangan Renja OPD Tahun 2018, adalah sebagai berikut:
    1. Mengacu pada Rancangan Awal RKPD Tahun 2018, yang digunakan sebagai acuan perumusan program, kegiatan, indikator kinerja dan dana indikatif dalam Renja OPD Tahun 2018, sesuai dengan rencana program prioritas pada rancangan awal RKPD Tahun 2018.
    2. Mengacu pada RPJMD Kota Magelang Tahun 2016-2021 khususnya pada tahun perencanaan 2017 dengan Tema Kreatif dan Inovatif Bersama Mitra dengan dengan detil sebagai berikut:

      Tema pembangunan ini merupakan kelanjutan tema sebelumnya dengan tekanan pada upaya penyusunan rencana aksi kemitraan antar pelaku pembangunan menyiapkan Kota Magelang sebagai kota Jasa Modern dan Cerdas. Fokus kinerja yang ingin dicapai adalah rancangan kreativitas dan inovasi yang akan ditindaklanjuti dalam program pembangunan sektoral dan kewilayahan pada tahapan pembangunan selanjutnya.

      Pada tahun 2017-2018 ini diasumsikan:

      1. Sudah terbentuk tata kelola organisasi pemerintahan dan manajemen kepegawaian sesuai amanat UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan UU No 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
      2. Sudah terbentuk rencana aksi kemitraan.

      Fokus prioritas tahap ini:

      1. Kesiapan sistem tata kelola pemerintahan yang demokratis dan akuntabel:
        • pemerintah Kota Magelang siap membangun berbasis prestasi capaian kinerja yang terukur baik;
        • kesiapan menuju operasionalisasi smart city
        • Kesiapan pencapaian kategori baik untuk setiap penilaian indikator kinerja pelayanan publik
        • Kesiapan pencapaian kategori baik untuk setiap penilaian indikator kinerja pelayanan publik
        • kesiapan manajemen pengelolaan kota berbasis eco green city;
      2. Kesiapan sistem sinergitas kebijakan dan program terpadu untuk Kesejahteraan Masyarakat
        • kesiapan menuju kategori baik untuk setiap penilaian indikator kesejahteraan masyarakat
      3. Kesiapan sistem sinergitas kebijakan dan program terpadu untuk kesiapan daya saing daerah:
        • Kesiapan pemenuhan sarpras pendukung daya saing: Tingkat konektivitas yang terintegrasi antara sistem transportasi, logistik serta komunikasi dan informasi untuk kondusivitas akses pengembangan usaha; Peningkatan aktivitas Perbankan dan Lembaga Keuangan
        • Produktivitas daerah : Peningkatan Produktivitas daerah, kapasitas fiskal daerah, % Investasi daerah, % pertimbuhan PAD
        • Kepastian hukum usaha sehat: Penyederhanaan dan harmonisasi berbagai peraturan; Penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu untuk mempercepat dan mempermudah proses perijinan dan non perijinan
        • Kesiapan Kualitas SDM: Tingkat pendidikan, kompetensi teknologi dan keterampilan tersertifikasi;
        • kondusivitas daerah: keamanan yang terkendali (angka kriminalitas, angka gangguan trantibum, angka pelanggaran perda, dll)
      4. review akurasi dan kecocokan dokumen perencanaan pembangunan dan produk hukum yang perlu disesuaikan dengan perkembangan jaman.

      Arah kebijakan pembangunan tahap ini untuk menjawab pencapaian prioritas pembangunan fokus pada:

      1. Penguatan profesionalitas kinerja aparatur dan integritasnya
      2. Penataan organisai perangkat daerah (SOTK) yang efektif dan efisien dilengkapi dengan norma standar pelayanan minimal dan standar operasional prosedur
      3. Pengembangan manajemen sistem data dan informasi secara terpadu dan akurat
      4. Meluaskan cakupan jenis pelayanan pemerintahan dan pelayanan publik yang menggunakan aplikasi tehnologi informasi
      5. Meluaskan jangkauan akses partisipasi publik dalam proses pembangunan kota yang menggunakan aplikasi tehnologi informasi
      6. Menyempurnakan pengelolaan pajak daerah dan retribusi daerah
      7. Meningkatkan tertib administrasi pengelolaan aset dan profesionalitas aparatur pengelola aset;
      8. Meningkatkan akses informasi, komunikasi, pertisipasi dan kemitraan bagi masyarakat mendukung peningkatan kemajuan dan kesejahteraan kota
      9. Peningkatan kemitraan pemerintah - Swasta untuk meningkatkan kualitas dan daya saing pelayanan pendidikan yang PAUD, Dasar, non formal, dan perpustakaan daerah/wilayah
      10. Peningkatan promosi komunikasi, informasi, dan edukasi promotif dan preventif hidup sehat
      11. Peningkatan kualitas sarana prasarana, alat dan mutu pelayanan kesehatan
      12. Peningkatan sarana prasarana pelayanan perdagangan yang maju, inklusif dan berwawasan lingkungan
      13. Pengembangan pola sinergitas kebijakan dan program pembangunan bidang lingkungan hidup, pekerjaan umum, penataan ruang, perumahan pemukiman, pemberdayaan masyarakat, persampahan, penanggulangan bencana untuk menghasilkan lingkungan sehat, aman, berkelanjutan
      14. Pengembangan sinergitas kebijakan pembangunan Infrastruktur pelayanan dasar dan pendukung bidang perumahan pekerjaan umum, penataan ruang, perumahan dan pemukiman secara inklusif berkeadilan dan ramah lingkungan
      15. Pengembangan sinergitas kebijakan dan program pembangunan penguatan ekonomi daerah terpadu bidang KUM, industri, perdagangan, pertanian, peternakan.
      16. Pengembangan sinergitas kebijakan dan program peningkatan kesejahteraan masyarakat terpadu meliputi: peningkatan kesempatan kerja, pendapatan masyarakat, penurunan kemiskinan, pemberdayaan PMKS, pengendalian laju pertumbuhan penduduk dan pengarusutamaan gender
      17. Penguatan model kemitraan pemerintah dan partisipasi masyarakat untuk menjaga keamanan ketertiban lingkungan mengantisipai resiko bencana konflik SARA, sosial, ekonomi, dan politik.

      Meskipun arah kebijakan pemandu perencanaan tahun 2017 sebagian besar sama dengan yang digunakan pada perencanaan tahun 2016, namun berbeda pada penekanan.Tahun 2016 tekanan pada upaya inisiasi penyiapan kerangka kerja. Fokus arah kebijakan perencanaan tahun 2017 (untuk diimplementasikan tahun 2018) ditekankan pada tindaklanjut rencana aksi dari hasil kajian kerangka kebutuhan yang dihasilkan pada tahun 2017 (hasil arah kebijakan perencanaan tahun 2016)

      Prioritas urusan yang mendukung arah kebijakan perencanaan tahun 2017 adalah:

      1. Fungsi penunjang urusan pemerintahan;
      2. Urusan pendidikan;
      3. Urusan kesehatan;
      4. Urusan pekerjaan umum dan penataan ruang;
      5. Urusan perumahan rakyat dan kawasan permukiman;
      6. Urusan sosial;
      7. Urusan komunikasi dan informatika;
      8. Urusan koperasi, usaha kecil dan menengah;
      9. Urusan pemberdayaan masyarakat dan desa;
      10. Urusan perdagangan;
      11. Urusan perpustakaan;
      12. Urusan perindustrian;
      13. Urusan pariwisata;
      14. Urusan pertanian;
      15. Urusan perikanan dan kelautan.

      Program unggulan sebagai prioritas pada perencanaan tahun 2017 adalah:

      1. Program peningkatan kualitas sumber daya pemerintah;
      2. Program peningkatan daya saing daerah;
      3. Program kota cerdas;
      4. Program pemerintahan responsif dan partisipasif;
      5. Program pelayanan kesejahteraan sosial dan penurunan kemiskinan;
      6. Program pembangunan berwawasan lingkungan aman, sehat, berkelanjutan;
      7. Program kemitraan pemerintah, swasta, masyarakat madani dan media masa dalam pelayanan jasa perekonomian, jasa kesehatan dan jasa pendidikan.
    3. Untuk memecahkan masalah yang dihadapi, sebagai acuan perumusan tujuan, sasaran, kegiatan, kelompok sasaran, lokasi kegiatan serta prakiraan maju dalam rancangan Renja OPD, serta dapat menjawab berbagai isu-isu strategis terkait dengan penyelenggaraan tugas dan fungsi OPD.
    4. Memasukkan usulan kegiatan hasil Musrenbang Kecamatan yang terkait dengan OPD, sebagai acuan perumusan kegiatan dalam rancangan Renja OPD mengakomodir usulan masyarakat yang selaras dengan program prioritas yang tercantum dalam rancangan awal RKPD.
    5. Substansi rancangan Renja OPD Tahun 2018 memuat:
    6. Penyusunan Renja OPD bukan kegiatan yang berdiri sendiri, melainkan merupakan rangkaian kegiatan yang simultan dengan penyusunan RKPD, serta merupakan bagian dari rangkaian kegiatan penyusunan APBD.
    7. Penyusunan program dan kegiatan OPD untuk tahun yang direncanakan mengacu pada ketentuan IKU (Indikator Kinerja Utama) dan SPM (Standar Pelayanan Minimal) dengan mempertimbangkan capaian kinerja SPM yang ada (jika SPM untuk kegiatan dimaksud tersedia).
  2. Pelaksanaan Renja OPD Tahun 2018 merupakan pelaksanaan Renja tahun kedua Renstra OPD Kota Magelang Tahun 2016-2021.
  3. Mengacu Rancangan Awal RKPD Kota Magelang Tahun 2018 sebagaimana lampiran 1 Surat Edaran ini atau bisa di download di website “bappeda.magelangkota.go.id”.
  4. Mengakomodir hasil-hasil Focused Group Discussion (FGD) terkait prioritas yang akan dilaksanakan oleh OPD Tahun 2018.
  5. Memperhatikan Tahapan Dan Tata Cara Penyusunan Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja OPD) sesuai Lampiran VI Peraturan Menteri Dalam Negeri 54 Tahun 2010 tentang Tahapan, Tata cara, Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerahdengan harapan agar dapat memberikan koridor dan standar format baik dari segi cakupan substansi maupun tingkat kedetailan dokumen Renja-OPD sehingga dapat memudahkan proses penelahaan dalam rangka penyusunan Rancangan RKPD Kota Magelang Tahun 2018.
  6. Untuk mendukung akuntabilitas dari program-kegiatan yang diusulkan dalam Renja OPD harus dilengkapi denga Pra RKA dengan mengimplementasikan Analisis Standar Belanja (ASB) Kota Magelang .
  7. Menyiapkan program kegiatan yang akan disusun dengan strategi Pengarusutamaan Gender (PUG), yaitu :
    1. Program/kegiatan berdampak langsung bagi masyarakat, mendorong peningkatan Indeks Pembangunan Manusia, Indeks Pembangunan Gender serta Indeks Pemberdayaan Gender;
    2. Program/Kegiatan utamadari masing-masing OPD sesuai urusan yang menjadi kewenangannya sesuai Indikator Kinerja Kunci, Indikator SPM dan Indikator Utama OPD yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh pada Indeks Pembangunan Gender;
    3. Program/kegiatan yang sifatnya terkait peningkatan kapasitas sumber daya manusia atau kelembagaan;
    4. Program/kegiatan pada huruf a dan b merupakan program/kegiatan yang berkelanjutan, dan masing-masing OPD minimal 1 Program dan 2 Kegiatan strategis responsive gender;
    5. Menyusun Gender Budget Statement (GBS) atau Pernyataan Anggaran Gender yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari (pra) RKA OPD Responsif Gender Tahun 2018.
    6. GBS harus dilampirkan dan akan diverifikasi bersamaaan dengan verifikasi Rancangan Renja OPD Tahun 2018.

1.4. Maksud dan Tujuan

1.4.1. Maksud

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Kota Magelang Tahun 2018 disusun dengan maksud untuk:

  1. Menyediakan acuan resmi bagi Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam rangka menyusun Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) yang didahului dengan penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA), serta penentuan Prioritas dan Pagu Anggaran Sementara (PPAS) Tahun 2018.
  2. Sebagai pedoman Penyusunan Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja OPD) Tahun 2018.

1.4.2. Tujuan

Tujuan Penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Kota Magelang Tahun 2018 adalah untuk menciptakan sinergisitas dalam pelaksanaan pembangunan daerah antar wilayah, antar sektor pembangunan dan antar tingkat pemerintahan serta menciptakan efisiensi alokasi sumber daya dalam pembangunan daerah.

1.5 Sistematika RKPD

Sistematika Rencana Kerja Pembangunan Daerah Kota Magelang Tahun 2018 adalah sebagai berikut:

  PERATURAN WALIKOTA
  DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
  Pada bagian ini dijelaskan mengenai gambaran umum penyusunan rancangan awal RKPD agar substansi pada bab-bab berikutnya dapat dipahami dengan baik.
BAB II EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD KOTA MAGELANG TAHUN 2016 DAN CAPAIAN KINERJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN
  Berisi Evaluasi pelaksanaan RKPD tahun lalu menguraikan tentang hasil evaluasi RKPD tahun lalu, selain itu juga memperhatikan dokumen RPJMD dan dokumen RKPD tahun berjalan sebagai bahan acuan.Capaian kinerja penyelenggaraan pemerintahan menguraikan tentang kondisi geografi demografi, pencapaian kinerja penyelenggaraan pemerintahan, dan permasalahan pembangunan.
BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH
  Memuat penjelasan tentang kondisi ekonomi tahun 2017 dan perkiraan tahun 2018, yang antara lain mencakup indikator pertumbuhan ekonomi daerah, sumber-sumber pendapatan dan kebijakan pemerintah daerah yang diperlukan dalam pembangunan perekonomian daerah meliputi pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan daerah.
BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH
  Mengemukakan secara eksplisit perumusan prioritas dan sasaran pembangunan daerah berdasarkan hasil analisis terhadap hasil evaluasi pelaksanaan RKPD tahun2016 dan capaian kinerja yang direncanakan, identifikasi isu strategis dan masalah mendesak ditingkat daerah dan nasional, rancangan kerangka ekonomi daerah beserta kerangka pendanaan. Perumusan prioritas dan sasaran pembangunan daerah serta indikasi prioritas kegiatannya, juga memperhatikan usulan OPD berdasarkan prakiraan maju pada RKPD Tahun 2017.
BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH
  Mengemukakan secara eksplisit rencana program dan kegiatan prioritas daerah yang disusun berdasarkan evaluasi pembangunan tahunan, kedudukan tahun rencana (RKPD) dan capaian kinerja yang direncanakan dalam RPJMD. Rencana program dan kegiatan prioritas harus mewakili aspirasi dan kepentingan masyarakat. Diuraikan dari program dan kegiatan yang paling bermanfaat atau memiliki nilai kegunaan tinggi bagi masyarakat.
BAB VI PENUTUP
  Berisi penegasan bahwa dalam melaksanakan RKPD Kota Magelang Tahun 2018 diperlukan sinergisitas yang mantap di jajaran pemerintah Kota Magelang, DPRD, pihak swasta dan seluruh lapisan masyarakat.

2. EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN 2015 DAN CAPAIAN KINERJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN

2.1. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

2.1.1. ASPEK GEOGRAFI DAN DEMOGRAFI

2.1.1.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah

Kota Magelang secara administratif terletak di tengah-tengah Kabupaten Magelang serta berada di persilangan lalu lintas ekonomi dan transportasi antara Semarang-Magelang-Yogyakarta dan Purworejo-Temanggung dan pada persimpangan jalur wisata lokal maupun regional antara Yogyakarta–Borobudur–Kopeng-Ketep Pass dan dataran tinggi Dieng. Adapun batas wilayah administrastif sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Secang Kabupaten Magelang; Sebelah Timur berbatasan dengan Sungai Elo/Kecamatan Tegalrejo Kabupaten Magelang; Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Mertoyudan Kabupaten Magelang; Sebelah Barat berbatasan dengan Sungai Progo / Kecamatan Bandongan Kabupaten Magelang.

Kedudukan Kota Magelang di Propinsi Jawa Tengah digambarkan pada peta berikut :

Gambar 2-1. Peta Kedudukan Kota Magelang terhadap Jawa Tengah

Letak stategis Kota Magelang menjadikan Kota Magelang sebagai kota kecil dengan nilai strategis dalam katagori sebagai Pusat Pelayanan Kegiatan Wilayah (PKW) yaitu sebagai Pusat Kegiatan Wilayah Kawasan Purwo-manggung (Kabupaten Purworejo, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Temanggung, Kota Magelang, dan Kabupaten Magelang dalam Rencana Tata Ruang Nasional dan Rencana Tata Ruang Provinsi.

