Sidebar

BAPPERIDA BAPPERIDA BAPPERIDA
  • Bapperida Kota Magelang
    • Berita
    • Download
      • SAKIP
      • Produk Bapperida
        • Perencanaan (artikel)
      • Perencanaan
    • Produk Hukum
  • PPID
    • Informasi Berkala
    • Informasi Serta Merta
    • Informasi Setiap Saat
    • Download
    • Standar Pelayanan
  • Profil BAPPERIDA
    • Tugas dan Fungsi
    • Struktur Organisasi
  • Buku Tamu
  • Penelitian dan Pengembangan
    • Open Journal System
    • KRENOVA

Perencanaan

Peraturan Walikota Magelang Nomor 58 Tahun 2020

Details
Perencanaan
29 December 2020

PERATURAN WALIKOTA MAGELANG
NOMOR 58 TAHUN 2020

TENTANG

PERATURAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 15 TAHUN 2018
TENTANG SATU DATA INFORMASI PEMERINTAHAN DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MAGELANG,

Menimbang:
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (2), Pasal 11 ayat (2), Pasal 23, Pasal 25, dan Pasal 28 Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 15 Tahun 2018 tentang Satu Data Informasi Pemerintahan Daerah, perlu menetapkan Peraturan Walikota tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 15 Tahun 2018 tentang Satu Data Informasi Pemerintahan Daerah;

Mengingat:

  1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kota Kecil dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat;
  2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3683);
  3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
  4. Undang-Undang Nomor 1 1 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843);
  5. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846);
  6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038);
  7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 183, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6398);
  8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
  9. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Statistik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3854);
  10. Peraturan Pernerintah Nomor 61 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 99);
  11. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 189, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5348);
  12. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 215, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5357);
  13. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 199);
  14. Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 112);
  15. Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 3 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Kota Magelang Tahun 2016 Nomor 7, Tambahan Lembaran Daerah Kota Magelang Nomor 55) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 4 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 3 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Kota Magelang Nomor 4 Tahun 2020, Tambahan Lembaran Daerah Kota Magelang Nomor 101);
  16. Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 5 Tahun 2016 tentang Keterbukaan Informasi Publik Kota Magelang (Lembaran Daerah Kota Magelang Tahun 2016 Nomor 4, Tambahan Lembaran Daerah Kota Magelang Nomor 52);
  17. Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 15 Tahun 2018 tentang tentang Satu Data Informasi Pemerintahan Daerah (Lembaran Daerah Kota Magelang Tahun 2018 Nomor 15, Tambahan Lembaran Daerah Kota Magelang Nomor 83);
  18. Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 7 Tahun 2019 Tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Lembaran Daerah Kota Magelang Tahun 2019 Nomor 7, Tambahan Lembaran Daerah Kota Magelang Nomor 94);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :
PERATURAN WALIKOTA TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG
NOMOR 15 TAHUN 2018 TENTANG SATU DATA INFORMASI PEMERINTAHAN DAERAH.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Walikota ini, yang dimaksud dengan:

  1. Daerah adalah Kota Magelang.
  2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  3. Pemerintah Daerah adalah Walikota sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
  4. Walikota adalah Walikota Magelang.
  5. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Walikota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah.
  6. Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik yang selanjutnya disebut Dinas adalah Perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi, informasi, dan statistik.
  7. Informasi Pemerintahan Daerah adalah informasi pembangunan Daerah dan informasi keuangan Daerah.
  8. Satu Data Informasi Pemerintahan Daerah yang selanjutnya disebut Satu Data Informasi adalah serangkaian kebijakan yang bertujuan untuk mewujudkan data yang beragam, akurat, mutakhir, terpadu, bermanfaat, akuntabel, dan berkesinambungan yang terintegrasi dalam satu sistem informasi terpadu yang mudah diakses oleh pengguna data sebagai dasar perencanaan, pelaksanaan, evaluasi serta pengendalian penyelenggaraan pemerintahan.
  9. Data adalah catatan atas kumpulan fakta atau deskripsi dari sesuatu/ kejadian/ kenyataan yang dihadapi berupa angka, karakter, simbol, gambar, peta, tanda, isyarat, tulisan, suara dan bunyi, yang merepresentasikan keadaan sebenarnya atau menunjukkan suatu ide, objek, kondisi, atau situasi.
  10. Metadata adalah informasi terstruktur terkait suatu Data yang menggambarkan, menjelaskan, menemukan, atau menjadikan suatu informasi dari Data mudah untuk ditemukan kembali, digunakan, atau dikelola.
  11. Portal Data adalah media penyimpanan data yang dapat diakses melalui web untuk berbagi pakai Data.
  12. Walidata adalah Perangkat Daerah yang melaksanakan kegiatan pengumpulan, pemeriksaan, dan pengelolaan Data yang disampaikan Oleh Produsen Data, serta menyebarluaskan data.
  13. Produsen Data adalah Perangkat Daerah dan atau pihak lain disepakati sebagai Produsen Data dalam Forum Satu Data yang menghasilkan Data sesuai kewenangan dan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
  14. Sistem Informasi Satu Data Informasi Pemerintahan Daerah yang selanjutnya disebut DataGO adalah sistem data warehouse terintegrasi berbasis website yang berfungsi mengelola Data dari Produsen Data secara aktual dan akuntabel untuk kebutuhan pembangunan daerah.
  15. Pembina Data adalah instansi vertikal yang memiliki tugas pemerintahan di bidang statistik di Daerah dan memiliki tugas, fungsi, dan kewenangan menurut peraturan perundang-undangan untuk melakukan pembinaan kepada daerah/ instansi terkait Data.
  16. Pengguna Data adalah kementerian/ lembaga/ daerah/ instansi, perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang menggunakan Data.
  17. Forum Satu Data adalah suatu forum koordinasi yang beranggotakan unsur-unsur Pembina Data, Walidata, Koordinator Data, Produsen Data dan unsur lainnya dalam mengumpulkan, mengonsolidasikan, menyelesaikan permasalahan Data, serta menyepakati kesatuan, penggunaan dan pemanfaatan Data pembangunan.
  18. Indikator Kinerja Pembangunan adalah Data yang menggambarkan realisasi kinerja Perangkat Daerah terhadap target yang ditetapkan dalam dokumen rencana pembangunan Daerah.

BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN

Pasal 2

  1. Peraturan Walikota ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman dalam penyelenggaraan dan pengelolaan Satu Data Informasi di Daerah.
  2. Peraturan Walikota ini bertujuan:
    1. untuk mewujudkan Sistem Informasi Data terpadu dalam pembangunan Daerah yang berkualitas, efektif dan akuntabel; dan
    2. untuk memberikan pedoman teknis pengelolaan satu data di Daerah.

BAB III
RUANG LINGKUP

Pasal 3

Ruang lingkup Peraturan Walikota ini meliputi:

  1. penyelenggaraan Satu Data Informasi;
  2. pelaksanaan tugas tim pengarah, tim pelaksana, Produsen Data dan Walidata;
  3. penyelenggaraan Forum Satu Data;
  4. pengumpulan, pengolahan Data, dan verifikasi;
  5. mekanisme input Data;
  6. penyebarluasan dan pembatasan Akses Data; dan
  7. pengembangan Portal Data.

BAB IV
PENYELENGGARAAN SATU DATA INFORMASI

Pasal 4

  1. Penyelenggaraan Satu Data Informasi di Daerah menggunakan DataGO sebagai Portal Data.
  2. DataGO sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan sistem informasi Data terpadu.

Pasal 5

Satu Data Informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) terdiri atas:

  1. kondisi geografis Daerah;
  2. demografi;
  3. potensi sumber daya Daerah;
  4. ekonomi Daerah;
  5. aspek kesejahteraan masyarakat;
  6. aspek pelayanan umum;
  7. aspek daya saing Daerah; dan
  8. informasi keuangan Daerah.

Pasal 6

  1. Penyelenggaraan Satu Data Informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dilakukan oleh:
    1. tim pengarah;
    2. tim pelaksana;
    3. Produsen Data; dan
    4. Walidata.
  2. Walidata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dibantu oleh Walidata pendukung yang merupakan pimpinan pada Produsen Data.
  3. Walidata pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menunjuk Pengelola Data sebagai pelaksana teknis pengumpulan dan penginputan Data pada DataGO.
  4. Tim Pengarah, Tim Pelaksana, Produsen Data dan Walidata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Walikota.

Pasal 7

Tim Pengarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a, bertugas:

  1. memberi arahan terkait kebijakan tata kelola Satu Data Informasi di Daerah;
  2. memantau dan mengevaluasi pelaksanaan pengelolaan Satu Data Informasi di Daerah; dan
  3. memberikan keputusan terkait permasalahan yang timbul dalam pengelolaan Satu Data Informasi di Daerah.

Pasal 8

Tim pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b terdiri atas:

  1. Pembina Data;
  2. Koordinator Data; dan
  3. Pengelola Data.

Pasal 9

Pembina Data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a, bertugas:

  1. memberikan rekomendasi dalam proses perencanaan pengumpulan Data;
  2. memberikan pembinaan terkait Data dan Metadata;
  3. bersama Walidata, memberikan pembinaan secara berkala pada Produsen Data;
  4. memeriksa kesesuaian (verifikasi dan validasi) Data yang disampaikan oleh Produsen Data sesuai dengan prinsip Satu Data Indonesia; dan memberikan masukan terkait perumusan Rencana Aksi Tahunan.

Pasal 10

Koordinator Data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b, bertugas:

  1. memberikan arahan kebutuhan Data sektoral;
  2. mengoordinasikan penyusunan Rencana Aksi Tahunan; dan
  3. memantau pencapaian Rencana Aksi Tahunan.

Pasal 11

Pengelola Data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c, bertugas:

  1. menghimpun Data lintas sektor di Produsen Data;
  2. memastikan setiap Data memiliki dan berkesesuaian dengan Metadatanya;
  3. melaksanakan entri Data tepat waktu pada DataGO sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Rencana Aksi Tahunan; dan
  4. mengomunikasikan keterisian Data dan Metadata dengan Walidata.

Pasal 12

Produsen Data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c, bertugas:

  1. menunjuk Pengelola Data;
  2. menghasilkan Data dan Metadata sesuai dengan prinsip Satu Data Indonesia;
  3. memberikan pengesahan terhadap Data dan Metadata yang dihasilkan;
  4. menyampaikan Data beserta Metadata kepada Walidata;
  5. memberikan masukan kepada Walidata dan Koordinator Data mengenai tata kelola Data;
  6. memenuhi ketentuan yang tercantum dalam Rencana Aksi Tahunan; dan
  7. memberikan masukan kepada Pembina Data mengenai standar Data, Metadata, dan interoperabilitas Data.

Pasal 13

Walidata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf d, bertugas:

  1. memeriksa kesesuaian Data yang disampaikan oleh Produsen Data sesuai dengan prinsip Satu Data Indonesia;
  2. mengelola program dan kegiatan Satu Data Informasi;
  3. menyebarluaskan Data dan Metadata di portal Satu Data Indonesia;
  4. mengelola dan mengembangkan DataGO untuk pencapaian Rencana Aksi Tahunan;
  5. melaksanakan pengumpulan Data dan Metadata Variabel;
  6. menyelenggarakan Forum Satu Data;
  7. menyebarluaskan Data dan Metadata Variabel;
  8. mengelola permohonan Data;
  9. membantu Pembina Data tingkat Daerah dalam membina Produsen Data; dan
  10. melakukan monitoring dan evalusi implementasi tata kelola Data sektoral di Daerah.

BAB V
PENYELENGGARAAN FORUM SATU DATA

Pasal 14

  1. Pemerintah Daerah membentuk Forum Satu Data dengan melibatkan tim pelaksana dan Walidata.
  2. Forum Satu Data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling sedikit satu kali dalam satu tahun.
  3. Forum Satu Data dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh Sekretariat Forum Satu Data.
  4. Sekretariat Forum Satu Data melibatkan unit kerja di lingkungan badan yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan daerah.

Pasal 15

  1. Forum Satu Data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 melakukan komunikasi dan koordinasi berkaitan dengan:
    1. Rencana Aksi Tahunan kebutuhan Data Daerah yang diusulkan oleh Produsen Data dan Koordinator Data;
    2. pembatasan akses Data;
    3. Metadata;
    4. monitoring dan evaluasi pelaksanaan Satu Data Informasi; dan
    5. permasalahan terkait pelaksanaan Satu Data Informasi.
  2. Dalam hal terdapat permasalahan pengambilan keputusan dalam koordinasi dan komunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Forum Satu Data dapat meminta arahan dari tim pengarah.
  3. Pengoordinasian Forum Satu Data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh kepala Perangkat Daerah yang memiliki tugas pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan daerah.

Pasal 16

Alur koordinasi Forum Satu Data tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.

BAB VI
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Bagian Kesatu
Jenis Data

Pasal 17

  1. Jenis Data dalam DataGO dituangkan dalam Rencana Aksi Tahunan.
  2. Jenis Data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
    1. Data strategis Daerah;
    2. Data triwulan;
    3. Data makro; dan
    4. Indikator Kinerja Pembangunan.

Bagian Kedua
Pengumpulan Data

Pasal 18

  1. Pengumpulan Data dilaksanakan dengan cara:
    1. kompilasi Data sekunder; dan/atau
    2. cara lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
  2. Pengumpulan Data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan:
    1. arsitektur sistem pemerintahan berbasis elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang sistem pemerintahan berbasis elektronik;
    2. kesepakatan Forum Satu Data; dan/ atau
    3. rekomendasi Pembina Data.
  3. Pengumpulan Data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara periodik oleh Produsen Data sesuai dengan Rencana Aksi Tahunan.
  4. Data yang telah dikumpulkan oleh Produsen Data harus disahkan oleh Walidata Pendukung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga
Pengolahan Data

Pasal 19

  1. Hasil pengumpulan Data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dikompilasi oleh Walidata.
  2. Hasil kompilasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa informasi yang terkini dan akuntabel.
  3. Hasil kompilasi Data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang merupakan Indikator Kinerja Pembangunan dijadikan sebagai referensi realisasi target kinerja setiap Perangkat Daerah.

Bagian Keempat
Verifikasi Data

Pasal 20

  1. Walidata dan Pembina Data melakukan verifikasi Data sebelum disebarluaskan.
  2. Verifikasi Data yang dihasilkan oleh Produsen Data diperiksa kesesuaiannya dengan prinsip Satu Data Indonesia.
  3. Dalam hal terdapat revisi terhadap Data yang telah dipublikasikan, maka Produsen Data wajib mengirimkan pemberitahuan resmi secara tertulis kepada Walidata sebagai bukti validasi atas revisi Data.

BAB VII
MEKANISME INPUT DATA

Pasal 21

  1. Walidata melakukan pengaturan periode input Data melalui DataGO yang dituangkan dalam Rencana Aksi Tahunan.
  2. Pengelola Data melakukan input Data sesuai dengan jenis dan periode input Data dalam Rencana Aksi Tahunan.
  3. Input Data hanya dilakukan oleh Pengelola Data melalui akses yang sah terhadap DataGO.
  4. Data yang diinput pada DataGO harus disahkan oleh Walidata Pendukung.
  5. Dalam melakukan input Data dalam DataGO, Produsen Data harus menaati batas waktu tertentu yang ditetapkan dalam Rencana Aksi Tahunan.

BAB VIII
PENYEBARLUASAN DAN PEMBATASAN AKSES DATA

Bagian Kesatu
Penyebarluasan Data

Pasal 22

  1. Data disebarluaskan dalam DataGO yang dapat diakses secara daring oleh Pengguna Data.
  2. Penyebarluasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara berkelanjutan dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan di bidang keterbukaan informasi publik.
  3. Walidata menyediakan fasilitas agar Data dapat dibagipakaikan antarsistem elektronik.
  4. Dalam hal terdapat publikasi Data sektoral lain yang sama dengan jenis Data pada DataGO, maka Data yang digunakan adalah Data yang bersumber dari DataGO.

Pasal 23

Alur pengumpulan, pengolahan, verifikasi dan penyebarluasan Data tercantum dalam Lampiran Il yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.

Bagian Kedua
Pembatasan Akses Data

Pasal 24

  1. Produsen Data wajib memberitahukan kepada Walidata, apabila terdapat pembatasan akses terhadap Data.
  2. Produsen Data memberitahukan pembatasan akses terhadap Data melalui dokumen yang telah disahkan oleh Walidata Pendukung.
  3. Daftar Data yang akan diberikan batasan akses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas bersama tim pelaksana melalui Forum Satu Data.
  4. Perubahan terhadap pembatasan akses terhadap Data yang telah ditetapkan, dirumuskan melalui Keputusan Walikota berdasarkan mekanisme yang diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang keterbukaan informasi publik.

BAB IX
PENGEMBANGAN PORTAL DATA

Pasal 25

  1. Walidata mengembangkan Portal Data sebagai bagian dari pengelolaan Satu Data Informasi sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
  2. Pengembangan Portal Data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan mempertahankan keutuhan dan keberlanjutan Data.

BAB X
PELAPORAN

Pasal 26

  1. Walidata melaporkan hasil pengelolaan Satu Data Informasi kepada Walikota, Wakil Walikota, dan Sekretaris Daerah selaku tim pengarah.
  2. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling sedikit dua kali dalam satu tahun dan sewaktu-waktu apabila diperlukan.

BAB XI
PEMBIAYAAN

Pasal 27

Biaya pengelolaan Satu Data Informasi dapat bersumber dari:

  1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; dan
  2. sumber dana lain yang sah dan tidak mengikat.

BAB XII
PENUTUP

Pasal 28

Pengelolaan Satu Data Informasi Pemerintahan Daerah dilaksanakan berdasarkan Peraturan Walikota ini paling lambat 1 Januari 2021.

Pasal 29

Pada saat Peraturan Walikota ini mulai berlaku, maka Peraturan Walikota Magelang Nomor 25 tahun 2015 tentang DataGO Sebagai Pusat Sistem Informasi Data Daerah Terpadu (Berita Daerah Kota Magelang Tahun 2015 Nomor 25) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Walikota Magelang Nomor 26 tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Walikota Magelang 25 tahun 2015 tentang DataGO Sebagai Pusat Sistem Informasi Data Daerah Terpadu (Berita Daerah Kota Magelang Tahun 2018 Nomor 26) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 30

Peraturan Walikota ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Walikota ini dengan penempatannya dałam Berita Daerah Kota Magelang.

Ditetapkan di Magelang
Pada tanggal 28 Desember 2020

WALIKOTA MAGELANG

ttd

SIGIT WIDYONINDITO

Diundangkan di Magelang
Pada tanggal 28 Desember 2020

SEKRETARIS DAERAH KOTA MAGELANG

ttd

JOKO BUDIYONO

 

BERITA DAERAH KOTA MAGELANG TAHUN 2020 NOMOR 58

Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 15 Tahun 2018

Details
Perencanaan
19 December 2018

PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG
NOMOR 15 TAHUN 2018

TENTANG

SATU DATA INFORMASI PEMERINTAHAN DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA MAGELANG,

Menimbang:

  1. bahwa dalam rangka mewujudkan data yang akurat, mutakhir, terpadu, terintegrasi, dan dapat diakses oleh pengguna data, sebagai dasar perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pengendalian pembangunan, perlu adanya perbaikan tata kelola data informasi pemerintahan daerah;
  2. bahwa untuk mewujudkan keterpaduan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, serta pengendalian penyelenggaraan pemerintahan, perlu didukung dengan data yang dikelola secara seksama dan berkelanjutan dalam penyelenggaraan satu data informasi pemerintahan daerah;
  3. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 391 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Daerah, Pemerintah Daerah wajib menyediakan informasi pemerintahan daerah;
  4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Satu Data Informasi Pemerintahan Daerah.

Mengingat:

  1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kota Kecil dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat;
  3. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3683);
  4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
  5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara Repu blik Indonesia Nomor 5952);
  6. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846);
  7. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038);
  8. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
  9. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5657);
  10. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Statistik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3854);
  11. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 99);
  12. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 189, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5348);
  13. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 215, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5357);
  14. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2017 tentang Sinkronisasi Proses Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6056);
  15. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 199);
  16. Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 3 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Kota Magelang Tahun 2016 Nomor 7, Tambahan Lembaran Daerah Kota Magelang Nomor 55);
  17. Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 5 Tahun 2016 tentang Keterbukaan Informasi Publik Kota Magelang (Lembaran Daerah Kota Magelang Tahun 2016 Nomor 4, Tambahan Lembaran Daerah Kota Magelang Nomor 52).

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA MAGELANG
dan
WALIKOTA MAGELANG
MEMUTUSKAN:

Menetapkan :
PERATURAN DAERAH TENTANG SATU DATA INFORMASI PEMERINTAHAN DAERAH.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:

  1. Daerah adalah Kota Magelang.
  2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  3. Pemerintah Daerah adalah Walikota sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
  4. Walikota adalah Walikota Magelang.
  5. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Walikota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah daerah.
  6. Dinas Komunikasi, Informasi, dan Statistik yang selanjutnya disebut Dinas adalah Perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi, informasi, dan statistik.
  7. Informasi Pemerintahan Daerah adalah informasi pembangunan Daerah dan informasi keuangan Daerah.
  8. Satu Data Informasi Pemerintahan Daerah yang selanjutnya disebut Satu Data Informasi adalah serangkaian kebijakan yang bertujuan untuk mewujudkan data yang beragam, akurat, mutakhir, terpadu, bermanfaat, akuntabel, dan berkesinambungan yang terintegrasi dalam satu sistem informasi terpadu yang mudah diakses oleh pengguna data sebagai dasar perencanaan, pelaksanaan, evaluasi serta pengendalian penyelenggaraan pemerintahan.
  9. Data adalah catatan atas kumpulan fakta atau deskripsi dari sesuatu/ kejadian/ kenyataan yang dihadapi berupa angka, karakter, simbol, gambar, peta, tanda, isyarat, tulisan, suara dan bunyi, yang merepresentasikan keadaan sebenarnya atau menunjukkan suatu ide, objek, kondisi, atau situasi.
  10. Standar Data adalah standar yang mendasari Data tertentu meliputi konsep, definisi, cakupan, klasifikasi, ukuran, satuan, dan asumsi.
  11. Metadata adalah informasi terstruktur terkait suatu Data yang menggambarkan, menjelaskan, menemukan, atau menjadikan suatu informasi dari Data mudah untuk ditemukan kembali, digunakan, atau dikelola.
  12. Interoperabilitas Data adalah kesiapan Data untuk dibagipakaikan antarsistem yang saling berinteraksi.
  13. Data Induk adalah Data yang mempresentasikan objek dalam proses bisnis pemerintah yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk digunakan secara nasional.
  14. Portal Data adalah media penyimpanan data yang dapat di akses melalui web untuk berbagi pakai Data.
  15. Walidata adalah Perangkat Daerah yang melaksanakan kegiatan pengumpulan, pemeriksaan, dan pengelolaan Data yang disampaikan oleh Produsen Data, serta menyebarluaskan data.
  16. Produsen Data adalah Perangkat Daerah yang menghasilkan Data berdasarkan kewenangan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
  17. Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi adalah pejabat yang bertanggung jawab di bidang penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan/atau pelayanan informasi di badan publik.
  18. Pembina Data adalah kementerian/lembaga yang memiliki tugas, fungsi, dan kewenangan menurut peraturan perundang-undangan untuk melakukan pembinaan kepada kementerian/ lembaga/ daerah/ instansi terkait Data.
  19. Pengguna Data adalah kementerian/ lembaga/ daerah/ instansi, perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang menggunakan Data.
  20. Forum Satu Data adalah suatu forum yang beranggotakan unsur-unsur Perangkat Daerah, Badan Pusat Statistik Daerah, serta unsur pemerintahan lainnya dan masyarakat dalam mengumpulkan, mengkonsolidasikan, menyelesaikan permasalahan data, serta menyepakati kesatuan data, penggunaan dan pemanfaatan data pembangunan.

BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN

Pasal 2

Peraturan Daerah ini dimaksudkan untuk mengatur penyelenggaraan tata kelola Data untuk mendukung perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pengendalian penyelenggaraan pemerintahan di Daerah.

Pasal 3

Tujuan pengaturan Satu Data Informasi untuk:

  1. memberikan acuan pelaksanaan dan pedoman dalam rangka penyelenggaraan tata kelola Data di Pemerintah Daerah;
  2. mewujudkan ketersediaan Data yang beragam, akurat, mutakhir, terpadu, bermanfaat, akuntabel, dan berkesinambungan yang terintegrasi dalam satu sistem informasi terpadu yang mudah diakses secara bersama oleh Pengguna Data sebagai dasar perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pengendalian penyelenggaraan pemerintahan;
  3. mendorong keterbukaan dan transparansi Data sehingga tercipta perencanaan dan perumusan kebijakan yang berbasis pada Data; dan
  4. mendorong terciptanya tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih di Pemerintah Daerah.

BAB III
STRATEGI PELAKSANAAN SATU DATA INFORMASI

Pasal 4

  1. Strategi penyelenggaraan Satu Data Informasi adalah:
    1. perbaikan tata kelola Data;
    2. penerapan strategi;
    3. pelaksanaan rencana aksi tahunan.
  2. Perbaikan tata kelola Data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
    1. penetapan Standar Data dan Metadata;
    2. penyusunan Metadata yang memenuhi format baku;
    3. penyebarluasan Data dengan menerapkan Interoperabilitas Data yang menjaga kerahasiaan, keutuhan, dan ketersediaan Data.
  3. Penerapan strategi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
    1. penataan regulasi dan kelembagaan;
    2. pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi (Portal Data); dan
    3. peningkatan kemampuan sumber daya.

BAB IV
PRINSIP SATU DATA INFORMASI

Pasal 5

Prinsip Satu Data Informasi terdiri atas:

  1. Data yang dihasilkan oleh Produsen Data harus memenuhi Standar Data sesuai dengan Standar Data yang ditetapkan Pembina Data;
  2. Data yang dihasilkan oleh Produsen Data harus memiliki Metadata, sesuai dengan format Metadata Baku yang ditetapkan Pembina Data; dan
  3. Data yang dihasilkan oleh Produsen Data harus dapat dibagipakaikan antarsistem elektronik.

Pasal 6

  1. Data yang dapat dibagipakaikan antarsistem elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d harus:
    1. konsisten dalam sintak/bentuk, struktur/skema/ komposisi penyajian, dan semantik/artikulasi keterbacaan; dan
    2. disimpan dalam format terbuka yang mudah dibaca sistem elektronik.
  2. Bagi pakai Data antarsistem elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan tanpa dokumen nota kesepahaman, perjanjian kerja sama, atau dokumen sejenisnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  3. Ketentuan mengenai Data yang dapat dibagipakaikan antarsistem elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB V
KELEMBAGAAN

Bagian Kesatu
Penyelenggara Satu Data Informasi

Pasal 7

Penyelenggara Satu Data Informasi terdiri atas:

  1. tim pengarah;
  2. tim pelaksana;
  3. Produsen Data; dan
  4. Walidata.

Pasal 8

  1. Tim pengarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a diketuai oleh Walikota.
  2. Tim pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b terdiri atas:
    1. Pembina Data;
    2. Walidata; dan
    3. unsur lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  3. Tim pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikoordinasikan oleh seorang Ketua yang secara ex-officio dijabat oleh pejabat yang melaksanakan urusan bidang data dan informasi pada Perangkat Daerah yang membidangi perencanaan dan pembangunan daerah.
  4. Produsen Data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c terdiri atas:
    1. Perangkat Daerah;
    2. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD);
    3. instansi vertikal;
    4. perguruan tinggi; dan/atau
    5. pihak lain disepakati sebagai Produsen Data dalam Forum Satu Data.
  5. Walidata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf d adalah Dinas.

Pasal 9

  1. Susunan keanggotaan tim pengarah dan tim pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a dan huruf b ditetapkan dengan Keputusan Walikota.
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas tim pengarah, tim pelaksana, Produsen Data, dan Walidata diatur dalam Peraturan Walikota.

Bagian Kedua
Penyelenggaraan Forum Satu Data

Pasal 10

Tim pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b, dapat melaksanakan komunikasi dan koordinasi terkait pelaksanaan Satu Data Informasi melalui Forum Satu Data.

Pasal 11

  1. Penyelenggaraan Forum Satu Data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 bertujuan untuk melakukan koordinasi dalam hal perencanaan, pengumpulan, pengolahan, dan pembahasan kendala dan hambatan yang dihadapi Produsen Data dan/atau Pengguna Data, serta permasalahan terkait penyediaan dan/atau penyebarluasan Data.
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Forum Satu Data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Walikota.

BAB VI
PENYELENGGARAAN SATU DATA INFORMASI

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 12

  1. Pemerintah Daerah menyelenggarakan Satu Data Informasi sebagai basis Data penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
  2. Satu Data Informasi diselenggarakan terhadap:
    1. informasi pembangunan Daerah; dan
    2. informasi keuangan Daerah.

Pasal 13

Informasi pembangunan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf a paling sedikit memuat informasi perencanaan pembangunan Daerah yang mencakup:

  1. kondisi geografis Daerah;
  2. demografi;
  3. potensi sumber daya Daerah;
  4. ekonomi Daerah;
  5. aspek kesejahteraan masyarakat;
  6. aspek pelayanan umum; dan
  7. aspek daya saing Daerah.

Pasal 14

Informasi keuangan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf b paling sedikit memuat informasi anggaran, pelaksanaan anggaran, dan laporan keuangan.

Pasal 15

Selain informasi pembangunan Daerah dan informasi keuangan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Satu Data Informasi dapat diselenggarakan terhadapi informasi pemerintahan daerah lainnya.

Bagian Kedua
Penyelenggaraan

Pasal 16

Penyelenggaraan Satu Data Informasi dilakukan melalui kegiatan:

  1. perencanaan Data;
  2. pengumpulan dan pengolahan Data;
  3. input Data; dan
  4. penyebarluasan dan pembatasan akses Data.

Bagian Ketiga
Perencanaan Data

Pasal 17

  1. Perencanaan Data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf a dilaksanakan untuk menghindari duplikasi dalam pengumpulan Data.
  2. Produsen Data menyampaikan rencana daftar Data yang akan dihasilkan kepada tim pelaksana.
  3. Walidata bersama tim pelaksana menelaah rencana daftar Data yang akan dihasilkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melalui Forum Satu Data.
  4. Daftar Data yang telah disusun dan/atau ditelaah oleh tim pelaksana disampaikan kepada tim pengarah untuk mendapatkan persetujuan.
  5. Produsen Data menghasilkan Data sesuai dengan daftar Data sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

Pasal 18

  1. Perencanaan Data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dituangkan dalam rencana aksi tahunan.
  2. Penyusunan rencana aksi tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh Perangkat Daerah yang membidangi perencanaan.

Bagian Keempat
Pengumpulan dan Pengolahan Data

Pasal 19

  1. Dalam rangka menghasilkan Data sesuai dengan daftar Data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (5), Produsen Data melakukan pengumpulan dan pengolahan Data.
  2. Pengumpulan Data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara:
    1. langsung dari sumber Data; dan
    2. tidak langsung.
  3. Pengolahan Data dilakukan dengan cara:
    1. menyiapkan Data awal atau Data input, dalam beberapa bentuk yang sesuai untuk keperluan pengolahan; dan
    2. mengubah Data input, melalui sederet operasi pengolahan termasuk kombinasi Data untuk menghasilkan Data dalam bentuk yang lebih dapat digunakan.

Pasal 20

  1. Pengumpulan Data secara langsung dari sumber Data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf a, sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Pembina Data.
  2. Pengumpulan Data secara langsung dari sumber Data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilaksanakan melalui skema survei skala kota, harus mendapat rekomendasi dari Pembina Data dan wajib menyampaikan hasilnya kepada Walidata.
  3. engumpulan Data secara tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf b, diperoleh melalui Data yang sudah tersedia di Perangkat Daerah dan/atau pihak lainnya.
  4. Hasil pengumpulan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib disampaikan Produsen Data kepada Walidata melalui Portal Data sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan dalam rencana aksi tahunan.

Pasal 21

  1. Pengumpulan dan pengolahan Data dilakukan menurut norma, standar, prosedur, dan kriteria yang merujuk pada Prinsip Satu Data Informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
  2. Data yang telah dikumpulkan dan diolah oleh Produsen Data wajib disampaikan kepada Walidata untuk dipublikasikan melalui Portal Data.
  3. Produsen Data menyampaikan kembali Data kepada Walidata sesuai dengan batas waktu tertentu yang ditetapkan dalam rencana aksi tahunan, apabila terdapat pemutakhiran pada Data sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Pasal 22

  1. Kegiatan pengumpulan dan pengolahan Data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 sampai dengan Pasal 21, termasuk proses verifikasi dan validasi Data.
  2. Verifikasi dan validasi Data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk memperoleh Data yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
  3. Dalam hal terdapat revisi terhadap Data yang telah dipublikasikan dalam Portal Data, maka Produsen Data wajib mengirimkan pemberitahuan resmi secara tertulis kepada Walidata sebagai bukti validasi atas revisi Data.

Pasal 23

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengumpulan dan pengolahan Data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 sampai dengan Pasal 22 diatur dalam Peraturan Walikota.

Bagian Kelima
Input Data

Pasal 24

  1. Produsen Data dapat melakukan input Data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf c dengan menggunakan akun masing-masing Produsen Data.
  2. Akun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Walidata kepada Produsen Data yang terdiri atas nama pengguna dan kata kunci untuk mengakses Portal Data.
  3. Akun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat rahasia dan tidak boleh diketahui oleh Produsen Data lain.
  4. Dalam melakukan input Data dalam Portal Data, Produsen Data harus menaati batas waktu tertentu yang ditetapkan dalam rencana aksi tahunan.

Pasal 25

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan input Data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 diatur dalam Peraturan Walikota.

Bagian Keenam
Penyebarluasan dan Pembatasan Akses Data

Pasal 26

  1. Penyebarluasan dan pembatasan akses Data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf d merupakan kegiatan pemberian akses, pendistribusian, dan pertukaran Data.
  2. Penyebarluasan Data dilakukan oleh Walidata dengan melibatkan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi.
  3. Penyebarluasan Data dilakukan melalui Portal Data dan media lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pasal 27

  1. Produsen Data wajib memberitahukan kepada Walidata, apabila terdapat pembatasan akses terhadap Data.
  2. Daftar Data yang akan diberikan batasan akses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas bersama tim pelaksana melalui Forum Satu Data.
  3. Walidata menyediakan akses terhadap semua Data dan Metadata yang disampaikan oleh Produsen Data kepada Pengguna Data berdasarkan pembatasan akses sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
  4. Data yang diberikan batasan akses ditetapkan dengan Keputusan Walikota.

Pasal 28

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Penyebarluasan dan Pembatasan Akses Data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dan Pasal 27 diatur dalam Peraturan Walikota.

BAB VII
PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI

Pasal 29

  1. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dilaksanakan untuk mendukung:
    1. penyelenggaraan Satu Data Informasi; dan
    2. pencapaian prinsip Satu Data Informasi.
  2. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk pengembangan Portal Data, dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 30

  1. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam bentuk aplikasi, dan infrastruktur teknologi informasi dikelola secara terintegrasi oleh Dinas.
  2. Data yang digunakan sebagai bahan dalam aplikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber dari Perangkat Daerah dan/atau pihak lain.

Pasal 31

  1. Dinas berwenang untuk melakukan rasionalisasi terhadap seluruh sistem informasi untuk mencapai jumlah yang efisien.
  2. Dalam melakukan kajian untuk mencapai rasionalisasi sistem informasi, Dinas memperhatikan sifat, jenis, keberagaman, dan urgensi sistem informasi tersebut.
  3. Perangkat Daerah yang membutuhkan pengadaan suatu aplikasi, situs web, atau infrastruktur teknologi informasi wajib mengajukan usulan untuk disetujui dan dikembangkan oleh Dinas.
  4. Aplikasi dan/atau situs web yang berfungi sebagai sarana pendataan akan dikonsolidasi dan diintegrasikan oleh Dinas.

BAB VIII
INSENTIF DAN DISINSENTIF

Pasal 32

  1. Walikota dapat memberikan insentif dan disinsentif kepada Produsen Data berdasarkan kinerja penyelenggaraan Satu Data Informasi yang meliputi:
    1. pengelolaan Data yang baik;
    2. pemutakhiran Data secara berkala; dan/atau
    3. pelaksanaan berbagi pakai Data melalui Portal Data.
  2. Penilaian kinerja penyelenggaran Satu Data Informasi dilakukan dalam Forum Satu Data Indonesia.
  3. Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa penghargaan atau apresiasi lainnya.
  4. Disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa teguran terhadap pelaksanaan kinerja penyelenggaraan Satu Data Informasi.
  5. Teguran sebagaimana yang dimaksud pada ayat (4) bukan merupakan teguran dalam lingkup pelanggaran disiplin dan kode etik pegawai negeri sipil, sepanjang bukan merupakan tindakan penyalahgunaan dalam berbagi pakai Data sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf c kepada pihak yang tidak berwenang.

BAB IX
PEMBIAYAAN

Pasal 33

Pembiayaan yang diperlukan untuk penyelenggaraan Satu Data Informasi, dibebankan pada:

  1. anggaran pendapatan belanja Daerah; dan
  2. sumber lainnya yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 34

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Magelang.

 

Ditetapkan di Magelang
pada tanggal 18 Desember 2018
WALIKOTA MAGELANG,
ttd.
SIGIT WIDYONINDITO

Diundangkan di Magelang
pada tanggal
18 Desember 2018
Pj. SEKRETARIS DAERAH
KOTA MAGELANG,
ttd.
SUMARTONO

LEMBARAN DAERAH KOTA MAGELANG TAHUN 2018 NOMOR
NOREG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG, PROVINSI JAWA TENGAH: 15 / 2018


PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG
NOMOR 15 TAHUN 2018 TENTANG
SATU DATA INFORMASI PEMERINTAHAN DAERAH

I. UMUM

Terminologi “data” dapat diartikan sebagai suatu kumpulan fakta berupa angka, karakter, simbol-simbol, gambar, tanda-tanda, isyarat, tulisan, suara, bunyi yang merepresentasikan keadaan sebenarnya atau menunjukkan suatu ide, objek, kondisi, atau situasi dan lain-lain. Kegunaan data pada umumnya adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai suatu keadaaan dan mendukung pembuatan keputusan atau pemecahan masalah.

Peranan data sangat penting, karena data merupakan bahan baku dalam penyusunan statistik atau indikator yang digunakan untuk melihat keadaan, memantau, dan mengevaluasi hasil-hasil yang telah dilaksanakan. Penggambaran situasi dan pengambilan keputusan perlu didukung oleh sekelompok data yang representatif, karena data yang tidak representatif akan menghasilkan suatu penggambaran kondisi yang tidak tepat, kesimpulan yang mengandung bias sangat besar dan menyesatkan, serta bila digunakan dalam pembuatan keputusan, maka keputusan tersebut akan menjadi tidak tepat. Oleh karenanya, para Pengguna Data perlu memahami beberapa persyaratan data yang baik, serta memiliki nilai tambah jika digunakan dalam suatu proses kajian.

Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, data adalah titik awal (starting point) atau pedoman/petunjuk dalam penyusunan strategi pembangunan, yang sekaligus juga merupakan titik akhir (ending point) dari suatu target-target penyelenggaraan pemerintahan Daerah yang ingin dicapai di masa mendatang. Dengan demikian, data merupakan sumber informasi bagi penyelenggaraan pemerintahan Daerah.

Masih terdapat suatu tuntutan kebutuhan sangat mendesak tentang ketersediaan data/informasi yang bersifat dinamis, handal dan sahih, yang merupakan syarat utama bagi upaya perumusan kebijakan ke arah peningkatan mutu pembangunan dan daya saing Daerah dalam konstelasi regional, nasional maupun internasional. Untuk mengatasi kendala utama dalam peningkatan mutu pembangunan berbasis data yang dapat dipertanggungjawabkan, perlu dilakukan konsolidasi data/informasi pembangunan Daerah, agar keterhubungan mata rantai proses penyediaan data dasar dari semua pihak yang terlibat, dapat dikelola secara terintegrasi, efektif dan efisien. Hal itulah yang menjadi awal pemikiran perlunya suatu lembaga yang mampu melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait di bidang tata kelola perdataan, secara baik dan terpadu, sehingga terbangun suatu komitmen yang kuat dalam mewujudkan satu data untuk penyelenggaraan pemerintahan di Daerah.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas.

Pasal 2
Cukup jelas.

Pasal 3
Cukup jelas.

Pasal 4
Cukup jelas.

Pasal 5
Cukup jelas.

Pasal 6
Cukup jelas.

Pasal 7
Cukup jelas.

Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “unsur lain” adalah unsur Perangkat Daerah dan/atau pihak lain yang terkait.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 9
Cukup jelas.

Pasal 10
Cukup jelas.

Pasal 11
Cukup jelas.

Pasal 12
Cukup jelas.

Pasal 13
Cukup jelas.

Pasal 14
Cukup jelas.

Pasal 15
Yang dimaksud dengan “informasi pemerintahan daerah lainnya” antara lain informasi mengenai proses pembentukan Perda, kepegawaian, kependudukan, dan layanan pengadaan barang dan jasa.

Pasal 16
Cukup jelas.

Pasal 17
Cukup jelas.

Pasal 18
Cukup jelas.

Pasal 19
Cukup jelas.

Pasal 20
Cukup jelas.

Pasal 21
Cukup jelas.

Pasal 22
Cukup jelas.

Pasal 23
Cukup jelas.

Pasal 24
Cukup jelas.

Pasal 25
Cukup jelas.

Pasal 26
Cukup jelas.

Pasal 27
Cukup jelas.

Pasal 28
Cukup jelas.

Pasal 29
Cukup jelas.

Pasal 30
Cukup jelas.

Pasal 31
Cukup jelas.

Pasal 32
Cukup jelas.

Pasal 33
Cukup jelas.

Pasal 34
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 83

RPJPD Kota Magelang 2005-2025

Details
Perencanaan
21 November 2018

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG (RPJP) DAERAH KOTA MAGELANG TAHUN 2005-2025

1 PENDAHULUAN

1.1 PENGANTAR

Berdasarkan sejarah, hari jadi Kota Magelang ditentukan atas dasar nama yang terkait dengan kata “Magelang”. Pemakaian nama Magelang ini dapat ditelusuri melalui pemakaian nama tempat yang terkenal pada zaman dahulu, dan zaman sekarang tempat ini masih dikenal oleh penduduk setempat.

Berdasarkan hasil penelitian dan dengan memperhatikan beberapa faktor dan kriteria yang telah disepakati bersama disimpulkan bahwa Hari Jadi Kota Magelang adalah tanggal 11 April 907 Masehi dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 1989 bahwa Hari Jadi Kota Magelang secara resmi pada tanggal 11 April.

Secara geografis Kota Magelang terletak pada posisi 7°26´18˝-7°30´9˝ Lintang Selatan dan 110°12´30˝-110°12´52˝ Bujur Timur. Posisi ini terletak persis di tengah-tengah Pulau Jawa. Apabila dilihat dari posisi ini maka jarak ke kota-kota jawa lainnya relatif sama dan mudah jalur transportasinya, sehingga akan memudahkan siapapun yang akan menuju kota-kota lainnya di Pulau Jawa.

Sebagai kota terkecil di Jawa Tengah, Kota Magelang hanya mempunyai luas wilayah 0,06% dari keseluruhan luas wilayah Provinsi Jawa Tengah atau 18,12 Km². Dari luasan wilayah tersebut, secara administratif terbagi menjadi 3 (tiga) Kecamatan dan 17 Kelurahan dengan jumlah penduduk 118.646 jiwa (tahun 2006) dengan tingkat kepadatan 6.548 jiwa/km².

Semenjak terbentuknya hingga saat ini penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Magelang beserta segenap komponen masyarakat Kota Magelang telah mengupayakan untuk peningkatan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat. Selama ini telah dikenal beberapa rencana pembangunan yang disusun untuk memberikan arah pembangunan daerah. Rencana pembangunan ada yang berdimensi waktu jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek. Semua rencana pembangunan tersebut telah disusun dan diaplikasikan hingga memberikan hasil yang cukup signifikan bagi perkembangan dan kemajuan daerah.

Pemilihan Walikota secara langsung setiap periode lima tahunan menjadi pertimbangan utama pentingnya penyusunan rencana pembangunan daerah yang berkesinambungan. Mengingat pentingnya rencana pembangunan dalam dimensi jangka panjang, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, maka Pemerintah Kota Magelang menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah untuk kurun waktu tahun 2005-2025.

Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah Kota Magelang merupakan dokumen perencanaan pembangunan Kota Magelang yang substansinya memuat visi, misi dan arah pembangunan daerah sebagai satu kesatuan kerangka makro perencanaan pembangunan dalam format Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. RPJP Daerah disusun dengan maksud menyediakan dokumen perencanaan yang komprehensif dalam kurun waktu 20 (dua puluh) tahun dari 2005 sampai dengan 2025 yang digunakan sebagai acuan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah untuk setiap jangka waktu lima tahunan.

Acuan utama penyusunan RPJP Daerah adalah rumusan visi, misi, dan arah pembangunan jangka panjang daerah dengan mendasarkan kepada: (1) data yang berkaitan dengan indikator kesejahteraan masyarakat; (2) statistik fungsi-fungsi pemerintahan di bidang sosial budaya; (3) statistik bidang pemerintahan umum; (4) data bidang fisik prasarana; (5) kondisi ekonomi makro daerah.

Karena RPJP Daerah berfungsi sebagai dokumen publik yang merangkum arah pembangunan dua puluh tahunan di bidang pelayanan umum pemerintahan dan pembangunan, maka proses penyusunannya dilakukan melalui serangkaian forum musyawarah perencanaan partisipatif, dengan melibatkan berbagai unsur pelaku pembangunan (stake holders), eksekutif, legislatif dan yudikatif, serta para pakar akademisi yang berkompeten dengan memperhatikan kebijakan dan program Pemerintah Provinsi dan Nasional.

1.2 PENGERTIAN

RPJP Daerah Kota Magelang adalah dokumen perencanaan yang mempunyai masa berlaku 20 tahun. Penyusunannya mengacu kepada RPJP Nasional dan RPJP Daerah Propinsi Jawa Tengah serta memperhatikan RPJM Nasional dan RPJM Daerah Propinsi Jawa Tengah yang disesuaikan dengan potensi dan karakteristik daerah. RPJP Daerah akan menjadi acuan dalam setiap penyusunan Dokumen Lima Tahunan RPJM Daerah, Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra-SKPD), Dokumen Satu Tahunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (Renja-RKPD) untuk skala Daerah, dan Rencana Kerja SKPD untuk Satuan Kerja Perangkat Daerah. Adanya keterkaitan antar dokumen perencanaan pembangunan diharapkan dapat mewujudkan sinkronisasi dan sinergisitas pelaksanaan pembangunan serta sharing pembiayaan pembangunan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

1.3 MAKSUD DAN TUJUAN

RPJP Daerah Kota Magelang Tahun 2005-2025 disusun dengan maksud memberikan arah dan acuan bagi seluruh unsur pemerintah daerah, masyarakat dan pihak swasta di dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan daerah sesuai visi, misi dan arah pembangunan. Sedangkan tujuannya adalah :

  1. Menyediakan satu pedoman berwawasan 20 tahun ke depan untuk menentukan arah pembangunan daerah, dengan mendasarkan diri pada kondisi riil dan proyeksi ke depan.
  2. Memudahkan seluruh jajaran aparatur Pemerintah Daerah dan DPRD untuk memahami dan menilai arah kebijakan dan program serta kegiatan lima tahunan daerah.
  3. Menjaga kesinambungan pelaksanaan pembangunan Kota Magelang apabila terjadi pergantian Kepala Daerah.
  4. Menjamin terciptanya sistem pembangunan yang sinergis di daerah dan atau antar daerah dan wilayah pada skala regional, provinsi, serta nasional.
  5. Mendorong partisipasi antar pelaku pembangunan untuk dapat berperan serta secara nyata dalam pembangunan Kota Magelang.

1.4 LANDASAN HUKUM

Dalam penyusunan RPJP Daerah Kota Magelang, sejumlah peraturan yang digunakan sebagai landasan hukum adalah:

  1. Undang–Undang Nomor 17 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kota Kecil dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat;
  2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169);
  3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4287);
  4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
  5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
  6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
  7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
  8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
  9. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);
  10. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
  11. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 97, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4664);
  12. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
  13. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741);
  14. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4817);
  15. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009;
  16. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-udangan;
  17. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 21 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Tengah;
  18. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 11 Tahun 2003 tentang Rencana Strategis Provinsi Jawa Tengah Tahun 2003-2008 (Lembaran Daerah Propinsi Jawa Tengah Tahun 2003 Nomor 109);
  19. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Propinsi Jawa Tengah Tahun 2005 – 2025 (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 Nomor 3 Seri E Nomor 3);
  20. Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang menjadi Kewenangan Pemerintah Daerah Kota Magelang (Lembaran Daerah Kota Magelang Tahun 2008 Nomor 2);
  21. Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Susunan, Kedudukan dan Tugas Pokok Organisasi Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Daerah Kota Magelang Tahun 2008 Nomor 3);
  22. Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 4 Tahun 2008 tentang Susunan, Kedudukan dan Tugas Pokok Organisasi Dinas Daerah (Lembaran Daerah Kota Magelang Tahun 2008 Nomor 4);
  23. Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Susunan, Kedudukan dan Tugas Pokok Organisasi Lembaga Teknis Daerah, Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan Satuan Polisi Pamong Praja (Lembaran Daerah Kota Magelang Tahun 2008 Nomor 5);
  24. Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 6 Tahun 2008 tentang Susunan, Kedudukan dan Tugas Pokok Organisasi Kecamatan dan Kelurahan (Lembaran Daerah Kota Magelang Tahun 2008 Nomor 6);

1.5 HUBUNGAN RPJP DAERAH DENGAN DOKUMEN PERENCANAAN LAINNYA

RPJP Daerah Kota Magelang Tahun 2005-2025 yang merupakan perencanaan pembangunan dalam kurun waktu 20 tahunan, digunakan untuk menjaga kesinambungan pembangunan. RPJP Daerah harus menjadi acuan dalam menyusun perencanaan lima tahunan atau perencanaan pembangunan jangka menengah. Dalam RPJP Daerah telah digariskan mengenai apa yang menjadi prioritas pembangunan lima tahun pertama hingga lima tahun ke empat. Berkaitan dengan hal ini, maka visi, misi kepala daerah yang sekaligus akan menjadi visi, misi dan program kerja di Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah maka penjabaran kebijakan pembangunan ke dalam RPJM Daerah harus mengacu kepada kebijakan RPJP Daerah. Pada masa transisi sebelum diundangkannya RPJP Daerah, Kota Magelang pada akhir bulan Agustus Tahun 2005 baru mempunyai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah hasil pemilihan langsung. Pada waktu yang bersamaan proses penyusunan RPJP Daerah sedang dilaksanakan, sehingga pada penyusunan RPJM Daerah lima tahun pertama belum bisa mengacu kepada RPJP Daerah. Namun demikian untuk menjaga kesinambungan kebijakan daerah substansi RPJM Daerah pada lima tahun pertama tersebut akan dimasukkan dan disesuaikan di RPJP Daerah, hal ini telah diatur oleh Undang-Undang. Selanjutnya RPJM Daerah akan dijabarkan ke dalam Rencana Strategis di Satuan Kerja Perangkat Daerah, disamping itu akan dijabarkan pula di dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RPKD) yang merupakan perencanaan tahunan daerah. Dari Rencana Kerja Pemerintah Daerah itulah Satuan Kerja Perangkat Daerah dan masyarakat bisa mengacu sebagai pedoman dalam menyusun kegiatan dalam kerangka regulasi dan kerangka anggaran setiap tahun. Proses akhir dalam perencanaan disusunlah Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagai pedoman bagi eksekutif dan legislatif dalam menjalankan roda pemerintahan.

1.6 TATA URUT

Tata urutan penulisan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah Kota Magelang Tahun 2005-2025 adalah sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, berisi tentang pengantar penyusunan RPJP Daerah, pengertian RPJP Daerah, maksud dan tujuan, landasan normatif penyusunan serta tata urutan penyusunan RPJP Daerah.
Bab II Kondisi umum, menguraikan kondisi daerah pada saat ini, tantangan yang dihadapi dan modal dasar yang dimiliki untuk didayagunakan dalam pembangunan daerah.
Bab III Visi dan misi pembangunan Kota Magelang Tahun 2005-2025 menguraikan Visi dan Misi Pembangunan Kota Magelang dalam kurun waktu 20 tahun ke depan.
Bab IV Arah, tahapan, dan prioritas pembangunan jangka panjang tahun 2005-2025 dijabarkan ke dalam 4 (empat) tahapan pembangunan jangka menengah 5 (lima) tahunan, dimana masing-masing tahap memuat skala prioritas dalam kerangka mewujudkan visi dan misi pembangunan jangka panjang.
Bab V Kaidah Pelaksanaan
Bab VI Penutup.

2 KONDISI UMUM

Dalam melaksanakan pembangunan jangka panjang 20 tahun ke depan akan dimulai dengan mengupas situasi dan kondisi pada saat ini yang menguraikan tentang identifikasi masalah dan tantangan terhadap berbagai bidang kehidupan masyarakat dengan cakupan meliputi bidang sosial dan kehidupan beragama; ekonomi; ilmu pengetahuan dan teknologi; sarana dan prasarana; politik; keamanan dan ketertiban; hukum dan aparatur; wilayah dan tata ruang; dan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Dari penjabaran komponen-komponen itu selanjutnya akan dirumuskan langkah-langkah pembangunan yang perlu ditempuh pada masing-masing tahapan dalam kurun waktu 20 tahun ke depan.

2.1 KONDISI SAAT INI

2.1.1 Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama

2.1.1.1 Kehidupan Beragama

Bidang sosial budaya dan kehidupan beragama merupakan aspek yang fundamental dan berperan sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan manusia yang diejawantahkan dalam wujud peningkatan kesejahteraan dan kualitas taraf hidup masyarakat. Pada titik ini, nilai-nilai budaya bangsa yang mengacu kepada Pancasila dan UUD 1945 perlu direvitalisasi ke dalam suatu pranata-pranata yang aplikatif sehingga secara substansial mampu menaungi sekaligus menjadi pijakan dasar dalam penyelenggaraan pembangunan daerah. Dalam praksisnya selama ini, ternyata nilai-nilai ideologis bangsa ini masih belum terimplementasikan secara utuh dan nyata. Lebih dari itu, sejalan dengan penyelenggaraan pembangunan yang mengacu kepada karakteristik dan spesifikasi daerah, serta dalam kerangka memperkuat kohesi dan ketahanan sosial yang menyangkut interaksi antar individu atau kelompok masyarakat dapat dirasakan adanya kecenderungan terabaikannya budaya daerah yang memuat nilai-nilai, sikap, perilaku, kebiasaan (customs), tradisi, adat istiadat, dan bentuk-bentuk kearifan lokal lainnya. Penyertaan dan pengembangan budaya daerah, misalnya petuah jangan melanggar mo-li-mo (5M), yaitu tidak boleh madat/mabuk, maling (mencuri), madon (berzina), main (judi), dan mateni (membunuh) ke dalam proses penyelenggaraan pembangunan, pemerintahan, dan kemasyarakatan akan memperkuat kepribadian dan jati diri serta dapat menepis dari godaan untuk berperilaku yang tidak terpuji.

Pembangunan di bidang sosial dan budaya ditandai dengan terwujudnya karakter kota yang ramah lingkungan, bermartabat, memiliki kesetiakawanan sosial dan toleransi yang tinggi antar umat beragama serta menjunjung tinggi keadilan dan kesetaraan gender. Kepedulian masyarakat didasari rasa saling percaya antar umat beragama dan pembangunan dilaksanakan secara terpadu, komprehensif, serta berkelanjutan sehingga benar-benar tepat sasaran dan bermanfaat bagi kemaslahatan umum.

Terciptanya kerukunan hidup umat beragama yang penuh toleransi, tenggang rasa, dan keharmonisan dalam kehidupan kemasyarakatan menjadi prakondisi yang sangat dibutuhkan untuk kelancaran akselerasi peningkatan kesejahteraan dan kualitas pelayanan publik. Pembangunan kehidupan beragama merupakan salah satu agenda yang secara implementatif diwujudkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantiítas sarana dan prasarana peribadatan yang disertai pula dengan upaya-upaya peningkatan pemahaman terhadap nilai-nilai ajaran agama yang dipeluknya. Usaha menjaga kerukunan antar umat beragama telah difasilitasi pemerintah melalui berbagai wadah aspirasi masyarakat dalam bentuk organisasi sosial keagamaan, yayasan, dan paguyuban lintas agama; pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB); kegiatan-kegiatan kepedulian sosial terhadap masyarakat yang kekurangan atau yang sedang dilanda bencana; serta kegiatan sosial keagamaan lainnya. Selain itu transformasi nilai-nilai agama juga diselenggarakan melalui lembaga-lembaga pendidikan formal dan non formal, disamping juga dilaksanakan proses pembelajaran keagamaan secara informal melalui keluarga dan lingkungan masyarakat sekitarnya. Walaupun demikian, dalam realitasnya harus diakui bahwa seringkali nilai-nilai ajaran agama tersebut terasa “menjauh” dan secara esensial masih belum membumi bagi sebagian kalangan tertentu dalam praktik kehidupan seharí-harinya.

2.1.1.2 Kependudukan

Secara parsial, konteks pembangunan sosial budaya sebagai manifestasi untuk mewujudkan peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dapat dicerminkan melalui pencapaian-pencapaian kinerja pada aspek pendidikan, kesehatan, serta kemampu-an mengakses kebutuhan agar dapat hidup layak. Aspek lain yang termasuk di dalamnya adalah masalah kependudukan, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, kesejahteraan sosial dan kemiskinan, dan pemuda dan olahraga.

Berkaitan erat dengan aspek-aspek tersebut itu adalah perlunya diambil langkah-langkah yang strategis dalam mengen-dalikan laju pertumbuhan penduduk. Pada tahun 2006 jumlah penduduk Kota Magelang tercatat sebanyak 119.904 jiwa dengan komposisi yang terdiri dari 48,15 persen laki-laki dan 51,85 persen perempuan. Laju pertumbuhan penduduk per ta-hunnya rata-rata sebesar 0,77 %. Tingkat kepadatan penduduk sebesar 6.548 jiwa/km2, dengan kepadatan tertinggi di Ke-lurahan Cacaban 14,514 jiwa dan terendah di Kelurahan Jurangombo 2.576 jiwa. Dari jumlah penduduk Kabupaten/Kota se eks Karesidenan Kedu, Kota Magelang menempati porsi jumlah penduduk yang terkecil yakni 2,48%. Sedangkan partisipasi penduduk dalam Keluarga Berencana ditunjukkan dengan adanya 13.667 akseptor aktif dari Pasangan Usia Subur (PUS). Fasilitas suntik menjadi pilihan yang dominan yaitu sebanyak 5.695 akseptor yang disusul dengan penggunaan IUD dan PIL, masing-masing sejumlah 2.399 dan 2.333 akseptor.

Pada sisi lain, adanya perkembangan jumlah penduduk memberi konsekuensi pada peningkatan kualitas pelayanan admin-istrasi kependudukan sesuai dengan Undang–Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Pela-yanan publik mencakup beberapa aspek yaitu Sistem Administrasi Kependudukan, Sumber Daya Manusia (SDM), Sarana Prasarana yang memadai. Di sisi lain penyediaan layanan administrasi kependudukan, seperti KTP, KK, Akta Kelahiran, dan sebagainya.

2.1.1.3 Indeks Pembangunan Manusia

Pembangunan kualitas kehidupan masyarakat dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dengan menempatkannya sebagai subyek sekaligus obyek pembangunan. Dalam kurun satu dekade ini, kualitas sumber daya manusia di Kota Magelang semakin meningkat sebagaimana ditandai dengan perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang cenderung meningkat sejak tahun 1999-2006. Angka IPM pada tahun 2004 sebesar 73,35 menempati peringkat ke 4 dari Kota/Kabupaten se-Provinsi Jawa Tengah dan meningkat menjadi peringkat ke 3 pada tahun 2005 dengan skor sebesar 74,70.

Indeks Pembangunan Manusia Tahun 2006 adalah 75,50 atau meningkat 0,57 point dari nilai yang diperkirakan pada tahun 2006 sebesar 74,93. Angka tersebut merupakan komposit dari:

  1. Angka harapan hidup saat lahir sebesar 69,70 sehingga Indeks Harapan hidup (IHH) menjadi 74,49
  2. Persentase Melek huruf usia 15 tahun ke atas sebesar 97,10% yang didukung dengan Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) mulai dari pendidikan tingkat dasar, menengah, dan atas yang selalu diatas 100%.
  3. Indeks Hidup Layak yang menggunakan indikator pendapatan perkapita yang disesuaikan sebagai cerminan kemampuan daya beli.

2.1.1.4 Kesehatan

Sebagai salah satu penentu indeks pembangunan manusia, kualitas kesehatan antara lain ditentukan oleh derajat kesehatan, perilaku sehat, kesehatan lingkungan, dan pelayanan kesehatan. Derajat kesehatan ibu dan anak selalu mendapat perhatian karena masih adanya kasus-kasus seperti:

  1. Kematian bayi, kematian ibu melahirkan dan kematian balita.
  2. Berat bayi yang lahir dengan berat badan rendah.
  3. Penderita kurang energi protein (KEP) dan status balita dengan gizi buruk.

Upaya pelayanan kesehatan masyarakat antara lain dilaksanakan melalui RSU, Puskesmas, Poliklinik, RS Bersalin, Posyan-du, dan fasilitas prasarana kesehatan lainnya. Selain itu secara berkala juga dilakukan pemeriksanaan kualitas lingkungan di permukiman, penerapan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), pelayanan Asuransi Kesehatan (Askes) termasuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin melalui Askeskin, dan sebagainya.

2.1.1.5 Pendidikan

Sementara itu, kebijakan pengelolaan pendidikan mengalami pergeseran dari kurikulum 1994 menjadi Kurikulum Berbasis Kompetensi serta penerapan Manajemen Berbasis Sekolah dengan mengacu kepada Standar Pendidikan Nasional (sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005). Dalam implementasinya diharapkan siswa akan memiliki kemampuan kompetensi tertentu dan sekolah akan dikelola secara profesional. Apabila dibandingkan dengan Kabupaten/Kota lain di Ja-wa Tengah, pembangunan pendidikan di Kota Magelang dapat dikatakan lebih berhasil karena persentase melek hurufnya pada tahun 1999-2006 selalu meningkat berkisar antara 93-97%. Di akhir tahun 2006, pemberantasan buta huruf di Kota Magelang dinyatakan tuntas. Nilai APK Kota Magelang yang melebihi 100% disamping karena kesadaran belajar dari masyarakat Kota Magelang sudah tinggi juga karena banyaknya siswa sekolah yang berasal dari luar Kota Magelang.

2.1.1.6 Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat, kebijakan pemberdayaan masyarakat diarahkan untuk menciptakan iklim kehidupan yang layak dan kondusif melalui pembangunan ketahanan masyarakat dan penanggulangan degradasi moral masyarakat dalam upaya meningkatkan partisipasinya di bidang ekonomi dan sosial dari tingkat kota sampai kelurahan termasuk memperjuangkan terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender di berbagai kehidupan. Pola pemberdayaan yang ditempuh selama ini mencakup antara lain: (a) Meningkatkan mutu sumber daya manusia (SDM) baik aparat pemerintah maupun masyarakat untuk melaksanakan: perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pemberdayaan masyarakat secara lebih optimal, dan (b) Meningkatkan fungsi lembaga–lembaga kemasyarakatan (LPM, LKK, termasuk RT/RW) di tingkat kelurahan sebagai wadah partisipasi masyarakat dalam pembangunan dengan mengurangi berbagai bentuk pengaturan yang menghambat masyarakat untuk berperan aktif dalam proses pembangunan. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan diantaranya, (1) Bulan Bhakti Gotong Royong Masyarakat, yang diharapkan dapat menggerakkan dan memperkuat ikatan kekeluargaan dan kegotongroyongan dalam kehidupan bermasyarakat melalui kegiatan fisik dan non fisik, serta menstimulasi tumbuh kembangnya swadaya masyarakat; (2) Pemberian Modal melalui Lembaga Keuangan Kelurahan (LKK); (3) P2MBG, merupakan upaya affirmative action untuk mempercepat proses pengarusutamaan gender di berbagai bidang pembangunan sebagaimana diamanatkan oleh Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender; (4) Pemasyarakatan dan Pemanfaatan Teknologi Tepat Guna (TTG) diharapkan akan dapat meningkatkan kemampuan dan ketrampilan masyarakat sekaligus dapat dijadikan wahana untuk memperoleh peluang usaha; dan (5) TNI Manunggal Masuk Desa, diharapkan hasil pembangunan fisik dan non fisiknya dapat menunjang serta melengkapi fasilitas infrastuktur sarana prasarana penduduk.

Pemberdayaan perempuan dan anak dilaksanakan dengan maksud untuk menciptakan kemandirian sehingga mau dan mampu berperan serta dalam pembangunan. Secara legal formal, salah satu langkah yang telah ditempuh adalah dengan menerbitkan Keputusan Walikota Magelang Nomor 411.1/14/112 Tanggal 12 Mei 2006 tentang Pembentukan Pembentukan Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak. Komisi ini memfasilitasi perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi kebijakan program/kegiatan pembangunan melalui strategi pengarus utamaan gender dalam rangka mewujudkan kebijakan dan program pembangunan yang responsif gender. Ditambah lagi organisasi-organisasi kemasyarakatan seperti Gabungan Organisasi Wanita (GOW), Dharma Wanita, Persit, Lembaga Swadaya Masyarakat - Women Crisis Center (LSM - WCC) ”Cahaya Melati”, termasuk PKK, dan ormas/LSM lainnya yang memfokuskan kepada kemajuan perempuan sangat mendukung lewat partisipasi aktifnya dalam memperjuangkan kaum perempuan serta upaya perlindungan anak.

2.1.1.7 Kesejahteraan Sosial

Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) masih cukup tinggi, yaitu 11,99% dari keseluruhan jumlah penduduk Kota Magelang. Secara lintas sektor, kesejahteraan sosial para PMKS telah tertangani dengan berbagai upaya pemberdayaan, pelayanan, rehabilitasi, dan perlindungan sosial, namun dukungan dan peran stake holder masih sangat diperlukan untuk menanganinya secara profesional dan berkesinambungan.

Di sisi lain, laju kemiskinan di Kota Magelang cenderung meningkat, data tahun 2006 menunjukkan jumlah penduduk miskin mencapai 8.982 KK (31.607 jiwa) atau 27,96 persen, mengalami peningkatan sebesar 5,94 persen dibanding tahun 2005 yang berjumlah 7.120 KK (26.260 jiwa) atau 22,02 persen dari total penduduk Kota Magelang. Eskalasi itu dimulai sejak terjadinya krisis ekonomi tahun 1997, yang menjurus pada krisis multidimensional, hingga adanya dampak kenaikan BBM, Oktober 2005 yang mengakibatkan daya beli masyarakat merosot, banyak usaha sektor riil mengalami kemunduran atau tidak berjalan normal, sehingga daya serap kerjanya mengalami penurunan. Ini semua mengakibatkan tingkat kesejahteraan dan kualitas taraf hidup masyarakat menurun.

Dalam rangka penanggulangan kemiskinan, disamping sudah dilaksanakan berbagai program pemberantasan kemiskinan oleh SKPD terkait, juga telah dibentuk Komite Penangulangan Kemiskinan (KPK) atau yang sekarang menjadi Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) sebagai lembaga yang mengelola pelaksanaan penanggulangan kemiskinan di Kota Magelang secara terarah, terencana, terpadu, komprehensif, dan berkelanjutan dengan menggunakan data base yang sama dalam menentukan sasaran penerima manfaat. Namun demikian, secara umum, dalam implementasi di lapangan masih ditemui beberapa kendala antara lain: (1) masih lemahnya koordinasi dalam hal: pendataan, pendanaan, dan kelembagaan; (2) masih lemahnya koordinasi antar program penanggulangan kemiskinan antara pemerintah pusat dan daerah, lemahnya integrasi program pada tahap perencanaan, lemahnya sinkronisasi program pada tahap pelaksanaan, lemahnya sinergi antar pelaku (pemerintah, dunia usaha, masyarakat madani) dalam penyelenggaraan keseluruhan upaya penanggulangan kemiskinan; dan (3) masih belum optimalnya kelembagaan di pemerintah, dunia usaha, LSM dan masyarakat madani dalam bermitra dan bekerjasama dalam penanggulangan kemiskinan serta penciptaan lapangan kerja.

2.1.1.8 Pemuda dan Olah Raga

Pada ranah pembangunan sosial budaya juga tidak dapat dikesampingkan perlunya peningkatan peran serta pemuda melalui penyelenggaraan pembangunan bidang pemuda dan olahraga secara lebih terpadu dan sinergis. Pemberian fasilitasi terhadap organisasi kepemudaan dan juga peningkatan kapasitas dan kualitas, pembinaan, serta penyediaan sarana dan prasarana di bidang kewirausahaan, pengembangan ketrampilan dan bakat, seni dan budaya, termasuk pembinaan olahraga selama ini telah terselenggara sesuai dengan jalur tugas pokok dan fungsi dari masing-masing SKPD atau lembaga yang mengampu bidang ini (seperti KONI beserta pengurus cabangnya). Meskipun selama ini sudah berjalan cukup baik, namun dalam proyeksi ke depannya masih perlu dioptimalkan lagi terutama dalam pengembangan dan tindak lanjut terhadap berbagai program penguatan dan pembinaan kepemudaan dan olahraga. Peningkatan kapasitas, etos kerja, dan profesionalisme pemuda telah difasilitasi pemerintah melalui pembentukan organisasi-organisasi kepemudaan, Ormas, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang diharapkan dapat sinergis untuk dipromosikan sebagai partner pemerintah dalam memajukan kesejahteraan umum. Selain itu, melalui beberapa pelatihan ketrampilan dan kewirausahaan; pembinaan; dan pemberian modal usaha bagi pengembangan serta peningkatan kualitas sumber daya manusia pemuda selama ini telah dijalankan oleh pemerintah lewat program-program pemberdayaan masyarakat dengan sasaran kelompok usia kerja, khususnya terhadap para pemuda. Terkait dengan pembinaan kepemudaan, pengembangan olahraga baik olahraga prestasi maupun rekreasi perlu semakin digalakkan melalui pembinaan sedini mungkin yang dilaksanakan secara berjenjang, dan berkelanjutan. Prestasi olahraga yang berhasil dicapai atlet-atlet daerah baik di tingkat regional, nasional maupun internasional sudah pasti akan memberi dampak positif bagi terangkatnya nama baik dan prestise daerah. Oleh karena itu, ke depannya, porsi pembinaan pemuda dan olahraga harus semakin ditingkatkan sejak dari perencanaan, pelaksanaan, hingga monitoring dan evaluasi dalam suatu wahana yang lebih komprehensif dan integral dengan pelibatan peran aktif dari seluruh pemangku kepentingan.

2.1.2 Ekonomi

2.1.2.1 Kondisi Makro Ekonomi

Perkembangan ekonomi makro Kota Magelang dalam kurun waktu 2001-2005 telah menunjukkan kinerja yang membaik, antara lain ditunjukkan dengan meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi dari sebesar 3,44 % pada tahun 2001 menjadi 4,33 % pada tahun 2005 atau lebih tinggi 0,89%. Membaiknya perekonomian Kota Magelang tahun 2005 juga ditunjukkan dengan meningkatnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan mencapai Rp. 878.158.350.000,- sedangkan tahun 2001 baru mencapai Rp. 759.474.480.000,- yang berarti terjadi peningkatan yang cukup signifikan. Struktur PDRB tahun 2005 didominasi oleh sektor jasa (38,2%), sektor pengangkutan dan komunikasi (19,19%) serta sektor bangunan (15,33%). Lima sektor lainnya hanya berperan di bawah 30% dengan rata-rata sekitar 6% yaitu sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan (10,93%), sektor perdagangan, hotel dan rumah makan (7,11%), sektor industri pengolahan (3,37%), sektor pertanian (3,17%), sektor listrik dan air (2,70%). Dibandingkan dengan tahun sebelumnya peran kelima sektor tersebut secara total pada tahun 2005 lebih tinggi.

Sementara itu tingkat inflasi tahun 2005 lebih tinggi beberapa digit dari tahun sebelumnya yaitu dari 5,28% di tahun 2004 menjadi 14,84%. Namun tingkat inflasi ini secara umum masih cukup rendah dibandingkan dengan kondisi inflasi regional (15,97%) maupun nasional (16,16%). Kondisi Perekonomian Kota Magelang tidak terlepas dari pengaruh kondisi perekonomian tingkat atasnya dan global.

2.1.2.2 Kondisi Mikro Ekonomi

Pengembangan Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) memiliki potensi yang besar dan strategis dalam meningkatkan aktivitas ekonomi daerah, termasuk dalam penyerapan tenaga kerja daerah. Jumlah koperasi di Kota Magelang sampai dengan tahun 2005 berjumlah 191 buah yang berarti ada peningkatan sebesar 10 buah dari tahun 2002 yang berjumlah 181 buah, dengan anggota 27.819 orang dan tenaga kerja 402 orang. Besar modal dan volume usaha koperasi meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2002 modal koperasi Rp. 29.792.989.000,- meningkat menjadi Rp. 45.275.506.000,- di tahun 2005 dan volume usaha di tahun 2002 sebesar Rp.39.648.961.000,- di tahun 2005 menjadi Rp.78.579.207.000,-.

Jumlah perusahaan industri kecil mengalami kenaikan 23 buah ditahun 2005, industri sedang naik 1 buah sedangkan industri besar tetap. Banyaknya surat ijin usaha perdagangan yang dikeluarkan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan ada kenaikan dari 330 di tahun 2004 menjadi 362 ditahun 2005 sehingga ada kenaikan 32 SIUP. Kinerja ekspor dan impor ada kecenderungan semakin meningkat. Hal ini tercermin dari nilai ekspor impor yang meningkat dari US$ 3.788.113,51 di tahun 2004 menjadi US$ 4.205.135,05 di tahun 2005.

Jumlah sentra perusahaan industri kecil meningkat cukup baik dari 305 buah di tahun 2002 menjadi 329 di tahun 2005 dengan jumlah sentra 10 yang terdiri dari sentra parut besi/kompor, sentra sepatu/sandal, sentra konveksi, sentra mainan anak, sentra tahu di kelurahan Tidar dan Kelurahan Magersari, sentra tempe, sentra krupuk iris, sentra roti/kue dan sentra getuk. Tenaga kerja yang dapat diserap dari usaha ini juga meningkat dari 1.114 orang di tahun 2002 menjadi 1.181 orang di tahun 2005 dan jumlah investasi di tahun 2005 sebesar Rp.3.091.819.000,-

Pengembangan potensi Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah tersebut masih menghadapi berbagai permasalahan dan kendala, diantaranya adalah (1) panjangnya proses perijinan; (2) praktik usaha dan persaingan usaha yang tidak sehat; (3) lemahnya koordinasi lintas instansi dalam pemberdayaan Koperasi dan UMKM; (4) masih lemahnya kelembagaan UMKM. Permasalahan pokok lainnya yakni masih rendahnya produktivitas yang berakibat terjadinya kesenjangan antar pelaku Koperasi dan UMKM. Hal ini berkaitan dengan masih rendahnya kualitas SDM UMKM khususnya dalam bidang manajemen, organisasi, penguasaan teknologi, pemasaran, serta rendahnya kompetensi kewirausahaan UMKM. Kondisi yang demikian melemahkan kesiapan bersaing dan daya adaptasi dalam menghadapi persaingan di kancah perdagangan bebas dan global. Koperasi dan UMKM juga masih menghadapi masalah keterbatasan akses ke modal, sehingga menyulitkan dalam usahanya untuk meningkatkan kapasitas usaha ataupun pengembangan produk-produk yang memiliki nilai tambah dan daya saing yang tinggi.

2.1.2.3 Ketenagakerjaan

Tingkat pengangguran relatif masih tinggi dengan jumlah pencari kerja meningkat cukup signifikan dari tahun 2003 berjumlah 1.929 orang menjadi 2.456 orang di tahun 2005 sementara yang ditempatkan di tahun 2003 berjumlah 521 orang dan tahun 2005 baru ditempatkan 550 orang.

Penyerapan tenaga kerja di sektor industri didominasi oleh industri kecil, dimana mampu menyerap tenaga kerja berjumlah 5.684 sedangkan industri sedang menggunakan 1.057 tenaga kerja dan industri besar hanya 760 tenaga kerja. Masih relatif tingginya tingkat pengangguran terbuka berpotensi menimbulkan berbagai kerawanan sosial. Meskipun berbagai indikator ekonomi telah menunjukkan perbaikan dalam beberapa tahun terakhir ini, namun demikian dalam realitanya belum mampu menyerap tambahan angkatan kerja yang masuk ke dalam pasar kerja. Ini antara lain disebabkan pergerakan sektor riil sebagai katup pengaman dalam memenuhi kebutuhan lapangan kerja belum optimal dan tidak seimbang dengan tingkat kebutuhan permintaan lapangan kerja. Selain itu, tingkat pengetahuan, kapasitas, dan ketrampilan dari para pencari kerja masih sangat perlu ditingkatkan untuk disesuaikan dengan kualifikasi yang dipersyaratkan dalam memasuki dunia usaha.

2.1.2.4 Investasi

Sektor industri bukan sektor dominan dalam memberikan kontribusi terhadap PDRB di Kota Magelang, namun sektor tersebut paling sensitif dalam merespon pertumbuhan investasi. Potensi sektor kegiatan industri di Kota Magelang masih didominasi oleh sektor industri kecil. Dari data perkembangan industri diperoleh informasi bahwa jumlah unit usaha tahun 2003 bertambah 10 usaha, tahun 2004 bertambah 17 usaha dan tahun 2005 bertambah 23 usaha. Sedangkan pada industri sedang ada penambahan usaha di tahun 2004 bertambah 5 usaha, dan industri besar bertambah 5 usaha di tahun 2004.

Selanjutnya di bidang investasi daerah, masih dijumpai permasalahan yang berkaitan dengan upaya penciptaan iklim penanaman modal yang sehat. Beberapa di antaranya adalah: (1) Kondisi sosial ekonomi masyarakat Kota Magelang yang belum bisa menjadi magnet kalangan investor untuk menanamkan modalnya di Kota Magelang; (2) Masih dijumpainya tumpang tindih koordinasi antar instansi terkait penanganan kegiatan investasi; (3) Masih belum memadainya kapasitas dan kualitas infrastruktur dalam mendukung investasi daerah.

2.1.2.5 Stabilitas Perekonomian

Keberhasilan pembangunan bidang ekonomi, antara lain ditandai dengan semakin mantapnya stabilitas perekonomian Kota Magelang dalam kurun waktu 6 (enam) tahun terakhir. Selama periode 2000-2006 perekonomian Kota Magelang terus menunjukkan trend peningkatan, meskipun pada tahun 2003 berdasarkan harga konstan sedikit mengalami penurunan hing-ga mencapai angka 2,7% atau turun 1,21% dari tahun sebelumnya, yang disebabkan oleh melemahnya laju pertumbuhan beberapa lapangan usaha, namun kondisi ekonomi tahun 2004 hingga akhir tahun 2005 menunjukkan kecenderungan makin membaik dan terkendali. Ini ditunjukkan oleh trend membaiknya berbagai indikator ekonomi, seperti tingkat inflasi, nilai tukar rupiah terhadap dollar, suku bunga SBI.

Perbandingan pertumbuhan masing-masing sektor antara tahun 2004 dengan 2005 adalah sebagai berikut: sektor pertanian semula 5,30% turun menjadi 4,87%; industri pengolahan sebesar -4,52% mengalami kenaikan hingga kisaran 3,12%; Selanjutnya sektor listrik dan air semula sebesar 3,65% mengalami kenaikan menjadi 8,17%; perdagangan, hotel dan rumah makan yang telah tumbuh sebesar 7,89% mengalami penurunan menjadi hanya 7,50%; pengangkutan dan komunikasi sebesar 3,92% naik menjadi 5,19%. Pada sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan mengalami kenaikan dari 4,48% menjadi 6,64%, begitupun jasa-jasa yang semula tumbuh sebesar 3,20% juga naik menjadi 5,19%. Di sisi lain sektor bangunan mengalami penurunan hingga mencapai -2,0% dibanding tahun sebelumnya 4,02%.

2.1.3 Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

2.1.3.1 Penelitian dan Pengembangan

Penelitian dan pengembangan merupakan bagian penting dari pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selama ini sudah dilaksanakan berbagai macam penelitian dan pengembangan, baik yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah, perguruan tinggi, masyarakat maupun institusi lainnya. Namun demikian berbagai kegiatan penelitian dan pengembangan tersebut belum terintegrasikan ke dalam suatu jaringan penelitian dan pengembangan yang efektif sehingga masih terjadi duplikasi kegiatan penelitian yang serupa. Di samping itu penelitian belum sepenuhnya menjawab kebutuhan riil masyarakat dan belum mendukung penyelenggaraan pemerintahan. Hasil karya ilmiah dan temuan di bidang teknologi selama ini terhenti pada tataran konsep atau prototipe yang terbatas, sehingga kurang bermanfaat bagi kepentingan masyarakat.

Pemerintah Kota Magelang mempunyai komitmen kuat bagi peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini berangkat dari kesadaran bahwa sebagian besar masyarakat belum memiliki budaya iptek yang tinggi. Upaya membudayakan iptek terus dilakukan, mulai dari sosialisasi, seminar, penjaringan sampai dengan pameran hasil temuan kreativitas dan inovasi masyarakat. Berdasarkan inventarisasi melalui kegiatan Penyelengaraan dan Penjaringan Kreativitas dan Inovasi Masyarakat (Krenova) yang dilaksanakan Pemerintah Kota Magelang, jumlah temuan kreativitas dan inovasi masyarakat menunjukkan trend peningkatan. Pada tahun 2007 jumlah temuan yang mengikuti penjaringan kreativitas dan inovasi masyarakat (Krenova) sebanyak 13 temuan, meningkat dibandingkan tahun 2004 sebanyak 9 temuan. Pada penyelenggaraan kreativitas dan ino-vasi masyarakat (Krenova) tingkat Provinsi Jawa Tengah, temuan masyarakat Kota Magelang berhasil menduduki peringkat 10 (sepuluh) besar di Tingkat Provinsi Jawa Tengah dan mendapatkan penghargaan dari Gubernur Jawa Tengah selama 3 tahun berturut-turut, dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2007.

2.1.3.2 Teknologi Informasi

Ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) mengalami perkembangan yang sangat pesat, termasuk di antaranya di bidang informasi dan komunikasi. Kemajuan teknologi memberi kontribusi signifikan terhadap terjadinya perubahan dan kemajuan di dunia modern. Dengan pesatnya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi begitu cepat berkembang dan menyebar nyaris tanpa batas. Ilmu pengetahuan dan teknologi cepat menyebar, ditirukan dan dimanfaatkan di seluruh penjuru dunia, suatu langkah menuju efektivitas dan efisiensi yang tinggi.

Keluasan dan ketinggian keilmuan ditunjukkan dengan daya respons yang cepat dan kemampuan dalam menyerap informasi dan melakukan komunikasi timbal balik dari apa yang tidak diketahui menjadi diketahui. Berbekal itu selanjutnya dikembangkanlah berbagai bentuk dan macam penerapan, uji coba (kreasi) dan inovasi, hingga menemukan sesuatu yang baru. Hasil temuan itu selanjutnya akan berguna apabila ada proses difusi, penyebaran informasi dan pemanfaatan yang lebih luas. Dalam realitasnya kesadaran akan proses tersebut, baru dimiliki sebagian kecil masyarakat Kota Magelang. Terlihat dari kemauan dan kemampuan mengakses internet, mempergunakan e-mail, TV Edukasi dan lain sebagainya untuk keperluan yang lebih maju dan efisien. Yang terjadi saat ini sistem manual dan tradisional masih menjadi tradisi, tumpukan berkas dokumen menghabiskan ruang dan biaya.

Media informasi dan komunikasi yang dimiliki pemerintah, dari bentuk majalah ”Dinamika” hingga website ”Pemerintah Kota Magelang”, ”Desa Buku” dan lain-lainnya dirasa masih belum cukup memenuhi kebutuhan akan informasi dan komunikasi sebagian masyarakat Kota Magelang. Di sisi lain, sebaliknya, masyarakat pada umumnya belum begitu akrab, melihat, mengetahui dan memanfaatkan kemajuan fasilitas hasil rekayasa teknologi tersebut, yang salah satunya disebabkan oleh kurangnya sosialisasi dan diseminasi, serta kampanye akan arti pentingnya budaya iptek maupun pemanfaatan teknologi informasi.

2.1.4 Sarana dan Prasarana

Pembangunan sarana dan prasarana perkotaan di Kota Magelang direncanakan untuk mendukung terwujudnya visi kota, yang pada dasarnya menjadikan Kota Magelang sebagai kota jasa, dengan penekanan pada jasa perekonomian, pendidikan, dan kesehatan. Sarana prasarana perkotaan pada dasarnya merupakan elemen pendukung bagi berlangsungnya kehidupan suatu kota, karena masyarakat yang tinggal di suatu kota membutuhkan kehadiran sarana prasarana untuk melangsungkan kegiatan.

Sarana prasarana perkotaan merupakan aspek yang sangat penting dalam mengelola kawasan perkotaan. Ketersediaan sarana dan prasarana perkotaan sangat menentukan dalam pengembangan suatu kota. Sarana perkotaan meliputi sarana pendidikan, kesehatan, permukiman, perdagangan, sarana perhubungan darat, serta sarana rekreasi dan olah raga. Prasarana perkotaan meliputi prasarana permukiman; prasarana perhubungan; prasarana jaringan, yang terdiri dari jaringan drainase perkotaan, jaringan irigasi, serta jaringan utilitas lainnya; serta prasarana persampahan.

Dilihat dari segi aksesibilias, kualitas maupun cakupan pelayanannya, kondisi sarana dan prasarana perkotaan di Kota Magelang saat ini sudah cukup baik dan tersebar secara merata di wilayah Kota Magelang. Sarana dan Prasarana dimaksud adalah:

1. Pendidikan
Sarana dan prasarana pendidikan yang telah tersedia di Kota Magelang mulai dari jenjang Taman Kanak-Kanak hingga jenjang Pendidikan Tinggi baik negeri maupun swasta adalah sebagai berikut:

NO JENJANG PENDIDIKAN JUMLAH
1 Taman Kanak-Kanak 70
2 Sekolah Dasar 76
3 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama 21
4 Sekolah Lanjutan Tingkat Atas 31
5 Sekolah Menengah Kejuruan 19
6 Sekolah Luar Biasa 2
7 Pendidikan Tinggi (Universitas dan Akademi) 6

Setiap jenjang pendidikan telah pula menyediakan prasarana yang cukup berkualitas dengan kuantitas yang memadai guna memperlancar proses belajar mengajar dan meningkatkan kualitas keilmuan peserta didik. Prasarana tersebut mencakup peralatan laboratorium, alat peraga, sarana prasarana Olah Raga dan Kesenian, termasuk pula peralatan audio visual yang dapat menciptakan suasana belajar lebih menyenangkan dengan harapan bahwa kaidah ilmu yang dipelajari akan lebih mudah dipahami.

Sarana pendidikan yang tersedia tersebut bahkan mampu menjadi tujuan masyarakat wilayah sekitar Kota Magelang untuk memperoleh pendidikan. Hal inilah yang mendorong nilai Angka Partisipasi Kasar (APK) Kota Magelang melebihi 100%.

2. Kesehatan
Sebagaimana sarana prasarana pendidikan, sarana kesehatan juga telah tersebar merata di seluruh wilayah Kota Magelang dan juga Meskipun hanya PUSKESMAS Pembantu, sarana kesehatan tersebut telah mampu membantu masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan tingkat pertama.

Secara keseluruhan, jumlah sarana kesehatan baik milik pemerintah, swasta, maupun perorangan di Kota Magelang adalah sebagai berikut:

No Jenis Jumlah
1 Rumah Sakit Umum 5
2 Rumah Sakit Jiwa 2
3 Rumah Sakit Paru-Paru 1
4 Rumah Sakit Bersalin 2
5 PUSKESMAS 5
6 PUSKESMAS Pembantu 11
7 Dokter 140
8 Bidan dan Perawat 918
9 Unit Transfusi Darah - PMI 1

Sarana kesehatan di Kota Magelang telah mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat sekitar bahkan telah menjadi Rumah Sakit rujukan untuk wilayah Kedu. Sarana yang tersedia didukung dengan prasarana yang memadai dan berkualitas seperti fasilitas EKG dan Hemodialisa yang didukung pula dengan peningkatan kualitas sumber daya manusianya.

3. Permukiman
Dari pemanfaatan lahan di Kota Magelang, sebagian besar lahan yang tersedia, yaitu diatas 72% dari keseluruhan wilayah Kota merupakan areal terbangun yang sebagian besar diantaranya mewadahi kegiatan permukiman penduduk. Kondisi tersebut menuntut penyediaan sarana dan prasarana yang memadai untuk mendukung kelangsungan kegiatan permukiman.

Sarana permukiman dimaksudkan sebagai berbagai fasilitas yang ada dan dibutuhkan untuk mendukung berlangsungnya kegiatan permukiman. Dibandingkan dengan jumlah penduduk Kota Magelang tahun 2006, maka ketersediaan sarana permukiman sudah memenuhi. Permasalahan yang muncul adalah perlunya pemeliharaan terhadap sarana permukiman yang ada sehingga memperpanjang usia pakai sarana tersebut.

Untuk prasarana permukiman perkotaan, kondisi saat ini yang dijumpai adalah masih perlunya peningkatan kualitas prasarana dasar permukiman perkotaan, yang meliputi prasarana jalan lingkungan, prasarana drainase lingkungan, prasarana air bersih lingkungan, serta prasarana sanitasi lingkungan. Dalam penyediaannya, tidak terlepas dari karakteristik kawasan permukiman yang ada, yaitu kawasan permukiman padat di pusat-pusat perekonomian kota, kawasan permukiman di perbatasan dan kawasan permukiman baru.

Prasarana jaringan drainase kota terutama dirancang untuk mengatasi genangan pada saat musim hujan. Namun demikian kondisi saat ini masih terdapat genangan di beberapa lokasi di Kota Magelang. Permasalahan yang harus segera diantisipasi adalah dengan menyusun master plan drainase kota, yang akan dijadikan sebagai rencana induk bagi penanganan drainase kota. Kondisi topografi Kota Magelang yang berkontur merupakan kondisi fisik alam yang memudahkan pengatasan drainase kota. Hal itu harus dimanfaatkan sebaik mungkin dalam mengatasi genangan, sehingga pada masa yang akan datang diharapkan tidak terdapat lagi genangan di beberapa lokasi.

Prasarana jaringan lain, yaitu air bersih, jaringan listrik dan telepon, persebarannya sudah menjangkau seluruh kelurahan yang ada, meskipun masih memerlukan peningkatan kualitas pelayanan dalam rangka mencapai kepuasan masyarakat.

4. Perdagangan
Sarana perdagangan merupakan sarana perekonomian yang sangat mempengaruhi kehidupan kota dan tingkat ekonomi masyarakatnya. Posisi strategis Kota menjadi tujuan masyarakat wilayah sekitar untuk mendistribusikan hasil bumi dan potensi lainnya serta menjadi tujuan untuk memperoleh kebutuhan baik primer, sekunder, maupun tersiernya. Peluang demikian ditangkap dengan penyediaan sarana prasarana perdagangan baik tradisional maupun modern.

Pasar Tradisional sebagai sarana perdagangan terdiri dari Pasar Rejowinangun, Pasar Gotong Royong, Pasar Kebonpolo, dan Pasar Cacaban. Dari keempat pasar tersebut yang paling dominan adalah keberadaan Pasar Rejowinangun, karena merupakan pasar skala regional yang memfasilitasi kegiatan transaksi antara pedagang dan pembeli yang juga berasal dari wilayah sekitar.

Sarana perdagangan modern saat ini sudah berdiri beberapa supermarket dan mini market, yaitu Matahari Department Store, Gardena Pasar Raya dan Swalayan, Trio Plaza dan Hero. Sedangkan keberadaan minimarket telah tersebar dan cenderung meningkat pada beberapa lokasi yang mudah dijangkau oleh penduduk.

5. Perhubungan
Prasarana perhubungan darat yang ada di Kota Magelang menempati posisi yang sangat strategis dalam mendukung skenario pengembangan kota, yaitu penyebaran keramaian di seluruh sudut kota. Pada saat ini persebaran prasarana perhubungan darat masih terkonsentrasi pada kawasan pusat kota dan pusat pertumbuhan ekonomi kota. Sedangkan upaya peningkatan prasarana perhubungan darat pada kawasan perbatasan sudah mulai dirintis sejak tahun 2001, yang telah berdampak pada tercapainya keseimbangan pertumbuhan ekonomi pada kawasan perbatasan.

Kondisi aspek sarana perhubungan pada saat ini dapat dicerminkan dari keberadaan sarana transportasi yang terdiri dari terminal dan sarana angkutan publik. Untuk sarana terminal keberadaan terminal Tidar yang berlokasi di Jalan Soekarno-Hatta merupakan sarana tempat perpindahan moda angkutan dari luar kota ke angkutan dalam kota atau dari luar kota ke angkutan perdesaan. Pelayanan yang diberikan dari terminal tersebut adalah untuk angkutan publik antar kota dengan tujuan utama adalah Kota Semarang, Jogjakarta, Purwokerto, sedangkan kota-kota lain yang menjadi tujuan adalah Purworejo, Salaman, Salatiga, Wonosobo, Temanggung, Parakan. Kota-kota diluar Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta yang menjadi tujuan adalah Jakarta, Surabaya, Bandung, Bogor, Denpasar, serta beberapa kota di Pulau Sumatra. Jangkauan pelayanannya selain mencakup warga Kota Magelang juga warga dari Wilayah sekitar.

Selain terminal Tidar yang merupakan terminal induk Kota Magelang, sarana perhubungan darat yang lain adalah sub terminal. Saat ini terdapat 2 (dua) sub terminal yaitu sub terminal Kebonpolo dan sub terminal Rejomulyo. Meski demikian, selain kedua sub terminal tersebut, juga terdapat beberapa tempat yang dimanfaatkan sebagai pergantian moda angkutan, baik antar jalur dalam kota, maupun antara angkutan perdesaan dan angkutan perkotaan. Tempat-tempat itu adalah di kawasan Canguk, Shopping Center, Jalan Alibasah Sentotprawirodirjo, Jalan Sudirman, dan Sambung.

Keberadaan “sub terminal” di luar dua sub terminal tersebut memunculkan permasalahan tentang kepentingan perencanaan ulang sehingga sesuai dengan kaidah-kaidah yang terdapat dalam manajemen / pengelolaan transportasi perkotaan. Pada kurun waktu 20 tahun yang akan datang sub terminal yang harus dibangun adalah sub terminal di lokasi Jalan Alibasah Sentotprawirodirjo dan di lokasi Kawasan Canguk. Kedua sub terminal tersebut direncanakan memfasilitasi perpindahan moda angkutan umum dari daerah Bandongan dan Tegalrejo. Sedangkan perpindahan moda angkutan di lokasi Shopping Center dapat dirancang bersamaan dengan peningkatan fasilitas perdagangan di lokasi tersebut. Untuk sub terminal Kebonpolo dapat direncanakan secara terpadu apabila di kawasan itu dibangun fasilitas perdagangan modern.

6. Rekreasi dan Olah Raga
Pada aspek sarana rekreasi dan olah raga kota, kondisi saat ini yang mendesak untuk segera ditangani adalah persebaran sarana rekreasi publik, yaitu taman-taman kota yang bersifat taman rekreasi publik, dimana keberadaan sarana rekreasi publik masih terpusat pada Taman Badaan dan Ruang Terbuka di Alun-Alun Kota Magelang. Sisi utara dan selatan kota harus dilengkapi dengan sarana rekreasi publik, sehingga masyarakat Kota Magelang dapat menikmati waktu luang di taman tersebut. Di sisi utara lokasi pembuatan sarana rekreasi publik yang masih memungkinkan adalah pada Kawasan GOR Samapta dan Kawasan Sidotopo. Sedangkan untuk sarana olah raga bagi cabang olah raga bulu tangkis, masyarakat Kota Magelang pada umumnya menggunakan gedung balai kelurahan dan balai kecamatan, sehingga persebarannya sudah merata. Untuk tenis lapangan persebarannya sudah cukup merata. Sarana olah raga yang perlu mendapatkan pemikiran adalah bola volley dan sepak bola, hal ini disebabkan oleh keterbatasan lahan terbuka yang masih tersisa di Kota Magelang.

Pada tahun 2006 telah dicanangkan pengembangan Kawasan GOR Samapta sebagai kawasan olah raga dan rekreasi dengan fasilitas olah raga yang akan dibangun meliputi kolam renang dan stadion madya. Selanjutnya, di tahun 2007 disusun Master Plan Kawasan yang ditindaklanjuti dengan penyusunan Rencana Teknis Pembangunan Kolam Renang dan Stadion Madya. Penyusunan rencana teknis tersebut sebagai persiapan untuk pembangunan fisik kawasan yang direncanakan akan dimulai tahun 2008. Dengan dibangunnnya beberapa sarana olah raga pada kawasan tersebut diharapkan akan menambah sarana olah raga di Kota Magelang dan juga akan mendukung terciptanya peran dan fungsi sebagai kota jasa.

2.1.5 Politik

2.1.5.1 Kehidupan Berpolitik 

Pemilihan umum Legislatif 2004 dan Pemilihan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah secara langsung tahun 2005 yang berjalan dengan demokratis, aman, dan adil telah berhasil membentuk lembaga suprastruktur politik daerah yang legitimate (DPRD dan Walikota/Wakil Walikota). Capaian politik ini merupakan modal penting sebagai pijakan dalam menopang dan memperkuat proses konsolidasi demokrasi di Kota Magelang. Terpeliharanya suasana yang sejuk dan kondusif selama ini memberi kontribusi bagi kesuksesan penyelenggaraan pesta demokrasi itu. Peran dan fungsi aparat keamanan, jajaran pemerintah, serta penyelenggara pemilu yang didukung oleh masyarakat luas telah berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Terjaganya netralitas Pegawai Negeri Sipil (PNS) jajaran Pemerintah Kota Magelang terhadap politik sesuai dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian menjadi catatan tersendiri yang bermuatan positif bagi upaya peningkatan profesionalisme aparatur dalam bingkai pembangunan politik di daerah.

 Dalam realitasnya, pergerakan arus demokrasi yang ada dalam perspektif teori politik masih berproses sekadar memenuhi persyaratan demokrasi prosedural dan belum mengarah kepada terciptanya demokrasi substansial. Proses politik (formulasi dan pengambilan kebijakan publik) pada sistem politik yang telah terbangun masih cenderung berlangsung sebatas formalitas dan belum secara mendasar serta komprehensif mengikutsertakan peran serta para pemangku kepentingan (stakeholders), sehingga banyak kebijakan publik yang tidak atau kurang sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Efeknya adalah muncul berbagai tuntutan eskalatif rakyat terhadap praktik penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik dan bersih di tingkat daerah. Penerapan mekanisme checks and balances yang adil serta kebebasan dalam melaksanakan hak-hak sipil dan politik warga menjadi isu politik yang hangat sejalan dengan semakin bergulirnya arus demokratisasi. Perkembangan visi dan misi partai politik ternyata belum sepenuhnya sejalan dengan perkembangan kesadaran dan dinamika kehidupan sosial politik masyarakat dan tuntutan demokratisasi. Orientasi yang lebih dominan kepada kepentingan diri, kelompok atau ideologi masing-masing dari para elite/aktor politik daripada kepentingan rakyat banyak sangat mewarnai atmosfer perpolitikan lokal yang tengah berlangsung. Apalagi ditambah perilaku korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang masih marak dalam praksis penyelenggaraan pemerintahan membawa dampak kepada teralienasi dan terdegradasinya derajat keterwakilan politik (representative) para wakil rakyat di mata konstituen/publik. Dalam perspektif etika politik, penyelewengan kekuasaaan yang terjadi merefleksikan masih rendahnya kesadaran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, rasa nasionalisme, dan cinta tanah air dari para pelakunya.

Dalam konteks hubungan pusat-daerah, format desentralisasi dan otonomi daerah yang sudah dibangun berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah semakin mendorong kemandirian daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya. Akan tetapi dalam pelaksanaannya masih mengalami berbagai permasalahan, antara lain disebabkan kurangnya koordinasi pusat-daerah dan masih belum konsistennya sejumlah peraturan perundangan yang ada. Peran dan fungsi pemerintah daerah (sistem politik daerah pada umumnya) dalam upaya mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat, sebagai esensi dan filosofi dasar dari tujuan otonomi daerah, belum termanifestasi secara riil dalam praktik penyelenggaraan pemerintah daerah. Pemenuhan kebutuhan hak-hak sosial, ekonomi dan budaya masyarakat belum berjalan secara optimal. Dimensi ”minta dilayani” masih kental menyelimuti pola pikir (mindset) para elite lokal yang mestinya pada dirinya teremban amanat rakyat untuk mewujudkan harkat dan martabat kedaulatan rakyat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di tingkat lokal. Memudarnya makna hakekat demokrasi tersebut dalam perkembangannya tidak dapat dipungkiri akan cenderung menggerus dan memperpuruk legitimasi dan kredibilitas pemerintah di mata publik, sehingga muncul sikap ketidakpercayaan kepada pemerintah. Implikasinya, segala kebijakan dan peraturan yang dikeluarkan pemerintah sering tidak berjalan efektif di lapangan. Dalam proporsi tertentu muncul ketidakpatuhan dan ketidaktaatan sosial yang menjurus kepada suasana anomali yang barangkali bisa menjadi cikal bakal tumbuhnya anarkisme dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Secara psiko-sosial, kondisi itu juga memungkinkan tumbuhnya sikap apatis, pesimis, skeptis, ketidakpedulian, atau bahkan ketidakberdayaan (disempowerment) masyarakat terhadap segala keluaran (output) dan capaian kinerja dari proses penyelenggaraan sistem pemerintahan.