Kota Magelang merupakan salah satu Kota terkecil di wilayah Propinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Kota Magelang 1.812 Ha (18,12 km²) secara administratif terbagi atas 3 kecamatan yaitu Kecamatan Magelang Utara, Kecamatan Magelang Tengah dan Kecamatan Magelang Selatan. Kota Magelang secara administratif juga terbagi menjadi 17 kelurahan yang rata-ratanya luas wilayahnya tidak lebih dari 2 km². Gambaran secara rinci luas tiap kecamatan/ kelurahan di Kota Magelang Tahun 2015, dapat dilihat pada tabel dan gambar berikut:

Tabel 2-1 Luas Kecamatan dan Kelurahan di Kota Magelang
No. Kecamatan dan Kelurahan Luas / Area (Km²) Persentase (%)
01. KEC. MAGELANG SELATAN 6,89 38,01
  1. Kel. Jurangombo Utara 0,58 3,17
  2. Kel. Jurangombo Selatan 2,26 12,49
  3. Kel. Magersari 1,38 7,60
  4. Kel. Tidar Utara 0,97 5,35
  5. Kel. Tidar Selatan 1,27 7,00
  6. Kel. Rejowinangun Selatan 0,43 2,39
02. KEC. MAGELANG TENGAH 5,10 28,17
  1. Kel. Magelang 1,25 6,88
  2. Kel. Kemirirejo 0,88 4,86
  3. Kel. Cacaban 0,83 4,56
  4. Kel. Rejowinangun Utara 0,99 5,48
  5. Kel. Panjang 0,35 1,90
  6. Kel. Gelangan 0,81 4,49
03. KEC. MAGELANG UTARA 6,13 33,82
  1. Kel. Wates 1,17 6,47
  2. Kel. Potrobangsan 1,30 7,17
  3. Kel. Kedungsari 1,33 7,36
  4. Kel. Kramat Utara 0,86 4,77
  5. Kel. Kramat Selatan 1,46 8,05
  JUMLAH 18,12 100,00
Sumber: Daerah Dalam Angka Kota Magelang Tahun 2015.
Gambar 2-2. Luas Daerah Kota Magelang Menurut Kecamatan
Sumber: Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Magelang 2011-2021, diolah
2.1.1.2. Topografi

Secara topografi dan fisiografis, Kota Magelang merupakan wilayah dataran yang dikelilingi oleh Gunung Merapi, Merbabu, Sindoro dan Sumbing, Pegunungan Gianti, Menoreh, Andong dan Telomoyo. Kota Magelang termasuk dataran rendah dengan sudut kemiringan relatif bervariasi. Kemiringan topografi yang terjal berada di bagian barat (sepanjang Sungai Progo) dan di sebelah timur (di sekitar Sungai Elo) sampai dengan kemiringan 15-30%. Di sekitar daerah timur kompleks AKMIL ke Utara hingga daerah di sekitar RSJ Magelang, dengan kemiringan 2-5%.

Morfologi pendataran antar gunung api, medannya landai, berelief sedang-halus. Dilihat dari ketinggiannya, Kota Magelang berada di ketinggian antara 375-500 mdpl dengan titik ketinggian tertinggi pada Gunung Tidar yaitu 503 mdpl, dan keberadaannya selain sebagai kawasan lindung juga berfungsi sebagai paru-paru kota yang menjadikan iklim Kota Magelang selalu berhawa sejuk dan sebagai daerah hijau kota (paru-paru kota). Keberadaan Gunung Tidar yang merupakan hutan lindung dengan kemiringan hingga 30-40% ini berada di sebelah timur kompleks AKMIL.

Gambar 2-3. Gambar Peta Topografi Kota Magelang
Sumber: Dokumen Perencanaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis Kota Magelang, 2013

Bentuk fisik Kota Magelang saat ini relatif memanjang mengikuti jaringan jalan arteri. Dengan kondisi fisik tersebut, kecenderungan pertumbuhan alamiah Kota Magelang adalah ke arah utara dan selatan dengan dominasi area terbangun di daerah yang mempunyai topografi relatif datar.

2.1.1.3. Geologi

Kondisi geologi Kota Magelang tidak bisa dilepaskan dari keberadaannya di tengah wilayah Kabupaten Magelang, dimana secara umum wilayah tersebut tersusun dari 4 formasi batuan, yaitu batuan sedimen, batuan gunung api,batuan beku trobosan serta batuan endapan alluvial. Dalam klasifikasi tersebut, formasi batuan di Kota Magelang termasuk batuan gunung api, sehingga litologi yang menempati Kota Magelang sebagian besar batu pasir tufaan (lepas) dan breksi.

Potensi kandungan tanah Kota Magelang sebagian besar berupa batu pasir lepas dan konglomerat hasil produksi gunung berapi yang merupakan endapan kwarter yang mempunyai sifat sangat poreous (kelulusan air tinggi), serta penurunan terhadap beban kecil, mendekati nol (0). Daya dukung terhadap bangunan berkisar antara 5kg/ cm2 - 19 kg/ cm2. Ditinjau dari satuan morfologi, pendataran alluvium tersebar sampai di bagian selatan dan tempat-tempat di pinggir Sungai Progo dan Sungai Elo. Tersusun oleh batuan hasil rombakan batuan yang lebih tua, yang bersifat lepas. Umumnya berada pada ketinggian antara 250 - 350 m, berelief halus dengan kemiringan sebesar 3-8 %. Daerah ini dialiri oleh Sungai Progo dan Sungai Elo yang mengalir dengan pola Sum Meander.

Kewaspadaan pada resiko bencana terutama pada pembangunan yang dilakukan di daerah bantaran sungai dengan kelerengan curam adalah tanah longsor mengingat sebagian besar tanah berupa batuan pasir dan breksi/ konglomerat yang memiliki kelulusan air yang tinggi serta tingkat kelerengan alam yang cukup curam. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah terkait pengaturan pembuangan limbah agar tidak mencemari lingkungan mengingat porositas tanah yang cukup tinggi.

2.1.1.4. Hidrologi

Sumber air di Kota Magelang dapat digolongkan dari air pemukaan dan air tanah. Air permukaan merupakan air limbah dan air hujan. Potensi air hujan perlu dilestarikan dengan membuat sumur resapan. Sedangkan potensi air tanahnya juga tergantung pada pelestarian pemanfaatan air permukaan yaitu air hujan. Air tanah di Kota Magelang kurang menguntungkan jika dikembangkan mengingat air tanah yang ada mayoritas cukup dalam dengan aquifer yang dangkal, sehingga sulit untuk dikembangkan (dipompa).

Untuk kebutuhan air bersih Kota Magelang sampai saat ini bergantung pada sumber-sumber air yang ada di luar wilayah Kota Magelang yaitu dari mata air yang berada di wilayah Kabupaten Magelang dan satu-satunya mata air yang berada di Kawasan Kota Magelang adalah Mata Air Tuk Pecah. Di kawasan Kota Magelang juga terdapat 2 (dua) saluran air yaitu: (i) Kali Bening (Kali Kota), dan (ii) Kali Progo Manggis. Berdasarkan data pemakaian air minum pada tahun 2015 sebesar 7.434.942 m³ dan perkiraan kebutuhan air bersih perorangan adalah sebesar 60 liter/hari maka jika dikalikan dengan jumlah penduduk Kota Magelang pada tahun 2015 kapasitas mata air yang tersedia masih mampu untuk mencukupi kebutuhan air bersih masyarakat Kota Magelang walaupun masih mengandalkan sumber air yang berasal dari kabupaten Magelang. Ketersediaan air dirasa masih mencukupi kebutuhan akan air bersih masyarakat Kota Magelang selama tidak ada faktor lain yang mempengaruhi distribusi seperti kebocoran pipa distribusi.

2.1.1.5. Klimatologi

Kota Magelang termasuk wilayah beriklim sejuk dengan temperatur maksimum 32°C dan terendah 20°C, dengan kelembaban sekitar 88,8%. Berdasarkan data iklim rata-rata curah hujan bulanan di kawasan Kota Magelang dalam jangka waktu lima tahun tersaji pada tabel di bawah ini:

Tabel 2-2. Rata-Rata Curah Hujan Per Hari Kota Magelang (mm) Tahun 2011-2015
Bulan 2011 2012 2013 2014 2015
01. Januari 20.90 22.58 19.04 16.61 16.92
02. Februari 20.89 23.44 18.63 22.05 27.76
03. Maret 34.10 24.69 22.00 19.21 22.09
04. April 16.05 20.28 15.74 23.47 22.50
05. Mei 24.00 11.89 17.94 17.77 6.63
06. Juni 21.50 20.40 10.44 8.25 44.67
07. Juli 40.00 10.00 17.00 13.57 0.00
08. Agustus 0.00 0.00 0.00 5.40 0.00
09. September 0.00 0.00 2.00 2.33 0.00
10. Oktober 16.11 16.80 20.44 16.91 0.00
11. November 12.43 20.42 13.00 12.56 12.87
12. Desember 28.17 17.70 14.25 23.12 28.55
Jumlah 234.15 188.20 170.48 170.59 181.99
Rata-rata 19.51 15.68 14.21 15.10 21.74
Sumber: Magelang Dalam Angka Tahun 2015. Balai Pengelolaan Sumber Daya Air.

Menurut data Badan Pengelolaan Sumber Daya Air, dalam kurun waktu Tahun 2015, rata-rata curah hujan per hari sebanyak 21.74 mm dengan total curah hujan sepanjang tahun 2015 sebanyak 181.99 mm. Curah hujan tertinggi biasanya terjadi pada bulan-bulan tertentu seperti bulan Pebruari, Maret, April, Juni dan Desember. Kewaspadaan terhadap bencana yang mungkin timbul karena cuaca ekstrim dan tingginya curah hujan seperti bencana longsor, banjir atau bencana lain seperti wabah penyakit perlu di antisipasi sejak dini terutama pada daerah-daerah dengan kelerengan curam serta sifat tanah yang memiliki kelulusan air yang tinggi Apabila diperhatikan dari topografi, geologi, hidrologi dan klimatologi Kota Magelang serta posisinya yang dikelilingi oleh sungai dengan kontur wilayah yang curam dan memiliki kemiringan relatif tinggi.

2.1.1.6. Penggunaan Lahan

Tata guna lahan di Kota Magelang sesuai dengan karakteristik perkotaan banyak didominasi oleh pekarangan / lahan untuk bangunan dan halaman. Tingginya kebutuhan akan lahan untuk rumah tinggal, perumahan, pekarangan, gudang maupun untuk kegiatan ekonomi seperti ruko dan rumah makan berpengaruh pada tingginya alih fungsi lahan pertanian.

Dari luas lahan secara keseluruhan di Kota Magelang pada tahun 2016, terdiri dari lahan untuk penggunaan Tanah Sawah sekitar 185.23 Ha dan Tanah Bukan Sawah (Tanah Kering) sekitar 1.626,77 Ha. Dalam tiga tahun terakhir ini alih fungsi lahan yang terjadi di Kota Magelang relatif cukup besar. Potensi pengembangan wilayah di Kota Magelang sebagaimana kawasan berkarakteristik perkotaan banyak mengalami kendala terkait dengan keterbatasan lahan. Data dari kantor BPN Magelang mencatat adanya perubahan alih fungsi lahan di tahun 2015 seluas 7.9331 Ha. Alih fungsi lahan pada tahun 2015 merupakan alih fungsi lahan yang paling tinggi dalam beberapa tahun terakhir ini. Adapun alih fungsi lahan pada tahun 2015 dengan rincian alih fungsi lahan sawah seluas 6.532 Ha dan tegal/ kebun seluas 1.4011 Ha. Alih fungsi lahan tahun 2015 jauh lebih tinggi apabila di bandingkan dengan alih fungsi lahan pada tahun 2014 sebesar 2.43 Ha, dan tegal / kebun seluas 0,57 Ha. Kebutuhan terbesar alih fungsi lahan pertanian didominasi oleh alih fungsi lahan menjadi perumahan / halaman / bangunan seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan permukiman dan fasilitas umum di Kota Magelang. Data dari BPN Kota Magelang mencatat bahwa tanah yang beralih fungsi menjadi perumahan / halaman / bangunan seluas 7.7131 Ha dan menjadi taman/Ruang terbuka hijau sebesar 0.22H. Tingginya Alih fungsi lahan pertanian tersebut bisa dilihat dari beberapa tahun terakhir ini. Data Luas lahan pertanian pada tahun 2010 seluas 206.99 Ha menjadi 185.23 Ha pada tahun 2016 atau mengalami penyusutan setiap tahunnya rata-rata seluas ±3.11 Ha.

Tingginya alih fungsi lahan merupakan salah satu permasalahan yang menjadi ciri khas wilayah perkotaan. Meningkatnya alih fungsi lahan setiap tahun memberi tantangan bagi Pemerintah. Alih fungsi lahan kemungkinan mempengaruhi kenaikan PDRB sektor jasa konstruksi dan sektor jasa lainnya, namun di sisi lain juga perlu diperhatikan menurunnya tingkat dan fungsi tanah menjadi lahan kritis, menurunnya daya dukung lingkungan dan ketidaktercapaian target 30% dari Ruang Terbuka Hijau di Kota Magelang serta keterbatasan kebutuhan penyediaan air bersih dan fasilitas umum seiring dengan pertumbuhan bangunan di kota Magelang.

Gambaran penggunaan lahan di Kota Magelang dari tahun 2010 hingga tahun 2016, selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2-3. Luas Tanah (Ha) Menurut Penggunaannya Tahun 2010-2016
No Jenis Sawah 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
1. TANAH SAWAH 206.99 201.42 199.96 197.64 194.20 191.76 185.23
  Pengairan Teknis              
  Pengairan ½ Teknis              
  Tadah Hujan              
  Lainnya              
2. TANAH KERING              
  Pekarangan/lahan Untuk Bangunan dan Halaman              
  Tegal/kebun/Ladang/Huma              
  Tambak              
  Kolam/Tebat/Empang              
  Perkebunan/Hutan Rakyat              
  Industri              
  Lainnya (Makam dll)              
  JUMLAH              
Sumber: Data alih fungsi lahan pada DDA Tahun 2009 s/d 2015 Balitbang Kota Magelang data diolah.

Upaya pengendalian alih fungsi lahan pertanian telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Magelang dengan mengoptimalkan pemanfaatan lahan dengan pola pembangunan vertikal terutama pada kawasan - kawasan permukiman yang padat penduduk. Sementara untuk meningkatkan ketahanan pangan dan peningkatan kontribusi sektor pertanian, upaya yang dilakukan Pemerintah Kota Magelang dalam lima tahun terakhir di antaranya pengelolaan lahan pertanian secara produktif, pengembangan kultur jaringan, Pengembangan Minawisata, Pengembangan Urban Farming serta Pengembangan Florikultura (lahan sawah lestari).

2.1.1.7. Potensi Pengembangan Wilayah

Potensi Pengembangan wilayah di Kota Magelang, sebagaimana tercantum di dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kota Magelang Tahun 2005-2025 dan juga dalam dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Magelang Tahun 2011-2031 akan lebih diarahkan untuk menjadi kota jasa. Faktor pendukung sebagai kota jasa, adalah posisi strategis kota yang berada pada simpul jalur ekonomi dan wisata regional yang dipadukan dengan penataan fisik wajah kota, akan menjadi potensi yang dominan dalam mempertegas fungsi kota sebagai kota jasa.

Potensi Pengembangan Kota Magelang sebagaimana terdapat dalam Rencana Pola Ruang Kota Magelang adalah sebagai berikut :

  1. Kawasan Lindung

    Arahan pengunaan lahan kawasan lindung Kota Magelang berdasarkan Kota Magelang Tahun 2011-2031 adalah:

    • Kawasan Perlindungan Setempat meliputi : sempadan sungai dan ruang terbuka hijau (hutan kota). Kota Magelang memiliki kawasan hutan lindung dan hutan wisata yang keberadaannya penting untuk memenuhi kebutuhan ruang terbuka hijau kota, yaitu kawasan konservasi Gunung Tidar.
    • Kawasan Rawan Bencana Longsor merupakan kawasan yang diidentifikasi sering dan berpotensi tinggi mengalami bencana longsoran. Daerah-daerah yang termasuk kawasan rawan bencana longsor di Kota Magelang meliputi daerah yang terdapat di sekitar DAS Progo dan Elo.
  2. Kawasan Budidaya

    Arahan pengunaan lahan kawasan budidaya Kota Magelang berdasarkan RTRW Kota Magelang Tahun 2011-2031 adalah:

    • Kawasan Permukiman

      Pengembangan kawasan permukiman diarahkan menyebar di seluruh unit lingkungan atau BWK yang ada di wilayah Kota Magelang dengan luas keseluruhan ± 701,36 ha. Secara eksisting perumahan di Kota Magelang memiliki kepadatan yang sangat tinggi, sehingga pengembangannya dimasa mendatang diarahkan secara vertikal. Kawasan yang masih memungkinkan adanya pengembangan permukiman, BWK III dan V.

    • Kawasan Perdagangan/Jasa

      Pengembangan kawasan perdagangan/jasa diarahkan di sekitar jalan arteri primer di BWK IV khusus untuk perdagangan/jasa skala regional, jalan arteri sekunder di BWK I, BWK II, BWK IV dan BWK V dan jalan lokal primer/sekunder di BWK I dengan luas keseluruhan ± 120,86 ha.

    • Kawasan Perkantoran

      Fasilitas perkantoran utama yang diarahkan untuk dikembangkan di kawasan perkantoran antara lain meliputi perkantoran pusat pemerintahan, kantor dinas/instansi pemerintahan Kota Magelang, kantor instansi vertikal di Kota Magelang, kantor pemerintahan kecamatan, maupun sarana perkantoran niaga. Fasilitas/ kegiatan lain yang mendukung peri kehidupan dan penghidupan ekonomi, sosial dan budaya yang layak dan dapat dikembangkan di kawasan perkantoran antara lain meliputi kantor pemerintah kelurahan, kantor niaga dan perbankan, koperasi, kantor jasa, gedung pertemuan, museum, fasilitas kesehatan skala lokal, peribadatan skala lokal, rekreasi/olah raga skala lokal, dan kegiatan-kegiatan lain yang layak peruntukannya. Pengembangan kawasan perkantoran diarahkan di seluruh unit lingkungan atau BWK yang ada di wilayah Kota Magelang dengan luas keseluruhan ± 48,76 ha.