2.1.5.2 Partisipasi Politik

Tingginya angka partisipasi politik masyarakat Kota Magelang (tercatat pada Pemilu Legilslatif sebesar 75,49 persen, Pilpres putaran I 79,42 persen, Pilpres putaran II tahun 2004 81,03 persen, dan Pilkadasung 2005 sebesar 77,45 persen, atau rata-rata sebesar 78,35 persen) memberi andil yang besar, tidak saja terhadap suksesnya Pemilu dan Pilkadasung melainkan juga dalam memperkuat legitimasi figur-figur terpilih untuk mengemban amanat rakyat. Fenomena politik ini mencerminkan bahwa proses pendidikan dan pembelajaran politik telah cukup berjalan dalam menumbuhkembangkan partisipasi politik warga. Namun demikian, secara substansial, partisipasi politik warga belum tampak otonom, yang tampak ke permukaan lebih terlihat sebagai mobilisasi massa oleh aktor atau kelompok politik tertentu yang cenderung hanya diorientasikan kepada keuntungan dan kepentingan mereka sendiri. Ini mengisyaratkan bahwa fungsi partai politik ataupun kelompok kepentingan lainnya dalam internalisasi nilai, rekrutmen politik, artikulasi dan agregasi politik, serta komunikasi politik belum berjalan sebagaimana mestinya. Budaya politik demokrasi belum berkembang sesuai nilai-nilai yang ada sehingga kualitas pemahamannya belum mampu diwujudkan dalam kehidupan politik sehari-hari. Tingkat rasionalitas politik warga belum berkembang sebagaimana mestinya sehingga seringkali yang muncul ke permukaan adalah emosi politik dan terabaikannya etika berdemokrasi.

Kemajuan demokrasi terlihat pula dengan telah berkembangnya kesadaran terhadap hak-hak rakyat dalam kehidupan politik, yang dalam jangka panjang diharapkan mampu menstimulasi masyarakat untuk lebih jauh kian aktif berpartisipasi dalam mengambil inisiatif bagi pengelolaan urusan-urusan publik. Kemajuan itu tidak terlepas dari berkembangnya peran partai politik, organisasi non-pemerintah dan organisasi-organisasi masyarakat sipil lainnya, serta adanya kebebasan pers dan media yang antara lain ditandai dengan peran aktifnya dalam menyuarakan aspirasi masyarakat dan melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan.

2.1.6 Keamanan dan Ketertiban

2.1.6.1 Stabilitas keamanan dan ketertiban

Terpeliharanya stabilitas keamanan dan ketertiban daerah merupakan keberhasilan seluruh elemen baik dari jajaran pemerintah maupun masyarakat, utamanya aparat/perangkat keamanan dan ketertiban. Situasi keamanan dan ketertiban yang sejuk dan kondusif selama ini telah menjadi modal dan kekuatan bagi Kota Magelang dalam melangsungkan praktik penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. Keberlangsungan dan kelancaran segala kebijakan, strategi, program, dan kegiatan yang telah dicanangkan Pemerintah Kota Magelang beserta jajarannya sudah tentu memerlukan dukungan suasana yang kondusif dan nyaman dari lingkungan yang melingkupinya. Harmonisasi antar warga dalam interaksi kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan budaya yang telah berjalan serasi selama ini sangat mendukung terhadap berbagai upaya yang dilakukan guna menciptakan dan mengembangkan tenggangrasa, toleransi, hormat menghormati, dan kesetiakawanan sosial antar berbagai unsur yang ada. Hal yang membanggakan bagi Kota Magelang adalah meskipun tingkat pluralistik masyarakatnya cukup tinggi, namun terjadinya gejolak ataupun konflik baik yang bersifat vertikal maupun horizontal hingga kini dapat ditekan serendah mungkin. Kondisi yang favourable ini merupakan prestasi dan prestise yang layak untuk selalu dijaga dan didukung oleh seluruh komponen masyarakat Kota Magelang.

2.1.6.2 Antisipatif dan preventif

Secara empirik, gangguan keamanan dan ketertiban yang selama ini muncul dan berpotensi berkembang di Kota Magelang adalah apabila terjadi konflik antara buruh dan majikan dalam pengelolaan manajemen perusahaan; perilaku tidak tertib kalangan sektor informal kaki lima dan gepeng; unjuk rasa; perkelahian/perselisihan antar kelompok dan tawuran; pelanggaran norma sosial; serta berbagi bentuk pelanggaran dan ketidakdisiplinan lainnya. Adanya kerawanan dan masalah sosial tersebut akan berdampak negatif dan berpotensi melahirkan berbagai penyakit masyarakat seperti kriminalitas, penyalahgunaan narkoba, minuman keras, perjudian, pelacuran, premanisme, dan perilaku sosial yang menyimpang lainnya. Lebih dari itu, tidak boleh dilupakan juga terhadap ancaman bahaya yang lebih besar yakni terorisme, konflik yang bersifat SARA, dan gerakan radikalisme yang acapkali bersifat laten serta memiliki spektrum jaringan dan daya destruktif yang lebih luas.

Potensi terjadinya riak-riak kecil gesekan sosial tetap ada dan harus senantiasa kita waspadai bersama. Upaya antisipatif dan preventif dalam memperkuat jalinan kohesi sosial adalah dengan memupuk dan menumbuhkembangkan rasa kebersamaan dan kegotongroyongan yang telah menjadi karakter bangsa Indonesia. Penguatan wawasan kebangsaan dan semangat persatuan kesatuan akan menyuburkan rasa memiliki (sense of belonging) bagi setiap individu dan warga masyarakat terhadap lingkungan huniannya sendiri maupun cakupan yang lebih luas dalam wilayah Kota Magelang, meski antara satu dengan lainnya terdapat perbedaan baik sosial, ekonomi, budaya, agama maupun orientasi politiknya. Permasalahannya, dalam perkembangan kehidupan yang makin kompleks ini sangat dirasakan adanya kecenderungan memudarnya nilai-nilai wawasan kebangsaan dari berbagai lapisan masyarakat. Lunturnya nilai-nilai wawasan kebangsaan pada gilirannya dapat memunculkan sikap dan tindakan yang hanya bersemangatkan solidaritas sempit, ikatan primordial, dan sektarian dari satu kelompok masyarakat tertentu yang bisa mengakibatkan retaknya keharmonisan, keserasian, dan integrasi antar warga dalam jalinan interaksi sosial. Di sisi lain, maraknya perilaku KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) yang menggerogoti kekayaan negara mencerminkan pula terjadinya erosi dan menipisnya rasa cinta air dari para pelakunya.

2.1.6.3 Peran Aparat dan Partisipasi Masyarakat

Terjadinya pelanggaran dan ketidaknyamanan lingkungan akibat gangguan keamanan pada satu sisi disebabkan oleh lemahnya kesiap-siagaan dan kewaspadaan aparat keamanan, dan juga karena kurangnya dukungan masyarakat dalam menjaga kondusifitas lingkungan sekitar melalui sistem keamanan lingkungan yang berbasiskan rakyat semesta. Karenanya diperlukan aparat keamanan yang terlatih dan terbina secara berkelanjutan, sekaligus penyiapan komponen-komponen masyarakat dalam konteks cegah dan deteksi dini terhadap semua gejala yang diindikasikan mempunyai kecenderungan membuat suasana tidak aman dan tidak tertib. Penanaman nilai serta sosialisasi beserta keteladanan para pemimpin mengenai arti penting penerapan pola hidup yang tertib dan patuh aturan hendaknya bisa dikembangkan secara intensif dan operasional dalam kehidupan nyata sehari-hari. Dengan begitu lambat laun akan terkristalisasi suatu pranata atau nilai-nilai disiplin, patuh dan taat aturan, serta penegakan supremasi hukum kepada siapa saja tanpa pandang bulu dalam format tata nilai sosial. Secara evolutif diharapkan nilai-nilai kebiasaan (customs) tersebut menjadi pegangan dalam kehidupan sehari-hari dan membentuk suatu budaya masyarakat yang senantiasa mengedepankan spirit disiplin dan etos kerja yang tinggi. Termasuk di dalam ranah ini adalah partisipasi masyarakat melalui peningkatan kesiapsiagaan dan kewaspadaan dalam menghadapi bencana yang juga ikut menyumbang bagi terciptanya kenyamanan lingkungan dalam kehidupan bersama.

Patut pula dicatat bahwa pada tataran masyarakat sipil, melalui fasilitasi Pemerintah Kota Magelang, telah terbentuk Forum Persaudaraan Bangsa Indonesia (FPBI) dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di Kota Magelang yang diharapkan dapat menjadi pilar dalam memperkuat dan menggalang solidaritas, toleransi, kerukunan, dan tenggang rasa antar umat yang memiliki perbedaan baik suku bangsa/etnis maupun agama yang dipeluknya. Intensitas komunikasi, kerjasama, dan koordinasi antar warga dengan latar belakang beda suku dan agama ini sangat diperlukan untuk mempererat dan memperkokoh semangat persaudaraan dan kebersamaan sebagai sesama anak bangsa dalam wadah NKRI. Pengembangan dan pemupukan wawasan serta semangat kebangsaan ini harus dilaksanakan secara berkelanjutan dan berkesinambungan, disampaikan secara berulang-ulang (repetitif), dan disertai keteladanan yang nyata dari para pemimpinnya guna kian menumbuhkembangkan rasa nasionalisme, patriotisme, dan cinta tanah air pada semua lapisan masyarakat, terutama dari kalangan generasi muda. Disamping itu, juga dibutuhkan semangat kebersamaan, kebesaran hati, dan kegotongroyongan dalam memperkokoh rasa saling menghormati dan menghargai intern umat beragama, intra umat beragama, dan antara umat beragama dengan pemerintah dalam suasana ”kekitaan” untuk mengerti, memahami, menyadari, dan menerima adanya perbedaan yang ada. Secara preventif, dampak yang diharapkan dari upaya-upaya tersebut adalah agar dapat mencegah terjadinya perpecahan antar umat atau menghindari munculnya tindakan kekerasan yang acapkali hadir dalam gejolak atau konflik antar umat beragama maupun antar etnis.

2.1.7 Hukum dan Aparatur

2.1.7.1 Pemerintahan Umum

Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah sesuai yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945, Pasal 18, Pemerintah telah menetapkan undang-undang yang mengatur tentang Pemerintahan di Daerah yang digunakan sebagai dasar pijakan dalam penyelenggaraan Pemerintah Daerah di tingkat Provinsi atau Kabupaten/Kota.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah merupakan wujud pelaksanaan reformasi di bidang pemerintahan daerah. Perubahan yang sangat signifikan di dalamnya adalah diterapkannya sistem pelaksanaan pemerintahan daerah yang semula bersifat sentralisasi menjadi desentralisasi. Pada era ini Pemerintah Daerah benar-benar diberi keleluasaan sepenuhnya dalam menjalankan roda pemerintahan sesuai dengan batas kewenangannya dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah Kabupaten/Kota diberi keleluasaan dalam mengimplementasikan prinsip-prinsip desentralisasi dengan mendorong upaya-upaya pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat, serta mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menempatkan Otonomi Daerah secara riil dan seluas-luasnya kepada daerah. Kabupaten dan Kota dalam kedudukannya sebagai Daerah Otonom yang mempunyai kewenangan dan keleluasaan untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakat. Hampir semua kewenangan dapat dilaksanakan kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan lainnya. Maksud kewenangan bidang lainnya itu meliputi: kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi dan standarisasi nasional. Lebih dari itu, dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 juga telah ditegaskan bahwa antara pemerintah Kabupaten dan atau Kota tidak ada lagi hubungan hierarkhis dengan Pemerintah Provinsi, meski Provinsi tetap berkedudukan sebagai kepanjangan tangan dari Pemerintah Pusat.

Sejalan dengan berlangsungnya reformasi, pelaksanaan otonomi terus berjalan sesuai dengan perkembangan jaman, namun dalam rangka menyelaraskan antara undang-undang yang satu dengan undang-undang lainnya dalam perkembangannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 digantikan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Hasilnya secara relatif telah terjadi keselarasan antara Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dengan undang-undang lainnya seperti: Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Atas Pengelolaan Keuangan Negara, dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Meskipun undang-undang tentang pemerintahan daerah telah diganti, tetapi pada dasarnya tidak merubah pelaksanaan asas desentralisasi, sehingga Pemerintah Kabupaten/Kota tetap diberi kewenangan penuh sesuai dengan pelaksanaan otonomi daerah yang mengacu pada undang-undang sebelumnya.

Permasalahan yang muncul adalah bagaimana Pemerintah Kota Magelang 20 tahun ke depan dapat menjalankan roda pemerintahan sesuai dengan kewenangan-kewenangan yang telah diberikan. Dalam kerangka itulah, maka Program Pembangunan Jangka Panjang Kota Magelang harus mampu dipersiapkan dengan format perencanaan pembangunan bidang pemerintahan umum, hukum, dan aparatur sesuai dengan perkembangan situasi dan kondisi, serta mengakomodasikan berbagai kepentingan yang selaras dengan aspirasi masyarakat.

2.1.7.2 Hukum

Salah satu kunci keberhasilan pelaksanaan tugas pemerintahan dan pelayanan masyarakat adalah penegakan supremasi hukum yang merupakan salah satu pilar dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih. Hukum dapat diterapkan sebagaimana mestinya sebagai tempat pijakan bagi seluruh kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat.

Upaya-upaya konkret dalam penegakan supremasi hukum sebagai manifestasi pemulihan kepercayaan masyarakat di Kota Magelang telah ditempuh melalui penyusunan dan penerbitan produk-produk hukum daerah yang aspiratif sesuai kebutuhan daerah serta mengedepankan nilai-nilai Hak Asasi Manusia (HAM). Upaya tersebut ditunjang pula dengan peningkatan kapasitas dan kualitas kelembagaan serta aparatur hukum dan penyediaan sarana prasarana hukum yang memadai.

Pembinaan hukum tahun 2000 sampai tahun 2004 berpedoman pada kebijakan umum bidang hukum sebagaimana tercantum dalam pokok-pokok reformasi pembangunan Kota Magelang Tahun 1999 serta kebijakan bidang hukum yang tercantum dalam Propeda Kota Magelang Tahun 2002-2005 dan RENSTRA Kota Magelang Tahun 2002-2005.

Hasil-hasil yang telah dicapai dalam rangka pembinaan hukum di Kota Magelang dalam kurun waktu Tahun 2000-2004 adalah:

  1. Produk Hukum berupa Peraturan Daerah, Tahun 2000 sebanyak 18 buah, Tahun 2001 sebanyak 22 buah, tahun 2002 sebanyak 17 buah, tahun 2003 sebanyak 21 buah dan tahun 2004 sebanyak 4 buah.
  2. Sedangkan dalam rangka peningkatan SDM di bidang teknis perancangan perundang-undangan, tahun 2002 dan 2003 Bagian Hukum telah mengadakan kerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang melaksanakan bimbingan teknis perancangan perundang-undangan kepada pejabat/staf dilingkungan Pemerintah Kota Magelang dan para Ketua Komisi serta Anggota Komisi A DPRD Kota Magelang.
  3. Penyuluhan hukum sebagai upaya meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap hukum (Peraturan Daerah) sehingga terwujud peningkatan rasa memiliki dari masyarakat terhadap produk hukum yang telah ada. Kegiatan penyuluhan hukum berupa sosialisasi Perda, dan peraturan hukum lainnya serta pembinaan Jaringan Dokumentasi dan Informasi (JDI) Hukum telah dilaksanakan sejak tahun 2003 sampai tahun 2004.
  4. Pemberdayaan lembaga hukum sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pengetahuan dan wawasan hukum bagi semua penegak hukum yang ada di Kota Magelang melalui koordinasi antar lembaga/instansi daerah, khususnya lembaga penegak hukum serta komunikasi aktif antara legislatif, eksekutif dan yudikatif di daerah melalui jalur-jalur yang efektif serta mengacu kepada tugas dan fungsinya masing-masing.
  5. Koordinasi aparat penegak hukum sebagai upaya menyamakan presepsi dalam rangka menyelesaikan kasus/permasalahan hukum yang ada di Pemerintah Kota Magelang. Bagian Hukum telah mengadakan pertemuan rutin setiap 3 (tiga) bulan sekali dengan aparat penegak hukum yang terdiri dari aparat kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, Satpol PP, Ikadin dan IPHI serta Kesbanglinmas.

2.1.7.3 Kelembagaan dan Aparatur

Salah satu hal yang tidak kalah penting dalam mengelola kewenangan-kewenangan yang dimiliki Pemerintah Kota Magelang adalah masalah kelembagaan, yang merupakan struktur dan wadah dalam mengimplementasikan tugas pokok dan fungsi sesuai kewenangan yang dimilikinya.

Pemerintah Kota Magelang memiliki 46 lembaga daerah atau yang biasa dikenal dengan istilah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang terdiri dari:

  1. Sekretariat Daerah
  2. Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
  3. Dinas Pekerjaan Umum
  4. Dinas Kesehatan
  5. Dinas Pendidikan
  6. Dinas Pertanian, Peternakan dan Perikanan
  7. Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan
  8. Dinas Tenaga Kerja,Transmigrasi dan Sosial
  9. Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika
  10. Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah
  11. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
  12. Dinas Kebersihan Pertamanan dan Tata Kota
  13. Dinas Pemuda Olah Raga, Kebudayaan dan Pariwisata
  14. Dinas Pengelolaan Pasar
  15. Inspektorat
  16. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
  17. Badan Kepegawaian Daerah
  18. Badan Pelayanan Kesehatan RSUD Tidar
  19. Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan KB
  20. Badan Pelayanan Perizinan Terpadu
  21. Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat
  22. Kantor Penanaman Modal
  23. Kantor Lingkungan Hidup
  24. Kantor Satuan Polisi Pamong Praja
  25. Kantor Penelitian, Pengembangan dan Statistik
  26. Kantor Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi
  27. Kecamatan Magelang Utara
  28. Kecamatan Magelang Tengah
  29. Kecamatan Magelang Selatan
  30. Kelurahan Jurangombo Utara
  31. Kelurahan Jurangombo Selatan
  32. Kelurahan Rejowinangun Selatan
  33. Kelurahan Magersari
  34. Kelurahan Tidar Utara
  35. Kelurahan Tidar Selatan
  36. Kelurahan Wates
  37. Kelurahan Potrobangsan
  38. Kelurahan Kedungsari
  39. Kelurahan Kramat Utara
  40. Kelurahan Kramat Selatan
  41. Kelurahan Kemirirejo
  42. Kelurahan Cacaban
  43. Kelurahan Rejowinangun Utara
  44. Kelurahan Magelang
  45. Kelurahan Panjang
  46. Kelurahan Gelangan

Lembaga-lembaga tersebut dibentuk berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.

Hasil-hasil penataan kelembagaan Kota Magelang telah dituangkan dalam Peraturan Daerah sebagai berikut :

  1. Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Susunan, Kedudukan dan Tugas Pokok Organisasi Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Magelang.
  2. Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 4 Tahun 2008 tentang Susunan, Kedudukan dan Tugas Pokok Organisasi Dinas Daerah.
  3. Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Susunan, Kedudukan dan Tugas Pokok Organisasi Lembaga Teknis Daerah, Badan Pelayanan Perijinan Terpadu dan Satuan Polisi Pamong Praja.
  4. Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 6 Tahun 2008 tentang Susunan, Kedudukan dan Tugas Pokok Organisasi Kecamatan dan Kelurahan.

Perkembangan fenomena sosial politik pada saat ini menunjukkan bahwa secara umum semangat reformasi telah membawa bangsa Indonesia pada suasana kehidupan yang sarat dengan harapan. Pada tataran awal, tuntutan reformasi tertuju pada aparatur pemerintah. Rakyat mengharapkan terwujudnya good governance dengan dukungan aparatur pemerintah yang profesional, responsif, dan bersih dari KKN. Mereka cukup paham bahwa pemerintahan yang baik itu antara lain dapat terwujud melalui kebijakan desentralisasi, yang intinya mengarahkan kepada pemberdayaan dan partisipasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan untuk berperan serta dalam proses penyelenggaraan pemerintahan demi terciptanya peningkatan kesejahteraan rakyat.

Pada realitasnya, berbagai tuntutan itu tidaklah mungkin serta merta dapat terwujud. Banyak langkah yang mesti direncanakan, dilakukan, dan dinilai secara sistimatis dan konsisten. Dalam konteks ini, penataan sumber daya aparatur menjadi hal yang sangat penting dilakukan, terlebih lagi di era yang sarat akan tuntutan keterbukaan (transparansi) dan akuntabel seperti saat ini.

Penataan sumber daya aparatur yang profesional dalam manajemen otonomi daerah merupakan sesuatu yang harus dilaksanakan. Reformasi di bidang administrasi pemerintahan mengharapkan hadirnya pemerintahan yang lebih berkualitas dan mampu mengemban fungsi-fungsi pelayanan publik, pemberdayaan masyarakat dan peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi.

Apabila dikaji secara lebih cermat, manajemen otonomi daerah yang luas dan utuh tidak saja bermakna sebagai peluang, tetapi juga tantangan bagi pemerintah daerah dan masyarakatnya. Otonomi daerah memang memberi kesempatan yang besar kepada pemerintah daerah dan masyarakatnya untuk mengatur, melayani, dan memenuhi kebutuhan mereka dalam rangka hidup bermasyarakat dan berpemerintahan. Namun demikian, sejumlah kewenangan yang diberikan oleh pemerintah tidak bisa begitu saja dapat dialihkan kepada masyarakat daerah.

Untuk dapat bermakna positif bagi kehidupan masyarakat, otonomi daerah mensyaratkan terbentuknya sejumlah kondisi kelembagaan yang responsif dalam mengelola kewenangan-kewenangan daerah yang dimiliki. Selain itu juga didukung oleh aparatur yang terampil serta masyarakat yang siap serta kreatif dalam memanfatkan peluang-peluang yang terbuka. Itulah sebabnya, maka penyerahan kewenangan ke daerah tetap berprinsip kepada koridor-koridor yang ada dan disesuaikan dengan tingkat kebutuhan, kemampuan, dan kemanfaatannya. Dalam konteks ini, faktor kunci yang utama adalah profesionalisme aparatur.

Keberhasilan manajemen otonomi daerah menuntut perlunya peningkatan kapasitas dan etos kerja yang tinggi dari para pelaksananya. Dengan itu maka sudah seharusnya pemerintah daerah mengupayakan tersedia dan terciptanya aparatur yang profesional, baik dalam arti kapabilitas maupun dalam arti integritas, moralitas dan etika yang tinggi dalam praktik sehari-harinya.

Aparatur pemerintah daerah merupakan salah satu aset daerah yang setiap saat selalu harus diberdayakan serta ditingkatkan baik dari segi kemampuan, moralitas, etika, maupun budaya kerjanya. Tujuannya adalah agar dapat merealisasikan pelaksanaan otonomi daerah sehingga pada gilirannya akan mampu mengemban tujuan negara pada umumnya dan tujuan daerah pada khususnya, yakni peningkatan kesejahteraan dan kualitas taraf hidup masyarakat sesuai dengan cita-cita yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Pemerintah Kota Magelang, yang merupakan Kota terkecil di Indonesia, pada tahun 2006 tercatat memiliki 4.046 personil PNS yang terdistribusi di sejumlah 29 SKPD. Sejumlah 4.046 personil PNS ini merupakan salah satu aset pemerintah daerah yang kesehariannya mempunyai tugas pokok untuk menyelenggarakan roda pemerintahan daerah, pembangunan dan melayani masyarakat sesuai dengan bidang dan kompetensinya masing-masing.

Dalam rangka peningkatan kualitas dan profesionalisme SDM aparatur pemerintah, telah dilaksanakan berbagai pelatihan baik yang bersifat struktural, fungsional maupun teknis yang penyelenggaraannya dilakukan secara mandiri atau melalui pengiriman peserta pada tingkat provinsi / pusat.

Dalam aplikasi selanjutnya, terhadap SDM aparatur yang telah dibekali dengan berbagai ketrampilan tersebut selanjutnya disamping diadakan langkah-langkah pengendalian juga perlu dilkukan peningkatan pengawasan yang efektif dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Hal ini guna mendukung terciptanya aparatur yang bersih. Adapun langkah-langkah yang telah dilaksanakan dalam rangka pengawasan aparatur selama ini adalah pembinaan pegawai/peningkatan disiplin pegawai dengan mengedepankan etika, moral dan etos kerja yang tinggi terhadap setiap individu aparatur.

Untuk menciptakan suasana kerja yang kondusif dan dalam rangka menunjang peningkatan kualitas aparatur, juga telah dibarengi dengan penyediaan sarana dan prasarana kerja sesuai dengan kebutuhan dan tentunya sebatas kemampuan keuangan daerah.

Dalam penyelenggaraan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan diperlukan adanya kelembagaan yang kokoh dan optimal terhadap fungsi-fungsi dan hubungan antar instansi pemerintah.

Pemerintah Kota Magelang melalui program tahunannya secara berkelanjutan dan insidentil telah melaksanakan kegiatan koordinasi mulai dari tingkat pimpinan daerah hingga tingkat jajaran dibawahnya. Dengan mendasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah, telah diselenggarakan rapat koordinasi MUSPIDA (plus) Kota Magelang yang anggotanya terdiri dari Walikota Magelang, Kapolresta Magelang, Komandan Kodim 0705 Magelang, Kepala Kejaksaan Negeri Kota Magelang, Ketua Pengadilan Negeri Kota Magelang, dan Ketua DPRD Kota Magelang. Rakor MUSPIDA (plus) merupakan forum kerjasama dan konsolidasi untuk saling tukar menukar informasi mengenai berbagai masalah yang membutuhkan penanganan secara koordinatif, materi yang dibahas antara lain meliputi masalah stabilitas politik di Kota Magelang, keamanan, ketertiban dan ketentraman, sosial kemasyarakatan dan berbagai masalah aktual lainnya.

Ditingkat Legislatif terdapat wadah koordinasi yaitu Forum Komunikasi Legislatif Daerah (FORKOMLEGEDA) yang berfungsi membina hubungan, menyamakan persepsi dan menyerasikan kebijakan serta sebagai forum untuk memecahkan berbagai masalah yang muncul dalam pelaksanaan pemerintahan daerah. Forum ini diadakan secara insidentil guna menyikapi berbagai masalah strategis yang membutuhkan langkah pemecahan secara koordinatif, untuk tingkat nasional koordinasi antar DPRD se-Indonesia diwadahi dalam forum Asosiasi DPRD Kabupaten/Kota Seluruh Indonesia (ADEKSI).

Dalam tingkat hubungan antar pemerintah daerah, Pemerintah Kota Magelang sudah tercatat sebagai anggota Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI). Organisasi ini merupakan wahana koordinasi antar pemerintah kota di seluruh Indonesia dengan orientasi utama untuk menyamakan presepsi tentang pelaksanaan otonomi daerah dan sekaligus sebagai media koordinasi dengan Pemerintah Pusat.

Disamping berbagai bentuk koordinasi tersebut di atas, Pemerintah Kota Magelang secara rutin juga telah melaksanakan langkah-langkah koordinasi yang meliputi koordinasi perencanaan pembangunan, koordinasi laporan pembangunan serta koordinasi pengawasan pembangunan, hal tersebut sebagai upaya untuk mewujudkan keterpaduan dalam pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan sehingga hasilnya dapat tercapai secara optimal.

2.1.8 Wilayah dan Tata Ruang

2.1.8.1 Tata Ruang

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Magelang disusun untuk mengantisipasi kecenderungan perkembangan kota dengan memberikan arah dan pedoman bagi pengembangan kota. Dengan demikian tujuan penataan ruang Kota Magelang adalah agar supaya kegiatan-kegiatan masyarakat perkotaan dapat tertata sesuai peruntukannya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Penyusunan rencana tata ruang kota didasarkan pada kondisi yang akan dicapai bagi Kota Magelang, yaitu pada dasarnya menjadikan Magelang untuk mampu mengemban peran dan fungsi sebagai kota jasa, dengan penekanan pada jasa pendidikan, jasa kesehatan dan jasa perekonomian. Peran rencana tata ruang dengan demikian sangat terkait dengan pengembangan suatu wilayah. Wilayah-wilayah yang akan dikembangkan disusun dalam skenario pengembangan wilayah dan diakomodasi didalam rencana tata ruang wilayah.

Saat ini penataan ruang dan pengembangan wilayah di Kota Magelang didasarkan pada rencana tata ruang Kota Magelang yang dituangkan dalam Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Magelang. Rencana tata ruang tersebut mengatur arah pengembangan Kota Magelang dalam 4 wilayah pengembangan yaitu 4 Bagian Wilayah Kota (BWK). Masing-masing BWK mengemban arah pengembangan kegiatan, yaitu BWK I atau Pusat Kota adalah sebagai kawasan yang diarahkan untuk mewadahi kegiatan jasa, perdagangan; BWK II untuk mewadahi kegiatan pendidikan, rekreasi dan olah raga; BWK III sebagai pusat pengembangan kegiatan pariwisata kota sedangkan BWK IV lebih diarahkan untuk mewadahi pengembangan kegiatan perdagangan, perhubungan dan jasa.

Penetapan BWK yang masing-masing mewadahi kegiatan tertentu tersebut ditujukan untuk mengarahkan pengembangan Kota Magelang, di mana pada dasarnya adalah mengembangkan dan meratakan keramaian kota kesemua sudut kota. Itu dilakukan untuk mengantisipasi konsentrasi pengembangan kegiatan pada pusat-pusat kegiatan ekonomi kota yang selama ini masih terpusat pada kawasan pusat kota saja. Apabila kondisi ini dibiarkan terus-menerus diperkirakan kelak akan terjadi ketidakseimbangan pertumbuhan kegiatan dan ketidakmerataan distribusi sarana dan prasarana kota.

Untuk menyebarkan keramaian kota maka sejak tahun 2001 telah disusun skenario pengembangan kota dengan menciptakan pusat-pusat pertumbuhan baru perekonomian kota, yang meliputi pengembangan: Kawasan Sidotopo, Kawasan GOR Samapta, Kawasan Kebonpolo, Kawasan Soekarno-Hatta, Kawasan Taman Kyai Langgeng, Kawasan Sentra Perekonomian Lembah Tidar. Kawasan-kawasan tersebut dikembangkan berdasarkan arah pengembangan dalam rencana tata ruang.

Tahap pengembangan kawasan-kawasan itu pada umumnya masih dalam tahap awal pengembangan melalui pembangunan beberapa jaringan infrastruktur yang dipadukan dengan upaya-upaya untuk menarik penanam modal. Dalam pengembangan kawasan ini diperkirakan yang kurang diminati penanam modal adalah Kawasan GOR Samapta. Oleh karena itu dalam mengembangkan kawasan itu harus dipacu dengan pengalokasian anggaran yang memadai dari daerah.

Pada aspek penataan ruang, Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 1999 akan berakhir pada tahun 2008, dan saat ini sedang dilakukan revisi penyusunan rencana tata ruang yang mendasari penyusunan peraturan daerah baru yang akan mengganti peraturan daerah tentang penataan ruang yang tengah berlaku saat ini. Revisi rencana tata ruang dilakukan selain disebabkan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 1999 akan berakhir pada tahun 2008, juga dikarenakan telah diundangkannya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Maka dari itu bagi Kabupaten dan Kota harus segera menyusun revisi rencana tata ruang agar sesuai dengan ketentuan-ketentuan pokok yang diamanatkan dalam undang-undang penataan ruang.

Perencanaan tata ruang suatu daerah tidak bisa terlepas dari perencanaan tata ruang daerah disekitarnya, serta perencanaan tata ruang yang disusun oleh pemerintah daerah tingkat atasnya. Dalam membahas rencana tata ruang Kota Magelang, selain mengacu pada rencana tata ruang yang disusun oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, juga memperhitungkan kecenderungan yang terjadi dan diprediksi akan terjadi pada wilayah-wilayah sekitar Kota Magelang.

Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah, Kota Magelang diidentifikasikan sebagai suatu kawasan cepat tumbuh. Hal itu berarti Kota Magelang dipandang mampu memberikan pelayanan bagi wilayah-wilayah disekitarnya. Pelayanan yang mampu diberikan oleh Kota Magelang adalah didukung dengan kelengkapan fasilitas pelayanan dasar, yang terutama meliputi pelayanan bidang pendidikan, kesehatan dan perdagangan. Disamping itu, dan seiring dengan pengembangan bidang kepariwisataan, pelayanan jasa akomodasi pariwisata telah cukup berkembang dan mampu memberikan pelayanan yang memadai. Dengan peran dan fungsi yang mampu diemban oleh Kota Magelang sebagai pusat pelayanan bagi kawasan disekitarnya, maka pertumbuhan Kota Magelang akan lebih cepat dibandingkan dengan daerah sekitarnya.

Selain itu, Kota Magelang juga termasuk dalam Kawasan Kerjasama Strategis dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah, yang secara khusus termasuk dalam Kawasan Purwomanggung, yaitu suatu kawasan yang mewadahi kerja sama antara wilayah Kabupaten Purworejo, Wonosobo, Magelang, Temanggung dan Kota Magelang. Hal ini memberikan peluang kepada Kota Magelang untuk meningkatkan peran dan fungsinya dalam melayani kawasan sekitarnya, yang akan memberikan dampak positip bagi pertumbuhan ekonomi Kota Magelang. Dengan demikian pengembangan kawasan-kawasan strategis di Kota Magelang harus disiapkan dan diarahkan agar mampu memberikan kontribusi yang positip bagi pertumbuhan ekonomi kota.

2.1.8.2 Wilayah

Dengan memperhatikan rencana tata ruang wilayah Provinsi Jawa Tengah, Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Magelang disusun untuk mengarahkan dan memfasilitasi pemanfaatan ruang kota yang diperhitungkan terhadap:

  1. Prediksi kebutuhan penduduk pada akhir tahun perencanaan;
  2. Sumber daya yang dimiliki untuk dapat dioptimalkan pemanfaatannya;
  3. Ancaman yang harus diatasi dan peluang yang harus dimanfaatkan;
  4. Kebijakan pengembangan kota.

Guna mengoptimalkan pengembangan kawasan perkotaan; memudahkan pengelolaan kawasan perkotaan; meningkatkan fungsi pelayanan, serta untuk menentukan kawasan-kawasan yang akan dilakukan perencanaan secara lebih rinci, maka kawasan perkotaan di Kota Magelang dilakukan pembagian wilayah kota ke dalam unit-unit lingkungan atau kedalam kawasan fungsional yang lebih kecil. Unit lingkungan perkotaan yang lebih kecil tersebut dikenal sebagai Bagian Wilayah Kota (BWK).

Bagian Wilayah Kota merupakan sub wilayah pembangunan di Kota Magelang dan mewadahi kegiatan dominan yang direncanakan. Dalam rencana tata ruang kota Magelang terdapat 5 (lima) Bagian Wilayah Kota (BWK), dimana masing-masing BWK mewadahi kegiatan tertentu sesuai dengan arahan perkembangan kota yang telah disusun. Masing-masing BWK kemudian dibuat Sub BWK (SBWK) yang merupakan Blok Peruntukan Kawasan. Kelima BWK tersebut diarahkan untuk mewadahi kegiatan-kegiatan:

  1. BWK I atau Bagian Wilayah Pusat Kota, seluas + 260,2 hektare terdiri dari 8 SBWK, dan berfungsi sebagai kawasan yang mewadahi kegiatan perkotaan, dengan karekateristik kegiatan sebagai pusat pelayanan sosial-ekonomi skala kota, rekreasi/wisata perkotaan, dan permukiman dengan kepadatan tinggi. Karakteristik BWK Pusat Kota adalah lokasi di tengah wilayah kota dan mempunyai daya jangkau yang relatif merata dari semua sudut kota. Fasilitas pelayanan dasar, khususnya fasilitas ekonomi dan sosial kota, tersedia dan tersebar cukup merata di BWK I. Kepadatan penduduk dan kepadatan bangunan sangat tinggi, sehingga dimasa yang akan datang harus diantisipasi dalam pola pemanfaatan lahan secara vertikal. Areal BWK I meliputi seluruh wilayah Kelurahan Panjang dan Rejowinangun Selatan; sebagian wilayah Kelurahan Rejowinangun Utara; Magersari; Kemirirejo; Cacaban; Magelang dan Gelangan.
  2. BWK II, seluas + 464,7 hektare terdiri dari 8 SBWK dengan konsentrasi kegiatan permukiman, pendidikan tinggi, dan militer. Pada beberapa simpul lokasi di BWK II, terutama kawasan-kawasan yang bersinggungan langsung dengan kawasan pusat kota harus diantisipasi perkembangan fasilias perdagangan dengan skala pelayanan lokal dan regional. Areal BWK II meliputi seluruh wilayah Kelurahan Potrobangsan; sebagian wilayah Kelurahan Wates; Gelangan; Cacaban dan Magelang.
  3. BWK III, seluas + 386,6 hektare mempunyai 6 SBWK, dengan pengembangan dan pemanfaatan ruang sebagai kawasan rekreasi kota/wisata alam skala regional, pelestarian alam, pendidikan militer dan permukiman dengan kepadatan rendah. Kawasan perkotaan pada BWK III harus dipertahankan rasio antara ruang terbangun dan ruang terbuka hijau. Prediksi pemanfaatan lahan dimasa depan tidak begitu banyak bergeser dari alokasi lahan saat ini. Sedangkan pengembangan bidang kepariwisataan sangat potensial untuk diarahkan di kawasan BWK III tersebut. Gunung Tidar yang merupakan hutan lindung kota berlokasi di BWK III. Kekuatan pasar akan mendesak penggunaan lahan Gunung Tidar atau sebagian lahan gunung tersebut untuk kegiatan ekonomi. Dengan demikian dibutuhkan suatu aturan hukum yang kuat untuk menjaga kelestarian alam di kawasan tersebut. Areal BWK III meliputi seluruh wilayah Kelurahan Jurangombo Utara dan Jurangombo Selatan; sebagian wilayah Kelurahan Magersari dan Kemirirejo.
  4. BWK IV, seluas + 334,9 hektare direncanakan terdiri dari 5 SBWK, sebagai kawasan pusat pemerintahan, industri kecil dan menengah, simpul pergerakan barang, jasa dan orang, serta permukiman kepadatan rendah. Pada BWK IV terdapat kawasan Soekarno-Hatta, yang sangat potensial untuk mewadahi kegiatan perdagangan skala menengah dan besar. Hal itu didukung oleh keberadaan Terminal Tidar di kawasan tersebut. Peningkatan kegiatan perdagangan di BWK IV dimasa yang akan datang akan menjadi dominan, terutama dengan berkembangnya Kawasan Soekarno-Hatta; Kawasan Canguk, serta berkembangnya Kawasan Mertoyudan, yang berada di wilayah Kabupaten Magelang sebagai kawasan perkotaan dengan dominasi kegiatan perdagangan dan perkantoran. Pada BWK IV ini terdapat simpul-simpul kawasan yang merupakan gerbang pintu masuk kota dari arah selatan dan timur. Sehingga penataan ruang pada kawasan tersebut memerlukan prioritas yang harus dilaksanakan dalam rangka menjaga kualitas ruang kota. Areal BWK IV meliputi seluruh wilayah Kelurahan Tidar Utara; Tidar Selatan serta sebagian wilayah Kelurahan Magersari; Rejowinangun Utara dan Wates.
  5. BWK V, seluas + 365,6 hektare dan terdiri dari 7 SBWK, sebagai kawasan olah raga dan rekreasi skala kota, pusat pelayanan sosial-ekonomi skala lingkungan dan permukiman kepadatan menengah. Kawasan Sidotopo yang berlokasi di BWK V, akan berkembang sebagai salah satu kawasan yang mengampu kegiatan ekonomi kota. Sedangkan Kawasan GOR Samapta berkembang sebagai pusat kegiatan olah raga dan rekreasi kota. Areal BWK V meliputi seluruh wilayah Kelurahan Kramat Utara; Kramat Selatan dan Kedungsari.
  6. Pembagian kawasan perencanaan dalam BWK merupakan skenario yang bersifat makro, sedangkan pola pemanfaatan lahan perkotaan sudah merujuk pada pewadahan kegiatan yang direncanakan sampai tahun 2026.

Kinerja penataan ruang di suatu daerah ditunjukkan dengan ketersediaan dokumen rencana tata ruang, sumber daya manusia yang memahami rencana tata ruang, serta penyelenggaraan penataan ruang. Penyelenggaraan penataan ruang meliputi aspek pembinaan, pengaturan, pelaksanaan dan pengawasan. Saat ini di Kota Magelang telah terbentuk Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) yang merupakan sebuah lembaga yang bersifat koordinatif dan melibatkan berbagai dinas/instansi yang terkait dengan penataan ruang. Kinerja lembaga tersebut sangat ditentukan oleh kinerja sekretariat dan kelompok kerja yang ada didalamnya. Dalam lembaga tersebut terdapat 2 kelompok kerja (pokja) yaitu Pokja Perencanaan Tata Ruang dan Pokja Pemanfaatan dan Pengendalian Tata Ruang.

Dalam hal ketersediaan dokumen rencana tata ruang saat ini di Kota Magelang sudah tersusun Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Magelang dan beberapa rencana dengan kedalaman rencana teknis yang meliputi: Rencana Teknis Pengembangan Kawasan Soekarno-Hatta; Rencana Teknis Bangunan dan Lingkungan Kawasan Pecinan; Studi Kelayakan Kawasan GOR Samapta dan Kawasan Sidotopo. Dokumen-dokumen tersebut sangat membantu dalam memberikan acuan bagi pengembangan kawasan yang direncanakan.

2.1.8.3 Pertanahan

Laju penggunaan lahan terbangun di Kota Magelang mempunyai kecenderungan meningkat khususnya untuk jenis guna lahan perumahan permukiman, dari total lahan terbangun seluas 1.485,92 ha lebih dari 50% merupakan lahan perumahan permukiman dan untuk jasa, perusahaan atau industri sekitar 23% lainnya merupakan prasarana perkotaan. Pola sebaran penggunaan lahan baru untuk permukiman lebih banyak mengikuti pola sebaran permukiman lama, sedang untuk jasa, perusahaan atau industri lebih cenderung mengikuti pola jaringan jalan utama pada lapis pertama.

Dengan keterbatasan sumber daya tanah yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Magelang, dihadapkan pada kendala dalam pemanfaatan lahan oleh masyarakat maka perlu dilakukan pembatasan dan pengaturan dalam tata guna lahan, sehingga penggunaan lahan akan sesuai dengan peruntukannya.

Dari luas lahan Kota Magelang sekitar 1.812 Ha kurang lebih 1.504 ha atau 80% dari luas wilayah telah bersertifikat (HGB/HP/HM) dan sekitar 70% dari lahan tersebut digunakan untuk perumahan permukiman. Kepemilikan lahan oleh masyarakat diperkotaan yang didasarkan pada luasan dan lokasi yang strategis masih didominasi oleh kepemilikan modal yang kuat, sehingga masyakat yang hanya mempunyai modal terbatas makin tersingkir ke pinggiran yang berakibat munculnya permukiman yang kumuh (slum area) di wilayah-wilayah padat Kota Magelang.

2.1.9 Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup

Sumber daya alam dan lingkungan hidup mempunyai peran ganda yaitu sebagai modal pertumbuhan ekonomi (resource base economy) dan sekaligus sebagai penopang sistem kehidupan (life support system). Sumber daya alam dibedakan menjadi sumber daya alam hayati (biotik) dan sumber daya alam non hayati (abiotik). Sedangkan berdasarkan ketersediaannya, sumber daya alam dibedakan menjadi sumber daya terbaharukan dan sumber daya alam tidak terbaharukan. Kota Magelang dengan luas wilayah yang terbatas yaitu hanya 18,12 km2 atau 1.812 Ha, dengan demikian dapat dikatakan potensi sumber daya alam yang dimiliki relatif sangat kecil.

2.1.9.1 Hutan

Hutan sebagai salah satu sumber daya alam biotik mempunyai multifungsi yaitu sebagai pencegah banjir, menyerap CO2, mengatur tata air dan sebagai penahan erosi. Luas hutan yang dimiliki Kota Magelang belum memenuhi ketentuan seperti yang diatur dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan yaitu sebesar 30% dari luas wilayah. Saat ini, luas hutan di Kota Magelang adalah 99,56 Ha atau 5,49% dari luas wilayah. Mengingat keterbatasan lahan yang dimiliki Pemerintah Kota Magelang, maka untuk memenuhi luas hutan sebesar 30% dari luas wilayah tentu akan dijumpai banyak permasalahan yang akan dihadapi. Hutan yang ada di Kota Magelang berupa taman wisata dan hutan lindung. Taman Kyai Langgeng sebagai taman wisata dengan luas 25,82 Ha memiliki kekayaan tanaman langka, sedangkan hutan lindung berada di Gunung Tidar dengan luas 73,74 Ha yang juga berperan sebagai paru-paru kota dan penahan erosi. Disamping itu masih terdapat ruang terbuka hijau berupa areal sempadan aliran Sungai Elo dan Sungai Progo dengan luas 115,7 Ha, lapangan, dan taman-taman kota.

2.1.9.2 Sumber Daya Air

Sumber daya air merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Potensi sumber daya air yang dimiliki Kota Magelang terdiri dari air hujan, air permukaan dan air tanah. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih penduduk Kota Magelang sebagian besar dipasok dari sumber mata air yang berada di wilayah Kabupaten Magelang. Pada saat ini Pemerintah Kota Magelang berupaya mengurangi ketergantungan dengan mengelola dan memanfaatkan sumber air yang berasal dari wilayah Kota Magelang sendiri yaitu mata air Tuk Pecah yang terletak di tepi Sungai Elo dengan perkiraan debit aliran air mencapai ± 224 liter/ detik.

2.1.9.3 Lingkungan Hidup

Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahkluk hidup lainnya. Dengan demikian lingkungan hidup merupakan bagian integral dari ekosistem yang berfungsi sebagai penyangga kehidupan. Setiap aktifitas kehidupan berpengaruh terhadap keadaan lingkungan hidup termasuk diantaranya adalah timbulnya dampak pencemaran baik udara, air maupun tanah. Lingkungan hidup saat ini merupakan salah satu isu yang sangat krusial karena salah satu tujuan pembangunan abad milenium atau Millennium Development Goals (MDGs) 2015 adalah perbaikan lingkungan.

Secara umum kualitas udara di Kota Magelang berdasarkan hasil pengujian dan pemantauan kualitas udara ambient pada tahun 2004, umumnya masih di bawah mutu udara ambient, tetapi untuk parameter debu dan kebisingan hampir mendekati baku mutu ambient. Sedangkan untuk kualitas air sungai berdasarkan hasil pengujian laboratorium menunjukkan hampir semua parameter melebihi baku mutu yang ditetapkan. Sumber-sumber pencemaran di Kota Magelang berasal dari industri, aktifitas rumah tangga (sumber domestik), fasilitas umum, pembakaran sampah, sumber yang bergerak seperti transportasi serta dari pertanian dalam arti yang luas.

2.1.9.4 Pengelolaan Sampah

Pengelolaan persampahan di Kota Magelang belum dilaksanakan secara efektif baik di hulu maupun di hilir, utamanya dalam proses pengangkutan.

Masyarakat sebagai produsen sampah belum berpartisipasi dalam pengelolaan persampahan. Proses pengangkutan sampah belum optimal, demikian pula dengan penimbunan sampah di TPA masih menggunakan metode Open Dumping. Besarnya timbulan volume sampah yang dihasilkan penduduk Kota Magelang adalah 354 m3/hari, sebagian besar dibuang ke TPA Banyuurip yang terletak di wilayah Kabupaten Magelang dengan luas 6,8 Ha.

2.2 TANTANGAN

2.2.1 Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama

2.2.1.1 Kehidupan beragama

Untuk bidang keagamaan, meskipun secara umum permasalahan agama lebih menyangkut masalah pribadi (private) tetapi dalam konteks penegakan etika publik yang berkaitan dengan peningkatan pemahaman, penghayatan, dan pengamalan agama dalam kehidupan masyarakat (termasuk dalam hal ini penyelenggaraan pemerintahan) tidak dapat dipungkiri bahwa tantangan terberatnya adalah menyelaraskan dan menyerasikan antara nilai-nilai ajaran agama dengan praktik riil atau amalan dalam kehidupan seharí-hari. Karena agama merupakan pondasi kehidupan serta alat kontrol nurani yang esensial dalam proses pengambilan kebijakan, maka dalam upaya mengaktualisasikan nilai-nilai tekstual menjadi sesuatu yang kontekstual sangat diperlukan keteladanan dari para pemimpin pada semua lini. Pemimpin adalah panutan dan pamong bagi rakyatnya. Pemimpin yang baik sudah pasti tidak akan memanfaatkan kekuasaannya hanya demi kepentingan dirinya sendiri, tetapi senantiasa akan mengutamakan kepentingan dan kemaslahatan rakyat.

Tantangan lainnya dalam pembangunan kehidupan beragama adalah memperkuat jaringan kerja sama dan koordinasi antar umat beragama terutama ketika dihadapkan dengan permasalahan-permasalahan sensitif sebagai pengaruh negatif dari globalisasi ataupun isu-isu yang mendiskreditkan salah satu agama yang dapat mengakibatkan terganggunya kerukunan antar umat beragama. Keterbatasan kewenangan pemerintah daerah dalam urusan pembangunan bidang agama menjadi tantangan tersendiri untuk memperkokoh jalinan kerjasama dan koordinasi dengan para pemangku kepentingan, khususnya para tokoh agama, tokoh masyarakat, organisasi keagamaan, ormas, dan pemimpin informal lainnya dalam suasana interaksi yang dialogis dan saling menghargai adanya perbedaan antar satu agama dengan yang lain.

2.2.1.2       Kependudukan

Pada aspek kependudukan, dalam kurun waktu 20 tahun yang akan datang diperkirakan Kota Magelang akan menghadapi tantangan laju pertumbuhan penduduk yang cenderung mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut bukan saja disebabkan oleh peningkatan angka kelahiran tetapi juga peningkatan jumlah penduduk yang disebabkan oleh migrasi yang tidak dapat dihindari dalam bentuk arus urbanisasi sebagai dampak dari interaksi desa-kota. Kondisi ini membawa konsekuensi bagi pemerintah untuk memberikan perhatian lebih terhadap pembangunan di semua bidang baik fisik maupun non fisik termasuk peningkatan kualitas SDM agar mandiri dan berdaya saing sebagai langkah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selain tantangan laju perkembangan penduduk, pada konteks administrasi kependudukan masih dihadapkan dengan tantangan yang berupa: masih rendahnya kesadaran penduduk terhadap kepentingan kepemilikan identitas diri dan keluarga, dan belum optimalnya kualitas pelayanan kependudukan.

2.2.1.3 Indeks Pembangunan Manusia

Pembangunan yang berkelanjutan dalam era globalisasi akan meningkatkan kecerdasan dan taraf hidup sehingga diharapkan akan merangsang tumbuh kembangnya kemandirian masyarakat untuk berkiprah dalam proses penyelenggaran pembangunan. Kiprah itu dapat berbentuk partisipasi aktif, sumbang saran, tuntutan transparan dalam pelaksanaan pembangunan, dan sebagainya. Untuk merespons dinamika kehidupan masyarakat tersebut diperlukan kesigapan dan daya tanggap dari aparatur pemerintah melalui mekanisme kelembagaan yang mampu menyerap aspirasi dan aksi budaya serta kreatifitas dan inovasi sosial budaya yang mengemuka. Dukungan aparat yang mantap, bersih, dan berwibawa serta pemanfaatan sarana prasarana dan teknologi tanpa mengesampingkan kearifan budaya lokal diperlukan guna mewujudkan karakteristik warga kota yang berjati diri dengan sistem yang berakar modern dan unggul namun tetap mempertahankan pentingnya budaya gotong-royong. Namun demikian, permasalahan kesejahteraan sosial yang semakin kompleks dan berkembang sebagai akibat dari dampak beratnya beban hidup dan kebutuhan ekonomi yang harus ditanggung, utamanya lapisan masyarakat menengah ke bawah, memunculkan berbagai tantangan dalam pembangunan bidang sosial budaya. Tantangan-tantangan itu dapat disebutkan antara lain:

  1. Derasnya arus informasi di era globalisasi sebagai akibat kemajuan teknologi informasi tidak jarang justru membentuk kisi-kisi negatif pada psikologi sosial yang menstimulasi munculnya gaya hidup konsumerisme dan hedonisme. Sikap dan perilaku ini seringkali cenderung mengabaikan atau bahkan “meruntuhkan” sendi-sendi nilai kebersamaan dan kegotongroyongan yang selama ini telah terbangun dalam mekanisme kehidupan bermasyarakat. Di sisi lain, jejasan tuntutan kebutuhan dan keinginan yang tinggi tanpa dibekali dengan kesadaran akan kemampuan yang dimilikinya pada perkembangannya menyebabkan disorientasi secara kejiwaan yang dampak negatifnya berakibat kepada munculnya gejala stres dan dipresi dalam kehidupan masyarakat.
  2. Kecenderungan memudarnya sistem nilai sosial budaya sebagai pranata utama pembentukan sikap dan perilaku masyarakat, serta penerapan nilai-nilai kebebasan yang berlebihan bersamaan dengan bergulirnya era reformasi membawa implikasi kepada timbulnya kekurangpatuhan masyarakat terhadap ketentuan yang berlaku. Ini mengakibatkan adanya kecenderungan kekurangteraturan dalam kehidupan masyarakat (social disorder). Di samping itu, kecenderungan terjadinya disharmoni sosial yang mengarah kepada disintegrasi sosial akibat mengentalnya perbedaan kepentingan dan perbedaan afiliasi politik, pada titik tertentu dapat meniadakan kepedulian dan peran aktif masyarakat dalam kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat. Akibatnya partisipasi masyarakat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan sosial dalam kehidupan bersama tidak terpupuk dengan baik. Lebih dari itu, peran kalangan swasta juga belum tumbuh dengan subur melalui kegiatan-kegiatan filantropi (kedermawanan sosial) dalam mekanisme tanggung jawab sosial dunia usaha (corporate social responsibility).
  3. Rendahnya kapasitas dan ketrampilan masyarakat dalam mendayagunakan sumber daya secara mandiri dan berkelanjutan berimbas kepada kurang kuatnya tekad dan semangat untuk memanfaatkan, memelihara dan mengembangkan prasarana dan sarana yang sudah tersedia. Mentalitas dan jiwa kewirausahaan (entrepreneurship) serta etos kerja yang belum terbangkitkan dan terbina dalam wujud struktur kerangka berpikir manajerial yang berorientasi kepada capaian peningkatan produktivitas kerja yang tinggi berimbas pada rendahnya daya juang untuk mandiri, sehingga sikap mental menggantungkan diri pada yang lain baik yang bersifat individu maupun kelembagaan masih sulit untuk dihilangkan.
  4. Belum optimal dan terfokusnya kepedulian serta perhatian pemerintah terhadap upaya-upaya mempertahankan kelestarian berbagai bentuk pelayanan kesejahteraan sosial berbasis masyarakat yang selama ini telah dilaksanakan dalam tradisi kemasyarakatan, seperti: arisan, pengumpulan beras perelak/jimpitan, pembuatan lumbung pangan, usaha simpan pinjam sampai mekanisme rotasi kerja secara gotong royong, sambatan, gugur gunung, dan sebagainya. Berbagai bentuk itu merupakan mekanisme pertahanan hidup secara informal dan tradisional, yang dilaksanakan oleh warga masyarakat sebagai wujud kepedulian terhadap sesama warga. Pendekatan yang menggunakan mekanisme tradisi lokal tersebut, ternyata telah dipakai sebagai cara yang cukup handal oleh kelompok-kelompok miskin dan marginal sehingga membuktikan bahwa mereka mempunyai kemampuan dasar untuk membangun dan mempertahanakan dirinya sendiri. Hal ini berarti bahwa pelayanan kesejahteraan sosial tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja, tetapi juga tanggung jawab masyarakat secara keseluruhan.
  5. Dengan potensi dan daya dukung yang ada tidaklah berlebihan apabila ke depannya Kota Magelang dapat menjadi pusat pilihan layanan jasa pendidikan tingkat regional dan memperkuat branchmark Kota Magelang sebagai kota jasa pendidikan yang mampu menjadi daya tarik utama bagi warga di wilayah hinterlandnya.

2.2.1.4 Kesehatan

Di bidang kesehatan, secara umum tantangan yang dihadapi adalah lebih mengefektifkan dan mengefisiensikan sistem kesehatan daerah yang merupakan tatanan yang menghimpun berbagai upaya pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta di daerah yang secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya kesehatan yang setinggi-tingginya. Adapun cakupannya meliputi: upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumberdaya manusia kesehatan, sediaan obat dan perbekalan kesehatan, pemberdayaan masyarakat, dan manajemen kesehatan. Sedangkan spesifikasi tantangan yang dihadapi antara lain:

  1. Belum semua unsur derajat kesehatan menunjukkan kemajuan dari tahun ke tahun dengan kasus-kasus yang selalu terjadi pada masing-masing unsur tersebut.
  2. Meningkatkan fokus sasarannya melalui penyediaan layanan kesehatan yang bermutu dengan harga yang terjangkau serta kemudahan akses bagi semua lapisan masyarakat, termasuk perhatian yang intensif terhadap warga miskin.
  3. Peningkatan derajat kinerja urusan kesehatan dengan ditandai oleh semakin memadainya sarana dan prasarana, makin profesionalnya tenaga kesehatan, mekanisme dan prosedur layanan yang semakin mudah, serta kian luasnya jangkauan layanan yang diberikannya.
  4. Peningkatan perlengkapan sarana dan prasarana kesehatan yang semakin modern dan canggih untuk mengantisipasi dan melayani perkembangan jenis penyakit baik yang menular maupun tidak menular bagi penduduk Kota Magelang dan juga warga daerah sekitar, sehingga nantinya Kota Magelang dapat benar-benar menjadi pusat pelayanan kesehatan yang lengkap dan murah di tingkat regional.
  5. Peningkatan kesadaran masyarakat untuk melaksanakan pola hidup bersih dan sehat serta partisipasi dalam pembangunan kesehatan.

2.2.1.5 Pendidikan

Bidang pendidikan menghadapi tantangan untuk selalu meningkatkan kualitas pelayanannya. Peningkatan sarana dan prasarana pendidikan baik hardware maupun software di semua jenjang pendidikan, serta peningkatan kualitas proses belajar mengajarnya. Peningkatan kualitas dan kuantitas SDM aparat, pelaku, pendidik, dan tenaga kependidikan melalui penyediaan akses-akses untuk meningkatkan keahlian dan ketrampilan dirinya. Kapasitas dan profesionalisme yang memadai, utamanya bagi pendidik dan tenaga kependidikan, dituntut untuk secara terus-menerus dikembangkan dan dipromosikan agar bisa memenuhi kualifikasi yang diperlukan sesuai dengan tuntutan aturan yang berlaku. Semakin lengkap dan berkualitasnya sarana dan prasarana pendidikan yang dibarengi dengan mutu tenaga pendidikan yang mumpuni diharapkan nantinya output pendidikan, yakni siswa yang telah lulus sekolah, dapat berkompetisi dan unggul tatkala hendak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi ataupun ketika memasuki lapangan kerja. Kesemuanya itu harus didukung oleh manajemen pendidikan yang good governance dengan melibatkan unsur civil society sebagai pemangku kepentingan dalam mekanisme kerja yang akuntabel.

Satu hal yang tidak boleh terlepas dari perhatian adalah tingginya nilai APK dan APM jangan menjadi sumber kelengahan sehingga warga Kota Magelang yang berusia sekolah tetap harus menjadi prioritas. Masalah daya tampung dan kasus Drop out (DO) jangan sampai terjadi dengan alasan ekonomi. Kesempatan belajar yang seluas-luasnya mutlak diperlukan bagi seluruh lapisan masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan baik formal maupun non formal. Dengan begitu tantangan lainnya adalah memberikan layanan pendidikan yang berkualitas dan murah. Bahkan jika memungkinkan sekolah gratis dalam koridor-koridor yang rasional.

2.2.1.6 Pemberdayaan Masyarakat

Dalam konteks pemberdayaan masyarakat, tantangan ke depannya adalah lebih memfokuskan dan menitikberatkan pemberdayaannya kepada upaya-upaya untuk memelihara, meningkatkan, memantapkan, mengembangkan, dan mendayagunakan modal sosial yang mencakup iklim kerja yang mendukung ketahanan sosial masyarakat dan penjaring kerja/kemitraan dalam mendukung berjalan dan berfungsinya sistem kesejahteraan sosial. Dengan demikian diharapkan akan tumbuh dan berkembang keberdayaan serta kemandirian masyarakat dengan mengedepankan paradigma yang lebih bertumpu kepada hak asasi manusia, demokratisasi dan peningkatan peran masyarakat sipil.

Selain itu juga perlu dibangun wadah bagi keluarga di daerah, terutama keluarga yang kondisi sosial ekonominya lemah, untuk diajak bergabung dalam suatu proses pemberdayaan bersama dalam Pos Pemberdayaan Keluarga (Posdaya). Penyelenggaraannya melalui proses pendampingan perorangan yang peduli, atau petugas pemerintah dan organisasi masyarakat, keluarga yang lebih mampu bergotong royong membantu keluarga yang lemah dengan cara memberikan tambahan wawasan, pengetahuan serta kemampuan dalam melaksanakan fungsi keluarga sehingga keluarga yang terbelakang mampu memberdayakan keluarganya. Tujuannya adalah (1) Disegarkannya kembali modal sosial berupa kehidupan gotong royong dalam masyarakat untuk peduli dan saling membantu dalam proses pemberdayaan atau bersama-sama memecahkan masalah kehidupan sehingga keluarga yang tertinggal dapat memenuhi kebutuhan dan membangun keluarga sejahtera secara mandiri; (2) Tumbuh dan berkembangnya lembaga dalam masyarakat dengan terorganisasinya infrastruktur sosial yang sudah ada, yaitu keluarga, yang memiliki kegiatan atau usaha bersama yang akan menjadi perekat atau kohesi sosial, sehingga tercipta suatu kehidupan yang rukun dan dinamis untuk mencapai kesejahteraan bersama; dan (3) Terbentuknya wadah organisasi atau wahana partisipasi sosial, di mana setiap keluarga dapat memberi dan menerima pembaharuan yang bisa membantu proses pemantapan fungsi-fungsi keluarga sehingga mampu membangun kehidupan keluarga dengan mulus dan sejuk.

Kualitas hidup dan peran perempuan serta perlindungan anak dipengaruhi oleh terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Namun demikian, aktifitas lembaga/organisasi yang mengelola pemberdayaan perempuan dan anak masih belum secara optimal berpartisipasi aktif, kritis, dan kontrol sehingga memerlukan inovasi-inovasi baru yang lebih responsif dan relevan terhadap kebutuhan-kebutuhan nyata sesuai perkembangan situasi dan kondisi. Diperlukan pula upaya advokatif dan perubahan pola pikir masyarakat dan lembaga dalam menyikapi kasus-kasus yang terjadi seperti tindak kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi. Karena itu dalam usaha mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender, kesejahteraan dan perlindungan anak dalam kehidupan berbangsa, bermasyarakat, bebangsa dan bernegara tantangan yang dihadapi antara lain: (a) meningkatkan kualitas hidup perempuan; (b) memajukan tingkat keterlibatan perempuan dalam proses politik dan jabatan politik; (c) menghapus segala bentuk kekerasan terhadap perempuan; (d) meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan anak; (e) meningkatkan pelaksanaan dan memperkuat kelembagaan pengarusutamaan gender; dan (f) meningkatkan partisipasi masyarakat.

2.2.1.7 Kesejahteraan Sosial

Untuk meningkatkan derajat hidup layak, tantangan yang dihadapi adalah penurunan angka kemiskinan yang harus diupayakan melalui peningkatan pendapatan per kapita dengan didukung oleh berbagai program penanggulangan kemiskinan yang tepat sehingga mengurangi beban keluarga miskin dalam memenuhi kebutuhan minimalnya. Ketepatan sasaran program menjadi syarat mutlak bagi keberhasilan upaya penanggulangan kemiskinan. Disamping itu juga secara terus-menerus mengimplementasikan strategi pengentasan kemiskinan seperti: (1) peningkatan pendapatan melalui peningkatan produktifitas masyarakat miskin, (2) pengurangan pengeluaran beban biaya gakin untuk memenuhi kebutuhan dasar, (3) peningkatan kesempatan kerja dan berusaha, (4) pemberdayaan masyarakat, (5) peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan kelembagaan, serta (6) perlindungan sosial dan kesempatan memperoleh jaminan sosial.

Pada sisi lain, menyimak beberapa kendala yang terjadi dalam penanganan PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial) selama ini, dalam wacana ke depannya dipandang perlu memformulasikan kembali pendekatan dalam upaya menangani PMKS secara lebih komprehensif dan terfokus. Tantangan yang dihadapinya adalah mereaktualisasi dan merevitalisasi substansi pemberdayaan PMKS yang berorientasi kepada peningkatan kemampuan masyarakat (capacity building) dan peningkatan kelembagaan (institutional building) dalam wadah pendekatan komunitas (community development approach) dengan menciptakan iklim kondusif bagi perkembangan kemandiriannya. Pendekatan-pendekatan yang responsif dan aspiratif yang perlu dilakukan mencakup:

  1. Strategi untuk mengatasi masalah PMKS hendaknya diarahkan untuk mengikis budaya negatif seperti apatis, apolitis, fatalistis, ketidakberdayaan dan lain-lain. Bila budaya ini tidak dihilangkan, masalah PMKS sulit ditanggulangi. Selain itu hambatan-hambatan yang sifatnya struktural dan politis juga harus dihilangkan.
  2. Untuk meningkatkan kemampuan dan mendorong produktivitas, kalangan PMKS harus dibekali kemampuan dasar untuk meningkatkan pendapatan melalui perbaikan kesehatan, pendidikan, ketrampilan usaha, teknologi dan jaringan usaha.
  3. Melibatkan komunitas PMKS dalam seluruh proses penanganan PMKS. Mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, evaluasi hingga pengambilan keputusan.
  4. PMKS adalah kelompok yang mampu membangun dirinya sendiri jika pemerintah mau memberi kebebasan untuk mengatur dirinya. Tidak dapat dilupakan pula bahwa upaya memperbaiki kesejahteraan sosial masyarakat secara preventif pun harus dilakukan dari komponen terkecil yakni keluarga, melalui pembinaan keluarga kecil dan sejahtera.
  5. Dalam era otonomi daerah yang tengah berlangsung saat ini, peran, wewenang dan tanggung jawab pemerintah daerah semakin besar, sehingga perencanaan dan perumusan kebijakan, strategi dan program pemberdayaan PMKS merupakan konskuensi dari pemerintah daerah yang apabila dipandang perlu selanjutnya dituangkan dalam bentuk peraturan daerah yang ditetapkan bersama-sama dengan DPRD. Dengan dukungan DPRD, maka program pemberdayaan PMKS akan memperoleh dukungan dana yang cukup dari APBD serta kebijakan yang diambil selalu berpihak dan langsung menyentuh kelompok PMKS.

2.2.1.8 Pemuda dan Olah Raga

Di bidang pemuda dan olahraga, selayaknyalah apabila para pemuda ditempatkan dalam posisi yang strategis. Ini mengingat pemuda sebagai generasi penerus yang diharapkan nantinya dapat mewarisi kepemimpinan di daerah harus dibina dan dipersiapkan baik yang menyangkut kapasitas materiil maupun spirituilnya. Tantangan yang dihadapi dalam rentang 20 tahun ke depan meliputi: (a) Mewujudkan kebijakan kepemudaan yang serasi di berbagai bidang pembangunan; (b) Meningkatkan pendidikan dan ketrampilan bagi pemuda; (c) Meningkatkan kewirausahaan, kepeloporan, dan kepemimpinan bagi pemuda; (d) Melindungi segenap generasi muda dari masalah penyalahgunaan NAPZA, minuman keras, penyebaran penyakit HIV/AIDS, dan penyakit menular seksual di kalangan pemuda; (e) Mewujudkan kebijakan dan manajemen olahraga dalam upaya mewujudkan penataan sistem pembinaan dan pengembangan olahraga secara terpadu dan berkelanjutan termasuk landasan hukum yang mendukung; (f) Meningkatkan budaya dan prestasi olahraga secara berjenjang termasuk pemanduan bakat, pembibitan dan pengembangan bakat; (g) Memberdayakan dan mengembangkan iptek dalam pembangunan olahraga; (h) Meningkatkan pemberdayaan organisasi olahraga; dan (i) Meningkatkan kemitraan antara pemerintah dan masyarakat termasuk dunia usaha dalam mendukung pembangunan olahraga.

2.2.2 Ekonomi

2.2.2.1 Kondisi Makro Ekonomi

Implementasi Otonomi Daerah tidak hanya berarti penyerahan hak dan kewajiban yang seluas-luasnya kepada daerah untuk mengelola rumah tangganya sendiri, melainkan juga berkonsekuensi bahwa daerah dituntut untuk mampu secara mandiri mengelola pembangunan daerah secara efisien dan efektif dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan memanfaatkan seoptimal mungkin potensi daerah dan sumber daya yang ada. Hal ini tentunya disadari atau tidak akan membawa dampak dengan semakin sengitnya persaingan antar daerah dalam pembangunan daerah termasuk dalam pengelolaan sumber-sumber perekonomian daerah.

Di samping itu daerah juga dituntut untuk mampu menghadapi perkembangan dunia global yang ditandai dengan tingkat persaingan perdagangan dunia yang semakin tajam, dimana produk-produk suatu negara/ daerah bisa masuk dalam area perdagangan yang bebas tanpa batas. Hal ini tentunya menjadi ancaman bagi produk-produk daerah jika tidak diantisasipasi dengan sungguh-sungguh dengan upaya peningkatan nilai tambah produk-produk unggulan daerah.

2.2.2.2 Kondisi Mikro Ekonomi

Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) sebagai lembaga ekonomi diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan anggota dan masyarakat sekitarnya. Selain itu pelaku ekonomi lokal mampu melihat peluang yang ada. Hal ini dapat mengurangi kemungkinan masuknya pelaku ekonomi dari wilayah lain yang memanfaatkan Kota Magelang sebagai pasarnya yang pada akhirnya akan menambah berat persaingan.

Koperasi dan UMKM diharapkan dapat menempatkan masyarakat lokal sebagai produsen dan mendatangkan orang luar sebagai konsumen. Untuk itu pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan harus ditingkatkan secara kreatif dan inovatif melakukan rancang bangun teknologi tepat guna, meningkatkan kapasitas dan kualitas produksi, meningkatkan nilai tambah sehingga mampu menambah daya saing produk unggulan daerah.

2.2.2.3 Ketenagakerjaan

Angkatan kerja pada tahun 2005 tercatat 19.35% tidak/ belum sekolah, 25.56% SD, 19.75% SMP, 28.46% SMA dan 6.87% PT. Angka tersebut menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Kota Magelang berpendidikan SLTA. Hal ini merupakan modal yang cukup mendukung pengisian formasi kesempatan kerja yang ada. Namun tingginya angka pengangguran perlu disikapi dengan senantiasa meningkatkan kualitas pendidikan dan ketrampilan penduduk Kota Magelang yang merupakan modal dasar pembangunan.

Selain itu industri besar/ menengah/ kecil perlu ditumbuhkan agar mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak. Sentra industri yang ada merupakan potensi yang dimiliki Kota Magelang untuk menarik minat investor guna menanamkan modalnya. Dengan meningkatnya investor diharapkan akan meningkatkan lapangan kerja/ usaha sehingga pertumbuhan angkatan kerja dapat diimbangi dengan perluasan kesempatan kerja.

2.2.2.4 Investasi

Perkembangan perekonomian Kota Magelang akan mengalami peningkatan yang cukup signifikan, jika sumber pertumbuhan ekonomi makin kokoh dengan ditopang oleh faktor investasi dan ekspor, menggantikan faktor konsumsi. Peningkatan investasi dan kegiatan perdagangan daerah sangat tergantung pada adanya kebijakan daerah dalam menciptakan iklim usaha yang kondusif di daerah, disamping keberanian daerah dalam memberikan insentif kepada investor berupa kemudahan-kemudahan dalam berinvestasi di Kota Magelang serta peningkatan fasilitasi kerjasama strategis antar Kabupaten/Kota, serta perbaikan produk-produk hukum yang berkaitan dengan pengembangan investasi daerah. Layanan perijinan yang kurang responsif terhadap kemudahan berinvestasi merupakan kendala besar bagi perekonomian daerah. Oleh karena itu, berbagai kendala dan tantangan tersebut harus dieliminir untuk direkayasa dan dikelola menjadi peluang dan kesempatan yang terbuka bagi kemajuan ekonomi daerah. Investasi daerah akan lebih didominasi oleh investasi baru dari pada perluasan investasi yang sudah ada.

2.2.2.5 Stabilitas Perekonomian

Stabilitas ekonomi Kota Magelang dapat terus membaik jika kita dapat menjaga secara hati-hati dan waspada karena lingkungan perekonomian global terus berubah secara cepat dan cenderung tidak ramah. Dengan pengelolaan yang makin baik berbagai faktor ekonomi makro tersebut maka basis pertumbuhan ekonomi Kota Magelang tidak terganggu dan momentum stabilitas ekonomi dapat tetap terjaga.

2.2.3 Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

2.2.3.1 Penelitian dan Pengembangan

Fenomena alam yang terjadi dalam kurun dasa warsa ini antara lain terjadinya bencana alam, perubahan iklim, pemanasan global dan lain-lain adalah multiplier effect dari perubahan-perubahan perilaku manusia. Perubahan-perubahan juga sangat terasa terjadi pada tataran ekonomi, politik, hukum dan sosial budaya. Secara keseluruhan perubahan-perubahan tersebut saling kait mengkait satu sama lain hingga kepada perubahan tatanan, paradigma dan cara berfikir manusia. Dengan iptek seharusnya manusia bisa melihat, menyikapi dan mengantisipasi perubahan ini agar tetap bisa eksis dalam kehidupan dan pemenuhan kebutuhannya. Salah satu upaya penting yang diperlukan adalah teknologi tepat guna sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dengan semakin pesatnya kemajuan iptek global, maka inovasi-inovasi yang unggul harus terus bermunculan untuk dapat memenangkan persaingan.

Sebagai kota kecil yang memiliki keterbatasan sumber daya alam, Kota Magelang menyadari pentingnya kualitas sumber daya manusia guna kemajuan dan kesejahteraan masyarakatnya. Sarana prasarana infrastruktur yang berkaitan dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia perlu terus dibenahi. Untuk menumbuhkan penguasaan, pemanfaatan dan kemajuan Ilmu pengetahuan dan Teknologi (Iptek) diperlukan perubahan paradigma menuju wawasan dan budaya Iptek yang mempunyai penalaran obyektif, rasional, maju, unggul dan mandiri. Pola pikir masyarakat perlu diubah menjadi lebih suka mencipta daripada sekedar memakai, lebih suka belajar dan berkreasi dari sekedar menggunakan teknologi yang ada.

Kebutuhan akan iptek harus disadari semua pihak, iptek harus dipelajari, ditemukan, dikembangkan dan diterapkan. Hasil karya ilmiah dan hasil penelitian dibidang teknologi perlu mendapat perlindungan hukum dan dihargai sebagaimana sumbangsihnya terhadap kesejahteraan. Perlindungan hukum terhadap Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dimulai dari upaya pemberian pemahaman tentang HKI kepada masyarakat dan penemu maupun fasilitasi dalam pengurusannya. Hal ini ditujukan untuk lebih memacu motivasi masyarakat dalam berkarya.

Pembangunan iptek membutuhkan kerjasama yang sinergis antara pemerintah, swasta, dunia pendidikan, para ilmuwan dan masyarakat pada umumnya. Untuk itu diperlukan suatu sistem terpadu dalam pengembangan iptek, seperti Konsorsium ataupun Jaringan Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Iptek. Permasalahan capacity building menjadi tantangan yang harus dikerjakan dan direkomendasikan pada pihak-pihak yang kompeten.

2.2.3.2 Teknologi Informasi

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat pesat di satu sisi mendatangkan banyak keuntungan seperti kemudahan dalam mengakses informasi dan pengetahuan, tetapi di sisi lain menimbulkan dampak yang merugikan. Hal ini disebabkan tidak semua informasi yang ada adalah benar, sehingga menimbulkan distorsi informasi. Disamping itu banyak informasi dari situs-situs yang tidak mendidik, bahkan menyesatkan yang menjadi lawan pembentukan moral bangsa yang beriman dan bertaqwa. Untuk mengantisipasi hal itu diperlukan tindakan-tindakan preventif agar jangan sampai generasi muda menjadi korban perkembangan dan kemajuan iptek global, tetapi justru sebaliknya harus mengambil manfaat seoptimal mungkin untuk digunakan dalam pengembangan budaya dan peradaban yang berguna bagi kemaslahatan umum.

Dalam kerangka makro, sarana prasarana informasi dan komunikasi secara fisik (hardware), modul/program (software), hingga ke operator (brainware) harus dipenuhi oleh pemerintah dalam rangka pelayanan publik, sehingga akan semakin memudahkan dan mempercepat akses masyarakat penggunanya. Dalam penyelenggaraan pemerintahan, pemberlakukan mekanisme kerja yang berbasis ICT (Information and Communication Technology) selayaknya diaplikasikan dalam jaringan on-line antar Satuan Kerja Perangkat Daerah. Disamping itu perlu dibuka akses yang luas bagi masyarakat untuk pengembangan informasi, ilmu pengetahuan, media usaha (promosi), kolaborasi, dan integrasi di tingkat lokal, regional, nasional, maupun internasional melalui fasilitas internet.

2.2.4 Sarana dan Prasarana

Tantangan yang dihadapi dalam penyediaan sarana prasarana Kota Magelang adalah bagaimana pada waktu 20 tahun yang akan datang menjadikan Magelang sebagai kota yang layak huni. Bertambahnya penduduk Kota Magelang pada 20 tahun yang akan datang dan juga diprediksikan bahwa pada saat itu lebih dari 50% penduduk Indonesia akan menempati kawasan perkotaan akan menimbulkan permasalahan yang sangat kompleks bagi pengelolaan kawasan perkotaan (urban management) di Kota Magelang. Apabila kedua hal tersebut tidak diantisipasi sejak dini maka Kota Magelang akan menjadi kota yang tidak layak huni. Untuk itu maka sarana dan prasarana perkotaan dalam waktu 20 tahun mendatang harus sudah direncanakan agar mampu melayani penduduk secara menyeluruh, yang meliputi aspek persebaran sarana prasarana serta peningkatan kualitas dan kuantitasnya.

2.2.4.1 Pendidikan

Pertumbuhan dan perkembangan kota yang diiringi dengan semakin pesatnya pembangunan menuju era globalisasi memberikan tantangan masa depan dunia pendidikan dalam peningkatan mutu, efisiensi, relevansi, dan peningkatan daya saing secara nasional bahkan internasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Terlebih bahwa Pendidikan adalah hak setiap warga negara dan program wajib belajar telah ditetapkan untuk dilaksanakan dalam jenjang Pendidikan Dasar 9 (sembilan) tahun. Hal ini berarti bahwa pemerintah Kota Magelang memerlukan kesiapan untuk:

  1. Peningkatan kualitas tenaga pendidik dan kependidikan
  2. Peningkatan kualitas proses belajar mengajar
  3. Peningkatan kuantitas dan kualitas sarana prasarana pendidikan

Peningkatan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana pendidikan secara bertahap sangat perlu dilaksanakan dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Dalam Bab VIII pasal 42 tentang Standar Sarana Prasarana, diamanatkan bahwa:

  1. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan
  2. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolah raga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.

Standar sarana prasarana lebih lanjut diuraikan dalam pasal 43, 44, 45, 46, 47, dan pasal 48.

Tantangan dunia pendidikan yang menuntut daya saing peserta didik menuntut pula realisasi penyelenggaraan pendidikan yang bertaraf internasional, sehingga standart sarana prasarana yang disediakan harus diupayakan untuk selalu ditingkatkan dengan mengacu kepada standar pendidikan salah satu negara maju yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan sehingga memiliki daya saing di forum internasional.

2.2.4.6 Rekreasi dan Olah Raga

Tantangan sarana prasarana Rekreasi dan Olah Raga harus ditindak lanjuti dengan maksud untuk meningkatkan daya tarik Kota Magelang sebagai Kota Jasa yang maju mandiri dan sejahtera sehingga mampu menjadi tujuan masyarakat lokal, regional, bahkan nasional untuk berekreasi.

Sebagai kota yang layak huni harus dikaitkan dengan keindahan kota yang tercipta dari pengelolaan taman-taman kota serta penataan vegetasi kota. Aspek ini juga terkait erat dengan penyediaan ruang terbuka hijau kota. Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana mempertahankan keberadaan taman-taman kota serta bagaimana meningkatkan upaya pemeliharaan taman-taman kota agar memenuhi kriteria keindahan. Dengan hadirnya aspek keindahan kota maka akan membantu upaya agar Kota Magelang tetap menjadi suatu kota yang layak huni.

Kota Magelang telah memiliki fasilitas rekreasi yang berskala regional nasional yaitu Taman Kyai Langgeng, sedangkan yang berskala kota telah mampu menjadi tujuan wisata masyarakat lokal yaitu Taman Bada’an dan Kawasan Aloon-Aloon. Kenyamanan fasilitas rekreasi sangat diperlukan, karena dengan rekreasi akan menyegarkan pikiran masyarakat yang dapat diharapkan akan berdampak positif bagi kesehatan masyarakat.

2.2.4.6.1 Taman Badaan dan Kawasan Aloon-Aloon

Sebagai fasilitas rekreasi yang mudah dan murah sangat memerlukan penataan dalam hal:

  1. “Garden Furniture” antara lain seperti kursi-kursi taman, pot-pot bunga, termasuk fasilitas bermain anak-anak yang keberadaannya harus diperhitungkan dengan luasan “open space” tanpa menghilangkan ciri khas masing-masing, seperti patung badak di taman Badaan serta Patung Kuda dengan Pangeran Diponegoro di Aloon-Aloon.
  2. Prasarana jaringan air limbah terutama yang berasal dari para pedagang yang harus ditata sedemikian rupa agar air limbah yang dihasilkan tidak mengalir ke areal taman
  3. Penataan Pedagang kaki Lima agar keberadaannya dapat menjadi fasilitas pendukung namun kebersihan dan keindahan taman tetap terjaga.

Khusus untuk kawasan Aloon-Aloon, bahwa penataan yang harus dilaksanakan sangat perlu memperhatikan fungsi yang bukan saja sebagai tempat rekreasi keluarga namun juga menjadi ruang bagi pelaksanaan event-event publik dan pemerintah dengan skala lokal maupun regional.

2.2.4.6.2 Taman Kyai Langgeng

Beberapa hal yang perlu dilaksanakan untuk menghadapi tantangan terkait sarana prasarana di Taman Kyai Langgeng adalah:

  1. Pemeliharaan peningkatan jaringan jalan di dalam areal taman
  2. Penambahan, peningkatan, dan pemeliharaan fasilitas-fasilitas pelayanan
  3. Penambahan, peningkatan, dan pemeliharaan fasilitas pelayanan Khas Taman Kyai Langeng seperti tanaman-tanaman dan hewan-hewan langka, serta fasilitas pelayanan Desa Buku

Dalam aspek Olah Raga, tantangan yang dihadapi adalah kebutuhan fasilitas Olah Raga Skala Regional-Nasional. Hal tersebut mendorong percepatan realisasi rencana Pembangunan dan Pengembangan kawasan GOR Samapta sebagaimana studi kelayakan yang telah dilaksanakan pada tahun 2002.

2.2.5 Politik

2.2.5.1 Kehidupan Berpolitik

Tantangan terberat dalam kurun waktu 20 tahun mendatang dalam pembangunan politik di Kota Magelang adalah menjaga proses konsolidasi demokrasi secara berkelanjutan. Dalam menjaga momentum demokrasi tersebut, tantangan yang akan dihadapi adalah mengefektifkan struktur politik, menyempurnakan proses politik, dan mengembangkan budaya politik yang lebih demokratis agar demokrasi berjalan bersamaan dan berkelanjutan sehingga sasaran tercapainya demokrasi yang bersifat prosedural dan substansial dapat tercapai. Dalam meningkatkan kesadaran politik masyarakat maka internalisasi dan diseminasi nilai-nilai demokrasi ditransmisikan sesuai dengan koridor-koridor yang mengacu kepada etika dan moral politik melalui afirmasi dan advokasi terhadap hak-hak dan kewajibannya. Partisipasi politik yang bersifat otonom akan tumbuh apabila masyarakat diberi kebebasan dan tidak diiming-imingi uang/materi atau dimobilisasi ketika harus menentukan pilihannya. Peran strategis ini difasilitasi oleh pemerintah dan dilaksanakan bersama-sama dengan lembaga-lembaga demokrasi lainnya.

Dalam proses mewujudkan demokrasi di daerah tidak dapat dilupakan adanya tantangan terhadap perlunya pengembangan dan pemantapan budaya politik demokrasi berdasarkan nilai-nilai etika dan moral Pancasila dan UUD 1945 yang menggunakan tolok ukur sebagai berikut:

  1. Meningkatnya orientasi kebangsaan pelaku-pelaku politik dan konstituen yang terbangun dalam paradigma ideologi Pancasila dan NKRI sebagai titik tolak kejuangan politik;
  2. Terwujudnya konsensus etika politik pada kultur kebangsaan;
  3. Tumbuhnya kesadaran kritis kalangan pelaku-pelaku politik dan pejabat publik bahwa keteladanan dalam sikap moralitas dan budi pekerti luhur sebagai kebutuhan;
  4. Tumbuhnya kebiasaan etika menyampaikan sikap/gagasan; dan
  5. Meningkatnya orientasi dan wawasan nusantara di kalangan pelaku-pelaku politik, sehingga daya kapasitasnya dapat diperbaiki.

Tantangan demokrasi lainnya adalah masih belum kuatnya masyarakat madani (civil society), baik dari segi ekonomi maupun pendidikan. Oleh karena itu, dalam kurun waktu dua puluh tahun ke depan, pendidikan politik akan merupakan alat transformasi sosial menuju demokrasi. Masyarakat madani yang kuat sangat tergantung kepada kapasitas masyarakat dalam merespons dan memahami dinamika pasar serta saling berinteraksi antara pemerintah daerah, masyarakat sipil, dan pasar untuk mewujudkan demokratisasi di tingkat lokal. Kemandirian asosiasi-asosiasi sosial kemasyarakatan dan kelompok kepentingan untuk berperan baik sebagai counterpart pemerintah ataupun mediator dan advokator masyarakat diperlukan untuk mendorong akselerasi proses konsolidasi demokrasi sesuai dengan mekanisme fungsi kontrol dalam hubungan kekuasaan yang seimbang.

Bersamaan dengan itu, tantangan dalam menjaga proses konsolidasi demokrasi juga muncul dalam hal mendorong terbangunnya partai politik yang mandiri dan memiliki kapasitas untuk melaksanakan pendidikan politik rakyat, mengagregasi dan menyalurkan aspirasi politik rakyat, serta menyeleksi pimpinan politik yang akan mengelola penyelenggaraan pemerintahan secara profesional. Keputusan Mahkamah Konstitusi terhadap judicial review atas Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menyebutkan bahwa ”dalam perekrutan kepemimpinan di daerah dibuka peluang calon independen di luar partai politik”, menjadi tantangan tersendiri bagi upaya perwujudan demokratisasi di tingkat daerah.

Konsolidasi demokrasi akan dihadapkan pula pada tantangan bagaimana menempatkan peranan pers sebagai salah satu pilar dari perkembangan demokrasi di tingkat daerah. Adanya kebebasan pers/media massa akan memudahkan akses masyarakat terhadap informasi yang bebas dan terbuka, dalam banyak hal, akan lebih memudahkan kontrol atas pemenuhan kepentingan publik. Peran media massa yang bebas sangat menentukan dalam proses menemukan, mencegah, mempublikasikan berbagai bentuk penyelewengan kekuasaan dan korupsi.

2.2.5.2 Partisipasi Politik

Konsolidasi demokrasi memerlukan dukungan seluruh masyarakat karenanya harus diteguhkan kembali makna pentingnya persatuan nasional dengan memperhatikan berbagai keanekaragaman latar belakang dan kondisi. Implementasi desentralisasi dan otonomi daerah difokuskan kepada upaya peningkatan kesejahteraan dan perwujudan keadilan bagi masyarakat dengan memadukan antara semangat dalam upaya memperkuat ikatan NKRI dengan kepentingan untuk tetap menjaga berkembangnya iklim demokrasi di tingkat lokal. Melalui keleluasaan dalam menggerakkan dan mengolah segenap sumber daya yang dimilikinya, Kota Magelang mempunyai kesempatan, peluang, dan tantangan untuk saling bersaing dan atau berkolaborasi dengan kabupaten/kota lainnya baik dalam skala regional, nasional maupun internasional. Ini semua memerlukan kebijakan pemerintah yang reformis dan visioner dengan dukungan aparat birokrasi (lembaga eksekutif) yang memenuhi syarat profesionalisme, efektivitas, dan mandiri serta mengedepankan prinsip-prinsip good governance and clean government serta bebas KKN dalam praksis sehari-harinya. Peningkatan kualitas kinerja aparat pemerintah sebagai pelayan publik (public servicer) sekaligus fasilitator dan mediator bagi lembaga-lembaga demokrasi dibutuhkan guna mendukung proses konsolidasi demokrasi yang tengah berlangsung.

Disamping itu, terciptanya efektivitas sistem politik daerah tak pelak menjadi tantangan utama dalam mewujudkan demokrasi yang substansial. Sistem politik akan efektif apabila mampu mengoptimalkan penyelenggaraan fungsi-fungsi politik seperti pendidikan politik, mempertemukan kepentingan yang aneka ragam dan nyata-nyata hidup dalam masyarakat, agregasi kepentingan, seleksi kepemimpinan, dan komunikasi politik secara signifikan. Selain itu mampu pula mengimplementasikan kapabilitas ekstratif, distributif, regulatif, simbolik, dan responsif yang dimilikinya dengan muara akhir kepada peningkatan keadilan dan kesejahteran masyarakat. Dalam kaitan ini harus diwujudkan komitmen politik yang tegas terhadap pentingnya kebebasan media masa, keleluasaan berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapat setiap warganegara berdasarkan aspirasi politiknya masing-masing. Peran pemangku kepentingan (stakeholders) dilibatkan secara partisipatoris dan emansipatoris dalam proses pengambilan kebijakan publik. Tantangan lainnya adalah meningkatkan peran dan fungsi lembaga legislatif yang meliputi legislasi, budgeting, dan pengawasan secara berkelanjutan melalui peningkatan kapasitas kelembagaannya (institution capacity building) sesuai dengan lingkungan strategis yang melingkupinya. Dengan begitu daya respons dan daya tanggap terhadap tuntutan, kebutuhan dan kepentingan masyarakat menjadi meningkat sehingga tingkat keterwakilan/representasi politik dan kredibilitasnya akan semakin tinggi pula. Sebagai bentuk akuntabilitas publik maka kontrak-kontrak politik dengan konstituen yang telah terbangun benar-benar diakomodasikan, diartikulasikan, dan diimplementasikan melalui inisiatif dan diskresi yang dimilikinya untuk diformulasikan dalam suatu kebijakan publik yang memihak rakyat.

2.2.6 Keamanan dan Ketertiban

2.2.6.1 Stabilitas keamanan dan ketertiban

Tantangan utama keamanan dan ketertiban di Kota Magelang dalam kurun waktu 20 tahun ke depan adalah mempertahankan stabilitas daerah yang telah tercipta selama ini dengan disesuaikan dengan perkembangan tingkat kecanggihan metode dan alat teknologi yang diperkirakan akan makin meningkat pada masa mendatang. Potensi dan ancaman tersebut adalah terorisme, kejahatan perbankan, kejahatan narkoba yang hingga kini masih seperti fenomena gunung es, konflik dan kerawanan sosial yang menjurus kepada kekerasan dan anarkisme, serta berkembangnya variasi tindak kriminalitas konvensional. Tantangan lain dalam pembangunan keamanan dan ketertiban adalah meningkatkan profesionalisme aparat keamanan agar mampu melindungi dan mengayomi masyarakat, mencegah tindak kejahatan, dan menuntaskan tindak kriminalitas. Selain itu, juga perlu membangun kapabilitas lembaga intelijen dan kontraintelijen tingkat daerah dalam kerangka penciptaan keamanan nasional.

2.2.6.2 Antisipatif dan preventif

Sementara itu, tantangan yang harus dihadapi dalam upaya peningkatan keamanaan dan kenyamanan lingkungan, termasuk pemberantasan penyakit masyarakat (pekat) adalah dengan melakukan intensifikasi upaya pemeliharaan kamtrantibmas dan pencegahan tindak kriminal yang didukung oleh pemberdayaan masyarakat untuk menjaga ketertiban dan keamanan. Dalam konteks ini, diperlukan langkah guna meningkatkan profesionalisme serta menyatupadukan komitmen untuk membangun pola pikir, pola sikap, dan pola tindak kesiap-siagaan dan kewaspadaan dari SDM aparat kamtibmas, satlinmas, dan aparat pendukung lainnya dengan disertai peningkatan kelengkapan dan kualitas peralatan kerja yang diperlukan sesuai dengan tuntutan perkembangan situasi dan kondisi yang ada. Tantangan lainnya adalah melakukan perkuatan dan revitalisasi sistem keamanan lingkungan (Siskamling) dengan pola bottom-up, sebagai salah satu upaya untuk memperkokoh operasionalisasi sistem pertahanan keamanan rakyat semesta, dalam kaitan ini termasuk di dalamnya adalah penyiapan dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam penanggulangan bencana.

Dalam kerangka menciptakan kepastian dan tertib hukum (Law Order), upaya preventif melalui antisipasi dini dan cegah tangkal menjadi tantangan tersendiri yang harus diposisikan sebagai prioritas utama disamping penindakan melalui jalur hukum bagi kasus-kasus kriminalitas dan gangguan keamanan yang mengancam keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa. Terhadap masalah-masalah yang bersifat pelanggaran ketertiban dan ketidakdisiplinan harus diambil tindakan penegakan hukum dan operasi yustisi (penertiban) secara rutin dan periodik yang disertai dengan langkah-langkah alternatif pemecahan masalah lewat pembinaan dan pemberdayaan secara konstruktif dengan melibatkan berbagai unsur dan lembaga terkait. Pada praksisnya, semua tindakan yang diambil baik yang bersifat preventif, represif, dan kuratif itu tetap harus mengacu serta berpedoman kepada prinsip bahwa semua orang mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam perlakuannya di depan hukum. Ini semua perlu ditempuh sebagai salah satu langkah dalam upaya menegakkan supremasi hukum di Kota Magelang.

2.2.6.3 Peran Aparat dan Partisipasi Masyarakat

Pada sisi yang lain, terjadinya kemerosotan dan banalisasi pemahaman wawasan kebangsaan menjadi tantangan yang serius dalam waktu 20 tahun mendatang. Hal ini karena akan menghambat berkembangnya kesadaran terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Dekadensi dan krisis terhadap nilai-nilai nasionalisme dan spirit kebangsaan harus dieliminasi atau setidaknya direduksi melalui perkuatan persatuan dan kesatuan bangsa serta penanaman nilai-nilai luhur bangsa yang bersendikan ideologi Pancasila dan UUD 1945 secara substansial. Metode yang dilakukan haruslah dikemas dalam suasana dialogis, edukatif, atraktif, derivatif, dan variatif sehingga dimungkinkan munculnya diskresi, pencerdasan, dan pencerahan dalam memahami nilai-nilai ideologi bangsa sehingga tidak terkesan monoton dan bersifat indoktrinasi.

Tantangan lainnya adalah perlunya penyelenggaraan pendidikan multikultural dalam semua jalur pendidikan yang disertai dengan perkuatan dan internalisasi nilai-nilai wawasan kebangsaan secara berkelanjutan (sustainable) sekaligus didukung adanya fasilitasi dan mediasi berbagai wacana dialog bagi peningkatan kesadaran mengenai pentingnya memelihara persatuan bangsa. Pada kerangka makro, upaya-upaya itu sebagai bagian dalam pembangunan dan pembentukan watak dan jati diri bangsa (nation and character building) yang utamanya ditujukan kepada kalangan generasi muda, sebagai penerus estafet kepemimpinan bangsa, tanpa mengesampingkan lapisan masyarakat lainnya.

Dalam perspektif yang lebih luas, tantangan dalam pembangunan keamanan dan ketertiban adalah mengurangi kesenjangan (gap) sosial ekonomi dalam masyarakat yang acapkali menjadi sumber perselisihan dan konflik sosial yang bersifat horizontal. Disamping itu juga mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran yang dari waktu ke waktu cenderung meningkat. Pada praktiknya upaya ini sudah pasti harus melibatkan banyak unsur dari berbagai sektor terkait dalam rangkaian kebijakan yang lebih kompleks. Berkaitan dengan hal tersebut, tidak bisa dilepaskan adanya suatu upaya yang berkesinambungan dalam menumbuhkembangkan kesadaran budaya penghormatan nilai-nilai HAM, nilai-nilai persamaan, anti kekerasan, kompetisi yang sehat dan fair, kebebasan yang bertanggungjawab, serta nilai-nilai toleransi melalui berbagai wacana dan media. Perlu pula dilakukan langkah penggalian dan revitalisasi budaya kearifan lokal sebagai nilai-nilai instrumental yang bisa dijadikan motor penggerak bermasyarakat dan berbangsa, seperti kejujuran, kerukunan, gotong royong, produktif, dan sebagainya. Dengan demikian diharapkan dapat tumbuh dan berkembang budaya warga yang bermoral, sopan, taat hukum, serta bisa membangkitkan dan menggerakkan potensi kekuatan spiritual dan etos kerja bangsa (budaya unggul bangsa) yang merupakan energi positif bangsa dan berkontribusi besar bagi terwujudnya ketahanan bangsa.

2.2.7 Hukum dan Aparatur

2.2.7.1 Pemerintahan Umum

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah ditegaskan bahwa kedudukan daerah otonom merupakan bagian integral dari negara kesatuan Indonesia. Walaupun daerah otonom merupakan badan hukum yang memiliki hak dan kewajiban mandiri sebagaimana negara sebagai badan hukum, akan tetapi kedudukan (pemerintahan) daerah otonom adalah melaksanakan berbagai kewenangan pemerintahan yang telah didesentralisasikan oleh Pemerintah Pusat, dan kepemilikan kewenangan tersebut tetap berada di tangan Pemerintah Pusat. Sehingga secara teoritis yuridis, pemerintahan daerah merupakan sub sistem dari sistem pemerintahan negara secara keseluruhan. Oleh karena itu, UU 32/2004 merupakan undang-undang yang mengatur bagaimana suatu organisasi pemerintahan negara dijalankan berdasarkan prinsip lokalitas dan kekhasan di daerah masing-masing.

2.2.7.2 Hukum

Proses formulasi peraturan daerah, yang merupakan kebijakan publik di tingkat lokal, dalam penyelenggaraannya masih menghadapi tantangan-tantangan antara lain:

  1. Hak inisiatif lembaga legislatif yang pada hakekatnya merupakan representasi rakyat belum secara optimal benar-benar berkembang, tersalurkan, dan termanifestasikan secara nyata dalam praktik legislasinya.
  2. Perlunya upaya peningkatan kualitas baik dari sisi formil dan materiil produk kebijakan publik di daerah melalui kemasan proses perumusan yang sistematis dan komprehensif dengan melakukan analisis mendalam untuk dituangkan ke dalam draft akademik yang menyangkut latar belakang (setting), pendekatan dan paradigma, teori dan konsep yang relevan, dampak dan faktor eksternalitas, beserta kajian lapangan yang mendetail. Termasuk dalam hal ini adalah dengar pendapat dengan publik atau pakar yang berkompeten (public hearing).
  3. Uji publik terhadap raperda guna mencaritemukan daftar inventaris masalah belum terselenggara secara optimal. Keterlibataan masyarakat madani dalam proses penyusunan kebijakan publik yang menyangkut kepentingan rakyat banyak terkadang masih berjalan sekadar formalitas atau hanya semata-mata sebagai ajang mencari legitimasi informal. Secara substansial, aspirasi masyarakat belum secara nyata terejawantahkan dalam produk-produk hukum daerah, khususnya yang menyangkut pengaturan masalah-masalah yang berkaitan dengan kepentingan publik.
  4. Perlu adanya peningkatan kemudahan akses dan perluasan daya jangkau diseminasi kebijakan publik bagi masyarakat terhadap keluaran Peraturan Daerah disamping wahana sosialisasi yang telah dilaksanakan selama ini.
  5. Penetapan skala prioritas pembahasan selain mengacu kepada agenda pemerintah, semestinya juga mengakomodasi­kan masalah-masalah publik yang urgen dan menyangkut hajat kepentingan masyarakat luas serta merupakan upaya peningkatan kesejahteraan sosial yang membutuhkan payung hukum dalam pelaksanaannya di lapangan.

Pada sisi yang lain, karena suatu sistem hukum yang berfungsi dengan baik seharusnya dapat menyokong secara luas pembangunan di bidang sosial, ekonomi dan politik, yaitu dengan melindungi hak serta keamanan individu, dapat dilaksanakannya suatu perjanjian, menjamin amannya hak-hak atas kepemilikan dan dapat dialihkannya hak-hak tersebut, serta menjamin bahwa proses penetapan kebijakan publik sebisa mungkin dilakukan secara transparan, maka peningkatan kualitas dan profesionalisme para penegak hukum yang mengedepankan nilai-nilai kejujuran, etika, dan moral yang tinggi; lembaga peradilan yang berwibawa dan bebas dari mafia pengadilan; perlakuan yang sama bagi semua orang di depan hukum; konsistensi perlindungan HAM bagi mereka yang berperkara; serta tingginya kesadaran hukum masyarakat menjadi tantangan yang harus dihadapi dalam waktu 20 tahun ke depan.

Tantangan utama yang harus dihadapi dalam 20 tahun ke depan adalah belum optimalnya upaya penegakan hukum dan terjaminnya kepastian hukum. Namun demikian, dalam konteks penegakan supremasi hukum positif yang berlaku secara nasional (di luar Peraturan Daerah) dalam praktiknya sangat ditentukan oleh adanya koordinasi, kerjasama, dan pelibatan aparat penegak hukum yang note bene merupakan instansi vertikal di daerah seperti, Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan, sedangkan koordinasi dengan Kodim lebih menyangkut hal-hal yang bersifat pertahanan dan keamanan wilayah, di mana pengaturan kewenanganan dan kelembagaannya merupakan wewenang dari Pemerintah Pusat. Oleh karena itu, pada tataran pimpinan Muspida (plus) ini tantangan yang harus dihadapi adalah meningkatkan intensitas dan ekstensitas pelaksanaan koordinasi, sekaligus meningkatkan efektivitas dan efisiensinya dalam penyelesaian permasalahan-permasalahan yang menyangkut pelanggaran hukum dan ancaman atau gangguan terhadap integrasi dan stabilitas daerah.