    • Kawasan Pendidikan

      Pengembangan fasilitas pendidikan diarahkan menyebar di seluruh unit lingkungan atau BWK yang ada di wilayah Kota Magelang agar sistem pelayanan kepada masyarakat merata. Luas keseluruhannya ± 107,92 ha.

    • Kawasan Kesehatan

      Rencana pengembangan fasilitas kesehatan diarahkan tersebar pada seluruh wilayah perkotaan guna memeratakan sistem pelayanan kepada masyarakat. Pengembangan kawasan kesehatan diarahkan di BWK I, BWK II, BWK III dan BWK V. Luas keseluruhan ± 42,46 ha.

    • Kawasan Peribadatan

      Ketersediaan fasilitas peribadatan di Kota Magelang jika dilihat pada kondisi eksisting yang ada saat ini sudah sangat mencukupi. Sehingga dalam pengembangannya hanya berorientasi pada perbaikan atau peningkatan kondisi dari fasilitas peribadatan yang ada. Pengembangan kawasan peribadatan penting diarahkan di seluruh unit BWK dengan luas keseluruhan ± 2,80 ha.

    • Kawasan Rekreasi / Olah Raga

      Rencana pengembangan kawasan rekreasi di Kota Magelang diarahkan dalam dua bentuk, yaitu rekreasi terbuka dan rekreasi tertutup. Untuk rekreasi terbuka direncanakan dengan memanfaatkan arena olahraga, lapangan dan taman-taman kota yang direncanakan ada di setiap pusat kawasan. Untuk rekreasi yang tertutup direncanakan berbentuk sarana rekreasi bioskop, tempat olahraga, arena permainan dan sebagainya. Fasilitas rekreasi tersebut berada pada kawasan pusat kota dan sub pusat kota, serta kawasan perdagangan terutama yang berupa pasar swalayan.

      Fasilitas dan/atau kegiatan lain yang mendukung kegiatan ekonomi, sosial dan budaya yang layak dan dapat dikembangkan di kawasan rekreasi / olahraga antara lain fasilitas rekreasi / olah raga skala lokal, kesehatan skala lokal, peribadatan skala lokal, gedung pertemuan, gedung kesenian / pertunjukan, dan kegiatan-kegiatan lain yang layak peruntukannya. Pengembangan kawasan rekreasi olah raga diarahkan di BWK II, BWK III dan BWK V dengan luas keseluruhan ± 89,39 ha.

    • Kawasan Industri / Perdagangan

      Dalam penataan ruang untuk industri, diprioritaskan untuk industri sedang dan industri kecil/rumah tangga yang rata-rata berkembang dikawasan permukiman, sehingga perlu diatur dengan dukungan penyediaan prasarana sarana seperti pengelolaan limbah dan showroom sekaligus outlet sebagai sarana promosi dan pemasaran. Pengembangan kawasan industri/ perdagangan diarahkan di BWK IV dengan luas keseluruhan ± 68,03 ha.

    • Kawasan Militer

      Sebagaimana kondisi yang ada saat ini, di luar kawasan-kawasan milik TNI yang pemanfaatannya untuk fungsi non kemiliteran lain (seperti lapangan golf, gedung pertemuan A. Yani, dan lainnya) berada di BWK II, BWK III dan BWK V . Luas keseluruhan ± 151,05 ha.

    • Kawasan Pertanian

      Pengembangan kawasan pertanian diarahkan di BWK II, BWK III, BWK IV dan BWK V dengan luas keseiuruhan ± 185,56 ha.

    • Kawasan Terbuka Non Hijau

      Adapun RTNH yang ada di Kota Magelang, meliputi : plasa, parkir, lapangan olahraga, tempat bermain dan rekreasi, pembatas (median jalan), dan koridor rumah. Pengembangan RTNH merupakan salah satu alternatif untuk pengganti RTH yang bisa diterapkan pada kawasan-kawasan padat Kota.

    • Kawasan Transportasi (Terminal)

      Sarana (fasilitas) terminal yang diarahkan untuk dikembangkan di kawasan terminal antara lain meliputi terminal regional, terminal angkutan kota dan terminal barang. Fasilitas dan/atau kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan ekonomi, sosial dan budaya yang dapat dikembangkan di kawasan terminal antara lain fasilitas perdagangan skala lokal (kios), kesehatan skala lokal, peribadatan skala lokal, dan kegiatan-kegiatan lain yang layak peruntukannya. Pengembangan kawasan terminal diarahkan di BWK I, BWK II dan BWK IV dengan luas keseluruhan ± 4,85 ha.

    • Kawasan Pemakaman

      Kawasan pemakaman merupakan kawasan budidaya yang mempunyai fungsi utama dan satu-satunya sebagai tempat pemakaman umum ataupun taman makam pahlawan. Pengembangan kawasan pemakaman diarahkan di seluruh unit lingkungan atau BWK yang ada dengan luas keseluruhan ± 35,65 ha.

    • Kawasan Khusus Sektor Informal

      Pengembangan kawasan khusus sektor informal untuk PKL secara umum dapat dikembangkan di daerah-daerah yang merupakan simpul-simpul perdagangan, memiliki tingkat aksesibilitas untuk dijangkau dengan berjalan kaki, ruang terbuka aktif, daerah-daerah yang memiliki tingkat keramaian dan merupakan area bebas yang cukup luas dan memiliki potensi untuk dikunjungi penduduk sebagai lokasi untuk bersantai dan melepas lelah. Arahan pengembangan kawasan khusus sektor informal untuk PKL dapat dikembangkan dan ditata di kawasan Jalan Jenggolo dengan melakukan penutupan akses di malam hari di Jalan Pajajaran dan Jalan Pajang. Kawasan khusus ini diperuntukkan bagi pedagang kuliner khas Kota Magelang dan sekitar (yang berupa makanan unggulan). Pengembangan PKL di sebelah utara Kota Magelang akan diakomodasi di Kawasan Armada Estate dengan membuka waktu jualan di siang dan malam hari di sekitar tanah kosong milik Armada Estate.

Rencana Tata Ruang Kota Magelang secara umum membagi Kota Magelang menjadi 5 (lima) Bagian Wilayah Kota (BWK) selain itu Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Magelang juga memuat adanya kebijakan dan strategi dalam pentaan ruang yaitu adanya Kawasan strategis kota artinya wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup Kota terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan. Rencana pengembangan kawasan strategis Kota:

  1. Kawasan strategis untuk pertahanan dan keamanan;
  2. Kawasan strategis pertumbuhan ekonomi;
  3. Kawasan strategis untuk kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup; dan
  4. Kawasan strategis sosial budaya.

Skenario pengembangan Kota Magelang adalah dengan menciptakan pusat-pusat kegiatan baru yang berfungsi sebagai generator pertumbuhan ekonomi dalam skala kawasan yang lebih luas yang masuk dalam kategori berpotensi dalam pengembangan pusat pelayanan perekonomian, kesehatan, dan pendidikan yang mempunyai jangkauan pelayanan skala kota / regional. Potensi pengembangannya pada masa-masa mendatang sebagai berikut, yaitu :

  1. Kawasan Sidotopo sebagai pusat pelayanan pendidikan, perdagangan dan jasa, pada kawasan ini direncanakan untuk mewadahi pendirian perguruan tinggi negeri;
  2. Kawasan Sukarno Hatta sebagai pusat pelayanan kegiatan transportasi dan perdagangan jasa, pada kawasan ini sudah disiapkan sebidang lahan untuk pembangunan pasar induk yang dipadukan dengan pergudangan;
  3. Kawasan Kebonpolo sebagai pusat pelayanan kegiatan transportasi dan perdagangan;
  4. Kawasan Alun-alun sebagai pusat pelayanan perdaga-ngan jasa dan perkantoran, Kawasan Alun-Alun juga sebagai kawasan pusat kota yang mewadahi kegiatan rekreasi masyarakat;
  5. Kawasan GOR Samapta sebagai pusat pelayanan rekreasi dan olahraga, saat ini sedang dalam tahap penyelesaian pembangunan Stadion Madya Moch. Soebroto, dengan kapasitas 15.000 penonton. Selain itu nanti juga akan dibangun kolam renang dengan standar internasional;
  6. Kawasan Sentra Perekonomian Lembah Tidar sebagai pusat pelayanan perdagangan jasa dan kesehatan; dan
  7. Kawasan Objek Wisata Taman Kyai Langgeng sebagai kawasan pusat pelayanan rekrasi dan olahraga, dan untuk lebih meningkatkan pelayanan kawasan, maka pada lokasi sekitar Taman Kyai Langgeng telah dibangun Showroom Mudalrejo yang mewadahi pemasaran hasil-hasil UMKM Kota Magelang.
2.1.1.8. Wilayah Rawan Bencana

Berdasarkan kondisi topografi, geologi, hidrologi, dan klimatologi Kota Magelang, perlu kewaspadaan terhadap bencana seperti longsor atau bencana lain khususnya pada daerah dengan kelerengan curam. Bentuk-bentuk bencana yang sering terjadi di Kota Magelang pada umumnya adalah bencana tanah longsor. Kondisi tersebut terutama disebabkan karena sebagian wilayah Kota Magelang termasuk dalam wilayah dengan tingkat kelerengan yang cukup tinggi dan Daerah Aliran Sungai (DAS). Data yang ada menunjukkan bahwa terdapat wilayah khusus rawan bencana longsor karena sifat kelerengan tanah dan persungaian, yaitu:

  1. Wilayah Barat Kota Magelang dalam lingkup Daerah Aliran Sungai Progo meliputi Kelurahan Kramat Utara, Kelurahan Kramat Selatan, Kelurahan Jurangombo Utara, Kelurahan Potrobangsan, Kelurahan Magelang, Kelurahan Cacaban.
  2. Wilayah Timur Kota Magelang dalam lingkup Daerah Aliran Sungai Elo meliputi Kelurahan Kedungsari, Rejowinangun Utara dan Kelurahan Wates.

Selain Bencana longsor dan banjir, perlu juga diwaspadai terkait dengan bahaya kebakaran terutama pada pemukiman yang padat penduduk dengan jalan sempit menyulitkan evakuasi dan pemadaman bencana kebakaran. Kelurahan yang memiliki potensi (rawan) bencana kebakaran karena faktor kepadatan penduduk dan jaringan jalan yang sempit (3-6 meter) yaitu: Kramat Utara dan Selatan, Potrobangsan, Cacaban, Panjang, Kemirirejo, Rejowinangun Utara, Rejowinangun Selatan. Bencana Kebakaran yang terjadi di sepanjang tahun 2015 sebanyak 6 kejadian dengan kerugian materiil sebanyak 1 rumah dan 5 bangunan lainnya dengan total kerugian sebesar Rp. 291.300.000, 00. Jumlah lokasi bencana yang terjadi di Kota Magelang sepanjang tahun 2016 sebanyak 22 lokasi. Dengan kerugian sebesar Rp. 355.000.000,00.

Selain bencana yang berkaitan dengan alam, kepadatan penduduk dan bangunan juga mejadi ancaman utama munculnya bencana kebakaran, wabah penyakit. Epidemik penyakit yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir ini di antaranua endemik penyakit menular DBD (Demam Berdarah) dan Muntaber. Hal yang perlu diwaspadai terkait dengan bencana banjir perkotaan adalah banjir yang diakibatkan banjir limpasan atau limpahan air drainase karena hujan dan drainage tersumbat; penyebab kedua adalah banjir bandang atau banjir kiriman melanda wilayah tepi sungai Progo dan Elo. Hal lain yang perlu mendapat perhatian terkait dengan limbah industri atau jasa yang meresap dalam air bawah tanah serta air permukaan (selokan, kolam dan pemukiman), pencemaran lingkungan akibat limbah rumah tangga dan sampah yang tidak tertangani dengan baik.

Wilayah-wilayah yang memiliki potensi rawan bencana banjir karena faktor air melimpah antara lain adalah: Potrobangsan, Cacaban, Kemirirejo, Panjang, Tidar Utara, Rejowinangun Utara.

Bencana lain yang perlu mendapat perhatian dan identik dengan wilayah perkotaan adalah bencana sosial. Indikator penentu prioritas pencegahan dan penanganan bencana sosial perlu dilakukan pada wilayah yang memiliki: pusat perdagangan dan tujuan pergerakan atau transportasi; wilayah dengan tingkat sosial ekonomi yang berada di level pra-sejahtera; wilayah dengan kondisi pemukiman belum tertata atau kumuh, perkembangan kawasan yang kurang sehat dengan tingkat kepadatan tinggi.

Tabel 2-4. Peristiwa Bencana Alam dan Wabah Penyakit di Kota Magelang Tahun 2012 - 2016
No Keterangan 2012 2013 2014 2015 2016
1 Jumlah Lokasi Bencana di Kota Magelang 0 26 48 30 22
2 Jumlah perkiraan kerugian akibat bencana (juta rupiah) 0 445 164,45 505,58 355
3 Jumlah wabah /Endemi pada manusia (kasus):          
  a. Cikungunya 0 22 60 2 2
  b. Demam Berdarah 47 152 69 158 158
  c. Hepatitis 0 0 11 2 2
  d. Tuberkolosis N/A 100 120 158 158
  e. AIDS N/A 5 7 10 10
  f. HIV N/A 10 19 14 14
Sumber: Dinas Kesehatan Kota Magelang Sistem Informasi Pembangunan Daerah Kota Magelang 2016
2.1.1.9. Aspek Demografi

Berdasarkan perhitungan jumlah penduduk yang diperoleh dari BPS Kota Magelang jumlah penduduk pada tahun 2016 sebanyak 121.293 jiwa sementara jumlah penduduk Kota Magelang pada tahun 2015 sebanyak 120.930 jiwa. Jumlah penduduk ini berada pada wilayah Kota Magelang yang memiliki luas 18.12 km2. Apabila kita melihat perkembangan tingkat kepadatan penduduk di Kota Magelang pada beberapa tahun terakhir menunjukkan trend yang meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk di Kota Magelang yang meningkat. Semakin tinggi kepadatan penduduk mengindikasikan pada tingkat kerapatan penggunaan lahan untuk kawasan terbangun, sehingga bisa dikatakan semakin tinggi beban lingkungan hidup.

Tabel 2-5. Kepadatan Penduduk di Kota Magelang Tahun 2011-2016 dan Proyeksi Tahun 2017
Tahun Jumlah Penduduk (jiwa) Kepadatan Penduduk (jiwa / km2)
2010 118.713 6.551
2011 119.210 6.579
2012 119.647 6.603
2013 120.158 6.631
2014 120.615 6.656
2015 120.952 6.675
2016 121.293 6.694
2017* 121.673 6.715
Sumber: BPS, 2008-2017 (*proyeksi menggunakan data dasar hasil sensus Penduduk 2010)

Kepadatan penduduk yang relatif cukup tinggi ini merupakan salah satu permasalahan bagi Pemerintah terkait dengan penataan ruang dan kota serta pemenuhan pelayanan dasar masyarakat. Hal ini sekaligus juga merupakan tantangan untuk menyediakan sarana dan prasarana pemukiman seperti drainase, sanitasi, air bersih yang layak dan terpenuhi merata bagi penduduk di atas lahan yang terbatas sehingga dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di bidang permukiman. Pemukiman padat juga dapat mengakibatkan rentan terjadinya bencana kebakaran. Untuk antisipasi terhadap bencana kebakaran, kebijakan Pemerintah Kota Magelang adalah meningkatkan manajemen penanganan bencana kebakaran, peningkatan kapasitas personil di unit pemadam kebakaran, dan meningkatkan kualitas mobil pemadam kebakaran.

Data kepadatan penduduk Kota Magelang berdasarkan Dispenduk Capil Kota Magelang menyebutkan bahwa pada tahun 2016 dengan jumlah penduduk sebanyak 132.650 jiwa, kepadatan penduduk Kota Magelang pada tahun tersebut sebesar 7.321 jiwa/km2. Sementara pada tahun 2015 dengan jumlah penduduk sebanyak 132.261 jiwa, kepadatan penduduk Kota Magelang sebesar 7.299 jiwa/km2. Jumlah ini sedikit lebih tinggi apabila dibandingkan dengan data tahun 2014 dan tahun 2013, yang mana pada tahun 2014 jumlah penduduk Kota Magelang sebanyak 131.703 jiwa dengan tingkat kepadatan 7.268 jiwa/km2.. Sementara pada tahun 2013 dengan jumlah penduduk 130.836 jiwa, tingkat kepadatan penduduknya sebesar 7.221 jiwa/km2. Kepadatan penduduk pada tahun 2011 dan 2012 berturut-turut sebesar 7.150 jiwa/km2 dan 7.227 jiwa/km2 dengan jumlah penduduk pada tahun 2011 sebanyak 129.556 jiwa dan 130.955 jiwa pada tahun 2012. Data kepadatan penduduk secara lebih rinci per kelurahan akan ditampilkan pada tabel di bawah ini:

Tabel 2-6. Kepadatan Penduduk per Kelurahan di Kota Magelang Tahun 2011-2015
Kecamatan / Kelurahan 2011 2012 2013 2014 2015
Jml Penduduk Kepadatan Jml Penduduk Kepadatan Jml Penduduk Kepadatan Jml Penduduk Kepadatan Jml Penduduk Kepadatan
MAGELANG SELATAN
Jurangombo Utara                    
Jurangombo Selatan                    
Magersari                    
Tidar Utara                    
Tidar Selatan                    
Rejowinangun Selatan                    
MAGELANG TENGAH
Magelang                    
Kemirirejo                    
Cacaban                    
Rejowinangun Utara                    
Panjang                    
Gelangan                    
MAGELANG UTARA
Wates                    
Potrobangsan                    
Kedungsari                    
Kramat Utara                    
Kramat Selatan                    
Sumber: DispendukCapil, Kota Magelang Dalam Angka 2011-2015

Kepadatan penduduk yang relatif tinggi ini merupakan salah satu permasalahan bagi pemerintah terkait dengan penataan ruang dan kota serta pemenuhan pelayanan dasar masyarakat. Keterbatasan lahan untuk permukiman merupakan masalah yang khas bagi wilayah perkotaan terutama bagi Kota Magelang yang merupakan kota terkecil dengan wilayah yang terbatas.