2.2.7.3 Kelembagaan dan Aparatur

Pembangunan aparatur, sebagaimana yang tengah berlangsung pada tataran nasional saat ini reformasi birokrasi di lingkup jajaran Pemerintah Kota Magelang juga sedang berproses, yang mencakup antara lain upaya pemberantasan KKN, pemantapan otonomi daerah, desentralisasi, dan netralitas pegawai. Walaupun pelaksanaanya sudah ada kemajuan, dalam rentang 20 tahun ke depan masih terdapat tantangan di bidang pendayagunaan aparatur pemerintah yang tidak saja harus dihadapi, tapi juga diselesaikan, yaitu:

  1. Kelembagaan pemerintah masih belum sepenuhnya berdasarkan prinsip organisasi yang efisien dan rasional, sehingga struktur organisai kurang proporsional.
  2. Sistem manajemen kepegawaian belum mampu mendorong peningkatkatan profesionalitas, kompetensi, dan remunerasi yang adil dan layak sesuai dengan tanggungjawab dan beban kerja, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian.
  3. Sistem dan prosedur kerja di lingkungan aparatur pemerintah belum efisien, efektif, dan berperilaku hemat.
  4. Dalam proporsi tertentu praktik KKN belum sepenuhnya teratasi.
  5. Pelayanan publik belum sesuai dengan tuntutan dan harapan masyarakat.
  6. Terabaikannya nilai-nilai etika dan budaya kerja dalam birokrasi sehingga melemahkan disiplin kerja, etos kerja, dan produktivitas kerja.

Reformasi birokrasi memerlukan proses, tahapan waktu, kesinambungan dan keterlibatan semua komponen yang harus saling terkait dan berinteraksi. Reformasi birokrasi dilakukan melalui penyelarasan kegiatan penataan kelembagaan dan sumber daya manusia aparatur (SDM aparatur), penataan ketatalaksanaan secara dinamis, pemantapan sistem pengawasan dan akuntabilitas, peningkatan kualitas pelayanan publik, serta membangun kultur birokrasi baru. Oleh karena itu, pelaksanaan reformasi birokrasi merupakan kebutuhan dan harus sejalan dengan perubahan tatanan kehidupan politik, dinamika sosial, dan dunia usaha. Langkah dan upaya yang perlu dilakukan meliputi:

  1. Penataan kelembagaan, guna menjamin terbangunnya organisasi pemerintah yang proporsional dan solid yang mampu memperlancar tujuan organisasi secara efektif dan efisien.
  2. Penataan kepegawaian (SDM aparatur), guna mengembangkan dan melaksanakan sistem manajemen kepegawaian yang berbasis kinerja atau berorientasi kepada sistem merit, yang didukung oleh perencanaan kepegawaian yang terintegrasi dan berkelanjutan, tersedianya sistem remunerasi yang adil dan layak, pembinaan karier, penilaian berdasarkan prestasi kerja, diklat berbasis kompetensi, tata nilai, moral, etika dan etos kerja yang baik, dan perlindungan hukum untuk memacu pegawai negeri sipil agar dapat berprestasi tinggi (profesional).
  3. Efisiensi ketatalaksanaan, sebagai upaya menyempurnakan sistem tatalaksana penyelenggaraan manajemen administrasi pemerintah guna terciptanya efisiensi dan efektivitas tata hubungan kerja dan kewenangan dalam penyelenggaraan pemerintahan melalui: penyederhanaan sistem dan prosedur kerja, penyempurnaan administrasi umum pemerintahan dan penyempurnaan sistem pengelolaan sarana kerja aparatur, serta korporatisasi unit pelayanan, penataan dan pengembangan sistem kearsipan.
  4. Peningkatan akuntabilitas aparatur, guna mendorong perangkat daerah dalam mempertanggungjawabkan kinerja pelaksanaan sumber daya organisasi pemerintah dan pelaksanaaan otonomi daerah. Kriteria penilaian akuntabilitas aparatur pemerintah dan sistem akuntabilitas yang sudah disusun perlu dilaksanakan dan dikembangkan secara lebih konkret dan substansial. Membuka peluang bagi masyarakat untuk memberikan masukan dan umpan balik tentang kinerja aparatur pemerintah. Kinerja aparatur pemerintah harus dipantau bersama-sama instansi terkait juga perlu dievaluasi dan dinilai.
  5. Peningkatan kualitas pelayanan publik, sebagai upaya mewujudkan manajemen pelayanan prima, dalam pengertian produk pelayanan yang cepat, tepat, pasti, efisien, transparan, akuntabel, menjamin rasa aman, nyaman, dan tertib bagi masyarakat.
  6. Peningkatan sistem pengawasan, melalui upaya mengoptimalkan pelaksanan pengawasan penanggulangan dan pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme di instansi pemerintah harus dilakukan dengan langkah bersama dan tindakan nyata, secara sistematik dan menyeluruh.
  7. Optimalisasi koordinasi program pendayagunaan aparatur pemerintah.

2.2.8 Wilayah dan Tata Ruang

2.2.8.1 Tata Ruang

Tantangan yang dihadapi dalam aspek pengembangan wilayah dan penataan ruang adalah bagaimana mengembangkan Kota Magelang agar mampu mengemban peran dan fungsi sebagai kota jasa pada wilayah yang sangat terbatas yaitu hanya ± 18,12 kilometer persegi. Di sisi lain, pada waktu 20 tahun yang akan datang akan terjadi penambahan jumlah penduduk dan peningkatan jumlah orang yang bekerja di Kota Magelang dalam berbagai sektor. Bertolak dari kondisi tersebut maka permasalahan yang dihadapi adalah bagaimana mengalokasikan lahan perkotaan secara serasi dan seimbang untuk mewadahi kegiatan perkotaan. Sedangkan disisi lain kebutuhan alokasi lahan terbuka hijau pada kawasan perkotaan harus diakomodasi dalam penataan ruang kota.

Pada bulan April tahun 2007 telah diterbitkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Salah satu aspek yang merupakan tantangan dalam penataan ruang adalah keharusan bagi kawasan perkotaan untuk mengalokasikan minimal 30% dari luas wilayahnya untuk ruang terbuka hijau, yang terdiri dari 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% ruang terbuka hijau privat. Selain itu sekurang-kurangnya 30% dari daerah aliran sungai (DAS) harus berupa hutan.

Bagi Kota Magelang amanat yang harus dilaksanakan dari undang-undang tersebut merupakan tantangan yang terasa berat, mengingat bahwa luas wilayah administrasi Kota Magelang sangat terbatas, sedangkan disisi lain tuntutan pemanfaatan lahan perkotaan untuk kegiatan komersial akan semakin meningkat seiring dengan peningkatan peran dan fungsi Kota Magelang sebagai wilayah yang cukup strategis bagi kawasan-kawasan di sekitarnya.

Kondisi tersebut akan menimbulkan konflik kepentingan, yaitu antara kepentingan ekonomis dan kepentingan ekologis. Disatu sisi, dibutuhkan lahan untuk investasi dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi kota, sedangkan disisi lain kepentingan pelestarian ekologi lingkungan perkotaan menuntut adanya konservasi dan preservasi lingkungan yang antara lain berupa mempertahankan keberadaan ruang terbuka hijau perkotaan.

Salah satu contoh lokasi strategis yang diprediksikan akan rawan menimbulkan konflik kepentingan adalah sepenggal lahan dikaki Gunung Tidar, yaitu yang berbatasan dengan Jalan Sudirman. Dari sudut pandang investasi, Jalan Sudirman merupakan lokasi yang banyak diincar para penanam modal yang berkepentingan menjadikan kawasan tersebut sebagai kawasan komersial. Konflik akan muncul apabila pada sisi barat Jalan Sudirman juga dialih fungsikan sebagai area komersial, hal itu terjadi karena pada sisi tersebut akan bersinggungan dengan kaki Gunung Tidar.

Sementara dari sudut pandang perancangan kawasan perkotaan, sepenggal lahan di sisi timur Gunung Tidar merupakan sepenggal lahan yang dapat dipandang sebagai suatu “unreplaceable sight”, karena nilai estetika lahan tersebut yang tidak mungkin tergantikan. Bertolak dari sudut pandang tersebut maka Kawasan Gunung Tidar merupakan kawasan ruang terbuka hijau dan direncanakan untuk tidak dialihfungsikan ke peruntukan lain.

Tantangan yang dihadapi dalam mencapai luasan 30% ruang terbuka hijau adalah bagaimana mempertahankan keberadaan ruang terbuka hijau yang ada serta apabila saat ini belum tercapai luasan tersebut adalah bagaimana mencapai luasan yang diamanatkan. Untuk mengantisipasi tantangan tersebut, maka diperlukan ketegasan sikap dari Pemerintah Kota Magelang bahwa setiap kebijakan pemanfaatan ruang harus konsisten dengan rencana tata ruang yang ada. Rencana tata ruang yang ada telah mengakomodasi kebutuhan ruang terbuka hijau dan disertai dengan upaya untuk mencapainya yang tertuang dalam indikasi program.

Aspek penataan ruang meliputi perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian. Untuk membantu kinerja Pemerintah Kota Magelang dalam pengendalian pemanfaatan ruang maka telah dibentuk Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) yang salah satu tugasnya adalah menjaga pemanfaatan ruang kota agar benar-benar sesuai dengan yang direncanakan.

Undang-undang penataan ruang juga mengamanatkan bahwa pemerintah daerah wajib menyelenggarakan penataan ruang didaerahnya. Untuk mampu dalam menyelenggarakan penataan ruang maka salah satu tantangan yang dihadapi adalah bagaimana menyediakan sumber daya manusia (SDM) yang memahami aspek penataan ruang. Menjawab tantangan tersebut maka Pemerintah Kota Magelang harus memikirkan langkah-langkah dalam rangka meningkatkan SDM bidang penataan ruang melalui pendidikan dan pelatihan dan menambah jumlah sarjana yang berbasis pendidikan perencanaan kota.

2.2.8.2 Wilayah

Dalam aspek pengembangan wilayah tantangan yang dihadapi adalah bagaimana mengantisipasi kecenderungan perubahan peruntukan lahan dihadapkan pada keterbatasan luas lahan. Berdasarkan pada kecenderungan yang selama ini terjadi, sampai dengan 20 tahun yang akan datang perubahan peruntukan lahan perkotaan yang paling dominan adalah untuk permukiman, perdagangan, dan jasa. Tahun 2015 diprediksikan lebih dari 50% penduduk Indonesia akan tinggal di kawasan perkotaan. Tekanan arus urbanisasi tersebut akan mengakibatkan munculnya permasalahan dalam penyediaan sarana prasarana permukiman agar tetap memenuhi standar layak huni. Selain itu penambahan sarana sosial, sarana ekonomi dan sarana rekreasi olah raga akan menuntut penyediaan lahan.

Perubahan pola pemanfaatan lahan tersebut akan berdampak pada pergeseran bagian wilayah kota, terutama kawasan pusat kota akan mengalami perubahan yang cukup signifikan. Pada kawasan pusat kota juga akan terjadi optimalisasi pemanfaatan lahan, sehingga kecenderungan yang akan terjadi adalah pola pembangunan secara vertikal. Fenomena tersebut perlu diantisipasi dengan penerapan aturan yang ketat tentang jumlah lantai minimal pada suatu kawasan. Selain itu ketentuan mengenai Koefisien Lantai Dasar (KLD) dan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) harus disosialisasikan dan diterapkan secara konsekuen.

Pada kurun 20 tahun yang akan datang, peran sub wilayah pembangunan, yang diwujudkan dalam BWK dan SBWK akan mengalami pergeseran. Areal yang meliputi Bagian Wilayah Pusat Kota akan mengalami peningkatan, yang terutama disebabkan oleh meluasnya kegiatan yang bercirikan kegiatan perkotaan, yaitu perdagangan, sosial dan jasa. Kawasan Kebonpolo, tepatnya lokasi yang saat ini dimanfaatkan sebagai sub terminal dan pertokoan, diprediksikan akan berkembang menjadi pusat perdagangan kota, yang dirancang dengan memadukan antara kegiatan perdagangan dan sub terminal. Berkembangnya Kawasan Kebonpolo akan menjadi faktor penarik bagi bergesernya kawasan pusat kota lebih ke arah utara.

Sedangkan Kawasan Sidotopo yang saat ini menempati BWK V, diprediksikan akan menjadi salah satu kawasan strategis yang mengampu kegiatan perdagangan, akomodasi pariwisata dan rekreasi, dengan skala pelayanan regional dan lokal. Pengembangan Kawasan Sidotopo akan berdampak pula pada pengembangan kawasan desa Jambewangi, yang berada diwilayah Kabupaten Magelang. Lahan-lahan pertanian yang sekarang ada di Jambewangi diprediksi akan beralih menjadi lahan-lahan bukan pertanian. Kondisi tersebut akan menguntungkan bagi pengelolaan kawasan perkotaan di Kota Magelang, karena tidak mengurangi alih fungsi lahan di wilayah Kota Magelang.

Berkembangnya Kawasan Sidotopo akan menjadi faktor penyeimbang bagi pertumbuhan kota. Keramaian Kota Magelang yang selama ini masih cenderung terkonsentrasi pada sisi kota bagian tengah dan selatan, pada masa mendatang akan terimbangi dengan perkembangan sisi kota bagian utara.

Mengantisipasi terhadap kecenderungan pertumbuhan kota, dan di sisi lain wilayah Kota Magelang kemungkinan tidak akan bertambah, maka keberadaan taman-taman kota dan ruang-ruang terbuka hijau kota harus mulai direncanakan. Kawasan-kawasan perkotaan di sisi utara kota, atau yang saat ini berada pada BWK V, masih memberikan peluang bagi pembangunan taman-taman rekreasi kota. Apabila pendekatan tersebut tidak dirancang sejak saat ini maka pada masa yang akan datang Kota Magelang akan tumbuh menjadi kota yang tidak layak huni, yang disebabkan oleh kurangnya ruang terbuka hijau di kota.

2.2.8.3 Pertanahan

Perkembangan penggunaan lahan oleh masyarakat yang didukung dengan mekanisme pasar lahan yang kurang terarah dan tidak terkendali, akan mengakibatkan pembangunan yang tidak merata. Oleh karena itu konsolidasi tanah merupakan salah satu instrumen penting untuk mengendalikan mekanisme pasar dalam kaitannya dengan upaya pemanfaatan tanah secara optimal, seimbang dan lestari dengan meningkatkan efisiensi pemanfaatan tanah di wilayah perkotaan. Konsolidasi tanah dapat didefinisikan sebagai suatu model penataan lingkungan yang dari tidak teratur menjadi teratur.

Dalam penerapannya terdapat dua aspek penting yang menjadi sasaran utama konsolidasi tanah yaitu (1) penataan fisik atas penggunan serta (2) pemanfaatan tanah dan penataan terhadap penguasaan dan pemilikan tanah. Dengan demikian diharapkan kawasan kumuh dan penguasaan lahan luas oleh sebagian masyarakat akan terkendalikan. Keterbatasan lahan Kota Magelang akan bukan menjadi permasalahan dengan tertatanya penggunaan lahan oleh masyarakat sehingga pembangunan kota akan lebih merata.

Intervensi permerintah dalam penggunaan lahan oleh masyakat perlu dilakukan demikian juga sebaliknya pemerintah juga perlu memberikan insentif atas penggunaan tanah secara berkelanjutan oleh masyarakat dengan memberikan pengakuan hukum atas kepemilikan dan mempermudah birokasi kepengurusannya. Diharapkan sebelum kurun waktu 20 tahun kedepan berakhir pensertifikatan atas kepemilikan lahan dapat terealisasi keseluruhan.

2.2.9 Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup

Tantangan yang dihadapi dalam kurun waktu 20 tahun mendatang di bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup adalah mewujudkan pembangunan berlandaskan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) merupakan suatu daya upaya untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang dengan tanpa mengorbankan generasi yang akan datang.

Pembangunan berwawasan lingkungan mengandung makna bahwa pelaksanaan pembangunan harus memperhatikan kondisi lingkungan agar tetap terjaga demi kelangsungan hidup saat ini dan masa yang akan datang. Pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan menekankan pada keseimbangan antara kepentingan-kepentingan pertumbuhan ekonomi dengan perlindungan pelestarian lingkungan. Seluruh kegiatan pembangunan harus dilandasi dengan tiga pilar pembangunan yaitu menguntungkan secara ekonomi (economically viable), diterima secara sosial (social acceptable) dan ramah lingkungan (enviromentally sound).

2.2.9.1 Hutan

Perkembangan Kota Magelang yang sangat dinamis dihadapkan pada keterbatasan luas lahan yang dimiliki Kota Magelang berpotensi menyebabkan muncul berbagai konflik kepentingan dalam pemanfaatan lahan.

Konversi lahan pertanian dan ruang terbuka hijau menjadi lahan permukiman dan perekonomian tidak dapat dihindari. Kondisi ini dapat menyebabkan semakin berkurangnya ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai paru-paru kota sehingga menyebabkan degradasi kualitas lingkungan.

Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya yang terpadu untuk mempertahankan dan mengembangkan ruang terbuka hijau, diantaranya dengan: efisiensi pemanfaatan ruang, menciptakan keseimbangan pemanfaatan ruang antara kawasan lindung dengan budi daya, mempertahankan dan merehabilitasi kawasan lindung, pengelolaan hutan kota secara lestari, serta penghijauan pada area-area yang masih memungkinkan seperti sempadan sungai, sepanjang jalan, taman-taman dan pemukiman penduduk.

2.2.9.2 Sumber Daya Air

Semakin bertambahnya jumlah penduduk Kota Magelang dengan berbagai aktivitasnya menyebabkan semakin meningkat pula kebutuhan akan air bersih. Di sisi lain kebutuhan air bersih penduduk Kota Magelang selama ini sebagian besar dipenuhi dari wilayah Kabupaten Magelang.

Oleh karena itu diperlukan berbagai upaya efisiensi pemanfaatan air bersih dan optimalisasi pemanfaatan potensi sumber daya air yang berada di wilayah Kota Magelang. Pengelolaan sumber daya alam tidak mengenal batas administratif dan wilayah.

Sungai-sungai yang mengalir di Kota Magelang mempunyai hulu dan hilir di luar wilayah Kota Magelang yaitu di wilayah Kabupaten Magelang dan Daerah Istimewa Yogyakarta, demikian pula dengan sumber mata air Tuk Pecah daerah resapan air serta tangkapan air hujan (recharge area) berada di luar wilayah Kota Magelang.

Dengan demikian tantangan ke depan dalam pengelolaan sumber daya alam adalah pengelolaan secara terpadu antara Pemerintah Kota Magelang dengan Pemerintah Daerah lainnya.

2.2.9.3 Lingkungan Hidup

Letak geografis Kota Magelang yang sangat strategis karena berada di jalur transportasi utama di Provinsi Jawa Tengah disamping menguntungkan dari sisi perkembangan kota dan ekonomi, di sisi lain juga berpotensi menyebabkan semakin meningkat pula resiko pencemaran lingkungan, baik pencemaran udara, tanah, suara maupun air yang berakibat pada degradasi kualitas lingkungan.

Selain itu semakin meningkatnya pendapatan dan perubahan gaya hidup masyarakat perkotaan, akan berdampak pula pada peningkatan pencemaran lingkungan akibat limbah padat, cair dan gas secara signifikan. Kondisi ini diperparah dengan terjadinya peningkatan pemanasan global (global warming) ditandai dengan semakin meningkatnya suhu udara, perubahan iklim dan banyaknya bencana alam.

Oleh karena itu tantangan yang dihadapi ke depan adalah bagaimana mengurangi pencemaran sampai pada ambang yang masih diijinkan serta mengurangi peningkatan pemanasan global melalui berbagai upaya dan kerjasama serta komunikasi antara Pemerintah dengan masyarakat dan dunia usaha secara terus-menerus agar tercipta kesadaran dan dukungan bagi terpeliharanya kualitas lingkungan di Kota Magelang.

Dalam upaya mengadapi fenomena perubahan iklim sebagai akibat pemanasan global diperlukan adaptasi terhadap perubahan iklim khususnya terkait dengan strategi pembangunan sektor kesehatan, pertanian, permukiman dan tata ruang.

Kondisi topografi Kota Magelang yang menyerupai punggung kerbau dengan karakteristik datar pada bagian tengah sedangkan pada sisi Timur dan Barat mempunyai kelerengan yang curam menyebabkan resiko ancaman terhadap bencana alam khususnya tanah longsor. Oleh karena itu diperlukan mitigasi dan adaptasi bencana alam di antaranya dengan pemetaan kawasan rawan bencana, penyusunan rencana tata ruang dengan memperhitungkan kawasan rawan bencana, serta pola pembangunan kota disesuaikan dengan daya dukung lingkungan.

2.2.9.4 Pengelolaan Sampah

Sampah merupakan salah satu permasalahan krusial yang dihadapi kota-kota di Indonesia tak terkecuali Kota Magelang. TPA (Tempat Pembuangan Akhir Sampah) Banyu Urip, apabila tidak dikelola secara baik akan berpotensi menimbulkan konflik karena letaknya berada di luar wilayah Kota Magelang yaitu di Kabupaten Magelang.

Meningkatnya jumlah dan aktifitas penduduk menyebabkan semakin meningkat pula penambahan timbulan sampah yang dihasilkan. Mengingat terbatasnya kapasitas daya tampung dari TPA, diperkirakan TPA tidak akan mampu lagi menampung sampah atau dapat dikatakan TPA habis umur pemakaiannya.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, sampah perlu dikelola secara terpadu baik dari aspek teknik operasional, kelembagaan, keuangan, pengaturan maupun partisipasi masyarakat. Pengelolaan sampah perlu ditekankan melalui upaya 3R (Reduce, Reuse, Recycle).

Pada bagian hulu, besarnya volume timbulan sampah perlu direduksi seminimal mungkin bahkan sampai pada tingkatan tidak ada buangan sampah (zero waste) dengan cara melibatkan partisipasi masyarakat dalam pemilahan maupun pengolahan sampah. Proses pengangkutan sampah perlu dioptimalkan agar tidak terjadi penumpukan sampah di kota akibat keterlambatan pengangkutan sampah.

Di bagian hilir, TPA perlu dikelola secara optimal baik dalam pemanfaatan dan pengolahan sampah maupun dalam pengelolaan kualitas lingkungan TPA agar umur TPA dapat diperpanjang serta tidak menimbulkan potensi konflik dengan warga sekitar TPA. Metode Open Dumping yang dilaksanakan selama ini perlu diganti menjadi Sanitary Landfill.

Untuk mengantisipasi kesinambungan umur serta ketersediaan lahan TPA, perlu dikaji kemungkinan pembuatan TPA regional terpadu antara Pemerintah Kota Magelang dengan Pemerintah Daerah lainnya khususnya dengan Pemerintah Kabupaten Magelang. Selain itu, paradigma selama ini yang menganggap sampah hanyalah sebagai residu yang tidak berguna perlu diubah menjadi suatu peluang investasi yang dapat mendatangkan keuntungan dengan pengelolaan sampah secara benar dan profesional.

2.3 MODAL DASAR

Modal dasar pembangunan Kota Magelang adalah seluruh sumber kekuatan baik yang efektif maupun potensial, bisa diperbarui (tangible) atau tidak bisa diperbarui (intangible), yang dimiliki dan didayagunakan oleh Pemerintah Kota Magelang dalam melaksanakan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. Modal dasar tersebut dapat dirinci sebagai berikut:

  1. Posisi yang strategis, Kota Magelang berada pada persimpangan jalur perhubungan dengan kota-kota di sekitarnya yaitu jalur transportasi antar Semarang - Yogyakarta, Semarang – Purworejo, Wonosobo – Salatiga dan kota-kota di sekitarnya. Posisi tersebut merupakan salah satu modal potensial yang menjadikan Kota Magelang dapat dikategorikan sebagai kota kecil dengan nilai strategis yang memiliki faktor daya tarik (pull factor), pengaruh, daerah tujuan, dan menjadi barometer bagi daerah-daerah di sekitarnya seperti Kabupaten Magelang, Temanggung, Wonosobo, dan Purworejo.
  2. Luas wilayah Kota Magelang yang sangat terbatas hanya +18,12 Km2 menjadi potensi yang memudahkan daya jangkau perluasan pembangunan hingga ke sudut-sudut kota, sehingga pemerataan hasil pembangunan secara relatif akan dapat dirasakan langsung oleh sebagian besar penduduknya. Selain itu pendeknya jarak yang harus ditempuh juga akan memudahkan koordinasi dalam penyelenggaraan pemerintahan.
  3. Keberadaan Gunung Tidar merupakan kekhasan (landmark) Kota Magelang yang tidak dimiliki oleh banyak daerah lainnya. Selain sebagai kawasan hutan lindung, lokasi ini juga dapat dimanfaatkan sebagai arena rekreasi alam dan wisata spiritual. Nuansa spiritual sebenarnya secara tradisional pada hari-hari tertentu sudah berjalan selama ini. Karena itu perlu diadakan penggalian terhadap kandungan keluhuran nilai spiritualnya yang merupakan warisan nenek moyang (local wisdom), untuk kemudian diaktualisasikan dan direlevansikan dengan konteks kondisi yang tengah berjalan. Apabila dikemas dengan baik serta dilengkapi fasilitas infrastruktur yang memadai dapat diproyeksikan ke depannya akan menjadi obyek wisata yang bernilai yang akan memperkuat daya tarik Kota Magelang disamping fasilitas wisata yang telah ada saat ini, seperti cagar alam, cagar budaya, mainan anak-anak di Taman Kyai Langgeng; museum; bangunan bersejarah; seni dan budaya tradisional; taman-taman kota; wisata belanja (shopping tourism) di sepanjang pecinan (chinatown); wisata kuliner; dan bentuk wisata kontemporer lainnya.
  4. Walaupun sumber daya alam di Kota Magelang sangat terbatas, namun dengan kualitas penduduk yang cukup memadai dengan rata-rata tingkat pendidikan yang lebih baik dibandingkan daerah sekitarnya memberi pengaruh positif terhadap peningkatan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan daerah, sejak dari perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan serta pemeliharaan hasil-hasil pembangunan. Karena penduduk merupakan sumber daya potensial dan produktif bagi pembangunan, maka proporsi jumlah penduduk usia produktif di Kota Magelang yang besar (44,52 persen dari sejumlah 119.904 jiwa pada tahun 2006) akan menjadi potensi yang luar biasa dalam menggerakkan roda pembangunan apabila diberi peran, peluang, dan kesempatan yang memadai sesuai dengan kemampuan, pengetahuan, dan ketrampilan yang dimilikinya.
  5. Tersedianya sarana dan prasarana perkotaan yang mendukung Kota Magelang sebagai Kota Jasa. Fasilitas sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan sudah lengkap dan tersebar secara merata di Kota Magelang. Jangkauan pelayanannya mencakup wilayah hinterland, sehingga berpotensi menjadi pusat layanan pendidikan dan kesehatan di tingkat regional. Sedangkan sarana perekonomian juga cukup lengkap yang didukung dengan keberadaan sarana untuk jasa perdagangan baik tradisional maupun modern, serta jasa keuangan dan perbankan.
  6. Terpelihara dan terjaganya stabilitas keamanan wilayah, dengan dukungan satuan-satuan Polri dan TNI-AD yang bermarkas di wilayah Kota Magelang, menjadi modal yang sangat berharga dalam menciptakan kondusifitas penyelenggaraan aktivitas pemerintah dan masyarakat sehari-harinya. Begitu pula interaksi sosial yang harmonis dan kerukunan hubungan antar umat beragama yang telah tercipta selama ini memberi atmosfer kedamaian, aman dan nyaman bagi para penduduknya. Iklim sejuk ini, apabila didukung dengan aparatur pemerintah yang bersih serta dengan menerapkan prosedur yang mudah dan murah akan menjadi penarik investor untuk menanamkan modalnya di Kota Magelang.
  7. Tingkat kesadaran politik masyarakat telah cukup baik sebagaimana dicerminkan oleh tingginya partisipasi politik masyarakat dalam Pemilu Legislatif, Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tahun 2004, dan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tahun 2005 sehingga dihasilkan figur-figur pimpinan yang dapat mengemban amanat rakyat secara berkesinambungan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di Kota Magelang.
  8. Peran masyarakat madani (civil society) dari waktu ke waktu menunjukkan peningkatan baik sebagai penyeimbang, pengontrol, maupun partner pemerintah dalam proses pembangunan. Fenomena ini akan memberi kontribusi yang besar bagi terciptanya penadbiran (good governance) dalam praktik penyelenggaran pemerintahan. Pemerintahan yang baik dan bersih secara signifikan akan memposisikan kesejahteraan dan peningkatan taraf hidup masyarakat sebagai orientasi utamanya.
  9. Budaya yang merupakan cerminan dari hasil cipta, rasa dan karsa warga Kota Magelang sangat dipengaruhi oleh kualitas manusianya dari aspek pendidikan, kesehatan dan hidup layak sebagaimana telah dikompositkan ke dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Kota Magelang yang beberapa tahun terakhir memiliki angka IPM yang tinggi dan diatas rata-rata sebagian besar Kabupaten/Kota di Jawa Tengah bisa menjadi modal yang cukup besar untuk mencapai visi pembangunan jangka panjang yang telah dicanangkan.
  10. Kualitas SDM aparatur pemerintah cukup baik dibandingkan daerah sekitarnya. Ini ditunjukkan dengan banyaknya PNS yang telah mengenyam pendidikan tinggi, hingga S-2 dan S-3. Selain itu, menyadari pentingnya kualitas sumber daya manusia guna kemajuan dan kesejahteraan masyarakatnya, Kota Magelang secara nyata melakukan segala upaya untuk memacu masyarakat agar mempunyai daya saing dan nilai tambah terhadap berbagai produk unggulan yang dihasilkannya. Pengembangan iptek melalui program krenova dengan memberi penghargaan baik secara individu maupun lembaga yang berhasil menemukan inovasi baru di bidang sosial maupun ilmu alam yang bisa memberi manfaat bagi kehidupan manusia menjadi modal berharga terhadap kemajuan iptek yang berbasis local genuine. Disamping itu pengembangan ICT (information and communication technology) di instansi pemerintah, swasta, dan sekolah-sekolah merupakan potensi yang harus dikembangkan dalam memperkuat daya saing dan kolaborasi Kota Magelang dengan daerah-daerah lainnya baik dalam skala regional, nasional maupun internasional sejalan dengan pesatnya kemajuan teknologi di era globalisasi.

3 VISI DAN MISI PEMBANGUNAN KOTA MAGELANG TAHUN 2005-2025

3.1 VISI

Berdasarkan kondisi Kota Magelang saat ini, tantangan yang dihadapi dalam kurun waktu dua puluh tahun mendatang, serta dengan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka ditetapkan Visi Kota Magelang Tahun 2005-2025:

“Magelang Sebagai Kota Jasa Yang Berbudaya, Maju Dan Berdaya Saing Dalam Masyarakat Madani”

Visi pembangunan daerah tahun 2005-2025 itu mengarah pada pencapaian cita-cita dan harapan masyarakat Kota Magelang. Adapun makna visi tersebut adalah:

  1. Magelang, Magelang diartikan sebagai suatu daerah otonom. Daerah otonom (selanjutnya disebut daerah) adalah suatu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Daerah menunjukkan suatu kesatuan pemerintahan dan kemasyarakatan beserta semua potensi yang dimiliki.
  2. Kota Jasa, artinya pembangunan Kota Magelang diarahkan untuk memperkuat sektor jasa yang didominasi oleh jasa pemerintahan umum dan jasa swasta sebagai potensi kota, dengan menitikberatkan pada sektor perekonomian, sektor kesehatan dan sektor pendidikan.
  3. Berbudaya, artinya masyarakat Kota Magelang diarahkan untuk memperkuat jati diri yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, patuh pada aturan hukum, dapat memelihara kerukunan internal dan antar umat beragama, melaksanakan interaksi antar budaya dan menerapkan nilai-nilai luhur yang sudah ada.
  4. Maju, artinya bahwa pelaksanaan pembangunan daerah senantiasa dilandasi dengan keinginan bersama untuk mewujudkan masa depan yang lebih baik secara fisik maupun non fisik didukung oleh sumber daya manusia yang unggul dan berdaya saing tinggi, berperadaban tinggi, profesional serta berwawasan kedepan yang luas. Maju juga diarahkan pada terbentuknya daerah yang mampu mengelola segenap potensinya dengan tetap mengedepankan pentingnya kerjasama dan sinergisitas.
  5. Berdaya Saing, artinya Kota Magelang diarahkan sebagai kota yang mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif melalui pengembangan seluruh kekuatan perekonomian daerah sebagai pemacu tumbuh dan berkembangnya perekonomian rakyat yang berdaya saing tinggi, didukung oleh sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing.
  6. Madani, artinya Masyarakat Kota Magelang diarahkan untuk hidup agamis dengan damai dan demokratis, menjunjung tinggi dan menegakkan hukum dengan penuh kesadaran (adil), menghargai hak asasi manusia dan maju kehidupan lahir batinnya (makmur).

3.2 MISI

Berdasarkan Visi tersebut ditetapkan Misi Pembangunan Kota Magelang Tahun 2005-2025 sebagai berikut:

  1. Mewujudkan Kota Magelang sebagai pusat pelayanan jasa yang didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas dan fasilitas yang memadai.
  2. Mewujudkan masyarakat Kota Magelang yang berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya dan beradab.
  3. Meningkatkan daya saing daerah melalui pengelolaan pembangunan Kota Magelang yang efisien, efektif, profesional dan berwawasan lingkungan serta mengembangkan potensi daerah secara kreatif dan inovatif didukung oleh penguasaan iptek dan sumber daya manusia yang berkualitas.
  4. Mengembangkan perekonomian Kota Magelang yang bertumpu pada penguatan ekonomi kerakyatan, penciptaan iklim usaha yang kondusif dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkualitas yang ditandai dengan penurunan angka kemiskinan dan peningkatan pendapatan masyarakat.
  5. Mewujudkan good governance dan clean government dengan melibatkan dunia usaha, masyarakat madani (civil society), dan media massa untuk menuju kehidupan masyarakat Kota Magelang yang damai, demokratis dan menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan kebenaran.

4 ARAH, TAHAPAN, DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG TAHUN 2005-2025

Tujuan pembangunan jangka panjang tahun 2005-2025 adalah mewujudkan Kota Jasa yang berbudaya, maju dan berdaya saing dalam masyarakat madani.

Sebagai tolok ukur tercapainya kota Magelang sebagai kota jasa yang berbudaya, maju dan berdaya saing menuju masyarakat madani, pembangunan daerah dalam 20 tahun mendatang diarahkan pada pencapaian sasaran–sasaran pokok sebagai berikut:

  1. Terwujudnya Kota Magelang sebagai pusat pelayanan jasa yang didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas dan fasilitas yang memadai, ditandai oleh hal-hal berikut:
    1. Terwujudnya Kota Magelang sebagai pusat pelayanan jasa untuk wilayah Jawa Tengah Bagian Tengah.
    2. Terpenuhinya kualitas sumber daya manusia untuk kebutuhan jasa perekonomian, jasa kesehatan dan jasa pendidikan di kota Magelang.
    3. Terlengkapinya sarana dan prasarana fisik sebagai pendukung penyelenggaraan jasa perekonomian, jasa kesehatan dan jasa pendidikan sebagai fasilitas pendukung kota jasa.
  2. Terwujudnya masyarakat Kota Magelang yang berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya dan beradab, ditandai oleh hal-hal berikut:
    1. Terwujudnya karakter masyarakat yang berakhlak mulia dan bermoral yang berdasarkan falsafah Pancasila. Dicirikan dengan watak, perilaku masyarakat yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi iptek dan sumber daya manusia yang berkualitas.
    2. Perilaku masyarakat yang berbudaya, ditandai dengan meningkatnya peradaban, harkat, martabat, menguatnya jati diri, kepribadian, menguatnya ketahanan dan modal sosial masyarakat.
  3. Terwujudnya daya saing daerah melalui pengelolaan pembangunan Kota Magelang yang efisien, efektif, profesional, berwawasan lingkungan, mengembangkan potensi daerah secara kreatif, inovatif didukung oleh penguasaan iptek dan sumber daya manusia yang berkualitas, ditandai oleh hal-hal berikut:
    1. Terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif, didukung oleh peran sektor jasa dengan kualitas pelayanan yang lebih bermutu dan berdaya saing.
    2. Tingkat pembangunan yang semakin merata keseluruh wilayah diwujudkan dengan peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat.
    3. Terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana pendukungnya bagi seluruh masyarakat, didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang yang berkelanjutan, efisien, dan efektif untuk mewujudkan hunian kota tanpa permukiman kumuh.
    4. Terwujudnya lingkungan perkotaan yang sesuai dengan kehidupan layak dan berkelanjutan, serta mampu memberikan nilai tambah bagi masyarakat dalam mendukung kualitas kehidupan sosial, ekonomi secara serasi, seimbang dan lestari.
    5. Tersusunnya jaringan infrastruktur perhubungan yang memadai dan terintegrasi dengan wilayah sekitar, serta terselenggaranya pelayanan pos dan telematika yang efisien dan modern guna terciptanya masyarakat informasi.
  4. Terwujudnya perekonomian Kota Magelang yang bertumpu pada penguatan ekonomi kerakyatan, penciptaan iklim usaha yang kondusif dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dengan ditandai penurunan angka kemiskinan dan peningkatan pendapatan masyarakat.
    1. Tercapainya pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berkesinambungan sehingga pendapatan perkapita pada tahun 2025 mencapai 5 (lima) besar tingkat kesejahteraan di wilayah Jawa Tengah.
    2. Tercapainya keberdayaan masyarakat dengan terfasilitasinya kebutuhan dasar, menguatnya etos kerja dan produktivitas, serta adanya jaminan perlindungan sosial.
    3. Meningkatnya kualitas sumber daya manusia, termasuk peran perempuan dalam pembangunan. Peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat diukur dari meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Sedangkan kemajuan peran perempuan diukur dengan peningkatan Indeks Pembangunan Gender (IPG) atau Angka GDI (Gender-related Development Index) yang mengukur kualitas hidup perempuan dengan meramu komponen pendidikan, kesehatan dan ekonomi, serta peningkatan Angka GEM (Gender Empowerment Measurement) yang menitikberatkan pada partisipasi perempuan di bidang ekonomi, politik, dan pengambilan keputusan.
  5. Terwujudnya good governance dan clean government dengan melibatkan dunia usaha, masyarakat madani (civil society), dan media massa sehingga kehidupan masyarakat Kota Magelang agamis, damai, demokratis, menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan kebenaran, ditandai dengan hal-hal berikut:
    1. Meningkatnya profesionalisme aparatur pemerintah daerah untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik, bersih, berwibawa, dan bertanggung jawab, serta profesional yang mampu mendukung pembangunan kota Magelang.
    2. Terciptanya supremasi hukum dan penegakan hak azasi manusia yang bersumber pada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 tanpa memandang kedudukan, pangkat dan jabatan seseorang.
    3. Terwujudnya konsolidasi demokrasi pada berbagai aspek kehidupan politik yang dapat diukur dengan adanya penyelenggaraan pemerintah yang berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, birokrat yang profesional dan netral, masyarakat politik dan masyarakat ekonomi yang mandiri.
    4. Terwujudnya peningkatan peran dunia usaha dalam ikut serta menggerakkan roda pembangunan serta meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat melalui tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility).
    5. Tercapainya peningkatan partisipasi masyarakat madani (civil society) dan media massa yang berperan sebagai partner, rekanan, serta pengontrol dan penyeimbang (check and balance) jalannya penyelenggaraan pemerintah­an, pembangunan, dan kemasyarakatan dalam bingkai kehidupan berbangsa dan bernegara demi terwujudnya kesejahteraan rakyat yang berkeadilan.

Untuk mencapai tingkat perkembangan MAGELANG SEBAGAI KOTA JASA YANG BERBUDAYA, MAJU DAN BERDAYA SAING DALAM MASYARAKAT MADANI yang diinginkan Pemerintah Kota Magelang, arah pembangunan jangka panjang daerah selama kurun waktu 20 tahun mendatang adalah sebagai berikut:

  1. ARAH PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG 2005-2025
    1. Mewujudkan Kota Magelang sebagai pusat pelayanan jasa yang didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas dan fasilitas yang memadai, diarahkan melalui:
      1. Peningkatan pembangunan dan pengembangan fasilitas sarana dan prasarana perkotaan.
      2. Peningkatan aksesibilitas untuk mendapatkan pelayanan publik.
      3. Peningkatan kemampuan dan ketrampilan Sumber Daya Manusia.
    2. Mewujudkan masyarakat Kota Magelang yang berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya dan beradab diarahkan melalui:
      1. Pembentukan karakter masyarakat yang berakhlak mulia dan bermoral berdasarkan falsafah Pancasila. Dicirikan dengan watak, perilaku masyarakat yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, bertoleran, bergotong royong dan berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi iptek dan sumber daya manusia yang berkualitas.
      2. Peningkatan pemahaman dan pengamalan agama serta nilai-nilai luhur budaya dalam kehidupan dan penghidupan sehari-hari masyarakat Kota Magelang.
      3. Pemantapan budaya dan kearifan lokal masyarakat Kota Magelang yang memiliki jati diri untuk mendukung harkat dan martabatnya, serta memperkuat ketahanan dan modal sosial masyarakat dalam suasana kebersamaan, kegotong-royongan, saling peduli dan saling membantu dalam membangun keluarga sejahtera secara mandiri.
    3. Mewujudkan daya saing daerah melalui pengelolaan pembangunan Kota Magelang yang efisien, efektif, profesional, berwawasan lingkungan, mengembangkan potensi daerah secara kreatif, inovatif, didukung oleh penguasaan iptek dan sumber daya manusia yang berkualitas, diarahkan melalui:
      1. Peningkatan kualitas pelayanan beserta sumber daya manusianya di berbagai aspek sehingga mempunyai daya saing yang dapat diandalkan dalam mendukung pertumbuhan perekonomian.
      2. Peningkatan profesionalitas dalam pengelolaan pembangunan kota yang disertai peningkatan kualitas sarana dan prasarana pendukungnya sehingga mampu menjadi penyangga wilayah sekitar.
      3. Pengelolaan lingkungan hidup kawasan perkotaan dengan meningkatkan kualitas ruang-ruang terbuka hijau dan taman-taman kota serta menjaga kualitas air, udara serta sumber daya alam lainnya dalam rangka pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.
      4. Penciptaan iklim yang kondusif sebagai pendukung kreativitas masyarakat untuk menciptakan inovasi dalam mengembangkan potensi kota.
      5. Pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dan teknologi sesuai perkembangannya sebagai pendukung profesionalitas dan kinerja masyarakat dalam partisipasinya melaksanakan pembangunan.
    4. Mewujudkan perekonomian Kota Magelang yang bertumpu pada penguatan ekonomi kerakyatan, penciptaan iklim usaha yang kondusif dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkualitas yang ditandai dengan penurunan angka kemiskinan dan peningkatan pendapatan masyarakat, diarahkan melalui:
      1. Penguatan ekonomi kerakyatan melalui peningkatan daya saing Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan Koperasi;
      2. Penciptaan iklim investasi yang kondusif untuk pendukung pengembangan sektor industri kecil, perdagangan dan jasa-jasa lainnya;
      3. Penyediaan sumber daya manusia berkualitas yang mampu mendukung pengembangan-pengembangan usaha di Kota Magelang;
      4. Penumbuhkembangan lembaga keuangan sebagai pendukung pengembangan ekonomi daerah;
      5. Peningkatan kerjasama ekonomi antar daerah/wilayah;
      6. Peningkatan peran pemerintah dalam memfasilitasi peningkatan permodalan bagi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan Koperasi;
      7. Peningkatan peran serta masyarakat dalam penciptaan lapangan kerja melalui usaha ekonomi untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat;
      8. Peningkatan sistem kelembagaan dan infrastruktur perekonomian yang maju;
      9. Peningkatan pemerataan pendapatan masyarakat melalui perluasan kesempatan kerja;
      10. Peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas melalui peningkatan investasi dan ekspor.
      11. Peningkatan pemberdayaan masyarakat melalui pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar, penguatan produktivitas, dan perlindungan sosial.
    5. Mewujudkan good governance dan clean government dengan melibatkan dunia usaha, masyarakat madani (civil society), dan media massa untuk menuju kehidupan masyarakat Kota Magelang agamis, damai, demokratis, menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan kebenaran, diarahkan melalui:
      1. Peningkatan kualitas pelayanan umum yang didukung oleh SDM aparatur pemerintah yang profesional;
      2. Penciptaan pemerintahan yang bersih dan berwibawa serta bebas dari kolusi, korupsi dan nepotisme;
      3. Penciptaan akuntabilitas publik dalam penyelenggaraan pemerintahan di lingkungan Pemerintah Kota Magelang;
      4. Penegakan Hukum dan Hak Azasi Manusia (HAM) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan mencerminkan keadilan dan kebenaran;
      5. Pemberian peran dan fungsi yang proporsional terhadap dunia usaha, masyarakat madani, dan media massa untuk berkiprah dalam proses pelaksanaan pembangunan daerah.
  2. TAHAPAN DAN SKALA PRIORITAS
    Untuk mencapai tujuan MAGELANG SEBAGAI KOTA JASA YANG BERBUDAYA, MAJU DAN BERDAYA SAING DALAM MASYARAKAT MADANI, akan ditempuh tahap-tahap pelaksanaannya melalui:
    1. RPJM Daerah Ke-1 (2005-2010), Berlandaskan pelaksanaan dan pencapaian pembangunan tahap sebelumnya, RPJM Daerah ke-1 diprioritaskan untuk meletakkan sendi-sendi pokok sebagai kota jasa yaitu dengan mengupayakan:
      1. Melengkapi sarana dan prasarana fisik sebagai pendukung penyelenggaraan jasa perekonomian, jasa kesehatan dan jasa pendidikan;
      2. Penyempurnaan sarana dan prasarana pelayanan dasar;
      tanpa mengabaikan pembangunan di bidang lain sebagai upaya menuju masyarakat yang lebih sejahtera.
    2. RPJM Daerah Ke-2 (2011-2015), Berlandaskan pelaksanaan, pencapaian, dan sebagai keberlanjutan RPJM Daerah Ke-1, RPJM Daerah Ke-2 diprioritaskan untuk:
      1. Mewujudkan Kota Magelang yang berbudaya, maju dan berdaya saing melalui upaya-upaya peningkatan kualitas SDM;
      2. Memantapkan peran dan fungsi lembaga pemerintah, swasta, masyarakat madani, dan media massa sebagai pendukung pelayanan jasa perekonomian, jasa kesehatan dan jasa pendidikan;
      3. Memberi pelayanan masyarakat yang lebih baik dibandingkan dengan daerah-daerah lain;
      tanpa mengabaikan pembangunan di bidang lainnya.
    3. RPJM Daerah Ke-3 (2016-2020), Berlandaskan pelaksanaan, pencapaian, dan sebagai keberlanjutan RPJM Daerah Ke-2, RPJM Daerah Ke-3 diprioritaskan untuk:
      1. Meningkatkan dan memantapkan upaya menyejahterakan masyarakat melalui optimalisasi peran dan fungsi lembaga pemerintah, swasta, masyarakat madani, dan media massa khususnya dalam pelayanan jasa perekonomian, jasa kesehatan dan jasa pendidikan;
      2. Menciptakan peluang kerja dalam bidang pelayanan jasa perekonomian, jasa kesehatan dan jasa pendidikan;
      tanpa mengabaikan pembangunan di bidang lain sebagai upaya menuju masyarakat yang berdaya dan mandiri.
    4. RPJM Daerah Ke-4 (2021-2025), Berlandaskan pelaksanaan, pencapaian, dan sebagai keberlanjutan RPJM Daerah Ke-3, RPJM Daerah Ke-4 diprioritaskan untuk:
      1. memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang;
      2. mewujudkan tercapainya perekonomian daerah yang berdaya saing tinggi, berlandaskan budaya yang unggul, sumber daya manusia yang berkualitas dan mandiri;
      3. mewujudkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam masyarakat madani.

5 KAIDAH PELAKSANAAN

Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah Kota Magelang Tahun 2005 – 2025 merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional Tahun 2005 – 2025 dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005 – 2025 yang memuat visi, misi dan arah pembangunan daerah Kota Magelang tahun 2005 – 2025.

Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah Kota Magelang Tahun 2005 – 2025 selanjutnya akan menjadi acuan dan pedoman bagi Pemerintah Kota Magelang dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kota Magelang untuk tahun 2011-2015, tahun 2016-2020, dan tahun 2021-2025.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka ditetapkan kaidah – kaidah pelaksanaan sebagai berikut:

  1. Agar terjadi kesinambungan dalam penyusunan kebijakan daerah, maka calon Walikota harus memperhatikan RPJP Daerah Kota Magelang Tahun 2005 – 2025 dan menjadikannya sebagai pedoman dalam menyusun visi dan misi daerah yang selanjutnya digunakan sebagai acuan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kota Magelang untuk tahun 2011-2015, tahun 2016-2020, dan tahun 2021-2025.
  2. Lembaga eksekutif dan lembaga legislatif Kota Magelang dengan didukung oleh Instansi Vertikal yang ada di wilayah Kota Magelang dan masyarakat termasuk dunia usaha, berkewajiban untuk melaksanakan program–program dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah Kota Magelang Tahun 2005 – 2025.
  3. Walikota dalam menjalankan tugas penyelenggaraan pemerintahan daerah berkewajiban untuk mengarahkan pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah Kota Magelang Tahun 2005–2025 dengan menggerakkan secara optimal semua potensi dan kekuatan daerah.
  4. Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemerintah Kota Magelang berkewajiban untuk menyusun rencana strategis yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pokok pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsinya yang disusun dengan berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah Kota Magelang Tahun 2005 – 2025 yang akan menjadi pedoman dalam menyusun Rencana Kerja Perangkat Daerah Kota Magelang serta menjamin konsistensinya.

6 PENUTUP

Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah Kota Magelang Tahun 2005–2025 yang berisi visi, misi, dan arah pembagunan Kota Magelang, merupakan pedoman bagi pemerintah dan masyarakat di dalam penyelenggaraan pembangunan jangka panjang daerah 20 (dua puluh) tahun ke depan. RPJP Daerah juga menjadi arah dan pedoman di dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah, dan penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) setiap tahunnya selama periode tersebut di atas. Selain itu juga sebagai koridor dalam penyusunan visi, misi dan program calon Walikota dalam kurun waktu 5 (lima) tahunan.

Proses penyusunan RPJP Daerah Kota Magelang telah melibatkan para pemangku kepentingan (stakeholders) pembangunan dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah, sehingga hasilnya benar–benar merupakan kesepakatan yang dapat diterima oleh berbagai pihak.

Langkah-langkah untuk mewujudkan RPJP Daerah Kota Magelang Tahun 2005–2025 dibagi dalam 4 (empat) tahap. Tahap pertama RPJM Kota Magelang Tahun 2005–2010 yang telah ditetapkan melalui Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2005 sudah merupakan dalam tahapan RPJP Daerah Kota Magelang Tahun 2005–2025.

Untuk mewujudkan visi “Magelang Sebagai Kota Jasa Yang Berbudaya, Maju dan Berdaya Saing Dalam Masyarakat Madani“ perlu didukung oleh (1) komitmen dari kepemimpinan daerah yang berakhlak mulia, kapabel, berkualitas dan demokratis (2) Good Governance dan Clean Government (3) konsistensi kebijakan pemerintah daerah (4) keberpihakan kepada rakyat (5) partisipasi aktif dari masyarakat, media massa, dan pihak swasta (6) mekanisme kontrol dan pengawasan serta akuntabilitas publik yang baik.

 

 

 

 

Rancangan Awal RKPD Kota Magelang Tahun 2018

Details
Perencanaan
27 April 2018

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Makna pembangunan daerah harus secara strategis mampu dirasakan manfaat yang sebesar besarnya bagi masyarakat. Pada prinsipnya pembangunan daerah merupakan proses pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hasil pelaksanaan pembangunan ini tercermin dalam berbagai aspek baik ekonomi maupun sosial seperti peningkatan pendapatan, kesempatan kerja, lapangan berusaha, akses terhadap pengambilan kebijakan. Indikator keberhasilan pembangunan daerah salah satunya adalah semakin meningkatnya daya saing daerah serta makin baiknya Indeks Pembangunan Manusia serta indikator indikator lainnya yang terukur.

Dihadapkan pada idealisme tersebut, maka sebagai salah satu fungsi pembangunan daerah, perencanaan memiliki peran vital dalam memastikan keberhasilan kinerja pembangunan daerah. Secara terminologi, perencanaan pembangunan daerah dimaksudkan sebagai suatu proses penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan di dalamnya, guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya yang ada dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial dalam suatu lingkungan wilayah/daerah dalam jangka waktu  tertentu. Dalam hal ini, perencanaan pembangunan yang berkualitas menjadi salah satu kunci keberhasilan pembangunan baik dalam skala nasional dan terutama bagi daerah.

Merujuk pada kerangka legislasi, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) telah mengatur dan mengamanatkan secara lugas penyusunan  dokumen perencanaan pembangunan berupa Rencana Pembangunan   Jangka   Panjang   (RPJP);   Rencana   Pembangunan   Jangka Menengah  (RPJM);  dan  Rencana  Pembangunan  Tahunan  atau  Rencana Kerja  Pemerintah  (RKP).  Amanat  undang-undang  tersebut dijabarkan  ke dalam  Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.

Mengingat aturan pelaksanaan di bawah Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 belum terbit, maka kiranya masih relevan menjadikan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah, yang didalamnya mengatur tahapan, tata cara penyusunan, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan daerah yang meliputi RPJPD, RPJMD, Renstra OPD,  RKPD, dan Renja OPD dijadikan sebagai pijakan penyusunan perencanaan.

Memenuhi amanat undang-undang, peraturan pemerintah, serta Peraturan Menteri Dalam Negeri tersebut di atas, Pemerintah Kota Magelang telah menyusun dokumen RPJPD Kota Magelang 2005-2025  yang ditetapkan  dengan  Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2009. Untuk dokumen RPJMD Tahap I (2005-2010) telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah nomor 4 Tahun 2005,  sedang  RPJMD Tahap II (2011-2015) telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Magelang Tahun 2011-2015. Sementara itu  RPJMD Kota Magelang Tahun 2016-2021 telah ditetapkan melalui Peraturan Daerah Kota Magelang No 1 Tahun 2016.

1.1.1. Proses Penyusunan

RKPD Kota Magelang Tahun 2018 ini merupakan tahun kedua perencanaan tahap III RPJMD 2016-2021 dan disusun ke dalam 6 (enam) tahapan yaitu: persiapan penyusunan RKPD;penyusunan rancangan awal RKPD; penyusunan rancangan RKPD,  pelaksanaan musrenbang RKPD, perumusan rancangan akhir RKPD, dan penetapan RKPD.

Tahap pertama yang dilakukan adalah tahap persiapan penyusunan yang meliputi pembentukan Tim Penyusun RKPD, orientasi mengenai RKPD, penyusunan agenda kerja serta penyiapan data dan informasi perencanaan pembangunan daerah. Dalam penyusunan RKPD Kota Magelang Tahun 2018, Tim penyusun terdiri dari personil lintas OPD di jajaran OPD yang dipandang mampu untuk memberikan kontribusi dalam perencanaan pembangunan daerah. Sementara itu untuk memudahkan koordinasi penyusunan, dilakukan melalui rapat rapat koordinasi serta memanfaatkan media sosial melalui group  Tim Penyusunan RKPD Kota Magelang Tahun 2018. Hal ini merupakan terobosan teknokratis yang cukup memberikan kemudahan dan kecepatan koordinasi kerja tim.

Proses penyusunan RKPD diawali dengan perumusan rancangan awal RKPD untuk memberikan panduan kepada seluruh OPD untuk menyusun rancangan Renja OPD dan berfungsi sebagai koridor perencanaan pembangunan daerah dalam kurun waktu 1 (satu) tahun yang disusun menggunakan pendekatan teknokratis dan partisipatif maupun politis.

Dalam rangka meningkatkan kualitas dan rentang cakup agar substansi RKPD Kota Magelang semakin efektif, maka berbagai terobosan dan inovasi baik inovasi proses perencanaan maupun inovasi pada tataran kebijakan telah dilakukan yang melibatkan pendekatan teknokratik, partisipatif, bottom up/top down  maupun politis.

Merumuskan dokumen tersebut menjadi rancangan RKPD merupakan tahapan selanjutnya. Perumusan Rancangan RKPD pada dasarnya adalah memadukan materi pokok yang telah disusun dalam rancangan awal RKPD provinsi dengan rancangan Renja OPD dan mensinkronkannya dengan kebijakan nasional/provinsi tahun rencana. Dengan demikian, penyusunan rancangan RKPD bertujuan untuk menyempurnakan rancangan awal melalui proses pengintegrasian dan harmonisasi program dan kegiatan prioritas yang tercantum dalam rancangan Renja OPD serta untuk mengharmoniskan dan mensinergikannya terhadap prioritas dan sasaran pembangunan nasional dan provinsi.

Selanjutnya perlu melakukan evaluasi Rancangan Awal RKP dan RKPD Provinsi yang merupakan bagian dari proses identifikasi kebijakan nasional dan Provinsi yang digunakan untuk melengkapi analisis dan evaluasi yang telah dilakukan pada tahap penyusunan rancangan awal, khususnya identifikasi kebijakan nasional untuk tahun rencana.

Dengan memperhatikan relevansinya  kebijakan, pada prinsipnya sebuah kebijakan menjadi relevan dan dapat dipedomani bagi suatu daerah  karena beberapa karakteristik:

  1. Amanat perundang-undangan yang bersifat mengikat secara umum (seluruh daerah) atau khusus pada daerah tertentu.
  2. Kebijakan pemerintah pusat yang karena karakteristiknya, suatu daerah merupakan tujuan dari kebijakan tersebut.
  3. Kebijakan pemerintah pusat yang karena karakteristiknya, suatu daerah dipengaruhi secara tidak langsung oleh kebijakan dimaksud.

Sementara itu kebijakan lainnya memiliki dampak strategis bagi daerah tahun rencana karena beberapa karakteristik:

  1. Kebijakan pemerintah pusat yang mengandung peluang bagi pengembangan daerah.
  2. Kebijakan pemerintah pusat yang berdampak negatif bagi suatu daerah jika tidak diantisipasi dengan program tertentu.

Dalam praktiknya, sebagian kebijakan diwujudkan atau nyata terlihat dari program dan kegiatan yang diagendakan pada tahun 2018, yang secara implisit disebutkan dalam pernyataan tentang kebijakan dan prioritas pembangunan nasional tahun rencana maupun jabaran program dan kegiatan prioritas yang mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung rencana pembangunan suatu daerah.

Pelaksanaan Forum OPD yang mengkombinasikan hasil Musrenbang Kecamatan sekaligus mengkonfirmasi hasil FGD yang diakomodir oleh OPD terkait sesuai Berita Acara Hasil Musrenbang Kecamatan dan Berita Acara Hasil FGD menjadi langkah selanjutnya yang ditempuh. Setelah itu dilakukan Verifikasi dan Integrasi Program & Kegiatan Prioritas, dengan tujuan pokok adalah menyangkut kesamaan materi antara program dan kegiatan prioritas pada rancangan RKPD telah sama dengan muatan nama program dan kegiatan prioritas tiap-tiap OPD, termasuk informasi tentang indikator kinerja, selain itu juga memastikan agar program dan kegiatan prioritas telah sepenuhnya tercantum dalam rancangan Renja OPD pada OPD terkait.

Hasil rancangan RKPD ini sebagai bahan dalam Musrenbang tingkat Kota Magelang yang merupakan forum konfirmasi atas keseluruhan hasil Musrenbang di tingkat kelurahan dan kecamatan serta hasil rancangan Renja OPD yang telah terverifikasi.

Berdasarkan Berita Acara Hasil Kesepakatan Musrenbang kemudian dilakukan penyelarasan Rancangan Akhir RKPD dengan memperhatikan Rancangan RKPD Provinsi Jawa Tengah dan Rancangan RKP pada saat Musrenbang Nasional. Hasil Penyelarasan Akhir ini kemudian dilakukan konsultasi kepada TAPD sebelum ditetapkan melalui Peraturan Walikota.

Proses perumusan RKPD Kota Magelang Tahun 2018 dapat dilihat sebagaimana gambar bagan sebagai berikut:

Gambar 1.1 Bagan Alir Tahapan Penyusunan RKPD Kota Magelang Tahun 2018

1.1.2. Prinsip dan Pendekatan Penyusunan

Penyusunan RKPD Kota Magelang tahun 2018, disusun dengan metode swakelola. Pemilihan metode tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa RKPD merupakan salah satu dokumen perencanaan publik, sehingga menjadi kewajiban aparat pemerintah daerah untuk menyusun dan mengimplementasikannya.

Untuk memastikan output hasil penyusunan yang berkualitas, taat regulasi dan operasional, maka pendekatan dalam penyusunan dokumen RKPD Kota Magelang Tahun 2018 melibatkan beberapa prinsip sebagai berikut :

PRINSIP INDIKATOR
KETERKAITAN Tersedianya penjelasan strategi dan arah kebijakan RKPD Kota Magelang 2018 yang terkait dengan: visi dan misi, strategi dan arah kebijakan RPJMD
  Tersedianya penjelasan strategi dan arah kebijakan RKPD Kota Magelang Tahun 2018 yang terkait dengan tujuan, sasaran, dan prioritas RKPD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2018 
KONSISTENSI Terwujudnya konsistensi antara hasil evaluasi pelaksanaan RKPD Kota Magelang Tahun 2016 dengan isu strategis
  Terwujudnya konsistensi antara isu strategis dengan prioritas pembangunan
  Terwujudnya konsistensi antara prioritas pembangunan dalam RKPD Kota Magelang Tahun 2018 dengan pagu anggaran OPD
  Terwujudnya konsistensi antara prioritas pembangunan dalam RKPD Kota Magelang Tahun 2018 dengan program/kegiatan OPD
KELENGKAPAN DAN KEDALAMAN Tersedianya kerangka ekonomi daerah dan kerangka pendanaan Tahun 2018
  Tersedianya kerangka kebijakan keuangan daerahTahun 2018
  Tersedianya uraian strategi dan arah kebijakan pertumbuhan ekonomi berdasarkan evaluasi tahun sebelumnya
  Tersedianya uraian strategi dan arah kebijakan dimensi pembangunan manusia
  Tersedianya uraian strategi dan arah kebijakan dimensi pembangunan sektor unggulan
  Tersedianya uraian strategi dan arah kebijakan dimensi pembangunan pemerataan dan kewilayahan
  Tersedianya uraian strategi dan arah kebijakan berwawasan lingkungan berdasarkan evaluasi tahun sebelumnya
  Tersedianya uraian strategi dan arah kebijakan tata kelola dan reformasi birokrasi
KETERUKURAN Tersedianya rumusan sasaran pembangunan daerah, hasil program, dan output kegiatan tahun 2018 dengan indikator kinerja yang terukur (berbasis kinerja) –berdasarkan matrik
  Tersedianya prakiraan maju anggaran tahun berikutnya
INOVASI KEBIJAKAN Tersedianya kebijakan pembangunan yang inovatif yang ditunjukkan oleh penerapan konsep holistik- tematik, integratif, dan spasial dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah
  Tersedianya informasi usulan dan justifikasi penetapan hasil pelaksanaan musyawarah perencanaan pembangunan dalam lingkup Kota Magelang

Merujuk pada regulasi, maka penyusunan RKPD Kota Magelang Tahun 2018 dilakukan dengan beberapa pendekatan penyusunan yaitu pendekatan teknokratik, partisipatif, bottom up / top down serta politik. Sedangkan secara out of the box, untuk memberikan ruang kreatif dan inovasi agar pencapaian pembangunan dapat terakselerasi dengan baik, maka inovasi baik secara proses perencanaan maupun kebijakan program pembangunan menjadi sudut pendekatan lain yang ditempuh. Detil konfigurasi pendekatan penyusunan RKPD Kota Magelang Tahun 2018 adalah sebagai berikut :

KRITERIA PARAMETER
DARI BAWAH (BOTTOM-UP) Usulan dari Musrenbang Kelurahan dan Kecamatan dalam penyusunan RKPD Kota Magelang Tahun 2018
  Partisipasi masyarakat dalam penyusunan RKPD Kota Magelang Tahun 2018
DARI ATAS (TOP-DOWN) Sinkronisasi Prioritas Daerah dalam RKPD Kota Magelang Tahun 2018 dan Prioritas Nasional dalam RKP 2018
  Sinergitas program dan kegiatan dalam RKPD Kota Magelang Tahun 2018 dan RKP 2018 
TEKNOKRATIK Ketersediaan dan kelengkapan sumber data dan informasi dalam penyusunan RKPD Kota Magelang Tahun 2018
  Kapasitas Perencana Daerah dalam Penyiapan RKPD Kota Magelang Tahun 2018
POLITIK Pertimbangan dan Pendapat DPRD Kab/Kota dalam penyusunan RKPD Kota Magelang Tahun 2018
  Konsultasi Publik dalam penyusunan RKPD Kota Magelang Tahun 2018
INOVASI Inovasi pada proses perencanaan
  Inovasi program pembangunan daerah

1.2. Landasan Hukum

Landasan hukum yang digunakan dalam penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Kota Magelang Tahun 2017 ini adalah:

  1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kota Kecil Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat;
  2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
  3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;
  4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah;
  5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025;
  6. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
  7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah ;
  8. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan;
  9. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;
  10. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;
  11. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Laporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah;
  12. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Pedoman Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Kepada Masyarakat;
  13. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota;
  14. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah;
  15. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah;
  16. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan;
  17. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;
  18. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Organisasi Perangkat Daerah;
  19. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-Undangan;
  20. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015–2019;
  21. Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan;
  22. Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan Yang Berkeadilan;
  23. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Jo Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 Jo Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 tahun 2011 Tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
  24. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;
  25. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor3 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005–2025;
  26. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2014 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Jawa Tengah tahun 2013-2018;
  27. Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah;
  28. Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Magelang Tahun 2005-2025;
  29. Peraturan daerah Kota Magelang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Rencana Pembangungan Jangka Menengah Daerah Kota Magelang Tahun 2016-2021;
  30. Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 3 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah ;
  31. Surat Gubernur Jawa Tengah Nomor 050.23/0020975 Tanggal 27 Desember 2016 perihal Arah Kebijakan Penyusunan RKPD Tahun 2018

1.3. Hubungan Antar Dokumen

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Kepala Bappeda menyiapkan rancangan awal RKPD sebagai penjabaran dari RPJM Daerah, Rancangan awal RKPD Kota yang berpedoman pada RPJMD Kota tersebut juga mengacu pada RPJMD Provinsi dan RPJMN. Oleh karena itu, RKPD Kota Magelang tahun 2016disusun dengan berpedoman kepada RPJMD Kota Magelang Tahun 2011-2015, mengacu pada RPJMD Provinsi Nomor 5 Tahun 2014 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013–2018, serta RPJM Nasional Tahun 2015-2019.

Dalam penyusunan dokumen RKPD Kota Magelang Tahun 2018 digunakan sejumlah dokumen perencanaan yang ada di tingkat nasional maupun daerah (Provinsi Jawa Tengah dan Kota Magelang), yaitu sebagai berikut:

Sumber: UU No 25 Tahun 2004
Gambar 1.2 Hubungan Antar Dokumen Perencanaan dan Penganggaran Lainnya

 Selain itu penyusunan RPKD Kota Magelang tidak terlepas dari dokumen tata ruang wilayah sebagaimana penjelasan gambar berikut ini:

Gambar 1.3 Kedudukan Dokumen RKPD Kota Magelang dengan Dokumen Perencanaan dan Spasial

Secara lengkap penjelasan masing masing dokumen yang terkait dengan penyusunan RKPD Kota Magelang Tahun 2018 adalah sebagai berikut:

1.3.1. RPJM Nasional

RPJM Nasional yang telah ditetapkan dengan Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019. Ada 3 (tiga) dokumen sebagai lampiran dari Perpres Nomor 2 Tahun 2015, yaitu: (i) Buku I dengan judul: ”Agenda Pembangunan Nasional”, (ii) Buku II dengan judul: ”Agenda Pembangunan Bidang”, dan (iii) Buku III dengan judul: ”Agenda Pembangunan Wilayah”.

RKPD Kota Magelang Tahun 2018 merupakan pada dasarnya merupakan perencanaan kedua RPJMD Kota Magelang Tahun 2016-2021. Dengan demikian mengacu pada agenda agenda prioritas nasional, agenda prioritas bidang serta agenda pembangunan kewilayahan, diharapkan RKPD Kota Magelang Tahun 2018 akan dapat ikut mewarnai pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam RPJM Nasional Tahun 2015-2019.

1.3.2. Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2018

RKPD Kota Magelang Tahun 2018 juga mengacu pada RKP Tahun 2018. Hal ini merupakan manifestasi dari upaya mewujudkan sinergitas kebijakan dan dukungan pembangunan daerah Kota Magelang dengan kebijakan nasional. Pemerintah Kota Magelang berupaya semaksimal mungkin agar target target pembangunan nasional dapat tercapai dengan kontribusi yang diberikan dari pembangunan di Kota Magelang Tahun 2018.

1.3.3. RPJM Daerah Provinsi Jawa Tengah

RPJM Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013-2018telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2014. Menyesuaikan dengan situasi kondisi terkini serta mengacu pada RPJM Nasional Tahun 2015-2016 pada tahap ini sedang dilakukan perubahan RPJMD Provinsi Jawa Tengah.

Sesuai dengan Surat Gubernur Jawa Tengah Nomor 050.23/0020975 Tanggal 27 Desember 2016 perihal Arah Kebijakan Penyusunan RKPD Tahun 2018, diharapkan setiap daerah agar Perencanaan pembangunan daerah dilaksanakan secara sinergis, berkesinambungan dan sesuai ketentuan yang berlaku dengan titik berat sebagai berikut:

1.3.3.1. Kebijakan Umum Perencanaan Pembangunan Daerah
  1. Mempedomani Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
  2. Mempedomani pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah yang telah dijabarkan dalam Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Provinsi Jawa Tengah.
  3. Memperhatikan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan, tugas pokok dan fungsi masing-masing (Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota) dengan tetap memperhatikan upaya untuk percepatan dan perwujudan sasaran utama pembangunan nasional.
  4. Dukungan terhadap upaya perwujudan tujuan pembangunan nasional yaitu menuju Indonesia yang berdaulat secara politik, mandiri dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan sebagaimana dirumuskan dalam 9 (sembilan) agenda prioritas “NAWA CITA” yang diejawantahkan dalam 3 (tiga) dimensi pembangunan yaitu :
    1. Dimensi Pembangunan Manusia, meliputi pendidikan, kesehatan, perumahan dan mental/karakter;
    2. Dimensi Pembangunan Sektor Unggulan, meliputi kedaulatan pangan, kedaulatan energi dan ketenagalistrikan,kemaritiman dan kelautan serta pariwisata dan industri; dan
    3. Dimensi Pemerataan dan Kewilayahan.
  5. Mewujudkan pencapaian sasaran pokok pembangunan Jawa Tengah Tahun 2018, meliputi :
    1. Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah diproyeksikan pada kisaran 5,9 - 6,2 %, melalui upaya peningkatan investasi pada sektor yang banyak menyerap tenaga kerja, memberikan pelayanan perijinan mudah dan cepat, penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota yang kompetitif; pengembangan infrastruktur dan optimalisasi kawasan industri; peningkatan penyaluran kredit perbankan untuk usaha produktif.
    2. Inflasi diprediksi pada kisaran 4,5±1, dengan upaya menjamin kelancaran distribusi, ketersediaan dan pasokan kebutuhan pokok; menjaga ekspektasi positif masyarakat; meningkatkan koordinasi Tim Pengendali Inflasi Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota.
    3. Kemiskinan diprediksi pada kisaran 10,40 – 9,93 %, diupayakan melalui:
      • Pengurangan beban pengeluaran masyarakat miskin.
      • Peningkatan pendapatan masyarakat miskin.
      • Pemberdayaan ekonomi mikro dan kecil.
      • Sinergitas program nasional, provinsi, kabupaten/kota, dunia usaha dan perguruan tinggi dalam mendukung upaya penanganan kemiskinan.
    4. Tingkat Pengangguran Terbuka diprediksi pada angka 4,13 %, dengan upaya pengembangan dan peningkatan kompetensi tenagakerja darilow-skilled industries menjadi skills-based industries, perluasan kesempatan berusaha dan kesempatan kerja dengan investasi padat karya; serta perlindungan terhadap tenaga kerja.
  6. Memperhatikan capaian kinerja Tahun 2016 dan rencana target capaian Tahun 2017, serta dinamika dan lingkungan strategis yang berkembang antara lain dokumen rencana tata ruang dan wilayah; rencana implementasi Sustainable Development Goals/SDGs Tahun 2016-2030.
  7. Membangun dan meningkatkan keterbukaan informasi dan komunikasi publik melalui pelibatan seluruh stakeholder termasuk partai politik dan komunitas masyarakat berkebutuhan khusus/kelompok rentan dengan mendorong peran aktif dan menjamin hak masyarakat untuk terlibat dalam pengambilan kebijakan publik sebagai bentuk mekanisme check and balances.
  8. Meningkatkan kelengkapan, akurasi dan validasi pemanfaatan data serta informasi dalam proses perencanaan pembangunan daerah.
  9. Meningkatkan keterpaduan proses perencanaan dan penganggaran; meningkatkan kualitas belanja berbasis kinerja yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel; serta mengutamakan belanja publik yang mampu memberikan dampak tinggi untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.
  10. Meningkatkan pendapatan daerah melalui pengembangan inovasi pemungutan pajak dan optimalisasi pemanfaatan aset.
1.3.3.2. Arah dan Prioritas Pembangunan Daerah
1.3.3.2.1. Isu Strategis Pembangunan Jawa Tengah Tahun 2018

Mendasarkan berbagai permasalahan pembangunan di Jawa Tengah, maka isu strategis pembangunan Jawa Tengah Tahun 2018 dirumuskan sebagai berikut :

  1. Kemiskinan

    Penduduk miskin di Jawa Tengah bulan Maret Tahun 2016 sebanyak 4,507 juta jiwa (13,27%) menurun dibandingkan bulan Maret Tahun 2015 sebanyak 4,577 juta jiwa (13,58%). Kecilnya penurunan angka kemiskinan disebabkan antara lain meningkatnya garis kemiskinan sebagai akibat kenaikan harga komponen pembentuk garis kemiskinan, utamanya pada kelompok bahan makanan, rokok dan tembakau. Di samping itu juga, beberapa intervensi terkendala persyaratan hibah.

  2. Pengangguran

    Pengangguran di Jawa Tengah pada periode Bulan Agustus Tahun 2016 sebanyak 0,80 juta jiwa (4,63 %) mengalami penurunan disbanding Bulan Agustus Tahun 2015 sebanyak 0,86 juta jiwa (4,99 %). Permasalahan terkait dengan pengangguran antara lain adalah keterbatasan lapangan pekerjaan serta rendahnya kualitas dan kompetensi tenaga kerja yang berpengaruh terhadap daya saing dalam pasar kerja.

  3. Infrastruktur

    Pembangunan infrastruktur merupakan faktor yang dominan dan strategis untuk mendukung daya saing wilayah. Permasalahan dalam pembangunan infrastruktur antara lain :

    • Masih diperlukan dukungan dari Kabupaten/Kota dan Pemerintah Pusat dalam rangka mewujudkan pemerataan kualitas, kapasitas dan konektivitas infrastruktur antar wilayah dan antar kewenangan.
    • Tingkat kerawanan infrastruktur akibat bencana atau kerusakan lainnya memerlukan pembangunan jalur-jalur alternative.
    • Tingginya pertumbuhan kendaraan dan kecelakaan lalu lintas (terutama di perlintasan sebidang dengan kereta api dan blackspot lainnya) memerlukan pemenuhan sarana prasarana keselamatan jalan serta pengembangan sistem transportasi yang terintegrasi antar moda dan bersifat massal.
    • Pertumbuhan sektor industri, pariwisata dan wilayah perkotaan diperlukan akselerasi pemenuhan cakupan akses kebutuhan air dan sanitasi yang layak.
    • Tingginya frekuensi bencana banjir dan kekeringan serta masih dibutuhkannya sumber daya air untuk pertanian memerlukan penanganan sungai, pembangunan/revitalisasi waduk dan embung sebagai sumber air baku serta pembangunan sistem jaringan irigasi pertanian.

    Dalam rangka menjaga keberlanjutan kelestarian lingkungan hidup, pembangunan infrastruktur harus tetap memperhatikan daya dukung dan daya tamping lingkungan.

  4. Kedaulatan Pangan

    Kedaulatan pangan sebagai salah satu isu penting dalam pembangunan Jawa Tengah masih menghadapi berbagai permasalahan antara lain belum memadainya penyediaan infrastruktur sektor pendukung pangan, belum meratanya distribusi dan stabilitas harga pangan, belum berdaulatnya pangan lokal, masih lemahnya pengawasan keamanan pangan dan masih diperlukannya penguatan kelembagaan petani termasuk upaya peningkatan minat generasi muda untuk bekerja di sektor pertanian.

  5. Kedaulatan Energi

    Ketergantungan sumber energi fosil dalam pembangunan industri, penggunaan listrik serta moda transportasi masih cukup tinggi. Di sisi lain, potensi sumber energialternatif belum dimanfaatkan secara optimal untuk pengembangan sumber energi baru terbarukan.

  6. Tata Kelola Pemerintahan, Kondusivitas dan Demokratisasi

    Sebagai langkah perwujudan pelayanan publik yang prima dalam rangka pencapaian kesejahteraan masyarakat serta perwujudan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih, diperlukan komitmen terhadap implementasi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

    Disamping hal tersebut, dalam rangka antisipasi pelaksanaan pilkada serentak serta maraknya gerakan radikal diperlukan proporsionalitas antara jumlah penduduk dengan aparat keamanan melalui pelibatan peran serta masyarakat dalam menjaga kondusivitas daerah.

    Selanjutnya guna mewujudkan iklim demokrasi masih diperlukan upaya peningkatan partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak pilih pada pemilu. Hal tersebut dilakukan dengan optimalisasi pendidikan politik masyarakat termasuk membuka akses dan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk terlibat dalam pengambilan kebijakan pembangunan yang bersifat strategis melalui forum rembugan.

1.3.3.2.2. Arah Kebijakan dan Prioritas Pembangunan Jawa Tengah Tahun 2018

Arah kebijakan pembangunan Jawa Tengah Tahun 2018 ditujukan untuk “Mewujudkan Kesejahteraan Masyarakat yang Berkeadilan dan Berdikari”, dengan prioritas meliputi:

  1. Penguatan daya saing ekonomi daerah yang berbasis pada potensi unggulan daerah dan berorientasi pada ekonomi kerakyatan, dengan fokus pada :
    1. Peningkatan produktivitas dan daya saing koperasi dan UMKM melalui pengembangan produk unggulan daerah berbasis sumber daya lokal melalui pendekatan OVOP; penguatan kapasitas dan kelembagaan koperasi; perluasan akses pembiayaan dengan pendampingan manajemen dan usaha; peningkatan kualitas sumber daya manusia pengurus/pengelola koperasi dan UMKM dengan pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi, bimbingan teknis dan magang;
    2. Penguasaan akses dan informasi pasar, promosi, kemitraan/kerjasama usaha dengan mengoptimalkan perkuatan jejaring antar sentra/klaster industri dan mendorong penerapan standar mutu produk lokal;
    3. Peningkatan realisasi dan persebaran investasi dengan memberikan kemudahan perizinan, pengembangan klaster industri yang berbasis potensi lokal yang menyerap tenaga kerja, peningkatan promosi, membangun citra positif potensi dan peluang investasi;
    4. Perluasan dan pengembangan kesempatan bekerja; peningkatan kualitas dan kompetensi tenaga kerja; kondisikerja yang kompetitif; perbaikan iklim dan penguatan hubungan industrial ketenagakerjaan; serta peningkatan kesejahteraan tenaga kerja;
    5. Pembangunan pariwisata sesuai potensi lokal daerah untuk meningkatkan perekonomian masyarakat melalui peningkatan promosi daya tarik destinasi wisata, penyediaan infrastruktur pendukung, peningkatan kualitas dan kapasitas SDM Pariwisata, serta optimalisasi pemasaran pariwisata.
  2. Penguatan percepatan penanggulangan kemiskinan melalui upaya pengurangan beban pengeluaran, peningkatan pendapatan, dan pemberdayaan ekonomi mikro dan kecil untuk masyarakat miskin, dengan fokus pada :
    1. Pemenuhan layanan dasar pendidikan, kesehatan, dan perumahan berupa : beasiswa miskin, jaminan kesehatan masyarakat non kuota APBN, perbaikan rumah tidak layak huni, listrik perumahan, jamban dan kelambu;
    2. Jaminan perlindungan sosial, utamanya bagi kepala rumah tangga miskin non produktif;
    3. Peningkatan perlindungan, rehabilitasi, pemberian jaminan dan pemberdayaan PMKS;
    4. Pengembangan usaha ekonomi produktif berbasis lokal; pemberdayaan UMKM; permodalan bagi Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dan UKM; pelatihan dan keterampilan kerja di berbagai Balai Latihan Kerja; pemberdayaan, pelatihan dan pemberian modal bagi Keluarga Rawan Sosial Ekonomi dan Wanita Rawan Sosial Ekonomi;
    5. Pengembangan kewirausahaan pemuda untuk meningkatkan ketrampilan serta menumbuhkan jiwa wirausaha pemuda dan wirausaha baru berbasis Usaha Kecil Menengah;
    6. Penyediaan Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang terintegrasi Nomor Induk Kependudukan guna memenuhi akses layanan sosial dasar;
    7. Verifikasi dan validasi sasaran program Kartu Jateng Sejahtera (KJS) dengan data PBDT 2015.
  3. Penguatan kualitas dan kompetensi sumber daya manusia di berbagai bidang dan cakupan layanan sosial dasar, dengan fokus pada :
    1. Penyediaan secara bertahap Unit Sekolah Baru (USB) dan Ruang Kelas Baru SMA/SMK/SLB sesuai SNP untuk meningkatkan daya tamping siswa lulusan SMP/MTs/SMPLB.
    2. Penyediaan pendampingan BOS untuk peningkatan penyelenggaraan Satuan Pendidikan Menengah dan Pendidikan Khusus.
    3. Peningkatan kualifikasi S1/D4 dan sertifikasi bagi pendidik SMA/SMK/SLB.
    4. Pendampingan akreditasi Puskesmas dan Rumah Sakit, Sertifikasi Tenaga Kesehatan, pendampingan masyarakat beresiko kesehatan melalui program OSOC, penyelesaian pentahapan pemenuhan sarana dan prasarana Rumah Sakit.
    5. Peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana panti rehabilitasi sosial serta Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS).
    6. Pengembangan kepedulian dan kepeloporan pemuda untuk meningkatkan peran serta aktif pemuda dalam pembangunan.
  4. Penguatan ketahanan pangan dan energi yang diidukung pembangunan pertanian dalam arti luas serta pengembangan dan pemanfaatan energi secara berkelanjutan, dengan fokus pada :
    1. Pengembangan komoditas padi gogo, padi lahan salinitas, jagung hibrida dan intensifikasi kedelai;
    2. Pengembangan kawasan hortikultura buah dan sayuran;
    3. Pemanfaatan lahan melalui integrated farming system (IFS) untuk komoditas padi, jagung dan kedelai;
    4. Peningkatan penanaman dan intensifikasi tebu;
    5. Pengembangan ternak pada sentra produksi sapi dan kambing;
    6. Pengembangan perikanan budidaya melalui pemanfaatan pakan mandiri dan pengembangan perikanan tangkap dengan optimalisasi penggunaan alat tangkap ramah lingkungan;
    7. Pembangunan dan pengisian Lumbung Pangan Masyarakat Desa (LPMD) serta terwujudnya lumbung cadangan Pemerintah Provinsi;
    8. Peningkatan Rasio Elektrifikasi (RE);
    9. Peningkatan pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) terhadap energy mix di Jawa Tengah.
  5. Pemantapan pembangunan infrastruktur dengan memperhatikan keberlanjutan sumberdaya alam dan lingkungan serta pengurangan resiko bencana, dengan fokus pada :
    1. Penanganan infrastruktur jalan dan jembatan yang merupakan ruas alternatif jalan nasional/provinsi, ruas jalan rawan bencana, ruas jalan yang terdapat penyempitan (bottle-neck), ruas penghubung wilayah pantai utara-selatan, ruas jalan di perbatasan, peningkatan akses/konektivitas ke wilayah kemiskinan tinggi serta ruas pendukung sektor pariwisata, industri dan pertanian.
    2. Penanganan infrastruktur perhubungan untuk meningkatkan keselamatan pada daerah rawan kecelakaan (blackspot) dan penataan sistem transportasi massal untuk mengatasi kemacetan.
    3. Penanganan infrastruktur jaringan irigasi, penanganan sungai dan pantai serta penanganan bangunan penampungan air pada daerah lumbung pangan, rawan banjir dan kekeringan.
    4. Penanganan infrastruktur air minum, sanitasi dan drainase di daerah kumuh perkotaan dan miskin pedesaan serta pengelolaan/TPA.
    5. Rehabilitasi hulu DAS dan pesisir (mangrove) dan pemantauan kualitas air, udara dan tanah.
    6. Penyediaan logistik untuk mencukupi kebutuhan kabupaten/kota terdampak bencana.
    7. Pemenuhan sarana dan prasarana peralatan penanggulangan bencana.
    8. Pengembangan Early Warning System bencana berbasis masyarakat.
    9. Pengembangan masyarakat tangguh bencana.
  6. Pemantapan penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang bersih dan baik, dengan fokus pada :
    1. Pemantapan kondusivitas wilayah dan antisipasi terhadap dampak Pilkada serentak Kabupaten/Kota dan Provinsi.
    2. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan dan kehidupan berdemokrasi.
    3. Perbaikan dan peningkatan kinerja birokrasi yang mencakup 8 area perubahan, yaitu :
      1. Manajemen perubahan yang dilaksanakan antara lain melalui implementasi penetapan agent of change (Kader Revolusi Mental) dan kode etik Aparatur Sipil Negara.
      2. Penguatan Pengawasan yang bebas dari KKN melalui implementasi Aksi PPK; penerapan SPIP, pembangunan Zona Integritas, penanganan pengaduan masyarakat melalui berbagai media; optimalisasi SIMWAS-Online untuk percepatan tindaklanjut rekomendasi hasil pengawasan.
      3. Penguatan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah melalui optimalisasi penggunaan e-SAKIP; peningkatan kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi melalui penetapan Indikator Kinerja Utama dan pengembangan sistem pengukuran kinerja berbasis elektronik.
      4. Penataan dan Penguatan Organisasi melalui penyusunan produk hukum daerah bidang kelembagaan, penataan kelembagaan non struktural.
      5. Penataan Tatalaksana meliputi sistem, proses dan prosedur kerja yang jelas, efektif efisien, terukur dan sesuai dengan prinsip-prinsip good governance melalui penerapan sistem tata kerja birokrasi berbasis teknologi informasi dan pembentukan PTSP.
      6. Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur yang berintegritas, kompeten, kapabel, professional, dan berkinerja tinggi melalui pengembangan pegawai ASN berbasis kompetensi, penyusunan kelas jabatan dan pola pembinaan karir yang terbuka.
      7. Peraturan Perundang-undangan yang lebih tertib, tidak tumpang tindih dan kondusif serta selaras melalui penerapan kebijakan peraturan perundang-undangan; pengawasan dan penanganan terhadap pelanggaran peraturan daerah; pemantauan dan evaluasi Perda/Perkada secara berkala.
      8. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik melalui peningkatan kualitas dan pendekatan layanan kepada masyarakat berupa kecepatan, kemudahan, kepastian dan transparansi berbasis teknologi informasi dengan menyusun Standard Operasional Procedure dan penyediaan media pengaduan masyarakat.
    4. Peningkatan kualitas penyusunan laporan pemerintahan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual.
    5. Peningkatan profesionalisme dan kompetensi aparatur yang tersertifikasi, kompeten, kapabel, berintegritas, serta didukung oleh sistem pembinaan karir yang jelas dan terbuka (merit system).
    6. Peningkatan layanan publik melalui perluasan cakupan pengukuran kinerja unit layanan publik, pengukuran Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) terhadap penyelenggaraan Pemerintah Daerah.
    7. Gerakan revolusi mental yang berorientasi pada nilai-nilai utama yaitu integritas, peningkatan etos kerja dan budaya gotong-royong.
    8. Peningkatan nilai-nilai tradisi, kesenian dan budaya daerah melalui pagelaran dan pertunjukan kesenian rakyat.
    9. Peningkatan peran pemuda dalam wawasan kebangsaan, keimanan dan ketaqwaan, pemberantasan penyalahgunaan narkoba dan pencegahan HIV/AIDS guna menangkal upaya destruktif.
    10. Peningkatan sarana dan prasarana keolahragaan melalui pembangunan asrama atlet dan gedung terpadu II di Jatidiri.

Selanjutnya, untuk mewujudkan satu kesatuan wilayah, sektor dan sistem pembangunan di Jawa Tengah, agar Kabupaten / Kota memprioritaskan program / kegiatan pembangunan pada Tahun 2018 yang dilaksanakan melalui :

  1. Pola sharing program dan pendanaan untuk upaya pengurangan kemiskinan, dengan menyediakan :
    1. Akses layanan pendidikan melalui pemberian Bantuan Siswa Miskin (BSM) yaitu Pemerintah Kabupaten/Kota untuk Pendidikan Dasar.
    2. Akses kesehatan melalui Jamkesda/pembiayaan kesehatan masyarakat miskin non kuota APBN, dengan dukungan sharing Pemerintah Kabupaten/Kota.
    3. Akses infrastruktur pada perbaikan Rumah Tidak Layak Huni (RLTH), dengan melibatkan peran aktif dari Pemerintah Kabupaten/Kota.
  2. Dukungan pembangunan “Program 1.000 Embung” sesuai kewenangan Kabupaten/Kota sebagai upaya meningkatkan tampungan cadangan air di wilayah rawan kekeringan.
  3. Bantuan Keuangan Provinsi kepada Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa diprioritaskan pada:
    1. Peningkatan ruas jalan perbatasan, ruas jalan yang mempunyai akses langsung atau merupakan jalur alternatif jalan nasional/provinsi, peningkatan aksesibilitas daerah terisolir dan kemiskinan tinggi, ruas jalan pendukung sektor pariwisata, industri dan pertanian.
    2. Peningkatan sistem jaringan irigasi dan pembangunan bangunan penampungan air (embung) pada daerah pertanian produktivitas tinggi/lumbung pangan dan daerah rawan kekeringan.
    3. Pembangunan sarana prasarana sanitasi komunal, penataan drainase permukiman pada daerah kumuh dan rawan banjir perkotaan serta Pengembangan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) lokal non regional.
    4. Pengembangan sistem transportasi massal pada daerah perkotaan dan pemenuhan kebutuhan sarana prasarana keselamatan lalu lintas pada ruas jalan rawan kecelakaann dan kemacetan terutama di perlintasan sebidang dengan rel kereta api.
    5. Pemenuhan peningkatan kualitas, kapasitas dan jangkauan pelayanan kesehatan berupa pembangunan/rehabilitasi puskesmas, rumah sakit dan sarpras kesehatan lainnya.
    6. Peningkatan daya tarik/amenitas di obyek pariwisata unggulan dan pembangunan sarpras ekonomi kerakyatan berupa pasar tradisional.
    7. Peningkatan sarana dan prasarana kesehatan.
    8. Rintisan Model Desa Berdikari.
    9. Peningkatan Ketahanan Masyarakat Desa.
    10. Pendampingan operasional Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD).

1.3.4. RTRW Kota Magelang Tahun 2011-2031

Penyusunan RKPD Kota Magelang Tahun 2018 secara konsisten diupayakan untuk memperhatikan RTRW Kota Magelang Tahun 2011-2031 guna mewujudkan pembangunan yang komprehensif, berwawasan lingkungan dengan ketaatan terhadap tata dan pola ruang. Dengan demikian pengendalian terhadap pelanggaran dan penggunaan lahan tertap terjaga. Pada akhirnya tujuan-tujuan pembangunan daerah dapat tercapai dengan tetap berwawasan lingkungan dan mampu mengurangi kesejangan antar wilayah di Kota Magelang.

1.3.5. RPJMD Kota Magelang

RKPD Kota Magelang Tahun 2018 ini merupakan tahun kedua perencanaan RPJMD Kota Magelang 2016-2021, untuk dilaksanakan tahun 2018.Tema dasar perencanaan tahun pertama adalah Kreatif dan Innovatif bersama Mitra.

Tema ini sebagai dasar perencanaan pembangunan yang disusun tahun 2017 untuk diimplementasikan melalui RKPD tahun 2018. Tema pembangunan ini merupakan kelanjutan tema sebelumnya dengan tekanan pada upaya penyusunan rencana aksi kemitraan antar pelaku pembangunan menyiapkan Kota Magelang sebagai kota Jasa Modern dan Cerdas. Fokus kinerja yang ingin dicapai adalah rancangan kreativitas dan inovasi yang akan ditindaklanjuti dalam program pembangunan sektoral dan kewilayahan pada tahapan pembangunan selanjutnya. Pada tahun 2017-2018 ini diasumsikan:

  1. Sudah terbentuk tata kelola organisasi pemerintahan dan manajemen kepegawaian sesuai amanat UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan UU No 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
  2. Sudah terbentuk rencana aksi kemitraan.

Fokus prioritas tahap ini:

  1. Kesiapan sistem tata kelola pemerintahan yang demokratis dan akuntabel:
    1. pemerintah Kota Magelang siap membangun berbasis prestasi capaian kinerja yang terukur baik;
    2. kesiapan menuju operasionalisasi smart city
    3. Kesiapan pencapaian kategori baik untuk setiap penilaian indikator kinerja pelayanan publik
    4. kesiapan manajemen pengelolaan kota berbasis eco green city;
  2. Kesiapan sistem sinergitas kebijakan dan program terpadu untuk Kesejahteraan Masyarakat
    1. kesiapan menuju kategori baik untuk setiap penilaian indikator kesejahteraan masyarakat
  3. Kesiapan sistem sinergitas kebijakan dan program terpadu untuk kesiapan daya saing daerah:
    1. Kesiapan pemenuhan sarpras pendukung daya saing: Tingkat konektivitas yang terintegrasi antara sistem transportasi, logistik serta komunikasi dan informasi untuk kondusivitas akses pengembangan usaha; Peningkatan aktivitas Perbankan dan Lembaga Keuangan
    2. Produktivitas daerah : Peningkatan Produktivitas daerah, kapasitas fiskal daerah, % Investasi daerah, % pertimbuhan PAD
    3. Kepastian hukum usaha sehat: Penyederhanaan dan harmonisasi berbagai peraturan; Penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu untuk mempercepat dan mempermudah proses perijinan dan non perijinan
    4. Kesiapan Kualitas SDM: Tingkat pendidikan, kompetensi teknologi dan keterampilan tersertifikasi;
    5. kondusivitas daerah: keamanan yang terkendali (angka kriminalitas, angka gangguan trantibum, angka pelanggaran perda, dll)
  4. review akurasi dan kecocokan dokumen perencanaan pembangunan dan produk hukum yang perlu disesuaikan dengan perkembangan jaman.

Arah kebijakan pembangunan tahap ini untuk menjawab pencapaian prioritas pembangunan fokus pada:

  1. Penguatan profesionalitas kinerja aparatur dan integritasnya
  2. Penataan organisai perangkat daerah (SOTK) yang efektif dan efisien dilengkapi dengan norma standar pelayanan minimal dan standar operasional prosedur
  3. Pengembangan manajemen sistem data dan informasi secara terpadu dan akurat
  4. Meluaskan cakupan jenis pelayanan pemerintahan dan pelayanan publik yang menggunakan aplikasi tehnologi informasi
  5. Meluaskan jangkauan akses partisipasi publik dalam proses pembangunan kota yang menggunakan aplikasi tehnologi informasi
  6. Menyempurnakan pengelolaan pajak daerah dan retribusi daerah
  7. Meningkatkan tertib administrasi pengelolaan aset dan profesionalitas aparatur pengelola aset;
  8. Meningkatkan akses informasi, komunikasi, pertisipasi dan kemitraan bagi masyarakat mendukung peningkatan kemajuan dan kesejahteraan kota
  9. Peningkatan kemitraan pemerintah - Swasta untuk meningkatkan kualitas dan daya saing pelayanan pendidikan yang PAUD, Dasar, non formal, dan perpustakaan daerah/wilayah
  10. Peningkatan promosi komunikasi, informasi, dan edukasi promotif dan preventif hidup sehat
  11. Peningkatan kualitas sarana prasarana, alat dan mutu pelayanan kesehatan
  12. Peningkatan sarana prasarana pelayanan perdagangan yang maju, inklusif dan berwawasan lingkungan
  13. Pengembangan pola sinergitas kebijakan dan program pembangunan bidang lingkungan hidup, pekerjaan umum, penataan ruang, perumahan pemukiman, pemberdayaan masyarakat, persampahan, penanggulangan bencana untuk menghasilkan lingkungan sehat, aman, berkelanjutan
  14. Pengembangan sinergitas kebijakan pembangunan Infrastruktur pelayanan dasar dan pendukung bidang perumahan pekerjaan umum, penataan ruang, perumahan dan pemukiman secara inklusif berkeadilan dan ramah lingkungan
  15. Pengembangan sinergitas kebijakan dan program pembangunan penguatan ekonomi daerah terpadu bidang KUM, industri, perdagangan, pertanian, peternakan.
  16. Pengembangan sinergitas kebijakan dan program peningkatan kesejahteraan masyarakat terpadu meliputi: peningkatan kesempatan kerja, pendapatan masyarakat, penurunan kemiskinan, pemberdayaan PMKS, pengendalian laju pertumbuhan penduduk dan pengarusutamaan gender
  17. Penguatan model kemitraan pemerintah dan partisipasi masyarakat untuk menjaga keamanan ketertiban lingkungan mengantisipai resiko bencana konflik SARA, sosial, ekonomi, dan politik

Meskipun arah kebijakan pemandu perencanaan tahun 2017 sebagian besar sama dengan yang digunakan pada perencanaan tahun 2016, namu berbeda pada penekanan.Tahun 2016 tekanan pada upaya inisiasi penyiapan kerangka kerja. Fokus arah kebijakan perencanaan tahun 2017 (untuk diimplementasikan tahun 2018) ditekankan pada tindaklanjut rencana aksi dari hasil kajian kerangka kebutuhan yang dihasilkan pada tahun 2017 (hasil arah kebijakan perencanaan tahun 2016)

Prioritas urusan yang mendukung arah kebijakan perencanaan tahun 2017 adalah:

  1. Fungsi penunjang urusan pemerintahan;
  2. Urusan pendidikan;
  3. Urusan kesehatan;
  4. Urusan pekerjaan umum dan penataan ruang;
  5. Urusan perumahan rakyat dan kawasan permukiman;
  6. Urusan sosial;
  7. Urusan komunikasi dan informatika;
  8. Urusan koperasi, usaha kecil dan menengah;
  9. Urusan pemberdayaan masyarakat dan desa;
  10. Urusan perdagangan;
  11. Urusan perpustakaan;
  12. Urusan perindustrian;
  13. Urusan pariwisata;
  14. Urusan pertanian;
  15. Urusan perikanan dan kelautan.

1.3.6. Rencana Pembangunan Sektoral

Penyusunan RKPD Kota Magelang Tahun 2018 juga memperhatikan beberapa dokumen pembangunan sektoral baik di tingkat nasional, provinsi maupun di Kota Magelang. Beberapa dokumen rencana pembangunan sektoral di maksud antara lain : Masterplan Kota Sejuta Bunga, Pencapaian SDGS, Grand Design Reformasi Birokrasi, Strategi Penanggulangan Kemiskinan, RAD Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Provinsi Jawa Tengah, RAD Pengurangan Resiko Bencana dan Pedoman PUG di Jawa Tengah.

1.3.7. Renja - OPD

Di level OPD, dokumen Renja OPD disusun dalam basis tahunan. Renja OPD adalah dokumen perencanaan OPD yang memuat kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.

Penyusunan rancangan Renja OPD merupakan tahapan awal yang harus dilakukan sebelum disempurnakan menjadi dokumen Renja OPD yang definitif. Rancangan Rencana Kerja (Renja) OPD Tahun 2018 sebagai bahan untuk penyusunan Rancangan RKPD Kota Magelang Tahun 2018. Prinsip-prinsip di dalam penyusunan Rancangan Renja OPD, adalah sebagai berikut:

  1. Prinsip-prinsip yang digunakan dalam penyusunan Rancangan Renja OPD Tahun 2018, adalah sebagai berikut:
    1. Mengacu pada Rancangan Awal RKPD Tahun 2018, yang digunakan sebagai acuan perumusan program, kegiatan, indikator kinerja dan dana indikatif dalam Renja OPD Tahun 2018, sesuai dengan rencana program prioritas pada rancangan awal RKPD Tahun 2018.
    2. Mengacu pada RPJMD Kota Magelang Tahun 2016-2021 khususnya pada tahun perencanaan 2017 dengan Tema Kreatif dan Inovatif Bersama Mitra dengan dengan detil sebagai berikut:

      Tema pembangunan ini merupakan kelanjutan tema sebelumnya dengan tekanan pada upaya penyusunan rencana aksi kemitraan antar pelaku pembangunan menyiapkan Kota Magelang sebagai kota Jasa Modern dan Cerdas. Fokus kinerja yang ingin dicapai adalah rancangan kreativitas dan inovasi yang akan ditindaklanjuti dalam program pembangunan sektoral dan kewilayahan pada tahapan pembangunan selanjutnya.

      Pada tahun 2017-2018 ini diasumsikan:

      1. Sudah terbentuk tata kelola organisasi pemerintahan dan manajemen kepegawaian sesuai amanat UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan UU No 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
      2. Sudah terbentuk rencana aksi kemitraan.

      Fokus prioritas tahap ini:

      1. Kesiapan sistem tata kelola pemerintahan yang demokratis dan akuntabel:
        • pemerintah Kota Magelang siap membangun berbasis prestasi capaian kinerja yang terukur baik;
        • kesiapan menuju operasionalisasi smart city
        • Kesiapan pencapaian kategori baik untuk setiap penilaian indikator kinerja pelayanan publik
        • Kesiapan pencapaian kategori baik untuk setiap penilaian indikator kinerja pelayanan publik
        • kesiapan manajemen pengelolaan kota berbasis eco green city;
      2. Kesiapan sistem sinergitas kebijakan dan program terpadu untuk Kesejahteraan Masyarakat
        • kesiapan menuju kategori baik untuk setiap penilaian indikator kesejahteraan masyarakat
      3. Kesiapan sistem sinergitas kebijakan dan program terpadu untuk kesiapan daya saing daerah:
        • Kesiapan pemenuhan sarpras pendukung daya saing: Tingkat konektivitas yang terintegrasi antara sistem transportasi, logistik serta komunikasi dan informasi untuk kondusivitas akses pengembangan usaha; Peningkatan aktivitas Perbankan dan Lembaga Keuangan
        • Produktivitas daerah : Peningkatan Produktivitas daerah, kapasitas fiskal daerah, % Investasi daerah, % pertimbuhan PAD
        • Kepastian hukum usaha sehat: Penyederhanaan dan harmonisasi berbagai peraturan; Penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu untuk mempercepat dan mempermudah proses perijinan dan non perijinan
        • Kesiapan Kualitas SDM: Tingkat pendidikan, kompetensi teknologi dan keterampilan tersertifikasi;
        • kondusivitas daerah: keamanan yang terkendali (angka kriminalitas, angka gangguan trantibum, angka pelanggaran perda, dll)
      4. review akurasi dan kecocokan dokumen perencanaan pembangunan dan produk hukum yang perlu disesuaikan dengan perkembangan jaman.