Tabel 2-7. Perkembangan Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Tingkat Pertumbuhan Penduduk di Kota Magelang Tahun 2010-2016 dan prediksi Tahun 2017 (dalam jiwa dan persen)
JENIS KELAMIN TAHUN
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017*
Laki-Laki                
Perempuan                
                 
Jumlah Total                
Sex Ratio                
Laju Pertumbuhan (%)                
Sumber: BPS, Proyeksi Penduduk 2010-2017 (menggunakan data dasar hasil sensus Penduduk 2010)

Sex ratio adalah perbandingan banyaknya penduduk laki-laki dengan banyaknya penduduk perempuan pada suatu daerah dan waktu tertentu. Biasanya dinyatakan dalam banyaknya penduduk laki-laki per 100 perempuan. Berdasarkan tabel penduduk berdasarkan jenis kelamin di atas, maka sex ratio Kota Magelang Tahun 2016 sebesar (59.662 / 61.631 x 100) = 96.81, artinya setiap 100 perempuan dalam suatu kawasan di Kota Magelang, akan terdapat pula sebanyak 97 pria di dalamnya. Rasio perbandingan penduduk antara laki-laki dan perempuan di Kota Magelang bisa dikatakan cukup seimbang.

Tabel 2-8. Perkembangan Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Tingkat Pertumbuhan Penduduk di Kota Magelang 2010-2016 (dalam jiwa dan persen)
JENIS KELAMIN TAHUN
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Laki-Laki              
Perempuan              
               
Jumlah Total              
Laju Pertumbuhan (%)              
Sumber: Balitbang Kota Magelang, Daerah Dalam Angka Kota Magelang (sumber Dispendukcapil, 2009-2015); SIPD Kota Magelang, Bappeda Kota Magelang 2016
Tabel 2-9. Banyak Rumah Tangga dan Rata-rata Anggota Rumah Tangga di Kota Magelang (Tahun 2010-2016)
Tahun Jumlah Penduduk Rumah Tangga Rata-rata Anggota RT
2016      
2015      
2014      
2013      
2012      
2011      
2010      
Sumber: Bappeda Kota Magelang, Profil Kota Magelang 2014 (sumber Dispendukcapil (SIPD), 2010-2016)
Tabel 2-10. Banyak Penduduk berdasarkan Kelompok Umur di Kota Magelang Tahun 2011-2015
Kelompok Umur Jumlah Penduduk
2011 2012 2013 2014 2015
0 - 4 tahun          
5 - 9 tahun          
10 - 14 tahun          
15 - 19 tahun          
20 - 24 tahun          
25 -29 tahun          
30 - 34 tahun          
35 - 39 tahun          
40 - 44 tahun          
45 - 49 tahun          
50 - 54 tahun          
55 - 59 tahun          
60 - 64 tahun          
65 - 69 tahun          
70 - 74 tahun          
75+          
Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, 2011-2015

Data penduduk berdasarkan kelompok umur di Kota Magelang memperlihatkan bahwa komposisi terbesar penduduk pada usia produktif 15 tahun sampai dengan 64 tahun adalah pada kelompok umur antara usia 15 tahun sampai dengan 49 tahun. Hal ini merupakan modal Sumber Daya bagi Kota Magelang apabila Pemerintah dapat memanfaat sumber daya yang ada dengan berbagai kebijakan dan program kegiatan yang dapat mengoptimalkan sumber daya manusianya menjadi sumber daya yang berkualitas dan pada akhirnya bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Tabel 2-11. Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kota Magelang Tahun 2010-2015
Sumber : Balitbang Kota Magelang, Kota Magelang Dalam Angka Tahun 2010-2015

Mata pencaharian penduduk Kota Magelang cukup beragam, seperti halnya kondisi yang banyak terjadi di daerah perkotaan, jumlah penduduk bermata pencaharian sebagai petani relatif kecil. Mata pencaharian terbesar ada di beberapa sektor seperti sektor industri, perdagangan dan perkantoran. Mata pencaharian tertinggi adalah sebagai buruh industri yaitu sebanyak 24.466 jiwa (21.38%), Pengusaha 12.269 jiwa (10.72%), Sedangkan mata pencaharian paling kecil adalah sebagai petani yaitu sebanyak 215 (0,19%) dan buruh tani 67 (0,06%).

Penduduk Usia kerja di Kota Magelang pada tahun 2015 sebesar 94.883 jiwa. Jumlah ini terdiri dari penduduk Bukan angkatan kerja sebanyak 33.823 jiwa dan 61.060 jiwa merupakan penduduk angkatan kerja. Prosentase penduduk bekerja terhadap penduduk usia kerja di Kota Magelang sebesar 60.21% dimana jumlah penduduk bekerja pada tahun 2015 sebesar 57.133 jiwa. Jumlah penduduk tidak bekerja/sedang mencari kerja sebesar 3.927 jiwa (4.14%). Gambaran selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2-12. Penduduk Usia Kerja Usia 15 - 64 tahun di Kota Magelang Kategori Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja Tahun 2011-2015
Sumber: Indikator Makro Kota Magelang; DataGo 2016, Disnakertransos

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) adalah perbandingan antara jumlah angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) selama 5 (lima) tahun terakhir cenderung mengalami penurunan. TPAK pada tahun 2010 sebesar 68.46% dan pada tahun 2015 sebesar 64.35%, Dalam beberapa tahun ini kisaran angka TPAK masih sebesar 60-an%. Rata-rata Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja per tahun pada tahun 2010-2014 sebesar 69%. Hal ini berarti bahwa dari 100 orang usia kerja, yang termasuk Angkatan Kerja kurang lebih 69 orang.

Tabel 2-13. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Kota Magelang Tahun 2010-2015
Sumber: Indikator Makro Kota Magelang; DataGo 2016, Disnakertransos

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) adalah perbandingan jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja. Angka ini berguna untuk mengindikasikan besarnya persentase angkatan kerja yang termasuk dalam pengangguran. TPT yang tinggi menunjukkan bahwa terdapat banyak angkatan kerja yang tidak terserap pada pasar kerja.

Tabel 2-14. Pengangguran Terbuka Kota Magelang 2010-2015
Sumber: Indikator Makro Kota Magelang; DataGo 2016, Disnakertransos

Tabel di atas memperlihatkan kondisi ketenagakerjaan di Kota Magelang. Kondisi ini disebabkan karena banyak warga Kota Magelang yang bekerja di luar wilayah. Untuk semakin menurunkan angka pengangguran, maka diharapkan bisa untuk mengarahkan potensi tenaga kerja ini ke dalam wilayah, atau dibuat situasi yang kondusif untuk investasi/industri, sehingga meningkatkan kebutuhan tenaga kerja. Dengan juga melihat angka rata-rata lama sekolah yang masih kurang dari 12 tahun, sebaiknya juga dapat disiapkan lembaga-lembaga pendidikan non-formal untuk meningkatkan kemampuan angkatan kerja, sehingga memiliki daya saing yang lebih tinggi di dunia kerja.

Kondisi Kota Magelang relatif kondusif. Konflik antar umat beragama di Kota Magelang nyaris tidak pernah terjadi di Kota Magelang. Masyarakat hidup berdampingan secara damai dalam keanekaragaman agama yang mereka peluk. Kebebasan beragama dan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinan masing - masing yang diakui Pemerintah menjadi prioritas Pemerintah dalam menjamin hak asasi masyarakat dalam berkeyakinan. Hal ini menjadi Modal dasar bagi Pemerintah Kota Magelang dalam mencanangkan Kota Religius dalam periode lima tahun ke depan. Statistik penduduk Kota Magelang berdasarkan agama dan keyakinan yang dipeluk disajikan dalam tabel di bawah ini :

Tabel 2-15. Penduduk Berdasarkan Agama dan Keyakinan yang Dipeluk Tahun 2011-2016 di Kota Magelang
Sumber : Dispendukcapil Kota Magelang, SIPD 2011-2016

2.1.2. ASPEK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

2.1.2.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
2.1.2.1.1. PDRB atas Dasar Harga Berlaku

Tahun 2015 ekonomi Kota Magelang kembali menunjukkan ekspansi setelah sebelumnya mengalami perlambatan di tahun 2014. PDRB atas dasar harga berlaku tumbuh 9,2% mencapai nominal Rp. 6,466 triliun dengan dominasi nilai tambah dari sektor Konstruksi (16,86%). Sumbangan barang dan jasa dari usaha manufaktur di Kota Magelang semakin optimal terbukti dengan tingginya distribusi sektor Industri Pengolahan (16,41%) dan Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor (14,13%). Kondisi inflasi yang terjaga dii akhir tahun 2015 pada angka 2,7% dan kondusifnya iklim serta kebijakan baik nasional maupun regional sepanjang tahun 2016 menghasilkan prediksi yang optimis terhadap perekonomian makro di akhir tahun 2016. Diprediksi perekonomian di tahun 2016 tumbuh 9,28% (deviasi ±0,68%) dengan total PDRB sebesar Rp. 7,067 triliun.

Tabel 2-16. Prediksi NTB dan Pertumbuhan Lapangan Usaha Pembentuk PDRB Kota Magelang atas Dasar Harga Berlaku, Tahun 2016
Sumber: Prediksi oleh Dinas Kominfo dan Statistik Kota Magelang (deviasi ±0,68%)
* Prediksi NTB lapangan usaha di-breakdown berdasar rata-rata pertumbuhan tahun 2010-2015

Berdasarkan data PDRB Kota Magelang dan Jawa Tengah periode tahun 2011-2015 dapat diturunkan matrik tipologi perekonomian Kota Magelang sebagai berikut:

Tabel 2-17. Matrik Tipologi Sektor Pembentuk PDRB berdasar Indikator Indeks Dominasi Sektor (IDS) dan Indeks Potensi Pengembangan Sektor (IPPS) di Kota Magelang*
*Derivatif berdasarkan data PDRB Tahun 2011-2015

Sektor Industri Pengolahan dan Transportasi & Pergudangan merupakan sektor dominan dengan potensi pengembangan yang sangat baik. Di tahun 2016 diprediksi kedua sektor ini mampu tumbuh di atas rata-rata pertumbuhan PDRB secara umum. Hal ini tidak terlepas dari peran Kota Magelang sebagai wilayah strategis di jalur ekonomi Kabupaten/Kota sekitar dan makin berkembangnya riset inovatif terhadap produk lokal yang mendorong naiknya nilai tambah yang dihasilkan.

Sebagai Kota Jasa, industri manufaktur di Kota Magelang menjadi komponen pembangun perekonomian yang cukup penting. Meskipun sektor Industri Pengolahan dominan dan potensial di Kota Sejuta Bunga ini, namun berdasarkan nilai Static Location Quotient terindikasi bahwa sektor ini masih belum masuk dalam kategori sektor unggul jika di bandingkan dengan produksi sektor yang sama di Provinsi Jawa Tengah. Output sektor ini masih belum mampu memenuhi kebutuhan sendiri dan tergantung pasokan dari luar wilayah. Namun demikian dari sisi daya saing dan pertumbuhan, potensi perkembangan sektor Industri Pengolahan di Kota Magelang tercatat lebih cepat dibandingkan sektor yang sama di skala Provinsi.

Di sisi lain, Pemerintah Kota Magelang perlu terus mengembangkan sektor dominan dan sektor potensial (kuadran kuning) agar dapat menjadi basis perekonomian dengan kontribusi terhadap PDRB yang signifikan. Di samping fokus pada sektor tersebut, khususnya dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) eksplorasi potensi produk dari industri kreatif dan pariwisata di Kota Magelang dapat ditingkatkan untuk mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan daya saing secara berkelanjutan.

2.1.2.1.2. PDRB atas Dasar Harga Konstan (2010) dan Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi Kota Magelang sempat berkontraksi di tahun 2014 mencapai 4,9% setelah di tahun 2013 mampu melaju di atas angka enam persen. Hal tersebut karena terjadi perlambatan produksi hampir di seluruh sektor dengan perlambatan terparah pada sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib yang mencapai -0,51%.

Di tahun 2015 perekonomian Kota Magelang kembali menguat dengan pertumbuhan 5,07% dengan 9 dari 16 sektor mampu tumbuh riil di atas rata-rata. Fluktuasi ekomoni yang terkendali membuat kinerja pembangunan semakin baik dan di tahun 2016 diprediksi ekonomi makro Kota Magelang mampu tumbuh 4,93%-5,43% dengan tren mendekati pertumbuhan riil potensialnya.

Gambar 2-4. Grafik Pertumbuhan Ekonomi dan Potensi Pertumbuhan Ekonomi Kota Magelang, Tahun 2011-2015 dan Prediksi Tahun 2016
Sumber: BPS Kota Magelang
Prediksi 2016 oleh Dinas Kominfo dan Statistik Kota Magelang (prediksi pada poin 5,18% deviasi ±0,25%)

Gambar 2-4 menunjukkan bahwa pada setiap tahun pertumbuhan ekonomi Kota Magelang makin mendekati pertumbuhan riil potensialnya. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kinerja pembangunan di segala bidang diaksanakan dengan sangat baik sehingga mampu mencapai output yang optimal. Jika kinerja tersebut semakin ditingkatkan tidak mustahil di periode selanjutnya akan tercapai output gap positif dimana pertumbuhan riil akan melesat melebihi potensi pertumbuhannya.

2.1.2.1.3. Kontribusi Sektor Perekonomian Terhadap PDRB

Komposisi lapangan usaha di Kota Magelang cenderung stagnan dari tahun ke tahun dengan dinamika pertumbuhan di beberapa sektor. Berdasar data historis tahun 2010-2015 diprediksi struktur ekonomi Kota Magelang di tahun 2016 masih tetap didominasi oleh sektor Konstruksi, Industri Pengolahan, dan Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor.

Tabel 2-18. Prediksi Struktur Ekonomi Kota Magelang (adhb) Tahun 2016
Sumber: Prediksi oleh Dinas Kominfo dan Statistik Kota Magelang (deviasi ±0,68%)
* Prediksi NTB lapangan usaha di-breakdown berdasar rata-rata pertumbuhan tahun 2010-2015

Berdasarkan harga berlaku, komponen penggunaan yang dominan di Kota Magelang berasal dari Konsumsi Rumah Tangga dan PMTB yang di tahun 2015 memiliki persentase 57,53% dan 47,65% dalam postur PDRB. Dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang terjaga pada kisaran 0,35%, inflasi yang diperkirakan stabil pada kisaran 3,57%-5,15% dan pertumbuhan PDRB adhb 9,28% (deviasi ±0,68%), maka di tahun 2016 diprediksi PDRB per kapita mampu mencapai Rp. 4.859.093,58 per bulan, tumbuh 8,9% dari tahun 2015 (cateris paribus).

Tabel 2-19. PDRB per Kapita Kota Magelang Tahun 2015 dan Prediksi Tahun 2016
Sumber: BPS Kota Magelang
Prediksi oleh Dinas Kominfo dan Statistik Kota Magelang
* Berdasar penduduk akhir tahun hasil proyeksi BPS
2.1.2.1.5. Inflasi

Sampai dengan akhir November 2016 inflasi di Kota Magelang tercatat sebesar 0,72% lebih tinggi dari Oktober 2016 (0,17%) dan November 2015 (0,31%). Hal tersebut terlebih dipicu karena kenaikan harga yang cukup tinggi pada beberapa komoditi pengeluaran pada kelompok Bahan Makanan sehingga mengalami lonjakan 3,26% dari bulan sebelumnya yang hanya berada pada angka 0,44%. Peningkatan tertinggi terjadi pada komoditi bumbu-bumbuan yang melejit mencapai inflasi 19,08% dibandingkan posisi Oktober 2016 yang hanya inflasi 5,65%. Deflasi di tahun 2016 terjadi pada bulan Februari (0,13%), April (0,48%) dan Agustus (0,48%).

Dengan kondisi harga komoditas bahan makanan yang masih cukup tinggi sampai dengan akhir Desember 2016 namun diimbangi dengan tetap tingginya daya beli masyarakat, diprediksi inflasi di akhir tahun 2016 tetap stabil pada kisaran 3,57%-5,15%.

Gambar 2-5. Grafik Perkembangan Laju Inflasi Kota Magelang, Jawa Tengah dan Nasional, Tahun 2012-2016
Sumber: BPS
2016 Kota Magelang posisi per November
2.1.2.1.6. Investasi

Menurut BPS, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) didefinisikan sebagai “pengeluaran unit produksi untuk menambah aset tetap dikurangi dengan pengurangan aset tetap bekas”. BPS menjelaskan lebih lanjut bahwa penambahan barang modal meliputi pengadaan, pembuatan, pembelian barang modal baru dari dalam negeri dan barang modal baru maupun bekas dari luar negeri (termasuk perbaikan besar, transfer atau barter barang modal). Pengurangan barang modal meliputi penjualan barang modal (termasuk barang modal yang ditransfer atau barter kepada pihak lain).

Investasi yang didekati dari indikator PMTB di Kota Magelang mencapai Rp. 3,082 triliun di tahun 2015. Nilai ini tumbuh 9,92% setelah di periode sebelumnya sempat mengalami fluktuasi. Dengan asumsi prediksi pertumbuhan PDRB adhb sebesar 9,28% (deviasi ±0,68%), maka PMTB juga diprediksi tumbuh positif di tahun 2016 mencapai Rp. 3,348 triliun.

Tabel 2-20. PDRB menurut Komponen Pengeluaran di Kota Magelang Tahun 2011-2015
Sumber: BPS Kota Magelang, 2016
* Angka Sementara
** Angka Sangat Sementara

Prediksi yang cukup optimis ini didukung oleh kondisi eksisting iklim usaha di Kota Magelang yang sangat kondusif dan tingginya daya saing Kota Magelang (menduduki peringkat pertama di Jawa Tengah di tahun 2015 dengan indeks 64,72). Faktor lain adalah munculnya peluang ekonomi baru dari kawasan sekitar seperti berjalannya proyek lanjutan tol Bawen - Salatiga - Solo, proyek jalan lintas selatan Wonogiri - Yogyakarta - Kebumen - Cilacap, kebijakan prioritas pembangunan Kawasan Strategis Nasional KEDUNGSEPUR (Kendal - Ungaran - Semarang - Purwodadi), prioritas pembangunan area PURWOMANGGUNG (Purworejo, Wonosobo, Kota Magelang, Kabupaten Magelang, dan Kabupaten Temanggung) dan kawasan Segitiga Emas JOGLOSEMAR (Jogjakarta, Solo, Semarang) yang mampu menciptakan multiplier effect yang besar bagi perekonomian Kota Magelang khususnya bagi sektor Transportasi & Pergudangan dan Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor.

Tabel 2-21. Pilar Daya Saing tertinggi di Kota Magelang di antara Kabupaten/Kota di Jawa Tengah, Tahun 2015
Sumber: Bank Indonesia Perwakilan Provinsi Jawa Tengah, 2016

Selain mempertahankan kualitas pilar-pilar sebagaimana dalam Tabel 2-6, untuk meningkatkan kucuran modal dan kinerja investasi di Kota Magelang, Pemerintah Daerah perlu untuk menggenjot dua pilar lain yaitu makroekonomi dan infrastruktur yang masih memiliki indeks yang belum optimal di antara Kabupaten/Kota di Jawa Tengah.

Realisasi investasi merupakan komponen yang memiliki bobot terbesar (67%) dalam pilar makroekonomi. Dengan eksplorasi peluang dan strategi interaksi ekonomi yang tepat, peningkatan yang signifikan dalam komponen ini akan mampu menaikkan indeks daya saing Kota Magelang secara keseluruhan dan lebih memantapkan postur makroekonomi Kota Magelang di antara wilayah sekitar.

2.1.2.1.7. Index GINI

Sebuah progres nyata dari hasil pembangunan sepanjang tahun 2015 salah satunya terwakili dari turunnya Indeks Gini dari 0,36 ke 0,34 di saat daerah lain bahkan skala Provinsi Jateng dan nasional berada pada posisi yang stagnan dan cenderung naik. Meskipun masih masuk dalam kategori ketimpangan sedang, namun turunnya angka ini mencerminkan bahwa hasil pembangunan di Kota Magelang semakin merata dinikmati oleh masyarakat.

Gambar 2-6. Grafik Indeks Gini Kota Magelang dan Wilayah Sekitar, Tahun 2015
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, 2016

Diprediksi sampai dengan akhir tahun 2016 angka ini akan berada pada kisaran 0,34 dengan kecenderungan menurun.

2.1.2.2. Fokus Kesejahteraan Sosial

Pembangunan pada hakekatnya untuk mensejahterakan masyarakat. Sehingga tingkat kesejahteraan merupakan ukuran keberhasilan pembangunan. UNDP pada 1990 telah merancang bagaimana mengukur keberhasilan pembangunan Manusia dengan menggunakan Indeks Pembangunan Manusia yang disempurnakan metodenya pada tahun 2010.

Untuk itu dalam bahasan ini akan dideskripsikan bagaimana ukuran hasil pembangunan tersebut di Kota Magelang, bagaimana posisinya di wilayah hinterland, regional maupun nasional dan ditinjau dari pembangunan serta pemberdayaan gender-nya. Selanjutnya perlu ditinjau juga kondisi riil di daerah seperti dependency ratio, kemiskinan dan pengangguran serta ketimpangan pendapatan. Dengan demikian kita akan mampu menarik sebuah catatan penting untuk pembangunan yang lebih baik.

2.1.2.2.1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Untuk mengukur keberhasilan pemerintah dalam pembangunan manusia adalah melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI). Indeks ini lazim digunakan baik pada skala internasional, nasional maupun regional. Dari indeks ini bisa diketahui tingkat kemajuan suatu wilayah (maju, berkembang atau terbelakang), serta mengukur pengaruh kebijakan ekonomi terhadap kualitas hidup. Semakin tinggi nilai IPM berarti tingkat pencapaian pembangunan manusia semakin baik.

Indeks Pembangunan Manusia sebagai salah satu alat dalam mengukur keberhasilan pembangunan manusia pada tahun 2015 telah dirilis penyempurnaan metode penghitungan oleh UNDP yang dilakukan backcasting mulai tahun 2010. Sehingga IPM yang telah terpublikasi hingga 2012 terkoreksi dengan penyempurnaan penghitungan tersebut.

Kondisi IPM Kota Magelang dalam dokumen perencanaan sebelumnya (Rencana Kerja Pembangunan Daerah Tahun 2016) akan terkoreksi sebagai berikut:

Tabel 2-22. Perbandingan IPM Kota Magelang menurut Metode Lama dan Metode Baru
Sumber:
* RKPD Kota Magelang 2016
** BPS Kota Magelang

Selanjutnya untuk IPM 2015 sebesar 76,39 dan pada tahun 2016 diperkirakan akan mencapai 76,13 serta pada tahun 2016 diharapkan akan mampu mencapai angka 76,77.

Koreksi angka IPM tersebut juga dialami oleh Provinsi Jawa Tengah maupun nasional. Sebagai ilustrasi berikut ini kondisi IPM Jawa Tengah dan Nasional baik dengan metode lama maupun baru.

Tabel 2-23. Perbandingan IPM Jawa Tengah dan Nasional menurut Metode Lama dan Metode Baru
Sumber:
* BPR RI
** BPS Provinsi Jawa Tengah

Dalam metode baru ini setiap wilayah dikategorikan status pembangunan manusianya, yaitu:

  • Sangat tinggi, apabila IPM di atas 80
  • Tinggi, apabila IPM antara 70-80
  • Sedang, apabila IPM antara 60-70
  • Rendah apabila IPM kurang dari 60

Dengan demikian Kota Magelang berada pada kondisi IPM Tinggi, namun tidak termasuk yang memiliki “Top Movers” atau daerah yang mengalami pertumbuhan IPM tinggi.

Untuk mengukur IPM, diperlukan beberapa indikator ditinjau dari beberapa dimensi sebagai berikut:

  1. Dimensi Kesehatan : Usia Hidup

    Kesehatan merupakan dimensi IPM yang yang dikukur dari Angka Harapan Hidup saat lahir. Hasil pengukuran Usia Harapan Hidup penduduk Kota Magelang memiliki kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun, sejak tahun 2010 hingga 2014 adalah sebagai berikut:

    Tabel 2-24. Perkembangan Usia Harapan Hidup (tahun) Penduduk Kota Magelang Tahun 2010-2015
    Sumber:
    * RKPD Kota Magelang 2016
    ** BPS Kota Magelang

    Seiring dengan publikasi IPM metode baru Usia Harapan Hidup Penduduk Kota Magelang terkoreksi sebagaimana tabel di atas. Selanjutnya dengan data tersebut diperkirakan usia harapan hidup penduduk Kota Magelang pada 2016 akan mencapai 76,64 tahun.

  2. Dimensi Pendidikan

    Pendidikan merupakan Dimensi kedua dalam IPM yang diukur dari rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas dan angka melek huruf untuk metode lama sedangkan dalam metode baru dihitung dari rata-rata lama sekolah penduduk usia 25 tahun ke atas dan Harapan lama sekolah yang dihitung untuk penduduk berusia 7 tahun ke atas.Penyempurnaan teknis pengukuran dimensi pendidikan memberikan konsekuensi nilai yang diperoleh oleh Kota Magelang lebih rendah dari metode sebelumnya.

    Tabel 2-25. Perbandingan Rata-rata Lama Sekolah Penduduk Kota Magelang Tahun 2010-2015, antara Metode Lama dan Metode Baru (tahun)
    Sumber:
    * RKPD Kota Magelang 2016
    ** BPS Kota Magelang
    *** RPJMD Kota Magelang 2016-2020

    Sedangkan unsur dimensi baru berupa Harapan lama Sekolah untuk Kota Magelang dalam periode tahun 2010-2015 adalah sebagai berikut:

    Tabel 2-26. Harapan Lama Sekolah (tahun) Penduduk Kota Magelang Tahun 2010-2015
    Sumber : *) RPJMD Kota Magelang 2016-2020

    Berkaitan dengan dimensi pendidikan, ada beberapa indikator pendidikan yang perlu didalami sebagai pendukung seperti angka Partisipasi Murni (APM) dan Angka Partisipasi Kasar (APK) maupun Jumlah Penduduk di atas 25 tahun menurut pendidikan yang ditamatkan, sebagai berikut:

    Tabel 2-27. Beberapa Indikator Pendidikan Penduduk Kota Magelang Tahun 2014-2015
    Sumber : BPS Kota Magelang

    Ditinjau dari APK dapat disimpulkan bahwa sampai dengan 2015 dari semua fasilitas pendidikan PAUD di Kota Magelang dapat diakses masyarakat tanpa membedakan penduduk kota maupun luar kota yang berarti belum semua anak usia dini di Kota Magelang mengakses fasilitas PAUD. Dibandingkan tahun 2014 yang 63,11 APK PAUD mengalami sedikit peningkatan menjadi 63,5 di tahun 2015. Dari data APK SD dapat dijelaskan bahwa fasilitas SD di Kota Magelang sedikit mengalami penurunan dari tahun 2014 ke tahun 2015 yaitu dari 114,04 menjadi 108, 15. Begitu juga APK untuk SMP dan usia SMA pada tahun 2015 jumlah penduduk usia SMP dan SMA yang terlayani lebih rendah dari jumlah penduduk usia SMP dan juga SMA.

    APM SD, SMP dan SMA pada tahun 2015 juga terlita sedikit menurun dibanding tahun 2014. Kondisi ini menunjukkan bahwa penduduk Usia SMD, SMP maupun SMA yang mampu mengakses pendidikan jenjang tersebut cenderung agak menurun dibanding 2014, meskipun tidak menyiratkan bahwa kualitas pelayanan pendidikan di Kota Magelang menurun tetapi ada aspek aspek lain yang belum terjelaskan.

    Selain indikator-indikator di atas, keberhasilan pendidikan di Kota Magelang dapat dilihat dari perkembangan kelulusan dari tahun ke tahun sebagai berikut:

    Tabel 2-28. Beberapa Lulusan Peserta Didik di Kota Magelang Tahun 2012-2014
    Sumber : Dinas Pendidikan Kota Magelang

    Catatan keberhasilan pendidikan di Kota Magelang pada tahun 2015 adalah sebagai berikut:

    • Meraih Indeks Integritas Ujian Nasional (IIUN) tingkat SMA/SMK/MA tertinggi nasional. yang mencapai skor 81.26, lebih tinggi dari rata-rata nasional sebesar 63,28.
    • Rata-rata UN IPS SMA Negeri 1 Magelang dan SMK Kesdam IV/Diponegoro Magelang sebagai yang terbaik se-Jawa Tengah.
    • SMP Negeri 1 Kota Magelang meraih Indeks Integritas UN (IIUN) tertinggi se-Indonesia, untuk ujian nasional (UN) berbasis kertas dengan meraih nilai UN 93,53 dan nilai IIUN 97,12.
  3. Dimensi Standar Hidup

    Dimensi standar hidup dalam komponen ini dihitung dari kemampuan masyarakat mengakses sumber-sumber ekonomi yang rumusannya dihitung dari berapa jumlah pengeluaran rill penduduk yang disesuaikan. Pengeluaran perkapita Penduduk Kota Magelang dari tahun ke tahun menunjukkan tren positif, namun demikian tidak dapat diartikan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat lebih baik karena untuk menganalisis tersebut perlu diperhitungkan faktor lain seperti kurs mata uang. Kondisi perkembangan Pengeluaran riil penduduk Kota Magelang adalah sebagai berikut:

    Tabel 2-29. Perkembangan Pengeluaran Riil Penduduk Kota Magelang Tahun 2009-2012 beserta prediksi 2013-2015
    Sumber : RKPD 2016 dan ASPM 2014. *) diperbaiki

    Pada Tabel di bawah ini dapat dilihat perkembangan nilai IPM beserta komponen-komponen pembentuknya dari tahun 2010 sampai 2015, serta prediksinya di tahun 2016.

    Tabel 2-30. Pencapaian Indeks Pembangunan Manusia dan Komponennya di Kota Magelang Tahun 2010-2015
    Uraian 2010 2011 2012 2013 2014 2015
    Indeks Pembangunan Manusia [%] 73.99 74.47 75.00 75.29 75.79 76.39
    Angka Harapan Hidup (e0) [Tahun] 76.39 76.44 76.49 76.54 76.57 76.58
    Harapan Lama Sekolah [Tahun] 12.22 12.33 12.49 12.65 12.98 13.10
    Rata-rata Lama sekolah [Tahun] 10.08 10.14 10.20 10,22 10,27 10,28
    Pengeluaran Perkapita Riil Disesuaikan [Rp. 000] 9,681 9,922 10,169 10,258 10,344 10,739
    Sumber: BPS 2016

    Pada tabel tersebut dapat dilihat, bahwa secara perlahan, angka IPM beserta komponen pendukungnya merambat naik.

    Walaupun secara kesejahteraan hal ini bisa dikatakan sebagai hal yang bagus, tetapi jika Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah tidak bisa mengikuti secara signifikan, maka bisa menimbulkan masalah baru yaitu menambah angka pengangguran. Meningkatnya Angka Harapan Hidup juga pada akhirnya nanti bisa meningkatkan Angka Ketergantungan Penduduk, bila tidak diikuti penurunan Angka Pengangguran.

    Harapan agar IPM Kota Magelang mampu meningkat hanya dapat didorong dari meningkatkan Rata-rata lama sekolah, bila pada 2013 rata-rata lama sekolah penduduk baru setara kelas satu SMA, perlu terus didorong agar mampu mencapai lulus SMA (12.00).

2.1.2.2.2. Indeks Pembangunan Gender (IPG) dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG)

IPG dan IDG digunakan untuk mengukur mengukur pencapaian pelaksanaan pengarusutamaan gender di daerah. IPG mengukur kualitas hidup perempuan dengan menggunakan komponen pendidikan, kesehatan dan ekonomi, sedangkan IDG mengukur partisipasi perempuan di bidang ekonomi, politik, dan pengambilan keputusan.

Dengan menggunakan IPG, dapat diketahui kesenjangan pembangunan manusia antara laki-laki dan perempuan. Nilai IPG berkisar antara 0% - 100%. Makin tinggi nilai IPG, berarti makin tinggi kesenjangannya. Kesetaraan gender terwujud apabila nilai IPM sama dengan nilai IPG.

Dengan menggunakan IDG, dapat diukur ketimpangan gender pada bidang-bidang kunci yaitu dalam partisipasi ekonomi dan politik serta pengambilan keputusan. IDG juga memiliki kisaran nilai 0% - 100%, dengan makin tinggi nilainya berarti semakin tinggi perempuan dalam mengambil peran aktif yang penting dalam kehidupan ekonomi dan politik, atau dapat dikatakan semakin sempurna pemberdayaan perempuannya.

Kondisi IPG dan IDG Kota Magelang bila disandingkan dengan IPM tampak sebagaimana tabel berikut.

Tabel 2-31. Nilai IPG, IDG, dan IPM Kota Magelang, Tahun 2010-2015
Sumber: BPS

IPM dan IDG merupakan angka-angka penilaian nasional. Sampai dengan tahun 2015, Angka IPG dan IPM dan IDG memiliki kecenderungan meningkat. Untuk nilai Indeks Pembangunan Gender di Kota Magelang, sampai dengan tahun 2015, memiliki trend yang baik, sedangkan untuk angka IDG masih fluktuatif dan di tahun 2015 ini mengalami sedikit penurunan dibanding 2014 yaitu di angka 75.83. Angka IPM memeliki kecenderungan terus menaik.

Perubahan metodologi yang terjadi menyebabkan perubahan interpretasi dari angka IPG. Metode lama, angka IPG yang dihasilkan harus dibandingkan dengan angka IPM, semakin kecil selisih angka IPG dan IPM, maka semakin kecil ketimpangan yang terjadi antara laki-laki dan perempuan. Dengan metode baru interpretasi angka IPG berubah dengan menggunakan angka 100 yang dijadikan patokan karena angka tersebut merupakan rasio paling sempurna, yaitu semakin kecil jarak IPG dengan nilai 100, maka semakin setara pembangunan antara laki laki dan perempuan dan semakin besar jarak angka IPG ke nilai 100, maka makin terjadi ketimpangan pembangunan antara laki laki dan perempuan.