      Arah kebijakan pembangunan tahap ini untuk menjawab pencapaian prioritas pembangunan fokus pada:

      1. Penguatan profesionalitas kinerja aparatur dan integritasnya
      2. Penataan organisai perangkat daerah (SOTK) yang efektif dan efisien dilengkapi dengan norma standar pelayanan minimal dan standar operasional prosedur
      3. Pengembangan manajemen sistem data dan informasi secara terpadu dan akurat
      4. Meluaskan cakupan jenis pelayanan pemerintahan dan pelayanan publik yang menggunakan aplikasi tehnologi informasi
      5. Meluaskan jangkauan akses partisipasi publik dalam proses pembangunan kota yang menggunakan aplikasi tehnologi informasi
      6. Menyempurnakan pengelolaan pajak daerah dan retribusi daerah
      7. Meningkatkan tertib administrasi pengelolaan aset dan profesionalitas aparatur pengelola aset;
      8. Meningkatkan akses informasi, komunikasi, pertisipasi dan kemitraan bagi masyarakat mendukung peningkatan kemajuan dan kesejahteraan kota
      9. Peningkatan kemitraan pemerintah - Swasta untuk meningkatkan kualitas dan daya saing pelayanan pendidikan yang PAUD, Dasar, non formal, dan perpustakaan daerah/wilayah
      10. Peningkatan promosi komunikasi, informasi, dan edukasi promotif dan preventif hidup sehat
      11. Peningkatan kualitas sarana prasarana, alat dan mutu pelayanan kesehatan
      12. Peningkatan sarana prasarana pelayanan perdagangan yang maju, inklusif dan berwawasan lingkungan
      13. Pengembangan pola sinergitas kebijakan dan program pembangunan bidang lingkungan hidup, pekerjaan umum, penataan ruang, perumahan pemukiman, pemberdayaan masyarakat, persampahan, penanggulangan bencana untuk menghasilkan lingkungan sehat, aman, berkelanjutan
      14. Pengembangan sinergitas kebijakan pembangunan Infrastruktur pelayanan dasar dan pendukung bidang perumahan pekerjaan umum, penataan ruang, perumahan dan pemukiman secara inklusif berkeadilan dan ramah lingkungan
      15. Pengembangan sinergitas kebijakan dan program pembangunan penguatan ekonomi daerah terpadu bidang KUM, industri, perdagangan, pertanian, peternakan.
      16. Pengembangan sinergitas kebijakan dan program peningkatan kesejahteraan masyarakat terpadu meliputi: peningkatan kesempatan kerja, pendapatan masyarakat, penurunan kemiskinan, pemberdayaan PMKS, pengendalian laju pertumbuhan penduduk dan pengarusutamaan gender
      17. Penguatan model kemitraan pemerintah dan partisipasi masyarakat untuk menjaga keamanan ketertiban lingkungan mengantisipai resiko bencana konflik SARA, sosial, ekonomi, dan politik.

      Meskipun arah kebijakan pemandu perencanaan tahun 2017 sebagian besar sama dengan yang digunakan pada perencanaan tahun 2016, namun berbeda pada penekanan.Tahun 2016 tekanan pada upaya inisiasi penyiapan kerangka kerja. Fokus arah kebijakan perencanaan tahun 2017 (untuk diimplementasikan tahun 2018) ditekankan pada tindaklanjut rencana aksi dari hasil kajian kerangka kebutuhan yang dihasilkan pada tahun 2017 (hasil arah kebijakan perencanaan tahun 2016)

      Prioritas urusan yang mendukung arah kebijakan perencanaan tahun 2017 adalah:

      1. Fungsi penunjang urusan pemerintahan;
      2. Urusan pendidikan;
      3. Urusan kesehatan;
      4. Urusan pekerjaan umum dan penataan ruang;
      5. Urusan perumahan rakyat dan kawasan permukiman;
      6. Urusan sosial;
      7. Urusan komunikasi dan informatika;
      8. Urusan koperasi, usaha kecil dan menengah;
      9. Urusan pemberdayaan masyarakat dan desa;
      10. Urusan perdagangan;
      11. Urusan perpustakaan;
      12. Urusan perindustrian;
      13. Urusan pariwisata;
      14. Urusan pertanian;
      15. Urusan perikanan dan kelautan.

      Program unggulan sebagai prioritas pada perencanaan tahun 2017 adalah:

      1. Program peningkatan kualitas sumber daya pemerintah;
      2. Program peningkatan daya saing daerah;
      3. Program kota cerdas;
      4. Program pemerintahan responsif dan partisipasif;
      5. Program pelayanan kesejahteraan sosial dan penurunan kemiskinan;
      6. Program pembangunan berwawasan lingkungan aman, sehat, berkelanjutan;
      7. Program kemitraan pemerintah, swasta, masyarakat madani dan media masa dalam pelayanan jasa perekonomian, jasa kesehatan dan jasa pendidikan.
    3. Untuk memecahkan masalah yang dihadapi, sebagai acuan perumusan tujuan, sasaran, kegiatan, kelompok sasaran, lokasi kegiatan serta prakiraan maju dalam rancangan Renja OPD, serta dapat menjawab berbagai isu-isu strategis terkait dengan penyelenggaraan tugas dan fungsi OPD.
    4. Memasukkan usulan kegiatan hasil Musrenbang Kecamatan yang terkait dengan OPD, sebagai acuan perumusan kegiatan dalam rancangan Renja OPD mengakomodir usulan masyarakat yang selaras dengan program prioritas yang tercantum dalam rancangan awal RKPD.
    5. Substansi rancangan Renja OPD Tahun 2018 memuat:
    6. Penyusunan Renja OPD bukan kegiatan yang berdiri sendiri, melainkan merupakan rangkaian kegiatan yang simultan dengan penyusunan RKPD, serta merupakan bagian dari rangkaian kegiatan penyusunan APBD.
    7. Penyusunan program dan kegiatan OPD untuk tahun yang direncanakan mengacu pada ketentuan IKU (Indikator Kinerja Utama) dan SPM (Standar Pelayanan Minimal) dengan mempertimbangkan capaian kinerja SPM yang ada (jika SPM untuk kegiatan dimaksud tersedia).
  2. Pelaksanaan Renja OPD Tahun 2018 merupakan pelaksanaan Renja tahun kedua Renstra OPD Kota Magelang Tahun 2016-2021.
  3. Mengacu Rancangan Awal RKPD Kota Magelang Tahun 2018 sebagaimana lampiran 1 Surat Edaran ini atau bisa di download di website “bappeda.magelangkota.go.id”.
  4. Mengakomodir hasil-hasil Focused Group Discussion (FGD) terkait prioritas yang akan dilaksanakan oleh OPD Tahun 2018.
  5. Memperhatikan Tahapan Dan Tata Cara Penyusunan Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja OPD) sesuai Lampiran VI Peraturan Menteri Dalam Negeri 54 Tahun 2010 tentang Tahapan, Tata cara, Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerahdengan harapan agar dapat memberikan koridor dan standar format baik dari segi cakupan substansi maupun tingkat kedetailan dokumen Renja-OPD sehingga dapat memudahkan proses penelahaan dalam rangka penyusunan Rancangan RKPD Kota Magelang Tahun 2018.
  6. Untuk mendukung akuntabilitas dari program-kegiatan yang diusulkan dalam Renja OPD harus dilengkapi denga Pra RKA dengan mengimplementasikan Analisis Standar Belanja (ASB) Kota Magelang .
  7. Menyiapkan program kegiatan yang akan disusun dengan strategi Pengarusutamaan Gender (PUG), yaitu :
    1. Program/kegiatan berdampak langsung bagi masyarakat, mendorong peningkatan Indeks Pembangunan Manusia, Indeks Pembangunan Gender serta Indeks Pemberdayaan Gender;
    2. Program/Kegiatan utamadari masing-masing OPD sesuai urusan yang menjadi kewenangannya sesuai Indikator Kinerja Kunci, Indikator SPM dan Indikator Utama OPD yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh pada Indeks Pembangunan Gender;
    3. Program/kegiatan yang sifatnya terkait peningkatan kapasitas sumber daya manusia atau kelembagaan;
    4. Program/kegiatan pada huruf a dan b merupakan program/kegiatan yang berkelanjutan, dan masing-masing OPD minimal 1 Program dan 2 Kegiatan strategis responsive gender;
    5. Menyusun Gender Budget Statement (GBS) atau Pernyataan Anggaran Gender yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari (pra) RKA OPD Responsif Gender Tahun 2018.
    6. GBS harus dilampirkan dan akan diverifikasi bersamaaan dengan verifikasi Rancangan Renja OPD Tahun 2018.

1.4. Maksud dan Tujuan

1.4.1. Maksud

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Kota Magelang Tahun 2018 disusun dengan maksud untuk:

  1. Menyediakan acuan resmi bagi Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam rangka menyusun Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) yang didahului dengan penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA), serta penentuan Prioritas dan Pagu Anggaran Sementara (PPAS) Tahun 2018.
  2. Sebagai pedoman Penyusunan Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja OPD) Tahun 2018.

1.4.2. Tujuan

Tujuan Penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Kota Magelang Tahun 2018 adalah untuk menciptakan sinergisitas dalam pelaksanaan pembangunan daerah antar wilayah, antar sektor pembangunan dan antar tingkat pemerintahan serta menciptakan efisiensi alokasi sumber daya dalam pembangunan daerah.

1.5 Sistematika RKPD

Sistematika Rencana Kerja Pembangunan Daerah Kota Magelang Tahun 2018 adalah sebagai berikut:

  PERATURAN WALIKOTA
  DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
  Pada bagian ini dijelaskan mengenai gambaran umum penyusunan rancangan awal RKPD agar substansi pada bab-bab berikutnya dapat dipahami dengan baik.
BAB II EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD KOTA MAGELANG TAHUN 2016 DAN CAPAIAN KINERJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN
  Berisi Evaluasi pelaksanaan RKPD tahun lalu menguraikan tentang hasil evaluasi RKPD tahun lalu, selain itu juga memperhatikan dokumen RPJMD dan dokumen RKPD tahun berjalan sebagai bahan acuan.Capaian kinerja penyelenggaraan pemerintahan menguraikan tentang kondisi geografi demografi, pencapaian kinerja penyelenggaraan pemerintahan, dan permasalahan pembangunan.
BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH
  Memuat penjelasan tentang kondisi ekonomi tahun 2017 dan perkiraan tahun 2018, yang antara lain mencakup indikator pertumbuhan ekonomi daerah, sumber-sumber pendapatan dan kebijakan pemerintah daerah yang diperlukan dalam pembangunan perekonomian daerah meliputi pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan daerah.
BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH
  Mengemukakan secara eksplisit perumusan prioritas dan sasaran pembangunan daerah berdasarkan hasil analisis terhadap hasil evaluasi pelaksanaan RKPD tahun2016 dan capaian kinerja yang direncanakan, identifikasi isu strategis dan masalah mendesak ditingkat daerah dan nasional, rancangan kerangka ekonomi daerah beserta kerangka pendanaan. Perumusan prioritas dan sasaran pembangunan daerah serta indikasi prioritas kegiatannya, juga memperhatikan usulan OPD berdasarkan prakiraan maju pada RKPD Tahun 2017.
BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH
  Mengemukakan secara eksplisit rencana program dan kegiatan prioritas daerah yang disusun berdasarkan evaluasi pembangunan tahunan, kedudukan tahun rencana (RKPD) dan capaian kinerja yang direncanakan dalam RPJMD. Rencana program dan kegiatan prioritas harus mewakili aspirasi dan kepentingan masyarakat. Diuraikan dari program dan kegiatan yang paling bermanfaat atau memiliki nilai kegunaan tinggi bagi masyarakat.
BAB VI PENUTUP
  Berisi penegasan bahwa dalam melaksanakan RKPD Kota Magelang Tahun 2018 diperlukan sinergisitas yang mantap di jajaran pemerintah Kota Magelang, DPRD, pihak swasta dan seluruh lapisan masyarakat.

2. EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN 2015 DAN CAPAIAN KINERJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN

2.1. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

2.1.1. ASPEK GEOGRAFI DAN DEMOGRAFI

2.1.1.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah

Kota Magelang secara administratif terletak di tengah-tengah Kabupaten Magelang serta berada di persilangan lalu lintas ekonomi dan transportasi antara Semarang-Magelang-Yogyakarta dan Purworejo-Temanggung dan pada persimpangan jalur wisata lokal maupun regional antara Yogyakarta–Borobudur–Kopeng-Ketep Pass dan dataran tinggi Dieng. Adapun batas wilayah administrastif sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Secang Kabupaten Magelang; Sebelah Timur berbatasan dengan Sungai Elo/Kecamatan Tegalrejo Kabupaten Magelang; Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Mertoyudan Kabupaten Magelang; Sebelah Barat berbatasan dengan Sungai Progo / Kecamatan Bandongan Kabupaten Magelang.

Kedudukan Kota Magelang di Propinsi Jawa Tengah digambarkan pada peta berikut :

Gambar 2-1. Peta Kedudukan Kota Magelang terhadap Jawa Tengah

Letak stategis Kota Magelang menjadikan Kota Magelang sebagai kota kecil dengan nilai strategis dalam katagori sebagai Pusat Pelayanan Kegiatan Wilayah (PKW) yaitu sebagai Pusat Kegiatan Wilayah Kawasan Purwo-manggung (Kabupaten Purworejo, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Temanggung, Kota Magelang, dan Kabupaten Magelang dalam Rencana Tata Ruang Nasional dan Rencana Tata Ruang Provinsi.

Kota Magelang merupakan salah satu Kota terkecil di wilayah Propinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Kota Magelang 1.812 Ha (18,12 km²) secara administratif terbagi atas 3 kecamatan yaitu Kecamatan Magelang Utara, Kecamatan Magelang Tengah dan Kecamatan Magelang Selatan. Kota Magelang secara administratif juga terbagi menjadi 17 kelurahan yang rata-ratanya luas wilayahnya tidak lebih dari 2 km². Gambaran secara rinci luas tiap kecamatan/ kelurahan di Kota Magelang Tahun 2015, dapat dilihat pada tabel dan gambar berikut:

Tabel 2-1 Luas Kecamatan dan Kelurahan di Kota Magelang
No. Kecamatan dan Kelurahan Luas / Area (Km²) Persentase (%)
01. KEC. MAGELANG SELATAN 6,89 38,01
  1. Kel. Jurangombo Utara 0,58 3,17
  2. Kel. Jurangombo Selatan 2,26 12,49
  3. Kel. Magersari 1,38 7,60
  4. Kel. Tidar Utara 0,97 5,35
  5. Kel. Tidar Selatan 1,27 7,00
  6. Kel. Rejowinangun Selatan 0,43 2,39
02. KEC. MAGELANG TENGAH 5,10 28,17
  1. Kel. Magelang 1,25 6,88
  2. Kel. Kemirirejo 0,88 4,86
  3. Kel. Cacaban 0,83 4,56
  4. Kel. Rejowinangun Utara 0,99 5,48
  5. Kel. Panjang 0,35 1,90
  6. Kel. Gelangan 0,81 4,49
03. KEC. MAGELANG UTARA 6,13 33,82
  1. Kel. Wates 1,17 6,47
  2. Kel. Potrobangsan 1,30 7,17
  3. Kel. Kedungsari 1,33 7,36
  4. Kel. Kramat Utara 0,86 4,77
  5. Kel. Kramat Selatan 1,46 8,05
  JUMLAH 18,12 100,00
Sumber: Daerah Dalam Angka Kota Magelang Tahun 2015.
Gambar 2-2. Luas Daerah Kota Magelang Menurut Kecamatan
Sumber: Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Magelang 2011-2021, diolah
2.1.1.2. Topografi

Secara topografi dan fisiografis, Kota Magelang merupakan wilayah dataran yang dikelilingi oleh Gunung Merapi, Merbabu, Sindoro dan Sumbing, Pegunungan Gianti, Menoreh, Andong dan Telomoyo. Kota Magelang termasuk dataran rendah dengan sudut kemiringan relatif bervariasi. Kemiringan topografi yang terjal berada di bagian barat (sepanjang Sungai Progo) dan di sebelah timur (di sekitar Sungai Elo) sampai dengan kemiringan 15-30%. Di sekitar daerah timur kompleks AKMIL ke Utara hingga daerah di sekitar RSJ Magelang, dengan kemiringan 2-5%.

Morfologi pendataran antar gunung api, medannya landai, berelief sedang-halus. Dilihat dari ketinggiannya, Kota Magelang berada di ketinggian antara 375-500 mdpl dengan titik ketinggian tertinggi pada Gunung Tidar yaitu 503 mdpl, dan keberadaannya selain sebagai kawasan lindung juga berfungsi sebagai paru-paru kota yang menjadikan iklim Kota Magelang selalu berhawa sejuk dan sebagai daerah hijau kota (paru-paru kota). Keberadaan Gunung Tidar yang merupakan hutan lindung dengan kemiringan hingga 30-40% ini berada di sebelah timur kompleks AKMIL.

Gambar 2-3. Gambar Peta Topografi Kota Magelang
Sumber: Dokumen Perencanaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis Kota Magelang, 2013

Bentuk fisik Kota Magelang saat ini relatif memanjang mengikuti jaringan jalan arteri. Dengan kondisi fisik tersebut, kecenderungan pertumbuhan alamiah Kota Magelang adalah ke arah utara dan selatan dengan dominasi area terbangun di daerah yang mempunyai topografi relatif datar.

2.1.1.3. Geologi

Kondisi geologi Kota Magelang tidak bisa dilepaskan dari keberadaannya di tengah wilayah Kabupaten Magelang, dimana secara umum wilayah tersebut tersusun dari 4 formasi batuan, yaitu batuan sedimen, batuan gunung api,batuan beku trobosan serta batuan endapan alluvial. Dalam klasifikasi tersebut, formasi batuan di Kota Magelang termasuk batuan gunung api, sehingga litologi yang menempati Kota Magelang sebagian besar batu pasir tufaan (lepas) dan breksi.

Potensi kandungan tanah Kota Magelang sebagian besar berupa batu pasir lepas dan konglomerat hasil produksi gunung berapi yang merupakan endapan kwarter yang mempunyai sifat sangat poreous (kelulusan air tinggi), serta penurunan terhadap beban kecil, mendekati nol (0). Daya dukung terhadap bangunan berkisar antara 5kg/ cm2 - 19 kg/ cm2. Ditinjau dari satuan morfologi, pendataran alluvium tersebar sampai di bagian selatan dan tempat-tempat di pinggir Sungai Progo dan Sungai Elo. Tersusun oleh batuan hasil rombakan batuan yang lebih tua, yang bersifat lepas. Umumnya berada pada ketinggian antara 250 - 350 m, berelief halus dengan kemiringan sebesar 3-8 %. Daerah ini dialiri oleh Sungai Progo dan Sungai Elo yang mengalir dengan pola Sum Meander.

Kewaspadaan pada resiko bencana terutama pada pembangunan yang dilakukan di daerah bantaran sungai dengan kelerengan curam adalah tanah longsor mengingat sebagian besar tanah berupa batuan pasir dan breksi/ konglomerat yang memiliki kelulusan air yang tinggi serta tingkat kelerengan alam yang cukup curam. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah terkait pengaturan pembuangan limbah agar tidak mencemari lingkungan mengingat porositas tanah yang cukup tinggi.

2.1.1.4. Hidrologi

Sumber air di Kota Magelang dapat digolongkan dari air pemukaan dan air tanah. Air permukaan merupakan air limbah dan air hujan. Potensi air hujan perlu dilestarikan dengan membuat sumur resapan. Sedangkan potensi air tanahnya juga tergantung pada pelestarian pemanfaatan air permukaan yaitu air hujan. Air tanah di Kota Magelang kurang menguntungkan jika dikembangkan mengingat air tanah yang ada mayoritas cukup dalam dengan aquifer yang dangkal, sehingga sulit untuk dikembangkan (dipompa).

Untuk kebutuhan air bersih Kota Magelang sampai saat ini bergantung pada sumber-sumber air yang ada di luar wilayah Kota Magelang yaitu dari mata air yang berada di wilayah Kabupaten Magelang dan satu-satunya mata air yang berada di Kawasan Kota Magelang adalah Mata Air Tuk Pecah. Di kawasan Kota Magelang juga terdapat 2 (dua) saluran air yaitu: (i) Kali Bening (Kali Kota), dan (ii) Kali Progo Manggis. Berdasarkan data pemakaian air minum pada tahun 2015 sebesar 7.434.942 m³ dan perkiraan kebutuhan air bersih perorangan adalah sebesar 60 liter/hari maka jika dikalikan dengan jumlah penduduk Kota Magelang pada tahun 2015 kapasitas mata air yang tersedia masih mampu untuk mencukupi kebutuhan air bersih masyarakat Kota Magelang walaupun masih mengandalkan sumber air yang berasal dari kabupaten Magelang. Ketersediaan air dirasa masih mencukupi kebutuhan akan air bersih masyarakat Kota Magelang selama tidak ada faktor lain yang mempengaruhi distribusi seperti kebocoran pipa distribusi.

2.1.1.5. Klimatologi

Kota Magelang termasuk wilayah beriklim sejuk dengan temperatur maksimum 32°C dan terendah 20°C, dengan kelembaban sekitar 88,8%. Berdasarkan data iklim rata-rata curah hujan bulanan di kawasan Kota Magelang dalam jangka waktu lima tahun tersaji pada tabel di bawah ini:

Tabel 2-2. Rata-Rata Curah Hujan Per Hari Kota Magelang (mm) Tahun 2011-2015
Bulan 2011 2012 2013 2014 2015
01. Januari 20.90 22.58 19.04 16.61 16.92
02. Februari 20.89 23.44 18.63 22.05 27.76
03. Maret 34.10 24.69 22.00 19.21 22.09
04. April 16.05 20.28 15.74 23.47 22.50
05. Mei 24.00 11.89 17.94 17.77 6.63
06. Juni 21.50 20.40 10.44 8.25 44.67
07. Juli 40.00 10.00 17.00 13.57 0.00
08. Agustus 0.00 0.00 0.00 5.40 0.00
09. September 0.00 0.00 2.00 2.33 0.00
10. Oktober 16.11 16.80 20.44 16.91 0.00
11. November 12.43 20.42 13.00 12.56 12.87
12. Desember 28.17 17.70 14.25 23.12 28.55
Jumlah 234.15 188.20 170.48 170.59 181.99
Rata-rata 19.51 15.68 14.21 15.10 21.74
Sumber: Magelang Dalam Angka Tahun 2015. Balai Pengelolaan Sumber Daya Air.

Menurut data Badan Pengelolaan Sumber Daya Air, dalam kurun waktu Tahun 2015, rata-rata curah hujan per hari sebanyak 21.74 mm dengan total curah hujan sepanjang tahun 2015 sebanyak 181.99 mm. Curah hujan tertinggi biasanya terjadi pada bulan-bulan tertentu seperti bulan Pebruari, Maret, April, Juni dan Desember. Kewaspadaan terhadap bencana yang mungkin timbul karena cuaca ekstrim dan tingginya curah hujan seperti bencana longsor, banjir atau bencana lain seperti wabah penyakit perlu di antisipasi sejak dini terutama pada daerah-daerah dengan kelerengan curam serta sifat tanah yang memiliki kelulusan air yang tinggi Apabila diperhatikan dari topografi, geologi, hidrologi dan klimatologi Kota Magelang serta posisinya yang dikelilingi oleh sungai dengan kontur wilayah yang curam dan memiliki kemiringan relatif tinggi.

2.1.1.6. Penggunaan Lahan

Tata guna lahan di Kota Magelang sesuai dengan karakteristik perkotaan banyak didominasi oleh pekarangan / lahan untuk bangunan dan halaman. Tingginya kebutuhan akan lahan untuk rumah tinggal, perumahan, pekarangan, gudang maupun untuk kegiatan ekonomi seperti ruko dan rumah makan berpengaruh pada tingginya alih fungsi lahan pertanian.

Dari luas lahan secara keseluruhan di Kota Magelang pada tahun 2016, terdiri dari lahan untuk penggunaan Tanah Sawah sekitar 185.23 Ha dan Tanah Bukan Sawah (Tanah Kering) sekitar 1.626,77 Ha. Dalam tiga tahun terakhir ini alih fungsi lahan yang terjadi di Kota Magelang relatif cukup besar. Potensi pengembangan wilayah di Kota Magelang sebagaimana kawasan berkarakteristik perkotaan banyak mengalami kendala terkait dengan keterbatasan lahan. Data dari kantor BPN Magelang mencatat adanya perubahan alih fungsi lahan di tahun 2015 seluas 7.9331 Ha. Alih fungsi lahan pada tahun 2015 merupakan alih fungsi lahan yang paling tinggi dalam beberapa tahun terakhir ini. Adapun alih fungsi lahan pada tahun 2015 dengan rincian alih fungsi lahan sawah seluas 6.532 Ha dan tegal/ kebun seluas 1.4011 Ha. Alih fungsi lahan tahun 2015 jauh lebih tinggi apabila di bandingkan dengan alih fungsi lahan pada tahun 2014 sebesar 2.43 Ha, dan tegal / kebun seluas 0,57 Ha. Kebutuhan terbesar alih fungsi lahan pertanian didominasi oleh alih fungsi lahan menjadi perumahan / halaman / bangunan seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan permukiman dan fasilitas umum di Kota Magelang. Data dari BPN Kota Magelang mencatat bahwa tanah yang beralih fungsi menjadi perumahan / halaman / bangunan seluas 7.7131 Ha dan menjadi taman/Ruang terbuka hijau sebesar 0.22H. Tingginya Alih fungsi lahan pertanian tersebut bisa dilihat dari beberapa tahun terakhir ini. Data Luas lahan pertanian pada tahun 2010 seluas 206.99 Ha menjadi 185.23 Ha pada tahun 2016 atau mengalami penyusutan setiap tahunnya rata-rata seluas ±3.11 Ha.

Tingginya alih fungsi lahan merupakan salah satu permasalahan yang menjadi ciri khas wilayah perkotaan. Meningkatnya alih fungsi lahan setiap tahun memberi tantangan bagi Pemerintah. Alih fungsi lahan kemungkinan mempengaruhi kenaikan PDRB sektor jasa konstruksi dan sektor jasa lainnya, namun di sisi lain juga perlu diperhatikan menurunnya tingkat dan fungsi tanah menjadi lahan kritis, menurunnya daya dukung lingkungan dan ketidaktercapaian target 30% dari Ruang Terbuka Hijau di Kota Magelang serta keterbatasan kebutuhan penyediaan air bersih dan fasilitas umum seiring dengan pertumbuhan bangunan di kota Magelang.

Gambaran penggunaan lahan di Kota Magelang dari tahun 2010 hingga tahun 2016, selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2-3. Luas Tanah (Ha) Menurut Penggunaannya Tahun 2010-2016
No Jenis Sawah 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
1. TANAH SAWAH 206.99 201.42 199.96 197.64 194.20 191.76 185.23
  Pengairan Teknis              
  Pengairan ½ Teknis              
  Tadah Hujan              
  Lainnya              
2. TANAH KERING              
  Pekarangan/lahan Untuk Bangunan dan Halaman              
  Tegal/kebun/Ladang/Huma              
  Tambak              
  Kolam/Tebat/Empang              
  Perkebunan/Hutan Rakyat              
  Industri              
  Lainnya (Makam dll)              
  JUMLAH              
Sumber: Data alih fungsi lahan pada DDA Tahun 2009 s/d 2015 Balitbang Kota Magelang data diolah.

Upaya pengendalian alih fungsi lahan pertanian telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Magelang dengan mengoptimalkan pemanfaatan lahan dengan pola pembangunan vertikal terutama pada kawasan - kawasan permukiman yang padat penduduk. Sementara untuk meningkatkan ketahanan pangan dan peningkatan kontribusi sektor pertanian, upaya yang dilakukan Pemerintah Kota Magelang dalam lima tahun terakhir di antaranya pengelolaan lahan pertanian secara produktif, pengembangan kultur jaringan, Pengembangan Minawisata, Pengembangan Urban Farming serta Pengembangan Florikultura (lahan sawah lestari).

2.1.1.7. Potensi Pengembangan Wilayah

Potensi Pengembangan wilayah di Kota Magelang, sebagaimana tercantum di dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kota Magelang Tahun 2005-2025 dan juga dalam dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Magelang Tahun 2011-2031 akan lebih diarahkan untuk menjadi kota jasa. Faktor pendukung sebagai kota jasa, adalah posisi strategis kota yang berada pada simpul jalur ekonomi dan wisata regional yang dipadukan dengan penataan fisik wajah kota, akan menjadi potensi yang dominan dalam mempertegas fungsi kota sebagai kota jasa.

Potensi Pengembangan Kota Magelang sebagaimana terdapat dalam Rencana Pola Ruang Kota Magelang adalah sebagai berikut :

  1. Kawasan Lindung

    Arahan pengunaan lahan kawasan lindung Kota Magelang berdasarkan Kota Magelang Tahun 2011-2031 adalah:

    • Kawasan Perlindungan Setempat meliputi : sempadan sungai dan ruang terbuka hijau (hutan kota). Kota Magelang memiliki kawasan hutan lindung dan hutan wisata yang keberadaannya penting untuk memenuhi kebutuhan ruang terbuka hijau kota, yaitu kawasan konservasi Gunung Tidar.
    • Kawasan Rawan Bencana Longsor merupakan kawasan yang diidentifikasi sering dan berpotensi tinggi mengalami bencana longsoran. Daerah-daerah yang termasuk kawasan rawan bencana longsor di Kota Magelang meliputi daerah yang terdapat di sekitar DAS Progo dan Elo.
  2. Kawasan Budidaya

    Arahan pengunaan lahan kawasan budidaya Kota Magelang berdasarkan RTRW Kota Magelang Tahun 2011-2031 adalah:

    • Kawasan Permukiman

      Pengembangan kawasan permukiman diarahkan menyebar di seluruh unit lingkungan atau BWK yang ada di wilayah Kota Magelang dengan luas keseluruhan ± 701,36 ha. Secara eksisting perumahan di Kota Magelang memiliki kepadatan yang sangat tinggi, sehingga pengembangannya dimasa mendatang diarahkan secara vertikal. Kawasan yang masih memungkinkan adanya pengembangan permukiman, BWK III dan V.

    • Kawasan Perdagangan/Jasa

      Pengembangan kawasan perdagangan/jasa diarahkan di sekitar jalan arteri primer di BWK IV khusus untuk perdagangan/jasa skala regional, jalan arteri sekunder di BWK I, BWK II, BWK IV dan BWK V dan jalan lokal primer/sekunder di BWK I dengan luas keseluruhan ± 120,86 ha.

    • Kawasan Perkantoran

      Fasilitas perkantoran utama yang diarahkan untuk dikembangkan di kawasan perkantoran antara lain meliputi perkantoran pusat pemerintahan, kantor dinas/instansi pemerintahan Kota Magelang, kantor instansi vertikal di Kota Magelang, kantor pemerintahan kecamatan, maupun sarana perkantoran niaga. Fasilitas/ kegiatan lain yang mendukung peri kehidupan dan penghidupan ekonomi, sosial dan budaya yang layak dan dapat dikembangkan di kawasan perkantoran antara lain meliputi kantor pemerintah kelurahan, kantor niaga dan perbankan, koperasi, kantor jasa, gedung pertemuan, museum, fasilitas kesehatan skala lokal, peribadatan skala lokal, rekreasi/olah raga skala lokal, dan kegiatan-kegiatan lain yang layak peruntukannya. Pengembangan kawasan perkantoran diarahkan di seluruh unit lingkungan atau BWK yang ada di wilayah Kota Magelang dengan luas keseluruhan ± 48,76 ha.

    • Kawasan Pendidikan

      Pengembangan fasilitas pendidikan diarahkan menyebar di seluruh unit lingkungan atau BWK yang ada di wilayah Kota Magelang agar sistem pelayanan kepada masyarakat merata. Luas keseluruhannya ± 107,92 ha.

    • Kawasan Kesehatan

      Rencana pengembangan fasilitas kesehatan diarahkan tersebar pada seluruh wilayah perkotaan guna memeratakan sistem pelayanan kepada masyarakat. Pengembangan kawasan kesehatan diarahkan di BWK I, BWK II, BWK III dan BWK V. Luas keseluruhan ± 42,46 ha.

    • Kawasan Peribadatan

      Ketersediaan fasilitas peribadatan di Kota Magelang jika dilihat pada kondisi eksisting yang ada saat ini sudah sangat mencukupi. Sehingga dalam pengembangannya hanya berorientasi pada perbaikan atau peningkatan kondisi dari fasilitas peribadatan yang ada. Pengembangan kawasan peribadatan penting diarahkan di seluruh unit BWK dengan luas keseluruhan ± 2,80 ha.

    • Kawasan Rekreasi / Olah Raga

      Rencana pengembangan kawasan rekreasi di Kota Magelang diarahkan dalam dua bentuk, yaitu rekreasi terbuka dan rekreasi tertutup. Untuk rekreasi terbuka direncanakan dengan memanfaatkan arena olahraga, lapangan dan taman-taman kota yang direncanakan ada di setiap pusat kawasan. Untuk rekreasi yang tertutup direncanakan berbentuk sarana rekreasi bioskop, tempat olahraga, arena permainan dan sebagainya. Fasilitas rekreasi tersebut berada pada kawasan pusat kota dan sub pusat kota, serta kawasan perdagangan terutama yang berupa pasar swalayan.

      Fasilitas dan/atau kegiatan lain yang mendukung kegiatan ekonomi, sosial dan budaya yang layak dan dapat dikembangkan di kawasan rekreasi / olahraga antara lain fasilitas rekreasi / olah raga skala lokal, kesehatan skala lokal, peribadatan skala lokal, gedung pertemuan, gedung kesenian / pertunjukan, dan kegiatan-kegiatan lain yang layak peruntukannya. Pengembangan kawasan rekreasi olah raga diarahkan di BWK II, BWK III dan BWK V dengan luas keseluruhan ± 89,39 ha.

    • Kawasan Industri / Perdagangan

      Dalam penataan ruang untuk industri, diprioritaskan untuk industri sedang dan industri kecil/rumah tangga yang rata-rata berkembang dikawasan permukiman, sehingga perlu diatur dengan dukungan penyediaan prasarana sarana seperti pengelolaan limbah dan showroom sekaligus outlet sebagai sarana promosi dan pemasaran. Pengembangan kawasan industri/ perdagangan diarahkan di BWK IV dengan luas keseluruhan ± 68,03 ha.

    • Kawasan Militer

      Sebagaimana kondisi yang ada saat ini, di luar kawasan-kawasan milik TNI yang pemanfaatannya untuk fungsi non kemiliteran lain (seperti lapangan golf, gedung pertemuan A. Yani, dan lainnya) berada di BWK II, BWK III dan BWK V . Luas keseluruhan ± 151,05 ha.

    • Kawasan Pertanian

      Pengembangan kawasan pertanian diarahkan di BWK II, BWK III, BWK IV dan BWK V dengan luas keseiuruhan ± 185,56 ha.

    • Kawasan Terbuka Non Hijau

      Adapun RTNH yang ada di Kota Magelang, meliputi : plasa, parkir, lapangan olahraga, tempat bermain dan rekreasi, pembatas (median jalan), dan koridor rumah. Pengembangan RTNH merupakan salah satu alternatif untuk pengganti RTH yang bisa diterapkan pada kawasan-kawasan padat Kota.

    • Kawasan Transportasi (Terminal)

      Sarana (fasilitas) terminal yang diarahkan untuk dikembangkan di kawasan terminal antara lain meliputi terminal regional, terminal angkutan kota dan terminal barang. Fasilitas dan/atau kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan ekonomi, sosial dan budaya yang dapat dikembangkan di kawasan terminal antara lain fasilitas perdagangan skala lokal (kios), kesehatan skala lokal, peribadatan skala lokal, dan kegiatan-kegiatan lain yang layak peruntukannya. Pengembangan kawasan terminal diarahkan di BWK I, BWK II dan BWK IV dengan luas keseluruhan ± 4,85 ha.

    • Kawasan Pemakaman

      Kawasan pemakaman merupakan kawasan budidaya yang mempunyai fungsi utama dan satu-satunya sebagai tempat pemakaman umum ataupun taman makam pahlawan. Pengembangan kawasan pemakaman diarahkan di seluruh unit lingkungan atau BWK yang ada dengan luas keseluruhan ± 35,65 ha.

    • Kawasan Khusus Sektor Informal

      Pengembangan kawasan khusus sektor informal untuk PKL secara umum dapat dikembangkan di daerah-daerah yang merupakan simpul-simpul perdagangan, memiliki tingkat aksesibilitas untuk dijangkau dengan berjalan kaki, ruang terbuka aktif, daerah-daerah yang memiliki tingkat keramaian dan merupakan area bebas yang cukup luas dan memiliki potensi untuk dikunjungi penduduk sebagai lokasi untuk bersantai dan melepas lelah. Arahan pengembangan kawasan khusus sektor informal untuk PKL dapat dikembangkan dan ditata di kawasan Jalan Jenggolo dengan melakukan penutupan akses di malam hari di Jalan Pajajaran dan Jalan Pajang. Kawasan khusus ini diperuntukkan bagi pedagang kuliner khas Kota Magelang dan sekitar (yang berupa makanan unggulan). Pengembangan PKL di sebelah utara Kota Magelang akan diakomodasi di Kawasan Armada Estate dengan membuka waktu jualan di siang dan malam hari di sekitar tanah kosong milik Armada Estate.

Rencana Tata Ruang Kota Magelang secara umum membagi Kota Magelang menjadi 5 (lima) Bagian Wilayah Kota (BWK) selain itu Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Magelang juga memuat adanya kebijakan dan strategi dalam pentaan ruang yaitu adanya Kawasan strategis kota artinya wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup Kota terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan. Rencana pengembangan kawasan strategis Kota:

  1. Kawasan strategis untuk pertahanan dan keamanan;
  2. Kawasan strategis pertumbuhan ekonomi;
  3. Kawasan strategis untuk kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup; dan
  4. Kawasan strategis sosial budaya.

Skenario pengembangan Kota Magelang adalah dengan menciptakan pusat-pusat kegiatan baru yang berfungsi sebagai generator pertumbuhan ekonomi dalam skala kawasan yang lebih luas yang masuk dalam kategori berpotensi dalam pengembangan pusat pelayanan perekonomian, kesehatan, dan pendidikan yang mempunyai jangkauan pelayanan skala kota / regional. Potensi pengembangannya pada masa-masa mendatang sebagai berikut, yaitu :

  1. Kawasan Sidotopo sebagai pusat pelayanan pendidikan, perdagangan dan jasa, pada kawasan ini direncanakan untuk mewadahi pendirian perguruan tinggi negeri;
  2. Kawasan Sukarno Hatta sebagai pusat pelayanan kegiatan transportasi dan perdagangan jasa, pada kawasan ini sudah disiapkan sebidang lahan untuk pembangunan pasar induk yang dipadukan dengan pergudangan;
  3. Kawasan Kebonpolo sebagai pusat pelayanan kegiatan transportasi dan perdagangan;
  4. Kawasan Alun-alun sebagai pusat pelayanan perdaga-ngan jasa dan perkantoran, Kawasan Alun-Alun juga sebagai kawasan pusat kota yang mewadahi kegiatan rekreasi masyarakat;
  5. Kawasan GOR Samapta sebagai pusat pelayanan rekreasi dan olahraga, saat ini sedang dalam tahap penyelesaian pembangunan Stadion Madya Moch. Soebroto, dengan kapasitas 15.000 penonton. Selain itu nanti juga akan dibangun kolam renang dengan standar internasional;
  6. Kawasan Sentra Perekonomian Lembah Tidar sebagai pusat pelayanan perdagangan jasa dan kesehatan; dan
  7. Kawasan Objek Wisata Taman Kyai Langgeng sebagai kawasan pusat pelayanan rekrasi dan olahraga, dan untuk lebih meningkatkan pelayanan kawasan, maka pada lokasi sekitar Taman Kyai Langgeng telah dibangun Showroom Mudalrejo yang mewadahi pemasaran hasil-hasil UMKM Kota Magelang.
2.1.1.8. Wilayah Rawan Bencana

Berdasarkan kondisi topografi, geologi, hidrologi, dan klimatologi Kota Magelang, perlu kewaspadaan terhadap bencana seperti longsor atau bencana lain khususnya pada daerah dengan kelerengan curam. Bentuk-bentuk bencana yang sering terjadi di Kota Magelang pada umumnya adalah bencana tanah longsor. Kondisi tersebut terutama disebabkan karena sebagian wilayah Kota Magelang termasuk dalam wilayah dengan tingkat kelerengan yang cukup tinggi dan Daerah Aliran Sungai (DAS). Data yang ada menunjukkan bahwa terdapat wilayah khusus rawan bencana longsor karena sifat kelerengan tanah dan persungaian, yaitu:

  1. Wilayah Barat Kota Magelang dalam lingkup Daerah Aliran Sungai Progo meliputi Kelurahan Kramat Utara, Kelurahan Kramat Selatan, Kelurahan Jurangombo Utara, Kelurahan Potrobangsan, Kelurahan Magelang, Kelurahan Cacaban.
  2. Wilayah Timur Kota Magelang dalam lingkup Daerah Aliran Sungai Elo meliputi Kelurahan Kedungsari, Rejowinangun Utara dan Kelurahan Wates.

Selain Bencana longsor dan banjir, perlu juga diwaspadai terkait dengan bahaya kebakaran terutama pada pemukiman yang padat penduduk dengan jalan sempit menyulitkan evakuasi dan pemadaman bencana kebakaran. Kelurahan yang memiliki potensi (rawan) bencana kebakaran karena faktor kepadatan penduduk dan jaringan jalan yang sempit (3-6 meter) yaitu: Kramat Utara dan Selatan, Potrobangsan, Cacaban, Panjang, Kemirirejo, Rejowinangun Utara, Rejowinangun Selatan. Bencana Kebakaran yang terjadi di sepanjang tahun 2015 sebanyak 6 kejadian dengan kerugian materiil sebanyak 1 rumah dan 5 bangunan lainnya dengan total kerugian sebesar Rp. 291.300.000, 00. Jumlah lokasi bencana yang terjadi di Kota Magelang sepanjang tahun 2016 sebanyak 22 lokasi. Dengan kerugian sebesar Rp. 355.000.000,00.

Selain bencana yang berkaitan dengan alam, kepadatan penduduk dan bangunan juga mejadi ancaman utama munculnya bencana kebakaran, wabah penyakit. Epidemik penyakit yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir ini di antaranua endemik penyakit menular DBD (Demam Berdarah) dan Muntaber. Hal yang perlu diwaspadai terkait dengan bencana banjir perkotaan adalah banjir yang diakibatkan banjir limpasan atau limpahan air drainase karena hujan dan drainage tersumbat; penyebab kedua adalah banjir bandang atau banjir kiriman melanda wilayah tepi sungai Progo dan Elo. Hal lain yang perlu mendapat perhatian terkait dengan limbah industri atau jasa yang meresap dalam air bawah tanah serta air permukaan (selokan, kolam dan pemukiman), pencemaran lingkungan akibat limbah rumah tangga dan sampah yang tidak tertangani dengan baik.

Wilayah-wilayah yang memiliki potensi rawan bencana banjir karena faktor air melimpah antara lain adalah: Potrobangsan, Cacaban, Kemirirejo, Panjang, Tidar Utara, Rejowinangun Utara.

Bencana lain yang perlu mendapat perhatian dan identik dengan wilayah perkotaan adalah bencana sosial. Indikator penentu prioritas pencegahan dan penanganan bencana sosial perlu dilakukan pada wilayah yang memiliki: pusat perdagangan dan tujuan pergerakan atau transportasi; wilayah dengan tingkat sosial ekonomi yang berada di level pra-sejahtera; wilayah dengan kondisi pemukiman belum tertata atau kumuh, perkembangan kawasan yang kurang sehat dengan tingkat kepadatan tinggi.

Tabel 2-4. Peristiwa Bencana Alam dan Wabah Penyakit di Kota Magelang Tahun 2012 - 2016
No Keterangan 2012 2013 2014 2015 2016
1 Jumlah Lokasi Bencana di Kota Magelang 0 26 48 30 22
2 Jumlah perkiraan kerugian akibat bencana (juta rupiah) 0 445 164,45 505,58 355
3 Jumlah wabah /Endemi pada manusia (kasus):          
  a. Cikungunya 0 22 60 2 2
  b. Demam Berdarah 47 152 69 158 158
  c. Hepatitis 0 0 11 2 2
  d. Tuberkolosis N/A 100 120 158 158
  e. AIDS N/A 5 7 10 10
  f. HIV N/A 10 19 14 14
Sumber: Dinas Kesehatan Kota Magelang Sistem Informasi Pembangunan Daerah Kota Magelang 2016
2.1.1.9. Aspek Demografi

Berdasarkan perhitungan jumlah penduduk yang diperoleh dari BPS Kota Magelang jumlah penduduk pada tahun 2016 sebanyak 121.293 jiwa sementara jumlah penduduk Kota Magelang pada tahun 2015 sebanyak 120.930 jiwa. Jumlah penduduk ini berada pada wilayah Kota Magelang yang memiliki luas 18.12 km2. Apabila kita melihat perkembangan tingkat kepadatan penduduk di Kota Magelang pada beberapa tahun terakhir menunjukkan trend yang meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk di Kota Magelang yang meningkat. Semakin tinggi kepadatan penduduk mengindikasikan pada tingkat kerapatan penggunaan lahan untuk kawasan terbangun, sehingga bisa dikatakan semakin tinggi beban lingkungan hidup.

Tabel 2-5. Kepadatan Penduduk di Kota Magelang Tahun 2011-2016 dan Proyeksi Tahun 2017
Tahun Jumlah Penduduk (jiwa) Kepadatan Penduduk (jiwa / km2)
2010 118.713 6.551
2011 119.210 6.579
2012 119.647 6.603
2013 120.158 6.631
2014 120.615 6.656
2015 120.952 6.675
2016 121.293 6.694
2017* 121.673 6.715
Sumber: BPS, 2008-2017 (*proyeksi menggunakan data dasar hasil sensus Penduduk 2010)

Kepadatan penduduk yang relatif cukup tinggi ini merupakan salah satu permasalahan bagi Pemerintah terkait dengan penataan ruang dan kota serta pemenuhan pelayanan dasar masyarakat. Hal ini sekaligus juga merupakan tantangan untuk menyediakan sarana dan prasarana pemukiman seperti drainase, sanitasi, air bersih yang layak dan terpenuhi merata bagi penduduk di atas lahan yang terbatas sehingga dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di bidang permukiman. Pemukiman padat juga dapat mengakibatkan rentan terjadinya bencana kebakaran. Untuk antisipasi terhadap bencana kebakaran, kebijakan Pemerintah Kota Magelang adalah meningkatkan manajemen penanganan bencana kebakaran, peningkatan kapasitas personil di unit pemadam kebakaran, dan meningkatkan kualitas mobil pemadam kebakaran.

Data kepadatan penduduk Kota Magelang berdasarkan Dispenduk Capil Kota Magelang menyebutkan bahwa pada tahun 2016 dengan jumlah penduduk sebanyak 132.650 jiwa, kepadatan penduduk Kota Magelang pada tahun tersebut sebesar 7.321 jiwa/km2. Sementara pada tahun 2015 dengan jumlah penduduk sebanyak 132.261 jiwa, kepadatan penduduk Kota Magelang sebesar 7.299 jiwa/km2. Jumlah ini sedikit lebih tinggi apabila dibandingkan dengan data tahun 2014 dan tahun 2013, yang mana pada tahun 2014 jumlah penduduk Kota Magelang sebanyak 131.703 jiwa dengan tingkat kepadatan 7.268 jiwa/km2.. Sementara pada tahun 2013 dengan jumlah penduduk 130.836 jiwa, tingkat kepadatan penduduknya sebesar 7.221 jiwa/km2. Kepadatan penduduk pada tahun 2011 dan 2012 berturut-turut sebesar 7.150 jiwa/km2 dan 7.227 jiwa/km2 dengan jumlah penduduk pada tahun 2011 sebanyak 129.556 jiwa dan 130.955 jiwa pada tahun 2012. Data kepadatan penduduk secara lebih rinci per kelurahan akan ditampilkan pada tabel di bawah ini:

Tabel 2-6. Kepadatan Penduduk per Kelurahan di Kota Magelang Tahun 2011-2015
Kecamatan / Kelurahan 2011 2012 2013 2014 2015
Jml Penduduk Kepadatan Jml Penduduk Kepadatan Jml Penduduk Kepadatan Jml Penduduk Kepadatan Jml Penduduk Kepadatan
MAGELANG SELATAN
Jurangombo Utara                    
Jurangombo Selatan                    
Magersari                    
Tidar Utara                    
Tidar Selatan                    
Rejowinangun Selatan                    
MAGELANG TENGAH
Magelang                    
Kemirirejo                    
Cacaban                    
Rejowinangun Utara                    
Panjang                    
Gelangan                    
MAGELANG UTARA
Wates                    
Potrobangsan                    
Kedungsari                    
Kramat Utara                    
Kramat Selatan                    
Sumber: DispendukCapil, Kota Magelang Dalam Angka 2011-2015

Kepadatan penduduk yang relatif tinggi ini merupakan salah satu permasalahan bagi pemerintah terkait dengan penataan ruang dan kota serta pemenuhan pelayanan dasar masyarakat. Keterbatasan lahan untuk permukiman merupakan masalah yang khas bagi wilayah perkotaan terutama bagi Kota Magelang yang merupakan kota terkecil dengan wilayah yang terbatas.

Tabel 2-7. Perkembangan Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Tingkat Pertumbuhan Penduduk di Kota Magelang Tahun 2010-2016 dan prediksi Tahun 2017 (dalam jiwa dan persen)
JENIS KELAMIN TAHUN
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017*
Laki-Laki                
Perempuan                
                 
Jumlah Total                
Sex Ratio                
Laju Pertumbuhan (%)                
Sumber: BPS, Proyeksi Penduduk 2010-2017 (menggunakan data dasar hasil sensus Penduduk 2010)

Sex ratio adalah perbandingan banyaknya penduduk laki-laki dengan banyaknya penduduk perempuan pada suatu daerah dan waktu tertentu. Biasanya dinyatakan dalam banyaknya penduduk laki-laki per 100 perempuan. Berdasarkan tabel penduduk berdasarkan jenis kelamin di atas, maka sex ratio Kota Magelang Tahun 2016 sebesar (59.662 / 61.631 x 100) = 96.81, artinya setiap 100 perempuan dalam suatu kawasan di Kota Magelang, akan terdapat pula sebanyak 97 pria di dalamnya. Rasio perbandingan penduduk antara laki-laki dan perempuan di Kota Magelang bisa dikatakan cukup seimbang.