Penghargaan yang cukup prestisius pada skala nasional dalam rangka pelaksanaan pengarusutamaan gender di daerah telah diterima oleh Pemerintah Kota Magelang dengan keberhasilannya meraih penghargaan Parahita Ekapraya Tingkat Pratama pada tahun 2006, dilanjutkan anugerah tingkat utama (Parahita Ekapraya Tingkat Utama) di tahun 2007 yang dipertahankan sampai dengan tahun 2008 dan 2009. Pada tahun 2011 sampai 2015, Pemerintah Kota Magelang selalu mendapatkan anugerah, kali ini tingkat menengah (Parahita Ekapraya Madya).

2.1.2.2.3. Kemiskinan

Penduduk miskin merupakan sebuah dilema pembangunan dan di manapun penduduk miskin akan selalu ada. Pada daerah dengan pendapatan per kapita tinggi belum tentu tidak ada penduduk miskin, yang dapat diperbuat oleh semua pengambil kebijakan baik di daerah maupun di pusat adalah menekan bagaimana agar penduduk miskin semakin turun/berkurang, malaupun sangat sulit untuk mencapai 0%.

Ada berbagai batasan dan cara mendefinisikan penduduk miskin, namun dalam sebuah perencanaan kebijakan yang lebih penting adalah konsistensi data. Di Kota Magelang, menurut perhitungan BPS garis kemiskinan seiring pergantian tahun, selalu meningkat, sedangkan data jumlah penduduk miskin dari tahun ke tahun selalu mengalami penurunan, seperti halnya yang terjadi antara tahun 2011-2015. Kondisi tersebut dialami oleh seluruh pemerintahan baik di daerah maupun di pusat.

Tabel 2-32. Jumlah Penduduk Miskin Kota Magelang (jiwa) Tahun 2011-2015
Sumber: BPS Kota Magelang

Garis kemiskinan di Kota Magelang bergerak dari Rp 280.877,-/kapita/ bulan di 2011 meningkat menjadi Rp 405.228,-/ kapita/ bulan dengan persentase penduduk miskin dari 11,06% pada tahun 2011 terus menurun hingga mencapai menjadi 9,05 di 2015. Hal ini menjelaskan meskipun biaya pemenuhan kebutuhan hidup terus meningkat namun penduduk Kota Magelang dapat mengatasinya sehingga jumah penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan semakin menurun. Kondisi ini memperlihatkan bahwa tingkat kesejahteraan di Kota Magelang semakin baik.

Sementara itu tingkat kedalaman kemiskinan (P1) di Kota Magelang dalam kurun waktu 5 tahun masih fluktuatif dan pada tahun 2015 ini sedikit mengalami kenaikan dibanding 2014 yaitu dari semula 0,94 menjadi 1,39 yang mengindikasikan bahwa semakin tinggi nilai indeks maka semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan, sehingga angka indeks di tahun 2015 memperlihatkan kondisi yang lebih baik. Tingkat keparahan kemiskinan (P2) juga masih terlihat fluktuatif dan perkembangan dari tahun 2014 ke 2015 semula 0,20 menjadi 0,31. Tingkat Keparahan Kemiskinan (P2) ini dapat dianalisa dengan semakin tinggi nilai indeks, maka semakin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin, dan di tahun 2015 terlihat bahwa indeks semakin tinggi yang mengindikasikan bahwa ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin semakin lebar.

Lebih jauh apabila dari Indeks Gini, antara tahun 2012-2013 terdapat penurunan yang cukup signifikan, yang menggambarkan tingkat kesejahteraan penduduk Kota Magelang semakin baik atau ketimpangan pendapatan antar penduduk kian menipis. Selanjutnya pada akhir tahun 2014 Gini Ratio akan turun kembali yang kondisi tersebut juga diperkirakan akan terjadi pula di tahun 2015.

Tabel 2-33. Indeks Gini Kota Magelang Tahun 2010-2015
Sumber: BPS Kota Magelang
2.1.2.2.4. Rasio Penduduk yang Bekerja

Tingkat kesempatan kerja menunjukkan peluang seorang penduduk usia kerja yang termasuk angkatan kerja untuk bekerja. Angka ini didapat dari perbandingan antara penduduk yang bekerja dengan angkatan kerja. Semakin besar angka TKK, semakin baik pula kondisi ketenagakerjaan dalam suatu wilayah. Kondisi ketenagakerjaan Kota Magelang dapat dicermati pada Tabel berikut:

Tabel 2-34. Kondisi Penduduk Usia Kerja di Kota Magelang Tahun 2008-2015 (ribu jiwa / orang)
Sumber: Sakernas, BPS

Dari Tabel di atas tersebut dapat dilihat, bahwa angka TKK selalu berada di atas nilai 85%, yang berarti rasio kesempatan kerjanya cukup tinggi.

2.1.2.2.5. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) adalah perbandingan antara jumlah angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja. Angka ini berguna untuk mengindikasikan besarnya persentase penduduk usia kerja yang aktif secara ekonomi di suatu negara/wilayah. Semakin tinggi TPAK menunjukkan bahwa semakin tinggi pula pasokan tenaga kerja (labour supply) yang tersedia untuk memproduksi barang dan jasa dalam suatu perekonomian.

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) adalah perbandingan jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja. Angka ini berguna untuk mengindikasikan besarnya persentase angkatan kerja yang termasuk dalam pengangguran. TPT yang tinggi menunjukkan bahwa terdapat banyak angkatan kerja yang tidak terserap pada pasar kerja.

Dari Tabel 2-35 dapat dilihat, bahwa dari tahun 2011 sampai 2015, angka TPT terlihat fluktuatif, sedangkan angka TPAK memiliki kecenderungan menurun. Kondisi ini disebabkan karena banyak warga Kota Magelang yang bekerja di luar wilayah. Untuk semakin menurunkan angka pengangguran, maka diharapkan bisa untuk mengarahkan potensi tenaga kerja ini ke dalam wilayah, atau dibuat situasi yang kondusif untuk investasi/industri, sehingga meningkatkan kebutuhan tenaga kerja. Dengan juga melihat angka rata-rata lama sekolah yang masih kurang dari 12 tahun, sebaiknya juga dapat disiapkan lembaga-lembaga pendidikan non-formal untuk meningkatkan kemampuan angkatan kerja, sehingga memiliki daya saing yang lebih tinggi di dunia kerja.

2.1.2.2.6. Angka Beban Tanggungan Penduduk (DR - Dependency Ratio)

Rasio Ketergantungan adalah perbandingan antara jumlah penduduk umur 0-14 tahun, ditambah dengan jumlah penduduk 65 tahun ke atas (keduanya disebut dengan penduduk usia tidak produktif) dibandingkan dengan jumlah penduduk usia 15-64 tahun (usia produktif). Angka ini dapat digunakan sebagai indikator yang secara kasar dapat menunjukkan keadaan ekonomi suatu negara/wilayah apakah tergolong maju atau sedang berkembang. DR merupakan salah satu indikator demografi yang penting. Semakin tingginya persentase DR menunjukkan semakin tingginya beban yang harus ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai hidup penduduk yang belum produktif dan tidak produktif lagi. Sedangkan persentase DR yang semakin rendah menunjukkan semakin rendahnya beban yang ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai penduduk yang belum produktif dan tidak produktif lagi. Pada tabel berikut dapat dilihat Rasio Ketergantungan Kota Magelang Tahun 2010-2016.

Tabel 2-35. Rasio Ketergantungan Penduduk Kota Magelang Tahun 2010-2016
Tahun Usia Penduduk Rasio
Ketergantungan
Naik/
Turun
0-14 15-64 65+
2010 27.283 82.926 8504 43,16  
2011 27.072 83.435 8702 42,88 (0,28)
2012 26.855 83.897 8896 42,61 (0,26)
2013 26.604 84.448 9105 42,29 (0,33)
2014 26.376 84.903 9334 42,06 (0,23)
2015 26.107 85.260 9585 41,86 (0,20)
2016 25.897 85.534 9862 41,81 (0,06)
Sumber: BPS Kota Magelang

Dari Tabel di atas tersebut dapat dilihat bahwa Rasio Ketergantungan di Kota Magelang cenderung menurun, dengan angka penurunan per tahun kurang dari 1%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa rata-rata penduduk Kota Magelang yang masuk usia tidak produktif memiliki ketergantungan yang sedang terhadap penduduk usia produktif.

2.1.2.3. Fokus Seni Budaya, Olahraga, Ilmu Pengetahuan dan Agama
2.1.2.3.1. Seni Budaya

Dari data tentang seni budaya yang tersedia, jumlah organisasi kesenian tahun 2016 di Kota Magelang sebanyak 222 kelompok seni budaya, yang terbagi menurut seni musik, seni tari, seni suara, seni rupa, seni drama, dan seni lainnya. Kelompok-kelompok seni budaya tersebut terdiri dari antara lain: jathilan, calung, keroncong, campursari, rebana, samroh, dangdut, pop, kuda lumping, topeng ireng, kesenian reog, grasak, dayakan, barongsai, kuntulan, kubrosiswo, tarian klasik/modern, paduan suara, geguritan, seni rupa, seni lukis, kethoprak, teater, dagelan, perfilman, dan wayang kulit.

Kelompok seni budaya tersebut tersebar di kelurahan (186 kelompok), binaan sekolah (24 kelompok), dan binaan institusi / lainnya (12 kelompok). Jumlah ini masih belum akurat, karena dimungkinkan masih terdapat kelompok kesenian yang belum terdata, seperti kelompok marching band di sekolah-sekolah. Pengelompokan jumlah seniman juga masih terkendala oleh belum jelasnya definisi dan kriteria seseorang dapat disebut sebagai seniman, selain itu, seorang seniman bisa saja menekuni beberapa bidang seni.

Selain kelompok seni budaya, di Kota Magelang, juga terdapat benda dan/atau bangunan cagar budaya, yang terdiri dari bangunan-bangunan kuno, arsitektur kuno, petilasan, tempat-tempat ziarah, dan sebagainya, yang berjumlah 31 buah.

2.1.2.3.2. Olah Raga

Mulai tahun 2008, Kota Magelang membangun sebuah stadion, yaitu Stadion Madya yang berlokasi di Kelurahan Kramat Selatan. Pada tahun 2015, nama Stadion Madya berganti menjadi Stadion Moch Soebroto. Nama tersebut dipilih dengan maksud untuk mengenang dr. H. Moch Soebroto, mantan Walikota Magelang, yang menjabat tahun 1971-1981. Saat ini, stadion sudah bisa digunakan untuk berlatih dan bertanding cabang oleh raga sepak bola dan atletik.

Beberapa klub olah raga yang hidup dan berkembang di Kota Magelang dapat diidentifikasi sebagai berikut:

Tabel 2-36. Cabang Olahraga dan Jumlah Klub di Kota Magelang
Sumber : Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata Kota Magelang
2.1.2.3.3. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi menjadi salah satu unggulan dari Kota Magelang, dengan keunggulan kompetitif dari sisi Sumber Daya Manusia. Beberapa warga Kota Magelang telah mengharumkan nama Kota Magelang baik di tingkat Provinsi, Nasional, bahkan Internasional melalui berbagai prestasi yang berhasil diraih, antara lain:

  • Andrew S dan Liwiryon Sudarso, siswa SMP Negeri 1 Kota Magelang, memenangkan kontes Imagine Ristek 2011 kategori Rule of Robo Cup tingkat nasional yang diselenggarakan di Jakarta, dan mewakili Indonesia ke kontes robot internasional di Istanbul Turki.
  • SMP Negeri 1 Kota Magelang Menduduki peringkat pertama nasional dalam perolehan nilai hasil ujian nasional (UN) 2012/2013, dengan nilai rata-rata hasil UN 9,14.
  • Jingga Mutiara Windyarahma, siswa SMP 1 Kota Magelang meraih medali perak Olimpiade Sains Nasional (OSN) mata pelajaran IPS di Padang akhir Mei 2014. Keberhasilan itu mengulangi prestasi kakak kelasnya, Gabriella Krista Anindit, yang juga meraih medali perak OSN mata pelajaran IPS di Batam tahun 2013.
  • Fun Nagede Adinsyah (medali perunggu cabang ekonomi), Kurniawati Yuli Ashari (medali perak, cabang ekonomi), dan Husen Wahyu Adi (medali emas, cabang astronomi). Ketiganya berasal dari SMA Negeri 1 Kota Magelang, mengikuti Olimpiade Sains SMA 2013, yang diselenggarakan oleh ITB.
  • Immanuel William Suryowidagdo, siswa SMP Negeri 1 Kota Magelang, meraih peringkat 16 dunia di World Robotic Olimpiade (WRO) Sochi, Rusia (2014).
  • Achmad Haulian Yoga, siswa SMP Negeri 1 Kota Magelang, meraih juara matematika Sains dan Bahasa Inggris (MSI) tingkat nasional (2014).
  • Pada tahun 2015, 2 siswa SMA Negeri 1 Kota Magelang meraih peringkat 1 pada Olimpiade Sains Nasional, yaitu Nebiba Abdul (bidang Kimia) dan Muhammad Fadlil Ismail (bidang Astronomi).
  • Siti Mukaromah, siswa SMK Negeri 2 Kota Magelang, meraih juara 3 Olimpiade Sains Terapan Nasional Siswa SMK bidang lomba Matematika non Teknologi (2015).
  • Jingga Mutiara Windyarahma, siswa SMA Negeri 1 Kota Magelang, meraih peringkat 1 Olipiade Sains Nasional Tingkat SMA Bidang Kebumian (2016).
  • Annida Naufal Irvania, siswa SMP Negeri 1 Kota Magelang, meraih peringkat 2 Olimpiade Sains Nasional Tingkat SMP Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial (2016).
  • Reynaldo Vergiawan Ridho, siswa SLB-B YPPALB, meraih peringkat 1 Lomba Keterampilan Siswa SMALB tingkat Provinsi, Mata Lomba Informasi dan Teknologi (2016).
  • Shada Sukma Syahidah, siswa SMP Negeri 1 Kota Magelang, meraih peringkat 1 Lomba Karya Inovasi Pelajar (LKIP) IV SMP tingkat Provinsi dengan Judul Makalah "Sosialisasi Teknik Penjernihan Minyak Jelantah pada Penjual Gorengan di Lingkungan Sekolah".

Selain prestasi yang diraih siswa-siswinya, ada pula prestasi yang diraih warga dari aneka kegiatan terkait IPTEK yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Magelang, yang dalam hal ini dilaksanakan oleh Kantor Penelitian, Pengembangan dan Statistik Kota Magelang melalui kegiatan Kreativitas dan Inovasi Masyarakat (KRENOVA). Sejak tahun 2005 hingga 2013 (kecuali tahun 2012), temuan KRENOVA Kota Magelang selalu mendapatkan penghargaan 20 besar di tingkat Provinsi Jawa Tengah. Pada tahun 2016 perwakilan Kota Magelang berhasil meraih peringkat 15 dan juara 3 favorit pengunjung laman web Krenova Provinsi Jawa Tengah.

Sebagai upaya Pemerintah memfasilitasi dan menggali kemampuan sumber daya manusia di lembaga penelitian dan pengembangan baik pemerintah, swasta maupun perguruan tinggi dan mendorong peran aktif mereka dalam rangka mendukung upaya penyelesaian masalah-masalah pembangunan dalam jangka pendek dan menengah, maka mulai tahun 2010 Pemerintah Kota Magelang melaksanakan kegiatan Riset Unggulan Daerah (RUD). Selain itu, RUD dilaksanakan dalam rangka membangun jaringan keterpaduan kerjasama antara peneliti dalam bidang yang sama dan menumbuhkan kapasitas inovasi sejalan kemajuan teknologi, dan memanfaatkan berbagai sumberdaya riset yang tersedia di daerah untuk kegiatan litbang daerah. Aplikasi RUD yang telah dilaksanakan sampai dengan tahun 2016 sebagaimana Tabel 2-37 berikut:

Tabel 2-37. Daftar Hasil Riset Unggulan Daerah
Sumber: Kantor Litbang dan Statistik, 2016

Prestasi lainnya yang diraih Pemerintah Kota Magelang dalam bidang IPTEK dan penerapannya adalah:

  • Anugerah prestasi tertinggi di tingkat nasional di bidang IPTEK, yaitu penghargaan Anugerah RISTEK dari Pemerintah Pusat selama 3 tahun berturut-turut (2009-2011). Penghargaan ini diberikan pada Pemerintah Kabupaten dan Kota yang telah menunjukkan kontribusi optimal dalam membangun IPTEK, sebagai dasar penyelesaian masalah-masalah aktual yang dihadapi daerah guna mendorong daya saing daerah. Pada tahun 2012 penghargaan yang sebelumnya diberikan kepada Kabupaten/kota dialihkan pada Provinsi, sehingga pemerintah Kota Magelang tidak memiliki peluang mendapatkan Anugerah RISTEK. Pada tahun 2016, penghargaan ini kembali dilaksanakan, dan Kota Magelang berhasil menjadi nominator / finalis (3 besar) peraih penghargaan Budhipraja, serta meraih penghargaan Widigdapura.

    Budhipraja adalah apresiasi pemerintah melalui Kemenristekdikti terhadap kabupaten / kota dalam mengimplementasikan teknologi untuk peningkatan daerah yang diukur dalam 6 aspek, yaitu perencanaan dan inisiasi, SDM, infrastruktur, jaringan, dan hasil inovasi.

    Widigdapura adalah anugerah yang diberikan kepada pemerintah kabupaten / kota atas dasar pembinaannya terhadap pengembangan dan pemanfaatan teknologi tepat guna di kabupaten / kota dalam mengembangkan komoditas unggulan daerahnya sehingga meningkatkan daya saing daerah. Berdasarkan hasil penilaian dewan juri, terpilih nominasi daerah Pemanfaat Teknologi Tepat Guna terbaik di Provinsi Jawa Tengah adalah Kota Magelang, Kabupaten Karang Anyar, Kabupaten Wonogiri dan Kota Magelang sebagai Daerah Pemanfaat Teknologi Tepat Guna di Provinsi Jawa Tengah untuk tahun 2016.

  • Penghargaan 102 Inovasi (tahun 2010).
  • Penghargaan 103 Inovasi (tahun 2011).
  • Best Practice APEKSI, 2012

Dari sisi pelayanan masyarakat, Pemerintah Kota Magelang juga telah melengkapi diri dengan beragam teknologi demi meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, beberapa di antaranya adalah:

  • Web resmi Pemerintah Kota Magelang, untuk menyalurkan informasi kepada masyarakat secara cepat.
  • Web resmi SKPD, dimana di dalam website tersebut terdapat aplikasi dan informasi untuk mempercepat pelayanan kepada masyarakat.
  • Penggunaan Sistem Informasi untuk meningkatkan kecepatan dan keakuratan layanan, seperti e-KTP (KTP Elektronik), SIMPUS (SIM PUSKESMAS), Perijinan, SIM Keuangan, DataGO, dan lain-lain.
  • Free-access WiFI & Internet di beberapa tempat umum, seperti Alun-alun.
  • Traffic Management Center, yang memantau kondisi lalu lintas di beberapa titik dengan menggunakan CCTV.
  • Media sosial Facebook dan Twitter untuk berkomunikasi dan penyebarluasan informasi kepada masyarakat.
2.1.2.3.4. Agama

Sikap toleransi saling menghargai antar umat beragama di Kota Magelang merupakan salah satu kunci harmonisnya umat beragama di Kota Magelang. Rasa kebersamaan tanpa memandang status agama di Kota Magelang menjadi tolok ukur keberhasilan hidup bersama. Sebagian besar penduduk Kota Magelang beragama Islam sebanyak 84,53%, Kristen Protestan sebanyak 9,47%, Kristen Katolik sebanyak 5,40%, Hindu sebanyak 0,11 %, Budha sebanyak 0,47%, Kong Huchu 0,01%, dan lainnya 0,01%.

Kerukunan antar umat beragama di Kota Magelang dapat dilihat dari jarak antara tempat ibadah berbagai agama yang tidak pernah ada perselisihan ataupun perbuatan yang saling merugikan. Menurut data tahun 2016, jumlah masjid sebanyak 153 buah, musholla sebanyak 217 buah, gereja Katolik sebanyak 2 buah, gereja Protestan sebanyak 26 buah, vihara ada 2 buah dan klenteng sebanyak 2 buah, serta rumah ibadah ada 4 buah. Suasana kondusif seperti ini tentu sejalan dengan dengan Visi Kota Magelang, yaitu “Terwujudnya Kota Magelang sebagai kota jasa yang modern dan cerdas, dilandasi masyarakat yang sejahtera dan religius”.

Pada tahun 2016, jemaah yang berangkat ke tanah suci Mekkah untuk menunaikan ibadah haji berjumlah 160 orang yang terdiri dari 69 pria dan 91 wanita, dengan rentang usia 29 - 82 tahun. Jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya yang berjumlah 147 orang.

2.1.3. ASPEK LAYANAN UMUM

2.1.3.1. Fokus Urusan Pelayanan Wajib
2.1.3.1.1. Pendidikan

Pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Sedangkan tujuan pendidikan adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Dalam upaya mewujudkan pembangunan di bidang pendidikan, Pemerintah Kota Magelang melaksanakan urusan pendidikan melalui berbagai program dan kegiatan yang termasuk dalam Misi 5 RPJM Kota Magelang Tahun 2016-2021 yaitu: Mendorong Peningkatan derajat kesehatan, pengembangan kualitas pendidikan dan sumber daya manusia yang cerdas, terampil, kreatif, inovatif dan memiliki etos kerja yang tinggi. Kinerja urusan Pendidikan diukur melalui 10 program 36 indikator yang terdistribusi dalam 8 sasaran, dengan capaian sampai dengan Semester II Tahun 2016 terlihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 2-38. Target dan Realisasi Indikator Kinerja Urusan Pendidikan Tahun 2016

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa dari total 47 indikator urusan pendidikan, 36 indikator di antaranya mampu memenuhi atau bahkan melebihi target capaian kinerja. Sejumlah 7 indikator capaian kinerja belum tercapai tetapi optimis akan mampu dicapai pada akhir periode RPJMD tahun 2021. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa hal-hal sebagai berikut:

  1. Persentase lembaga PAUD yang terakreditasi (Target 50%, Realisasi 40,53%). Dari 190 Lembaga PAUD yang ada di Kota Magelang, baru terakreditasi 75 Lembaga PAUD karena:
    1. Lembaga PAUD terutama Kelompok Bermain, Satuan PAUD Sejenis dan Tempat Penitipan Anak belum memenuhi 8 Standar Nasional Pendidikan.
    2. Hanya ada 1 TK Negeri yaitu TK Pembina
    3. Tidak adanya Bantuan Operasional Penyelenggaran PAUD bagi lembaga PAUD pada Tahun 2016
  2. Angka lulus pendidikan kesetaraan Paket B (Target 100%, Realisasi 98%)
    Capaian kinerja yang kurang 2%, disebabkan oleh adanya Peserta ujian yang tidak mengikuti jadwal ujian Paket B secara penuh. Dari jumlah peserta ujian 84 orang yang mengikuti jadual ujian secara penuh 83 peserta, sedangkan 1 warga belajar Paket B tidak mengikuti jadual ujian secara penuh.
  3. Angka lulus pendidikan kesetaraan Paket C (Target 100%, Realisasi 98%)
    Capaian kinerja yang kurang 2%, disebabkan oleh adanya Peserta ujian yang tidak mengikuti jadwal ujian Paket Paket C secara penuh. Dari jumlah peserta ujian 174 orang yang mengikuti jadual ujian secara penuh 172 peserta, sedangkan 2 warga belajar Paket C tidak mengikuti jadual ujian secara penuh.
  4. Jumlah kunjungan ke Desa Buku (Target 1.815 orang, Realisasi 1.500 orang), yang baru tercapai 82,64% disebabkan oleh:
    1. Pengelolaan desa buku belum optimal.
    2. Aset desa buku tercatat di Bagian Perlengkapan Setda Kota Magelang, sedangkan pengelolaannya menjadi tanggung jawab Dinas Pendidikan.
    3. Untuk bisa mengakses Desa Buku, Pengunjung harus melalui pintu masuk Taman Kyai Langgeng, sehingga harus membeli tiket terlebih dahulu.
    4. Kekurangan sumber daya manusia, terutama yang berjenis kelamin laki-laki.
  5. Persentase perpustakaan sekolah yang memenuhi standar (Target 75%, Realisasi 70,52%) belum dapat mencapai target capaian kinerja karena:
    1. Kurangnya tenaga Pustakawan
    2. Ukuran Ruang Perpustakaan belum memenuhi standar
    3. Jumlah koleksi buku masih kurang
    4. Belum tersedianya ruang baca yang memadai
  6. Jumlah Pelajar yang berprestasi pada ajang Propinsi dan Nasional (Target 43 Pelajar, Realisasi 42 Pelajar) terperinci pada target provinsi 29 dapat terealisasi keseluruhan sedangkan di ajang nasional terealisasi 13 dari yang ditargetkan sejumlah 14.

Di sisi lain terdapat 4 indikator yang perlu upaya keras untuk mencapai target yaitu Persentase Sarana Prasarana Pendidikan memenuhi universal design, Jumlah Juara MTQ, Persentase sekolah melaksanakan CBT SMP/ MTs dan Persentase guru yang mengikuti pelatihan spiritual teaching. Kinerja keempat indikator ini belum memuaskan karena terdapat kendala antara lain sebagai berikut:

  1. Persentase Sarana Prasarana Pendidikan memenuhi Universal Design (Target 10%, Realisasi 8%)
    Hal ini disebabkan karena Sekolah SD dan SMP penyelenggara inklusi belum terfasilitasi secara optimal. Sekolah Penyelenggara program Inklusi : SD Muhammadiyah 2, SD Tidar 7, SD Gelangan 7, SD Rejowinangun Utara 5, SD Kramat 2, MI Al Iman, MI Muhammadiyah Jurangombo dan SMP Negeri 13.
  2. Jumlah Juara MTQ (Target 1 orang, Realisasi 0 orang) yang belum mencapai target disebabkan oleh kurangnya SDM yang akan diikutkan lomba MTQ
  3. Persentase sekolah melaksanakan CBT SMP/ MTs (Target 15%, Realisasi 0%) belum terdapat progres capaian realisasi kinerja karena pelaksanaan Ujian Nasional SMP Tahun Pelajaran 2016/2017 baru akan dilaksanakan pada bulan Mei 2017. Dari 13 SMP Negeri. 6 SMP Negeri sudah dianggarkan melalui anggaran perubahan untuk pengadaan komputer server, komputer klien dan jaringan. 7 SMP Negeri yang lain dianggarkan melalui anggaran 2017.
  4. Persentase guru yang mengikuti pelatihan spiritual teaching (Target 40,53%, Realisasi 20,68%)
    Realisasi dimaksud disebabkan karena jumlah guru yang mengikuti pelatihan spiritual teaching / ESQ sejumlah 337 Guru dari 1.629 Guru. Untuk jenjang SMP Guru yang mengikuti pelatihan spiritual teaching / ESQ sejumlah 212 Guru dari 722 Guru. Sedangkan pada jenjang SD Guru yang mengikuti pelatihan spiritual teaching / ESQ sejumlah 125 Guru dari 907 Guru. Karena belum semua guru mengikuti pelatihan spiritual teaching / ESQ, maka masih dibutuhkan pelatihan-pelatihan ESQ bagi Guru baik jenjang SD dan SMP.
2.1.3.1.2. Kesehatan

Indikator kinerja urusan kesehatan melibatkan 41 (empat puluh satu) indikator kinerja dengan target dan realisasi indikator kinerja sebagaimana nampak pada tabel sebagai berikut:

Tabel 2-39. Target dan Realisasi Indikator Kinerja Urusan Kesehatan Tahun 2016

Dari ke-41 indikator kinerja urusan kesehatan, terdapat 34 indikator yang telah mencapai target yaitu indikator Persentase alat laboraturium terkalibrasi, Proporsi Kasus Hipertensi di Pelayanan Fasilitas Kesehatan, Proporsi Kasus Diabetes Mellitus di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Proporsi obesitas pada penduduk usia >18 tahun, Cakupan pengawasan obat dan makanan, Persentase Rumah Tangga dengan Perilaku Hidup bersih dan Sehat, Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia 6 - 24 bulan keluarga miskin, cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan, Prevalensi Balita Gizi Buruk, Persentase rumah sehat, Kelurahan UCI (Universal Child Immunization), Penemuan dan Penanganan Penderita DBD, Angka Penemuan Kasus (Case Detection Rate = CDR) TB, Prevalensi HIV dan AIDS pada penduduk usia 15-49 tahun, Klien HIV-AIDS yang mendapatkan penanganan HIV-AIDS, Cakupan pelayanan kesehatan yang memenuhi standar, Persentase sarana pelayanan kesehatan pemerintah terakreditasi, Persentase nakes, sarkes dan sarana penunjang yang memiliki ijin, Persentase Puskesmas yang memiliki minimal lima jenis tenaga kesehatan, Persentase kecamatan yg memiliki minimal satu puskesmas yang tersertifikasi akreditasi, Cakupan jaminan pemeliharaan kesehatan keluarga miskin dan masyarakat rentan, Cakupan pelayanan kesehatan di puskesmas (sarkes strata 1) untuk pasien masyarakat miskin, Cakupan pelayanan kesehatan di rumah sakit (sarana kesehatan strata 2 dan 3) untuk pasien masyarakat miskin, Persentase sarana kesehatan yang memenuhi universal design, Persentase kelurahan siaga aktif tigkat mandiri, Cakupan neonatus dengan komplikasi yang ditangani, Cakupan Pelayanan Anak Balita, Cakupan Puskesmas Ramah Anak, Cakupan Puskesmas Ramah Lansia, Persentase TUPM yang memenuhi syarat kesehatan, Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K-4, Cakupan Komplikasi Kebidanan yang Ditangani, Cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan (PN), Masing masing indikator kinerja memiliki capaian kinerja sempurna 100 % atau lebih.

Sedangkan 3 indikator akan tercapai, yaitu indikator Angka Prevalensi Kasus (Case Notification Rate = CNR) TB dengan kinerja capaian baru mencapai 80,91%, indicator Cakupan Kunjungan Bayi dengan kinerja capaian baru mencapai 99,95% dan indicator Cakupan Pelayanan Nifas dengan kinerja capaian baru mencapai 99,95%. Namun demikian indikator kinerja ini optimis akan mampu dicapai pada akhir periode RPJMD tahun 2021.

Di sisi lain terdapat empat indikator yang perlu upaya keras untuk mencapai target realisasi yaitu indikator Persentase kesediaan obat dan vaksin di Puskesmas dengan capaian baru 74,34%, Angka Kesakitan DBD dengan capaian baru 72% (target kinerja 50 penderita, namun realisasinya terdapat 72 penderita DBD), Persentase Puskesmas yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar dengan capaian masih 0% dan Persentase penduduk usia 60 th ke atas yang mendapat pelayanan kesehatan sesuai standar di puskesmas dan jaringannya dengan capaian baru 59,60%. Kinerja keempat indikator ini belum memuaskan karena terdapat kendala antara lain sebagai berikut:

  1. Indikator Persentase kesediaan obat dan vaksin di Puskesmas dengan capaian baru 74,34%, hal ini disebabkan dari jumlah seluruh kebutuhan obat dan vaksin sejumlah 20 jenis pada tiap Puskesmas, ada beberapa jenis obat dan vaksin yang tidak tersedia. Kekurangan ini dikarenakan obat-obatan injeksi untuk persalinan yang seharusnya tersedia di puskesmas hanya disediakan di RB Paten (Puskesmas Magelang Selatan), sedangkan di puskesmas lain tidak disediakan karena tidak terpakai (tidak melayani persalinan).
  2. Indikator Angka Kesakitan DBD dengan capaian baru 72%, terlihat dari masih terdapat 87 penderita DBD yang ditemukan pada Tahun 2016, kondisi ini disebabkan hal-hal sebagai berikut:
    1. Kesadaran masyarakat untuk melaksanakan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) yang masih rendah.
    2. Letak geografis Kota Magelang berada di antara kota-kota endemis DBD yaitu Kota Semarang dan Jogjakarta.
  3. Indikator Persentase Puskesmas yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar dengan capaian baru 0%, kondisi ini dikarenakan hal-hal sebagai berikut:
    1. Masing-masing Puskesmas belum mempunyai tenaga apoteker, sebagaimana Permenkes nomor 30 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, pasal 6 disebutkan bahwa (1) Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas dilaksanakan pada unit pelayanan berupa ruang farmasi. (2) Ruang farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang Apoteker sebagai penanggung jawab.
    2. Selain itu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, pasal 9 ayat 1 disebutkan bahwa Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a harus memiliki kualifikasi minimum Diploma Tiga, kecuali tenaga medis. Termasuk dalam tenaga kesehatan adalah tenaga kefarmasian. Saat ini masih banyak tenaga kesehatan pada puskesmas yang memiliki kualifikasi setara sekolah menengah kejuruan.
  4. Indikator Persentase penduduk usia 60 th ke atas yang mendapat pelayanan kesehatan sesuai standar di puskesmas dan jaringannya dengan capaian baru 52,47%. Hal ini dikarenakan adanya perubahan definisi operasional yang semula dihitung jumlah setiap kunjungan penduduk usia 60 tahun ke atas yang mendapat pelayanan kesehatan sesuai standar di puskesmas menjadi jumlah kunjungan kasus baru penduduk usia 60 tahun ke atas yang mendapat pelayanan kesehatan sesuai standar di puskesmas dibandingkan dengan jumlah seluruh penduduk usia 60 tahun ke atas. Meskipun demikian dengan capaian yang baru mencapai 52,47% seluruh lansia yang mengunjungi puskesmas telah mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar dan semua puskesmas juga telah memenuhi standar sebagai puskesmas ramah lansia.

Upaya yang dilakukan pada penyelenggaraan urusan ini terutama pada tahun 2018 adalah dengan mempertahankan capaian yang sudah sesuai track serta memastikan solusi bagi indikator yang yang belum tercapai terutama bagi indikator yang perlu upaya keras antara lain dengan upaya sebagai berikut:

  1. Melengkapi seluruh puskesmas dengan semua jenis pelayanan kesehatan sesuai standar di puskesmas, sehingga kesediaan obat dan vaksin dapat terpenuhi.
  2. Mengoptimalkan Penggerakan masyarakat untuk melaksanakan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk).
  3. Peningkatan Kewaspadaan dini terhadap penyakit DBD.
  4. Perekrutan tenaga baru pada puskesmas untuk memenuhi pelayanan kefarmasian sesuai standar.
  5. Peningkatan kapasitas tenaga kesehatan yang sudah ada pada puskesmas, sehingga dapat memenuhi kualifikasi tenaga kesehatan pelayanan kefarmasian sesuai standar.
2.1.3.1.3. Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang

Urusan Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang meliputi penanganan sub urusan Sumber Daya Air, Air Minum, Persampahan, Air Limbah, Drainase, Jalan dan Penataan Ruang. Kinerja pembangunan urusan Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang antara lain ditunjukkan dengan program-program serta indikator program sebagaimana tabel berikut:

Tabel 2-40. Target dan Realisasi Indikator Kinerja Urusan Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Tahun 2016

Dari 24 (dua puluh empat) indikator program yang dilaksanakan oleh Urusan Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang di Tahun 2016 hanya ada 1 (satu) indikator kinerja yang belum mencapai target yang ditetapkan yaitu Rasio reklame ber-IMB persatuan per jumlah reklame yang berdiri dari target 1% hingga triwulan IV tahun 2016 realisasinya masih 0%, hal tersebut dikarenakan belum adanya aturan yang mengatur reklame ber-IMB.

Indikator Rasio ketersediaan Dokumen Tata Ruang (RTRW, RDTRK, dan RTBL) sampai triwulan IV tahun 2016 baru memiliki 1 dokumen RTRW Kota Magelang atau sekitar 8% dan masih sesuai target juga sebesar 8%. Dokumen RDTRK sejumlah 5 dokumen (BWP I, II, III, IV dan V) sampai pada tahun 2016 masih dalam proses pembahasan Raperda. Sedang dari 7 kawasan strategis yang ditetapkan dalam dokumen RTRW, juga belum satupun yang dibuat RTBL Kawasan.

Capaian realisasi indikator jumlah ijin Pemanfaatan Ruang yang sesuai dengan peruntukan sudah mencapai target yaitu 100%. Hal ini didukung oleh koordinasi yang baik antara Bappeda (selaku sekretaris BKPRD), KPPT (instansi pemberi ijin tertentu), dan kantor pertanahan (terkait izin IPPT) yang mensyaratkan hal tersebut setiap proses sertifikasi dan alih fungsi lahan.

Pada triwulan IV tahun 2016, Kota Magelang baru mencapai 16% dalam pelaksanaan indikator tersedianya informasi mengenai Rencana Tata Ruang (RTR) wilayah kabupaten/kota beserta rencana rincinya melalui peta analog dan peta digital serta sudah sesuai target yang ditetapkan sebesar 15 %. Dari 6 dokumen peta yang direncanakan yang terdiri 1 dokumen peta RTRW (1:25.000) dan 5 peta rencana rinci atau RDTRK baru (1:5.000) hingga triwulan IV Tahun 2016 baru 1 dokumen peta RTRW yang sudah jadi dan terinformasikan ke masyarakat.

Informasi mengenai peta RTRW Kota Magelang sudah dipasang di seluruh Kelurahan juga di beberapa tempat publik seperti di sekitaran Alon-alon Kota Magelang dan Taman Badaan. Hal ini dapat memberikan informasi atau sosialisasi secara baik kepada masyarakat umum tentang rencana tata ruang Kota Magelang dalam 20 tahun mendatang, dengan maksud agar masyarakat ikut mendukung rencana tersebut demi keberlanjutan tata ruang Kota Magelang 20 tahun mendatang. Informasi mengenai Rencana Tata Ruang (RTR) perlu dilakukan terus menerus dan lebih luas supaya masyarakat akan lebih memahami Rencana Tata Ruang.

Peta tersebut sudah mendapat koreksi dari Badan Informasi Geospasial (BIG) Republik Indonesia. Kendala penyediaan informasi mengenai rencana tata ruang ada pada peta analog dan digital rencana rinci (RDTR). RTRW Kota Magelang terbagi dalam 5 Bagian Wilayah Kota (BWK) yang keseluruhannya harus disusun Rencana Detailnya. Sampai dengan saat ini, raperda RDTR untuk 5 BWP sudah dalam proses pembahasan dan khusus untuk BWP IV masih dalam tahap revisi. Belum selesainya proses legalisasi RDTR menjadi produk hukum berdampak pada belum dapat disampaikannya informasi rencana tata ruang kepada masyarakat.

Indikator Rasio Bangunan ber IMB per Satuan Bangunan ditargetkan di triwulan IV Tahun 2016 sebesar 23% realisasi sebesar 23% atau 8.080 unit bangunan ber IMB dari 35.132 unit bangunan diseluruh Kota Magelang. Pencapain tersebut didukung dengan adanya kegiatan pemutihan bagi rumah yang belum ber-IMB dan sosialisasi terkait Perda No. 5 Tahun 2012 Tentang Bangunan Gedung di tiap kecamatan serta memanfaatkan papan informasi yang tersedia.

Izin Mendirikan Bangunan adalah perizinan yang diberikan oleh pemerintah kabupaten/kota, dan oleh Pemerintah atau pemerintah provinsi untuk bangunan gedung fungsi khusus kepada pemilik bangunan gedung untuk kegiatan meliputi:

  • Pembangunan bangunan gedung baru, dan/atau prasarana bangunan gedung.
  • Rehabilitasi/renovasi bangunan gedung dan/atau prasarana bangunan gedung meliputi perbaikan/perawatan, perubahan, perluasan/pengurangan./li>
  • Pelestarian/pemugaran.

Rasio reklame ber IMB persatuan per jumlah reklame yang berdiri belum mencapai target yang ditetapkan sebesar 1% realisasi hingga triwulan IV Tahun 2016 masih 0%, dikarenakan belum adanya Peraturan yang mengatur mengenai ijin mendirikan reklame serta aturan teknis yang mendasarinya. Hingga saat ini semua reklame yang ada di Kota Magelang belum ada IMB, hanya ditarik restribusinya melalui Perda restribusi pelayanan tertentu.

Indikator rasio jumlah surat teguran pelanggaran tata ruang yang dikeluarkan per jumlah bangunan dan reklame yang belum ber-IMB hingga triwulan IV Tahun 2016 tercapai 27.5% dari target 27.5%. Surat teguran yang dilaksanakan masih terbatas pada bangunan yang sedang dalam proses pembangunan yang belum mengajukan ijin serta pada bangunan yang melanggar peruntukan pola ruangnya. Untuk bangunan yang sudah terbangun tapi belum ber-IMB masih belum dijangkau.

Indikator panjang jalan penghubung baru yang dibangun target 0% capaian kinerjanya 0%, hal ini dikarenakan pembangunan jalan penghubung Jalan Tentara Genie Pelajar yang dibangun jalan aspal baru terbangun sepanjang 300 meter dari 558 meter. Rencananya, pembangunan jalan tersebut akan diteruskan dengan anggaran Bantuan Keuangan Provinsi namun tidak terlaksana, karena dana tidak turun. Oleh karena itu, sisa jalan yang belum dibangun akan dilanjutkan dengan anggaran APBD Kota Magelang Tahun 2017.

Indikator Prosentase panjang jalan dalam kondisi baik capaian kinerjanya 88,5% dari target 88,5%, artinya dari total panjang jalan kota 122,94 Km terdapat 108,8 Km dalam kondisi baik. Pada tahun 2016 Kota Magelang memiliki tambahan ruas jalan perkotaan akibat penurunan status jalan provinsi, yaitu Jl. Tidar, Jl. Kyai Mojo, Jl. Mayjend. Sutoyo, Jl. Aloon - aloon Selatan dan Jl. Gatot Subroto, kelima ruas jalan tersebut kondisinya rusak sedang.

Indikator Prosentase panjang jembatan dalam kondisi baik target kinerja 91% capaian kinerjanya mencapai 91%, artinya dari total panjang seluruh 74 jembatan yang menjadi kewenangan kota sepanjang 530 meter, 482,3 meter dalam kondisi baik.

Indikator Prosentase panjang trotoar dalam kondisi baik dengan target 63,71% capaian kinerjanya 63,82%, dengan hasil tersebut panjang trotoar yang jumlah total panjangnya 81.653 meter terdapat 56.391 meter trotoar yang kondisinya baik. Pada tahun 2016 trotoar yang dibangun adalah trotoar Jl. A. Yani, Trotoar Jl. Abimanyu, Trotoar Jl. Perintis Kemerdekaan, dan Trotoar Jl. Sudirman.

Indikator prosentase panjang drainase dalam kondisi baik capaian kinerjanya 84% dan mencapai target 84% yang berarti dari total panjang drainase kota yang direncanakan dibangun/direhab sepanjang 15.818 meter, telah dibangun atau direhab sepanjang 13.287 meter, pada tahun 2016 Pemerintah Kota Magelang membangun saluran drainase kota diantaranya peningkatan saluran drainase Kawasan Jalan Sunan Kalijogo, rehabilitasi saluran drainase Kelurahan Gelangan dan peningkatan saluran drainase Perintis Kemerdekaan - Jl. A. Yani disamping pembangunan trotoar yang disertai rehab saluran drainase di bawahnya, seperti di trotoar Jl. A. Yani, trotoar jalan perintis Kemerdekaan dan Jalan Abimanyu.

Indikator jumlah shipon yang dibangun target 0% dan capaian kinerjanya 0% karena pada tahun 2016 tidak merencanakan pembangunan shipon, dari existing 6 shipon direncanakan akan dibangun 10 shipon sampai dengan tahun 2021 untuk menghubungkan saluran drainase primer dengan sungai Elo dan Sungai Progo untuk menghindarkan air kotor masuk ke saluran irigasi Kali Bening dan Kali Manggis.

Indikator Prosentase perencanaan pembangunan gedung yang layak fungsi dengan target 100% capaian kinerjanya 100%, hal ini dapat tercapai karena pada tahun 2016 4 (empat) DED yaitu, DED Penataan Kawasan Mantyasih, DED Pembangunan Lampu Penerangan, DED Pembangunan Sarana dan Prasarana Olahraga dan DED Rehab sedang/Berat Gedung Olahraga terlaksana 100%.

Indikator Prosentase infrastruktur yang memenuhi standar aksesibilitas capaian kinerjanya 20% dengan target 20%, capaian kinerja ini diperoleh dari pembangunan infrastuktur publik berupa trotoar di Kota Magelang yang dapat diakses dengan aman dan nyaman oleh penyandang difabel. Data tahun 2016, total panjang trotoar di Kota Magelang sepanjang 81.653 meter, namun yang sudah dapat diakses oleh penyandang difabel baru sepanjang 17.671 meter. Ke depan, trotoar yang terutama berlokasi di jalan utama, secara berkala akan direhab dan dibenahi sesuai dengan tahapan dan rencana.

Indikator Tersedianya update Badan Usaha yang mengajukan ijin usaha jasa konstruksi baik baru maupun perpanjangan target 70% dan capaian kinerjanya 70%, hal ini dapat digambarkan bahwa Badan Usaha mengajukan ijin usaha jasa konstruksi baru maupun perpanjangan izin usahanya.

Indikator Prosentase peningkatan kualitas pelaksanaan jasa konstruksi (meliputi K3, manajemen konstruksi, tenaga ahli, tepat waktu dan efisien) target 20% dan capaian kinerjanya 20%.

Indikator Persentase kawasan strategis yang terbangun dengan target 28,57% mencapai target 42,85% dengan pembangunan di 3 (tiga) kawasan strategis pada tahun 2016 diantaranya Kegiatan Pembangunan Stadion Madya, Pemasangan lampu penerangan stadion dan scoring board, rehab sedang/berat Gedung Olahraga.

2.1.3.1.4. Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman

Sesuai Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman, yang dimaksud dengan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran serta masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.

Perumahan dan kawasan permukiman adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran serta masyarakat.

Adapun target indikator Urusan Perumahan dan Realisasi Tahun 2016 adalah sebagai berikut:

Tabel 2-41. Target dan Realisasi Indikator Kinerja Urusan Perumahan dan Kawasan Permukiman Tahun 2016

Dari 21 (dua puluh satu) indikator terkait dengan pelaksanaan Urusan Perumahan, dari target yang ditetapkan di Tahun 2016, hanya 2 (dua) indikator yang tercapai sesuai dengan target yang telah ditetapkan, yaitu tersedianya sistem air limbah setempat yang memadai dengan target 87% dengan capaian kinerja 87,55% yang artinya jumlah rumah di Kota magelang sejumlah 32.938 unit terdapat 28.880 unit rumah yang sanitasinya sudah ada sistem air limbah yang memadai. Jumlah Rusunawa dan Rusunami yang layak huni dengan target pengelolaan 2 unit tercapai target dengan pengelolaan 2 (dua) unit atau capaiannya 100%, UPTD Rusunawa Kota Magelang baru mengelola 2 (dua) unit Rusunawa, yaitu Rusunawa Potrobangsan dan Rusunawa Tidar.

Untuk rasio luas kawasan kumuh di 17 (tujuh belas) Kelurahan keselurahan tidak mencapai target, dengan total luas permukiman kumuh di Kota Magelang sebesar 121 ha atau 6,5% dari luas wilayah Kota Magelang, target pengurangan luas kawasan permukiman kumuh seluas 77 ha, hanya tercapai 24,4 ha atau baru mengurangi luasan kawasan kumuh sebesar 20,16%. Hal tersebut dikarenakan pada tahun 2016 pembangunan prasarana, sarana dan utilitas (PSU) fasilitas umum lingkungan belum menyentuh secara keseluruhan kawasan kumuh di lingkungan kelurahan, sehingga diharapkan untuk tahun yang akan datang, di kawasan permukiman kumuh menjadi prioritas utama.

Pertambahan jumlah penduduk di kawasan perkotaan meningkatkan hunian padat yang jika tidak terkendali akan menyebabkan kekumuhan, kegiatan untuk mengurangi kawan kumuh permukiman baru menyentuh infrastruktur jalan lingkungan, saluran permukiman dan air bersih, sedangkan untuk Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) dan sanitasi tidak dapat dilaksanakan karena terkendala aturan dan juknis, sehingga penanganannya belum maksimal sehingga tidak mencapai target di tahun 2016.

2.1.3.1.5. Ketentraman, Ketertiban Umum dan Perlindungan Masyarakat

Kinerja Urusan Ketentraman, Ketertiban Umum Dan Perlindungan Masyarakat terlihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 2-42. Target dan Realisasi Indikator Kinerja Urusan Ketentraman, Ketertiban Umum Dan Perlindungan Masyarakat Tahun 2016

Urusan Ketentraman, Ketertiban Umum dan Perlindungan Masyarakat dilaksanakan melalui 10 program dengan 52 indikator, dimana terdapat 23 Indikator telah memenuhi target, 6 capaian indikator berada di atas 80% sampai dengan 99%, 3 indikator dengan capaian di bawah 80% dan 19 indikator yang capaiannya baru diukur pada tahun berikutnya.

Indikator dengan capaian di bawah 80% adalah Terfasilitasinya Dialog FKUB, FPBI dengan Elemen Masyarakat dan Persentase peningkatan masyarakat tanggap bencana. Fasilitasi dialog FKUB, FPBI dengan Elemen Masyarakat hanya terlaksana 4 kegiatan dari 6 kegiatan yang ditargetkan. Hal ini tidak berarti bahwa dialog lintas agama kurang dilaksanakan di Kota Magelang. Melalui forum-forum tidak resmi, dialog antar umat yang tanpa fasilitasi dari pemerintah sering pula dilakukan seperti pada saat penyenggaraan kegiatan-kegiatan yang bersifat umum (non keagamaan).

Persentase peningkatan masyarakat tanggap bencana masih memerlukan upaya keras untuk dapat mencapai target. Hal ini terjadi karena kurangnya jangkauan pembinaan/penyuluhan kepada masyarakat.

Sementara beberapa indikator dengan capaian antara 80% hingga 100% antara lain Persentase kriminalitas yang tertangani, Rasio jumlah siskamling aktif, Persentase peningkatan pemahaman masyarakat tentang wawasan kebangsaan, Database ormas yang akurat, Prosentase peningkatan ormas yang memiliki SKT, Cakupan Linmas per 10.000 penduduk, dan Frekuensi terselenggaranya kajian rutin keagamaan di masyarakat.

Rasio jumlah siskamling aktif ditargetkan 0,71 tercapai 0,68. Idealnya setiap RW memiliki satu Siskamling. Dari seluruh siskamling yang ada di seluruh wilayah Kota Magelang tidak semuanya aktif dan memenuhi persyaratan / kriteria sistem keamanan lingkungan antara lain karena:

  1. Perubahan pola pikir dan kesadaran masyarakat akan keberadaan siskamling.
  2. Sistem pengamanan yang semakin maju dengan adanya peralatan pengamanan yang semakin canggih dan manajemen pengamanan dengan menggunakan tenaga pengamanan khusus, terutama di kompleks perumahan.
  3. Sarana, prasarana dan manajemen keamanan pada siskamling yang ada dalam kondisi ala kadarnya.

Cakupan Linmas per 10.000 penduduk ditargetkan 66.69 namun terealisasi 56.22. Idealnya jumlah linmas setidaknya sama dengan jumlah RT, jumlah RT di Kota Magelang sebanyak 1026 sedang jumlah Linmas yang ada baru 680 orang. Untuk mengatasinya maka akan dilaksanakan secara bertahap perekrutan anggota linmas mulai tahun 2017 hingga 2021.

Selain hal tersebut di atas, terdapat indikator yang baru akan dilakukan penghitungannya pada tahun 2017 yakni:

  1. Indikator persentase peningkatan jumlah ZIS dari aparatur.
  2. Indikator Prosentase ketersediaan fasilitas ibadah yang memadai di setiap Sekolah.
  3. Indikator ketersediaan regulasi daerah terkait pembiasaan pelaksanaan ibadah secara rutin di lingkungan masyarakat masyarakat.
2.1.3.1.6. Sosial