Tabel 2-8. Perkembangan Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Tingkat Pertumbuhan Penduduk di Kota Magelang 2010-2016 (dalam jiwa dan persen)
JENIS KELAMIN TAHUN
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Laki-Laki              
Perempuan              
               
Jumlah Total              
Laju Pertumbuhan (%)              
Sumber: Balitbang Kota Magelang, Daerah Dalam Angka Kota Magelang (sumber Dispendukcapil, 2009-2015); SIPD Kota Magelang, Bappeda Kota Magelang 2016
Tabel 2-9. Banyak Rumah Tangga dan Rata-rata Anggota Rumah Tangga di Kota Magelang (Tahun 2010-2016)
Tahun Jumlah Penduduk Rumah Tangga Rata-rata Anggota RT
2016      
2015      
2014      
2013      
2012      
2011      
2010      
Sumber: Bappeda Kota Magelang, Profil Kota Magelang 2014 (sumber Dispendukcapil (SIPD), 2010-2016)
Tabel 2-10. Banyak Penduduk berdasarkan Kelompok Umur di Kota Magelang Tahun 2011-2015
Kelompok Umur Jumlah Penduduk
2011 2012 2013 2014 2015
0 - 4 tahun          
5 - 9 tahun          
10 - 14 tahun          
15 - 19 tahun          
20 - 24 tahun          
25 -29 tahun          
30 - 34 tahun          
35 - 39 tahun          
40 - 44 tahun          
45 - 49 tahun          
50 - 54 tahun          
55 - 59 tahun          
60 - 64 tahun          
65 - 69 tahun          
70 - 74 tahun          
75+          
Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, 2011-2015

Data penduduk berdasarkan kelompok umur di Kota Magelang memperlihatkan bahwa komposisi terbesar penduduk pada usia produktif 15 tahun sampai dengan 64 tahun adalah pada kelompok umur antara usia 15 tahun sampai dengan 49 tahun. Hal ini merupakan modal Sumber Daya bagi Kota Magelang apabila Pemerintah dapat memanfaat sumber daya yang ada dengan berbagai kebijakan dan program kegiatan yang dapat mengoptimalkan sumber daya manusianya menjadi sumber daya yang berkualitas dan pada akhirnya bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Tabel 2-11. Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kota Magelang Tahun 2010-2015
Sumber : Balitbang Kota Magelang, Kota Magelang Dalam Angka Tahun 2010-2015

Mata pencaharian penduduk Kota Magelang cukup beragam, seperti halnya kondisi yang banyak terjadi di daerah perkotaan, jumlah penduduk bermata pencaharian sebagai petani relatif kecil. Mata pencaharian terbesar ada di beberapa sektor seperti sektor industri, perdagangan dan perkantoran. Mata pencaharian tertinggi adalah sebagai buruh industri yaitu sebanyak 24.466 jiwa (21.38%), Pengusaha 12.269 jiwa (10.72%), Sedangkan mata pencaharian paling kecil adalah sebagai petani yaitu sebanyak 215 (0,19%) dan buruh tani 67 (0,06%).

Penduduk Usia kerja di Kota Magelang pada tahun 2015 sebesar 94.883 jiwa. Jumlah ini terdiri dari penduduk Bukan angkatan kerja sebanyak 33.823 jiwa dan 61.060 jiwa merupakan penduduk angkatan kerja. Prosentase penduduk bekerja terhadap penduduk usia kerja di Kota Magelang sebesar 60.21% dimana jumlah penduduk bekerja pada tahun 2015 sebesar 57.133 jiwa. Jumlah penduduk tidak bekerja/sedang mencari kerja sebesar 3.927 jiwa (4.14%). Gambaran selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2-12. Penduduk Usia Kerja Usia 15 - 64 tahun di Kota Magelang Kategori Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja Tahun 2011-2015
Sumber: Indikator Makro Kota Magelang; DataGo 2016, Disnakertransos

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) adalah perbandingan antara jumlah angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) selama 5 (lima) tahun terakhir cenderung mengalami penurunan. TPAK pada tahun 2010 sebesar 68.46% dan pada tahun 2015 sebesar 64.35%, Dalam beberapa tahun ini kisaran angka TPAK masih sebesar 60-an%. Rata-rata Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja per tahun pada tahun 2010-2014 sebesar 69%. Hal ini berarti bahwa dari 100 orang usia kerja, yang termasuk Angkatan Kerja kurang lebih 69 orang.

Tabel 2-13. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Kota Magelang Tahun 2010-2015
Sumber: Indikator Makro Kota Magelang; DataGo 2016, Disnakertransos

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) adalah perbandingan jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja. Angka ini berguna untuk mengindikasikan besarnya persentase angkatan kerja yang termasuk dalam pengangguran. TPT yang tinggi menunjukkan bahwa terdapat banyak angkatan kerja yang tidak terserap pada pasar kerja.

Tabel 2-14. Pengangguran Terbuka Kota Magelang 2010-2015
Sumber: Indikator Makro Kota Magelang; DataGo 2016, Disnakertransos

Tabel di atas memperlihatkan kondisi ketenagakerjaan di Kota Magelang. Kondisi ini disebabkan karena banyak warga Kota Magelang yang bekerja di luar wilayah. Untuk semakin menurunkan angka pengangguran, maka diharapkan bisa untuk mengarahkan potensi tenaga kerja ini ke dalam wilayah, atau dibuat situasi yang kondusif untuk investasi/industri, sehingga meningkatkan kebutuhan tenaga kerja. Dengan juga melihat angka rata-rata lama sekolah yang masih kurang dari 12 tahun, sebaiknya juga dapat disiapkan lembaga-lembaga pendidikan non-formal untuk meningkatkan kemampuan angkatan kerja, sehingga memiliki daya saing yang lebih tinggi di dunia kerja.

Kondisi Kota Magelang relatif kondusif. Konflik antar umat beragama di Kota Magelang nyaris tidak pernah terjadi di Kota Magelang. Masyarakat hidup berdampingan secara damai dalam keanekaragaman agama yang mereka peluk. Kebebasan beragama dan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinan masing - masing yang diakui Pemerintah menjadi prioritas Pemerintah dalam menjamin hak asasi masyarakat dalam berkeyakinan. Hal ini menjadi Modal dasar bagi Pemerintah Kota Magelang dalam mencanangkan Kota Religius dalam periode lima tahun ke depan. Statistik penduduk Kota Magelang berdasarkan agama dan keyakinan yang dipeluk disajikan dalam tabel di bawah ini :

Tabel 2-15. Penduduk Berdasarkan Agama dan Keyakinan yang Dipeluk Tahun 2011-2016 di Kota Magelang
Sumber : Dispendukcapil Kota Magelang, SIPD 2011-2016

2.1.2. ASPEK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

2.1.2.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
2.1.2.1.1. PDRB atas Dasar Harga Berlaku

Tahun 2015 ekonomi Kota Magelang kembali menunjukkan ekspansi setelah sebelumnya mengalami perlambatan di tahun 2014. PDRB atas dasar harga berlaku tumbuh 9,2% mencapai nominal Rp. 6,466 triliun dengan dominasi nilai tambah dari sektor Konstruksi (16,86%). Sumbangan barang dan jasa dari usaha manufaktur di Kota Magelang semakin optimal terbukti dengan tingginya distribusi sektor Industri Pengolahan (16,41%) dan Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor (14,13%). Kondisi inflasi yang terjaga dii akhir tahun 2015 pada angka 2,7% dan kondusifnya iklim serta kebijakan baik nasional maupun regional sepanjang tahun 2016 menghasilkan prediksi yang optimis terhadap perekonomian makro di akhir tahun 2016. Diprediksi perekonomian di tahun 2016 tumbuh 9,28% (deviasi ±0,68%) dengan total PDRB sebesar Rp. 7,067 triliun.

Tabel 2-16. Prediksi NTB dan Pertumbuhan Lapangan Usaha Pembentuk PDRB Kota Magelang atas Dasar Harga Berlaku, Tahun 2016
Sumber: Prediksi oleh Dinas Kominfo dan Statistik Kota Magelang (deviasi ±0,68%)
* Prediksi NTB lapangan usaha di-breakdown berdasar rata-rata pertumbuhan tahun 2010-2015

Berdasarkan data PDRB Kota Magelang dan Jawa Tengah periode tahun 2011-2015 dapat diturunkan matrik tipologi perekonomian Kota Magelang sebagai berikut:

Tabel 2-17. Matrik Tipologi Sektor Pembentuk PDRB berdasar Indikator Indeks Dominasi Sektor (IDS) dan Indeks Potensi Pengembangan Sektor (IPPS) di Kota Magelang*
*Derivatif berdasarkan data PDRB Tahun 2011-2015

Sektor Industri Pengolahan dan Transportasi & Pergudangan merupakan sektor dominan dengan potensi pengembangan yang sangat baik. Di tahun 2016 diprediksi kedua sektor ini mampu tumbuh di atas rata-rata pertumbuhan PDRB secara umum. Hal ini tidak terlepas dari peran Kota Magelang sebagai wilayah strategis di jalur ekonomi Kabupaten/Kota sekitar dan makin berkembangnya riset inovatif terhadap produk lokal yang mendorong naiknya nilai tambah yang dihasilkan.

Sebagai Kota Jasa, industri manufaktur di Kota Magelang menjadi komponen pembangun perekonomian yang cukup penting. Meskipun sektor Industri Pengolahan dominan dan potensial di Kota Sejuta Bunga ini, namun berdasarkan nilai Static Location Quotient terindikasi bahwa sektor ini masih belum masuk dalam kategori sektor unggul jika di bandingkan dengan produksi sektor yang sama di Provinsi Jawa Tengah. Output sektor ini masih belum mampu memenuhi kebutuhan sendiri dan tergantung pasokan dari luar wilayah. Namun demikian dari sisi daya saing dan pertumbuhan, potensi perkembangan sektor Industri Pengolahan di Kota Magelang tercatat lebih cepat dibandingkan sektor yang sama di skala Provinsi.

Di sisi lain, Pemerintah Kota Magelang perlu terus mengembangkan sektor dominan dan sektor potensial (kuadran kuning) agar dapat menjadi basis perekonomian dengan kontribusi terhadap PDRB yang signifikan. Di samping fokus pada sektor tersebut, khususnya dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) eksplorasi potensi produk dari industri kreatif dan pariwisata di Kota Magelang dapat ditingkatkan untuk mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan daya saing secara berkelanjutan.

2.1.2.1.2. PDRB atas Dasar Harga Konstan (2010) dan Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi Kota Magelang sempat berkontraksi di tahun 2014 mencapai 4,9% setelah di tahun 2013 mampu melaju di atas angka enam persen. Hal tersebut karena terjadi perlambatan produksi hampir di seluruh sektor dengan perlambatan terparah pada sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib yang mencapai -0,51%.

Di tahun 2015 perekonomian Kota Magelang kembali menguat dengan pertumbuhan 5,07% dengan 9 dari 16 sektor mampu tumbuh riil di atas rata-rata. Fluktuasi ekomoni yang terkendali membuat kinerja pembangunan semakin baik dan di tahun 2016 diprediksi ekonomi makro Kota Magelang mampu tumbuh 4,93%-5,43% dengan tren mendekati pertumbuhan riil potensialnya.

Gambar 2-4. Grafik Pertumbuhan Ekonomi dan Potensi Pertumbuhan Ekonomi Kota Magelang, Tahun 2011-2015 dan Prediksi Tahun 2016
Sumber: BPS Kota Magelang
Prediksi 2016 oleh Dinas Kominfo dan Statistik Kota Magelang (prediksi pada poin 5,18% deviasi ±0,25%)

Gambar 2-4 menunjukkan bahwa pada setiap tahun pertumbuhan ekonomi Kota Magelang makin mendekati pertumbuhan riil potensialnya. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kinerja pembangunan di segala bidang diaksanakan dengan sangat baik sehingga mampu mencapai output yang optimal. Jika kinerja tersebut semakin ditingkatkan tidak mustahil di periode selanjutnya akan tercapai output gap positif dimana pertumbuhan riil akan melesat melebihi potensi pertumbuhannya.

2.1.2.1.3. Kontribusi Sektor Perekonomian Terhadap PDRB

Komposisi lapangan usaha di Kota Magelang cenderung stagnan dari tahun ke tahun dengan dinamika pertumbuhan di beberapa sektor. Berdasar data historis tahun 2010-2015 diprediksi struktur ekonomi Kota Magelang di tahun 2016 masih tetap didominasi oleh sektor Konstruksi, Industri Pengolahan, dan Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor.

Tabel 2-18. Prediksi Struktur Ekonomi Kota Magelang (adhb) Tahun 2016
Sumber: Prediksi oleh Dinas Kominfo dan Statistik Kota Magelang (deviasi ±0,68%)
* Prediksi NTB lapangan usaha di-breakdown berdasar rata-rata pertumbuhan tahun 2010-2015

Berdasarkan harga berlaku, komponen penggunaan yang dominan di Kota Magelang berasal dari Konsumsi Rumah Tangga dan PMTB yang di tahun 2015 memiliki persentase 57,53% dan 47,65% dalam postur PDRB. Dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang terjaga pada kisaran 0,35%, inflasi yang diperkirakan stabil pada kisaran 3,57%-5,15% dan pertumbuhan PDRB adhb 9,28% (deviasi ±0,68%), maka di tahun 2016 diprediksi PDRB per kapita mampu mencapai Rp. 4.859.093,58 per bulan, tumbuh 8,9% dari tahun 2015 (cateris paribus).

Tabel 2-19. PDRB per Kapita Kota Magelang Tahun 2015 dan Prediksi Tahun 2016
Sumber: BPS Kota Magelang
Prediksi oleh Dinas Kominfo dan Statistik Kota Magelang
* Berdasar penduduk akhir tahun hasil proyeksi BPS
2.1.2.1.5. Inflasi

Sampai dengan akhir November 2016 inflasi di Kota Magelang tercatat sebesar 0,72% lebih tinggi dari Oktober 2016 (0,17%) dan November 2015 (0,31%). Hal tersebut terlebih dipicu karena kenaikan harga yang cukup tinggi pada beberapa komoditi pengeluaran pada kelompok Bahan Makanan sehingga mengalami lonjakan 3,26% dari bulan sebelumnya yang hanya berada pada angka 0,44%. Peningkatan tertinggi terjadi pada komoditi bumbu-bumbuan yang melejit mencapai inflasi 19,08% dibandingkan posisi Oktober 2016 yang hanya inflasi 5,65%. Deflasi di tahun 2016 terjadi pada bulan Februari (0,13%), April (0,48%) dan Agustus (0,48%).

Dengan kondisi harga komoditas bahan makanan yang masih cukup tinggi sampai dengan akhir Desember 2016 namun diimbangi dengan tetap tingginya daya beli masyarakat, diprediksi inflasi di akhir tahun 2016 tetap stabil pada kisaran 3,57%-5,15%.

Gambar 2-5. Grafik Perkembangan Laju Inflasi Kota Magelang, Jawa Tengah dan Nasional, Tahun 2012-2016
Sumber: BPS
2016 Kota Magelang posisi per November
2.1.2.1.6. Investasi

Menurut BPS, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) didefinisikan sebagai “pengeluaran unit produksi untuk menambah aset tetap dikurangi dengan pengurangan aset tetap bekas”. BPS menjelaskan lebih lanjut bahwa penambahan barang modal meliputi pengadaan, pembuatan, pembelian barang modal baru dari dalam negeri dan barang modal baru maupun bekas dari luar negeri (termasuk perbaikan besar, transfer atau barter barang modal). Pengurangan barang modal meliputi penjualan barang modal (termasuk barang modal yang ditransfer atau barter kepada pihak lain).

Investasi yang didekati dari indikator PMTB di Kota Magelang mencapai Rp. 3,082 triliun di tahun 2015. Nilai ini tumbuh 9,92% setelah di periode sebelumnya sempat mengalami fluktuasi. Dengan asumsi prediksi pertumbuhan PDRB adhb sebesar 9,28% (deviasi ±0,68%), maka PMTB juga diprediksi tumbuh positif di tahun 2016 mencapai Rp. 3,348 triliun.

Tabel 2-20. PDRB menurut Komponen Pengeluaran di Kota Magelang Tahun 2011-2015
Sumber: BPS Kota Magelang, 2016
* Angka Sementara
** Angka Sangat Sementara

Prediksi yang cukup optimis ini didukung oleh kondisi eksisting iklim usaha di Kota Magelang yang sangat kondusif dan tingginya daya saing Kota Magelang (menduduki peringkat pertama di Jawa Tengah di tahun 2015 dengan indeks 64,72). Faktor lain adalah munculnya peluang ekonomi baru dari kawasan sekitar seperti berjalannya proyek lanjutan tol Bawen - Salatiga - Solo, proyek jalan lintas selatan Wonogiri - Yogyakarta - Kebumen - Cilacap, kebijakan prioritas pembangunan Kawasan Strategis Nasional KEDUNGSEPUR (Kendal - Ungaran - Semarang - Purwodadi), prioritas pembangunan area PURWOMANGGUNG (Purworejo, Wonosobo, Kota Magelang, Kabupaten Magelang, dan Kabupaten Temanggung) dan kawasan Segitiga Emas JOGLOSEMAR (Jogjakarta, Solo, Semarang) yang mampu menciptakan multiplier effect yang besar bagi perekonomian Kota Magelang khususnya bagi sektor Transportasi & Pergudangan dan Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor.

Tabel 2-21. Pilar Daya Saing tertinggi di Kota Magelang di antara Kabupaten/Kota di Jawa Tengah, Tahun 2015
Sumber: Bank Indonesia Perwakilan Provinsi Jawa Tengah, 2016

Selain mempertahankan kualitas pilar-pilar sebagaimana dalam Tabel 2-6, untuk meningkatkan kucuran modal dan kinerja investasi di Kota Magelang, Pemerintah Daerah perlu untuk menggenjot dua pilar lain yaitu makroekonomi dan infrastruktur yang masih memiliki indeks yang belum optimal di antara Kabupaten/Kota di Jawa Tengah.

Realisasi investasi merupakan komponen yang memiliki bobot terbesar (67%) dalam pilar makroekonomi. Dengan eksplorasi peluang dan strategi interaksi ekonomi yang tepat, peningkatan yang signifikan dalam komponen ini akan mampu menaikkan indeks daya saing Kota Magelang secara keseluruhan dan lebih memantapkan postur makroekonomi Kota Magelang di antara wilayah sekitar.

2.1.2.1.7. Index GINI

Sebuah progres nyata dari hasil pembangunan sepanjang tahun 2015 salah satunya terwakili dari turunnya Indeks Gini dari 0,36 ke 0,34 di saat daerah lain bahkan skala Provinsi Jateng dan nasional berada pada posisi yang stagnan dan cenderung naik. Meskipun masih masuk dalam kategori ketimpangan sedang, namun turunnya angka ini mencerminkan bahwa hasil pembangunan di Kota Magelang semakin merata dinikmati oleh masyarakat.

Gambar 2-6. Grafik Indeks Gini Kota Magelang dan Wilayah Sekitar, Tahun 2015
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, 2016

Diprediksi sampai dengan akhir tahun 2016 angka ini akan berada pada kisaran 0,34 dengan kecenderungan menurun.

2.1.2.2. Fokus Kesejahteraan Sosial

Pembangunan pada hakekatnya untuk mensejahterakan masyarakat. Sehingga tingkat kesejahteraan merupakan ukuran keberhasilan pembangunan. UNDP pada 1990 telah merancang bagaimana mengukur keberhasilan pembangunan Manusia dengan menggunakan Indeks Pembangunan Manusia yang disempurnakan metodenya pada tahun 2010.

Untuk itu dalam bahasan ini akan dideskripsikan bagaimana ukuran hasil pembangunan tersebut di Kota Magelang, bagaimana posisinya di wilayah hinterland, regional maupun nasional dan ditinjau dari pembangunan serta pemberdayaan gender-nya. Selanjutnya perlu ditinjau juga kondisi riil di daerah seperti dependency ratio, kemiskinan dan pengangguran serta ketimpangan pendapatan. Dengan demikian kita akan mampu menarik sebuah catatan penting untuk pembangunan yang lebih baik.

2.1.2.2.1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Untuk mengukur keberhasilan pemerintah dalam pembangunan manusia adalah melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI). Indeks ini lazim digunakan baik pada skala internasional, nasional maupun regional. Dari indeks ini bisa diketahui tingkat kemajuan suatu wilayah (maju, berkembang atau terbelakang), serta mengukur pengaruh kebijakan ekonomi terhadap kualitas hidup. Semakin tinggi nilai IPM berarti tingkat pencapaian pembangunan manusia semakin baik.

Indeks Pembangunan Manusia sebagai salah satu alat dalam mengukur keberhasilan pembangunan manusia pada tahun 2015 telah dirilis penyempurnaan metode penghitungan oleh UNDP yang dilakukan backcasting mulai tahun 2010. Sehingga IPM yang telah terpublikasi hingga 2012 terkoreksi dengan penyempurnaan penghitungan tersebut.

Kondisi IPM Kota Magelang dalam dokumen perencanaan sebelumnya (Rencana Kerja Pembangunan Daerah Tahun 2016) akan terkoreksi sebagai berikut:

Tabel 2-22. Perbandingan IPM Kota Magelang menurut Metode Lama dan Metode Baru
Sumber:
* RKPD Kota Magelang 2016
** BPS Kota Magelang

Selanjutnya untuk IPM 2015 sebesar 76,39 dan pada tahun 2016 diperkirakan akan mencapai 76,13 serta pada tahun 2016 diharapkan akan mampu mencapai angka 76,77.

Koreksi angka IPM tersebut juga dialami oleh Provinsi Jawa Tengah maupun nasional. Sebagai ilustrasi berikut ini kondisi IPM Jawa Tengah dan Nasional baik dengan metode lama maupun baru.

Tabel 2-23. Perbandingan IPM Jawa Tengah dan Nasional menurut Metode Lama dan Metode Baru
Sumber:
* BPR RI
** BPS Provinsi Jawa Tengah

Dalam metode baru ini setiap wilayah dikategorikan status pembangunan manusianya, yaitu:

  • Sangat tinggi, apabila IPM di atas 80
  • Tinggi, apabila IPM antara 70-80
  • Sedang, apabila IPM antara 60-70
  • Rendah apabila IPM kurang dari 60

Dengan demikian Kota Magelang berada pada kondisi IPM Tinggi, namun tidak termasuk yang memiliki “Top Movers” atau daerah yang mengalami pertumbuhan IPM tinggi.

Untuk mengukur IPM, diperlukan beberapa indikator ditinjau dari beberapa dimensi sebagai berikut:

  1. Dimensi Kesehatan : Usia Hidup

    Kesehatan merupakan dimensi IPM yang yang dikukur dari Angka Harapan Hidup saat lahir. Hasil pengukuran Usia Harapan Hidup penduduk Kota Magelang memiliki kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun, sejak tahun 2010 hingga 2014 adalah sebagai berikut:

    Tabel 2-24. Perkembangan Usia Harapan Hidup (tahun) Penduduk Kota Magelang Tahun 2010-2015
    Sumber:
    * RKPD Kota Magelang 2016
    ** BPS Kota Magelang

    Seiring dengan publikasi IPM metode baru Usia Harapan Hidup Penduduk Kota Magelang terkoreksi sebagaimana tabel di atas. Selanjutnya dengan data tersebut diperkirakan usia harapan hidup penduduk Kota Magelang pada 2016 akan mencapai 76,64 tahun.

  2. Dimensi Pendidikan

    Pendidikan merupakan Dimensi kedua dalam IPM yang diukur dari rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas dan angka melek huruf untuk metode lama sedangkan dalam metode baru dihitung dari rata-rata lama sekolah penduduk usia 25 tahun ke atas dan Harapan lama sekolah yang dihitung untuk penduduk berusia 7 tahun ke atas.Penyempurnaan teknis pengukuran dimensi pendidikan memberikan konsekuensi nilai yang diperoleh oleh Kota Magelang lebih rendah dari metode sebelumnya.

    Tabel 2-25. Perbandingan Rata-rata Lama Sekolah Penduduk Kota Magelang Tahun 2010-2015, antara Metode Lama dan Metode Baru (tahun)
    Sumber:
    * RKPD Kota Magelang 2016
    ** BPS Kota Magelang
    *** RPJMD Kota Magelang 2016-2020

    Sedangkan unsur dimensi baru berupa Harapan lama Sekolah untuk Kota Magelang dalam periode tahun 2010-2015 adalah sebagai berikut:

    Tabel 2-26. Harapan Lama Sekolah (tahun) Penduduk Kota Magelang Tahun 2010-2015
    Sumber : *) RPJMD Kota Magelang 2016-2020

    Berkaitan dengan dimensi pendidikan, ada beberapa indikator pendidikan yang perlu didalami sebagai pendukung seperti angka Partisipasi Murni (APM) dan Angka Partisipasi Kasar (APK) maupun Jumlah Penduduk di atas 25 tahun menurut pendidikan yang ditamatkan, sebagai berikut:

    Tabel 2-27. Beberapa Indikator Pendidikan Penduduk Kota Magelang Tahun 2014-2015
    Sumber : BPS Kota Magelang

    Ditinjau dari APK dapat disimpulkan bahwa sampai dengan 2015 dari semua fasilitas pendidikan PAUD di Kota Magelang dapat diakses masyarakat tanpa membedakan penduduk kota maupun luar kota yang berarti belum semua anak usia dini di Kota Magelang mengakses fasilitas PAUD. Dibandingkan tahun 2014 yang 63,11 APK PAUD mengalami sedikit peningkatan menjadi 63,5 di tahun 2015. Dari data APK SD dapat dijelaskan bahwa fasilitas SD di Kota Magelang sedikit mengalami penurunan dari tahun 2014 ke tahun 2015 yaitu dari 114,04 menjadi 108, 15. Begitu juga APK untuk SMP dan usia SMA pada tahun 2015 jumlah penduduk usia SMP dan SMA yang terlayani lebih rendah dari jumlah penduduk usia SMP dan juga SMA.

    APM SD, SMP dan SMA pada tahun 2015 juga terlita sedikit menurun dibanding tahun 2014. Kondisi ini menunjukkan bahwa penduduk Usia SMD, SMP maupun SMA yang mampu mengakses pendidikan jenjang tersebut cenderung agak menurun dibanding 2014, meskipun tidak menyiratkan bahwa kualitas pelayanan pendidikan di Kota Magelang menurun tetapi ada aspek aspek lain yang belum terjelaskan.

    Selain indikator-indikator di atas, keberhasilan pendidikan di Kota Magelang dapat dilihat dari perkembangan kelulusan dari tahun ke tahun sebagai berikut:

    Tabel 2-28. Beberapa Lulusan Peserta Didik di Kota Magelang Tahun 2012-2014
    Sumber : Dinas Pendidikan Kota Magelang

    Catatan keberhasilan pendidikan di Kota Magelang pada tahun 2015 adalah sebagai berikut:

    • Meraih Indeks Integritas Ujian Nasional (IIUN) tingkat SMA/SMK/MA tertinggi nasional. yang mencapai skor 81.26, lebih tinggi dari rata-rata nasional sebesar 63,28.
    • Rata-rata UN IPS SMA Negeri 1 Magelang dan SMK Kesdam IV/Diponegoro Magelang sebagai yang terbaik se-Jawa Tengah.
    • SMP Negeri 1 Kota Magelang meraih Indeks Integritas UN (IIUN) tertinggi se-Indonesia, untuk ujian nasional (UN) berbasis kertas dengan meraih nilai UN 93,53 dan nilai IIUN 97,12.
  3. Dimensi Standar Hidup

    Dimensi standar hidup dalam komponen ini dihitung dari kemampuan masyarakat mengakses sumber-sumber ekonomi yang rumusannya dihitung dari berapa jumlah pengeluaran rill penduduk yang disesuaikan. Pengeluaran perkapita Penduduk Kota Magelang dari tahun ke tahun menunjukkan tren positif, namun demikian tidak dapat diartikan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat lebih baik karena untuk menganalisis tersebut perlu diperhitungkan faktor lain seperti kurs mata uang. Kondisi perkembangan Pengeluaran riil penduduk Kota Magelang adalah sebagai berikut:

    Tabel 2-29. Perkembangan Pengeluaran Riil Penduduk Kota Magelang Tahun 2009-2012 beserta prediksi 2013-2015
    Sumber : RKPD 2016 dan ASPM 2014. *) diperbaiki

    Pada Tabel di bawah ini dapat dilihat perkembangan nilai IPM beserta komponen-komponen pembentuknya dari tahun 2010 sampai 2015, serta prediksinya di tahun 2016.

    Tabel 2-30. Pencapaian Indeks Pembangunan Manusia dan Komponennya di Kota Magelang Tahun 2010-2015
    Uraian 2010 2011 2012 2013 2014 2015
    Indeks Pembangunan Manusia [%] 73.99 74.47 75.00 75.29 75.79 76.39
    Angka Harapan Hidup (e0) [Tahun] 76.39 76.44 76.49 76.54 76.57 76.58
    Harapan Lama Sekolah [Tahun] 12.22 12.33 12.49 12.65 12.98 13.10
    Rata-rata Lama sekolah [Tahun] 10.08 10.14 10.20 10,22 10,27 10,28
    Pengeluaran Perkapita Riil Disesuaikan [Rp. 000] 9,681 9,922 10,169 10,258 10,344 10,739
    Sumber: BPS 2016

    Pada tabel tersebut dapat dilihat, bahwa secara perlahan, angka IPM beserta komponen pendukungnya merambat naik.

    Walaupun secara kesejahteraan hal ini bisa dikatakan sebagai hal yang bagus, tetapi jika Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah tidak bisa mengikuti secara signifikan, maka bisa menimbulkan masalah baru yaitu menambah angka pengangguran. Meningkatnya Angka Harapan Hidup juga pada akhirnya nanti bisa meningkatkan Angka Ketergantungan Penduduk, bila tidak diikuti penurunan Angka Pengangguran.

    Harapan agar IPM Kota Magelang mampu meningkat hanya dapat didorong dari meningkatkan Rata-rata lama sekolah, bila pada 2013 rata-rata lama sekolah penduduk baru setara kelas satu SMA, perlu terus didorong agar mampu mencapai lulus SMA (12.00).

2.1.2.2.2. Indeks Pembangunan Gender (IPG) dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG)

IPG dan IDG digunakan untuk mengukur mengukur pencapaian pelaksanaan pengarusutamaan gender di daerah. IPG mengukur kualitas hidup perempuan dengan menggunakan komponen pendidikan, kesehatan dan ekonomi, sedangkan IDG mengukur partisipasi perempuan di bidang ekonomi, politik, dan pengambilan keputusan.

Dengan menggunakan IPG, dapat diketahui kesenjangan pembangunan manusia antara laki-laki dan perempuan. Nilai IPG berkisar antara 0% - 100%. Makin tinggi nilai IPG, berarti makin tinggi kesenjangannya. Kesetaraan gender terwujud apabila nilai IPM sama dengan nilai IPG.

Dengan menggunakan IDG, dapat diukur ketimpangan gender pada bidang-bidang kunci yaitu dalam partisipasi ekonomi dan politik serta pengambilan keputusan. IDG juga memiliki kisaran nilai 0% - 100%, dengan makin tinggi nilainya berarti semakin tinggi perempuan dalam mengambil peran aktif yang penting dalam kehidupan ekonomi dan politik, atau dapat dikatakan semakin sempurna pemberdayaan perempuannya.

Kondisi IPG dan IDG Kota Magelang bila disandingkan dengan IPM tampak sebagaimana tabel berikut.

Tabel 2-31. Nilai IPG, IDG, dan IPM Kota Magelang, Tahun 2010-2015
Sumber: BPS

IPM dan IDG merupakan angka-angka penilaian nasional. Sampai dengan tahun 2015, Angka IPG dan IPM dan IDG memiliki kecenderungan meningkat. Untuk nilai Indeks Pembangunan Gender di Kota Magelang, sampai dengan tahun 2015, memiliki trend yang baik, sedangkan untuk angka IDG masih fluktuatif dan di tahun 2015 ini mengalami sedikit penurunan dibanding 2014 yaitu di angka 75.83. Angka IPM memeliki kecenderungan terus menaik.

Perubahan metodologi yang terjadi menyebabkan perubahan interpretasi dari angka IPG. Metode lama, angka IPG yang dihasilkan harus dibandingkan dengan angka IPM, semakin kecil selisih angka IPG dan IPM, maka semakin kecil ketimpangan yang terjadi antara laki-laki dan perempuan. Dengan metode baru interpretasi angka IPG berubah dengan menggunakan angka 100 yang dijadikan patokan karena angka tersebut merupakan rasio paling sempurna, yaitu semakin kecil jarak IPG dengan nilai 100, maka semakin setara pembangunan antara laki laki dan perempuan dan semakin besar jarak angka IPG ke nilai 100, maka makin terjadi ketimpangan pembangunan antara laki laki dan perempuan.

Penghargaan yang cukup prestisius pada skala nasional dalam rangka pelaksanaan pengarusutamaan gender di daerah telah diterima oleh Pemerintah Kota Magelang dengan keberhasilannya meraih penghargaan Parahita Ekapraya Tingkat Pratama pada tahun 2006, dilanjutkan anugerah tingkat utama (Parahita Ekapraya Tingkat Utama) di tahun 2007 yang dipertahankan sampai dengan tahun 2008 dan 2009. Pada tahun 2011 sampai 2015, Pemerintah Kota Magelang selalu mendapatkan anugerah, kali ini tingkat menengah (Parahita Ekapraya Madya).

2.1.2.2.3. Kemiskinan

Penduduk miskin merupakan sebuah dilema pembangunan dan di manapun penduduk miskin akan selalu ada. Pada daerah dengan pendapatan per kapita tinggi belum tentu tidak ada penduduk miskin, yang dapat diperbuat oleh semua pengambil kebijakan baik di daerah maupun di pusat adalah menekan bagaimana agar penduduk miskin semakin turun/berkurang, malaupun sangat sulit untuk mencapai 0%.

Ada berbagai batasan dan cara mendefinisikan penduduk miskin, namun dalam sebuah perencanaan kebijakan yang lebih penting adalah konsistensi data. Di Kota Magelang, menurut perhitungan BPS garis kemiskinan seiring pergantian tahun, selalu meningkat, sedangkan data jumlah penduduk miskin dari tahun ke tahun selalu mengalami penurunan, seperti halnya yang terjadi antara tahun 2011-2015. Kondisi tersebut dialami oleh seluruh pemerintahan baik di daerah maupun di pusat.

Tabel 2-32. Jumlah Penduduk Miskin Kota Magelang (jiwa) Tahun 2011-2015
Sumber: BPS Kota Magelang

Garis kemiskinan di Kota Magelang bergerak dari Rp 280.877,-/kapita/ bulan di 2011 meningkat menjadi Rp 405.228,-/ kapita/ bulan dengan persentase penduduk miskin dari 11,06% pada tahun 2011 terus menurun hingga mencapai menjadi 9,05 di 2015. Hal ini menjelaskan meskipun biaya pemenuhan kebutuhan hidup terus meningkat namun penduduk Kota Magelang dapat mengatasinya sehingga jumah penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan semakin menurun. Kondisi ini memperlihatkan bahwa tingkat kesejahteraan di Kota Magelang semakin baik.

Sementara itu tingkat kedalaman kemiskinan (P1) di Kota Magelang dalam kurun waktu 5 tahun masih fluktuatif dan pada tahun 2015 ini sedikit mengalami kenaikan dibanding 2014 yaitu dari semula 0,94 menjadi 1,39 yang mengindikasikan bahwa semakin tinggi nilai indeks maka semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan, sehingga angka indeks di tahun 2015 memperlihatkan kondisi yang lebih baik. Tingkat keparahan kemiskinan (P2) juga masih terlihat fluktuatif dan perkembangan dari tahun 2014 ke 2015 semula 0,20 menjadi 0,31. Tingkat Keparahan Kemiskinan (P2) ini dapat dianalisa dengan semakin tinggi nilai indeks, maka semakin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin, dan di tahun 2015 terlihat bahwa indeks semakin tinggi yang mengindikasikan bahwa ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin semakin lebar.

Lebih jauh apabila dari Indeks Gini, antara tahun 2012-2013 terdapat penurunan yang cukup signifikan, yang menggambarkan tingkat kesejahteraan penduduk Kota Magelang semakin baik atau ketimpangan pendapatan antar penduduk kian menipis. Selanjutnya pada akhir tahun 2014 Gini Ratio akan turun kembali yang kondisi tersebut juga diperkirakan akan terjadi pula di tahun 2015.

Tabel 2-33. Indeks Gini Kota Magelang Tahun 2010-2015
Sumber: BPS Kota Magelang
2.1.2.2.4. Rasio Penduduk yang Bekerja

Tingkat kesempatan kerja menunjukkan peluang seorang penduduk usia kerja yang termasuk angkatan kerja untuk bekerja. Angka ini didapat dari perbandingan antara penduduk yang bekerja dengan angkatan kerja. Semakin besar angka TKK, semakin baik pula kondisi ketenagakerjaan dalam suatu wilayah. Kondisi ketenagakerjaan Kota Magelang dapat dicermati pada Tabel berikut:

Tabel 2-34. Kondisi Penduduk Usia Kerja di Kota Magelang Tahun 2008-2015 (ribu jiwa / orang)
Sumber: Sakernas, BPS

Dari Tabel di atas tersebut dapat dilihat, bahwa angka TKK selalu berada di atas nilai 85%, yang berarti rasio kesempatan kerjanya cukup tinggi.

2.1.2.2.5. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) adalah perbandingan antara jumlah angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja. Angka ini berguna untuk mengindikasikan besarnya persentase penduduk usia kerja yang aktif secara ekonomi di suatu negara/wilayah. Semakin tinggi TPAK menunjukkan bahwa semakin tinggi pula pasokan tenaga kerja (labour supply) yang tersedia untuk memproduksi barang dan jasa dalam suatu perekonomian.

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) adalah perbandingan jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja. Angka ini berguna untuk mengindikasikan besarnya persentase angkatan kerja yang termasuk dalam pengangguran. TPT yang tinggi menunjukkan bahwa terdapat banyak angkatan kerja yang tidak terserap pada pasar kerja.

Dari Tabel 2-35 dapat dilihat, bahwa dari tahun 2011 sampai 2015, angka TPT terlihat fluktuatif, sedangkan angka TPAK memiliki kecenderungan menurun. Kondisi ini disebabkan karena banyak warga Kota Magelang yang bekerja di luar wilayah. Untuk semakin menurunkan angka pengangguran, maka diharapkan bisa untuk mengarahkan potensi tenaga kerja ini ke dalam wilayah, atau dibuat situasi yang kondusif untuk investasi/industri, sehingga meningkatkan kebutuhan tenaga kerja. Dengan juga melihat angka rata-rata lama sekolah yang masih kurang dari 12 tahun, sebaiknya juga dapat disiapkan lembaga-lembaga pendidikan non-formal untuk meningkatkan kemampuan angkatan kerja, sehingga memiliki daya saing yang lebih tinggi di dunia kerja.

2.1.2.2.6. Angka Beban Tanggungan Penduduk (DR - Dependency Ratio)

Rasio Ketergantungan adalah perbandingan antara jumlah penduduk umur 0-14 tahun, ditambah dengan jumlah penduduk 65 tahun ke atas (keduanya disebut dengan penduduk usia tidak produktif) dibandingkan dengan jumlah penduduk usia 15-64 tahun (usia produktif). Angka ini dapat digunakan sebagai indikator yang secara kasar dapat menunjukkan keadaan ekonomi suatu negara/wilayah apakah tergolong maju atau sedang berkembang. DR merupakan salah satu indikator demografi yang penting. Semakin tingginya persentase DR menunjukkan semakin tingginya beban yang harus ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai hidup penduduk yang belum produktif dan tidak produktif lagi. Sedangkan persentase DR yang semakin rendah menunjukkan semakin rendahnya beban yang ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai penduduk yang belum produktif dan tidak produktif lagi. Pada tabel berikut dapat dilihat Rasio Ketergantungan Kota Magelang Tahun 2010-2016.

Tabel 2-35. Rasio Ketergantungan Penduduk Kota Magelang Tahun 2010-2016
Tahun Usia Penduduk Rasio
Ketergantungan
Naik/
Turun
0-14 15-64 65+
2010 27.283 82.926 8504 43,16  
2011 27.072 83.435 8702 42,88 (0,28)
2012 26.855 83.897 8896 42,61 (0,26)
2013 26.604 84.448 9105 42,29 (0,33)
2014 26.376 84.903 9334 42,06 (0,23)
2015 26.107 85.260 9585 41,86 (0,20)
2016 25.897 85.534 9862 41,81 (0,06)
Sumber: BPS Kota Magelang

Dari Tabel di atas tersebut dapat dilihat bahwa Rasio Ketergantungan di Kota Magelang cenderung menurun, dengan angka penurunan per tahun kurang dari 1%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa rata-rata penduduk Kota Magelang yang masuk usia tidak produktif memiliki ketergantungan yang sedang terhadap penduduk usia produktif.

2.1.2.3. Fokus Seni Budaya, Olahraga, Ilmu Pengetahuan dan Agama
2.1.2.3.1. Seni Budaya

Dari data tentang seni budaya yang tersedia, jumlah organisasi kesenian tahun 2016 di Kota Magelang sebanyak 222 kelompok seni budaya, yang terbagi menurut seni musik, seni tari, seni suara, seni rupa, seni drama, dan seni lainnya. Kelompok-kelompok seni budaya tersebut terdiri dari antara lain: jathilan, calung, keroncong, campursari, rebana, samroh, dangdut, pop, kuda lumping, topeng ireng, kesenian reog, grasak, dayakan, barongsai, kuntulan, kubrosiswo, tarian klasik/modern, paduan suara, geguritan, seni rupa, seni lukis, kethoprak, teater, dagelan, perfilman, dan wayang kulit.

Kelompok seni budaya tersebut tersebar di kelurahan (186 kelompok), binaan sekolah (24 kelompok), dan binaan institusi / lainnya (12 kelompok). Jumlah ini masih belum akurat, karena dimungkinkan masih terdapat kelompok kesenian yang belum terdata, seperti kelompok marching band di sekolah-sekolah. Pengelompokan jumlah seniman juga masih terkendala oleh belum jelasnya definisi dan kriteria seseorang dapat disebut sebagai seniman, selain itu, seorang seniman bisa saja menekuni beberapa bidang seni.

Selain kelompok seni budaya, di Kota Magelang, juga terdapat benda dan/atau bangunan cagar budaya, yang terdiri dari bangunan-bangunan kuno, arsitektur kuno, petilasan, tempat-tempat ziarah, dan sebagainya, yang berjumlah 31 buah.

2.1.2.3.2. Olah Raga

Mulai tahun 2008, Kota Magelang membangun sebuah stadion, yaitu Stadion Madya yang berlokasi di Kelurahan Kramat Selatan. Pada tahun 2015, nama Stadion Madya berganti menjadi Stadion Moch Soebroto. Nama tersebut dipilih dengan maksud untuk mengenang dr. H. Moch Soebroto, mantan Walikota Magelang, yang menjabat tahun 1971-1981. Saat ini, stadion sudah bisa digunakan untuk berlatih dan bertanding cabang oleh raga sepak bola dan atletik.

Beberapa klub olah raga yang hidup dan berkembang di Kota Magelang dapat diidentifikasi sebagai berikut:

Tabel 2-36. Cabang Olahraga dan Jumlah Klub di Kota Magelang
Sumber : Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata Kota Magelang
2.1.2.3.3. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi menjadi salah satu unggulan dari Kota Magelang, dengan keunggulan kompetitif dari sisi Sumber Daya Manusia. Beberapa warga Kota Magelang telah mengharumkan nama Kota Magelang baik di tingkat Provinsi, Nasional, bahkan Internasional melalui berbagai prestasi yang berhasil diraih, antara lain:

  • Andrew S dan Liwiryon Sudarso, siswa SMP Negeri 1 Kota Magelang, memenangkan kontes Imagine Ristek 2011 kategori Rule of Robo Cup tingkat nasional yang diselenggarakan di Jakarta, dan mewakili Indonesia ke kontes robot internasional di Istanbul Turki.
  • SMP Negeri 1 Kota Magelang Menduduki peringkat pertama nasional dalam perolehan nilai hasil ujian nasional (UN) 2012/2013, dengan nilai rata-rata hasil UN 9,14.
  • Jingga Mutiara Windyarahma, siswa SMP 1 Kota Magelang meraih medali perak Olimpiade Sains Nasional (OSN) mata pelajaran IPS di Padang akhir Mei 2014. Keberhasilan itu mengulangi prestasi kakak kelasnya, Gabriella Krista Anindit, yang juga meraih medali perak OSN mata pelajaran IPS di Batam tahun 2013.
  • Fun Nagede Adinsyah (medali perunggu cabang ekonomi), Kurniawati Yuli Ashari (medali perak, cabang ekonomi), dan Husen Wahyu Adi (medali emas, cabang astronomi). Ketiganya berasal dari SMA Negeri 1 Kota Magelang, mengikuti Olimpiade Sains SMA 2013, yang diselenggarakan oleh ITB.
  • Immanuel William Suryowidagdo, siswa SMP Negeri 1 Kota Magelang, meraih peringkat 16 dunia di World Robotic Olimpiade (WRO) Sochi, Rusia (2014).
  • Achmad Haulian Yoga, siswa SMP Negeri 1 Kota Magelang, meraih juara matematika Sains dan Bahasa Inggris (MSI) tingkat nasional (2014).
  • Pada tahun 2015, 2 siswa SMA Negeri 1 Kota Magelang meraih peringkat 1 pada Olimpiade Sains Nasional, yaitu Nebiba Abdul (bidang Kimia) dan Muhammad Fadlil Ismail (bidang Astronomi).
  • Siti Mukaromah, siswa SMK Negeri 2 Kota Magelang, meraih juara 3 Olimpiade Sains Terapan Nasional Siswa SMK bidang lomba Matematika non Teknologi (2015).
  • Jingga Mutiara Windyarahma, siswa SMA Negeri 1 Kota Magelang, meraih peringkat 1 Olipiade Sains Nasional Tingkat SMA Bidang Kebumian (2016).
  • Annida Naufal Irvania, siswa SMP Negeri 1 Kota Magelang, meraih peringkat 2 Olimpiade Sains Nasional Tingkat SMP Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial (2016).
  • Reynaldo Vergiawan Ridho, siswa SLB-B YPPALB, meraih peringkat 1 Lomba Keterampilan Siswa SMALB tingkat Provinsi, Mata Lomba Informasi dan Teknologi (2016).
  • Shada Sukma Syahidah, siswa SMP Negeri 1 Kota Magelang, meraih peringkat 1 Lomba Karya Inovasi Pelajar (LKIP) IV SMP tingkat Provinsi dengan Judul Makalah "Sosialisasi Teknik Penjernihan Minyak Jelantah pada Penjual Gorengan di Lingkungan Sekolah".

Selain prestasi yang diraih siswa-siswinya, ada pula prestasi yang diraih warga dari aneka kegiatan terkait IPTEK yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Magelang, yang dalam hal ini dilaksanakan oleh Kantor Penelitian, Pengembangan dan Statistik Kota Magelang melalui kegiatan Kreativitas dan Inovasi Masyarakat (KRENOVA). Sejak tahun 2005 hingga 2013 (kecuali tahun 2012), temuan KRENOVA Kota Magelang selalu mendapatkan penghargaan 20 besar di tingkat Provinsi Jawa Tengah. Pada tahun 2016 perwakilan Kota Magelang berhasil meraih peringkat 15 dan juara 3 favorit pengunjung laman web Krenova Provinsi Jawa Tengah.

Sebagai upaya Pemerintah memfasilitasi dan menggali kemampuan sumber daya manusia di lembaga penelitian dan pengembangan baik pemerintah, swasta maupun perguruan tinggi dan mendorong peran aktif mereka dalam rangka mendukung upaya penyelesaian masalah-masalah pembangunan dalam jangka pendek dan menengah, maka mulai tahun 2010 Pemerintah Kota Magelang melaksanakan kegiatan Riset Unggulan Daerah (RUD). Selain itu, RUD dilaksanakan dalam rangka membangun jaringan keterpaduan kerjasama antara peneliti dalam bidang yang sama dan menumbuhkan kapasitas inovasi sejalan kemajuan teknologi, dan memanfaatkan berbagai sumberdaya riset yang tersedia di daerah untuk kegiatan litbang daerah. Aplikasi RUD yang telah dilaksanakan sampai dengan tahun 2016 sebagaimana Tabel 2-37 berikut:

Tabel 2-37. Daftar Hasil Riset Unggulan Daerah
Sumber: Kantor Litbang dan Statistik, 2016

Prestasi lainnya yang diraih Pemerintah Kota Magelang dalam bidang IPTEK dan penerapannya adalah:

  • Anugerah prestasi tertinggi di tingkat nasional di bidang IPTEK, yaitu penghargaan Anugerah RISTEK dari Pemerintah Pusat selama 3 tahun berturut-turut (2009-2011). Penghargaan ini diberikan pada Pemerintah Kabupaten dan Kota yang telah menunjukkan kontribusi optimal dalam membangun IPTEK, sebagai dasar penyelesaian masalah-masalah aktual yang dihadapi daerah guna mendorong daya saing daerah. Pada tahun 2012 penghargaan yang sebelumnya diberikan kepada Kabupaten/kota dialihkan pada Provinsi, sehingga pemerintah Kota Magelang tidak memiliki peluang mendapatkan Anugerah RISTEK. Pada tahun 2016, penghargaan ini kembali dilaksanakan, dan Kota Magelang berhasil menjadi nominator / finalis (3 besar) peraih penghargaan Budhipraja, serta meraih penghargaan Widigdapura.

    Budhipraja adalah apresiasi pemerintah melalui Kemenristekdikti terhadap kabupaten / kota dalam mengimplementasikan teknologi untuk peningkatan daerah yang diukur dalam 6 aspek, yaitu perencanaan dan inisiasi, SDM, infrastruktur, jaringan, dan hasil inovasi.

    Widigdapura adalah anugerah yang diberikan kepada pemerintah kabupaten / kota atas dasar pembinaannya terhadap pengembangan dan pemanfaatan teknologi tepat guna di kabupaten / kota dalam mengembangkan komoditas unggulan daerahnya sehingga meningkatkan daya saing daerah. Berdasarkan hasil penilaian dewan juri, terpilih nominasi daerah Pemanfaat Teknologi Tepat Guna terbaik di Provinsi Jawa Tengah adalah Kota Magelang, Kabupaten Karang Anyar, Kabupaten Wonogiri dan Kota Magelang sebagai Daerah Pemanfaat Teknologi Tepat Guna di Provinsi Jawa Tengah untuk tahun 2016.

  • Penghargaan 102 Inovasi (tahun 2010).
  • Penghargaan 103 Inovasi (tahun 2011).
  • Best Practice APEKSI, 2012

Dari sisi pelayanan masyarakat, Pemerintah Kota Magelang juga telah melengkapi diri dengan beragam teknologi demi meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, beberapa di antaranya adalah:

  • Web resmi Pemerintah Kota Magelang, untuk menyalurkan informasi kepada masyarakat secara cepat.
  • Web resmi SKPD, dimana di dalam website tersebut terdapat aplikasi dan informasi untuk mempercepat pelayanan kepada masyarakat.
  • Penggunaan Sistem Informasi untuk meningkatkan kecepatan dan keakuratan layanan, seperti e-KTP (KTP Elektronik), SIMPUS (SIM PUSKESMAS), Perijinan, SIM Keuangan, DataGO, dan lain-lain.
  • Free-access WiFI & Internet di beberapa tempat umum, seperti Alun-alun.
  • Traffic Management Center, yang memantau kondisi lalu lintas di beberapa titik dengan menggunakan CCTV.
  • Media sosial Facebook dan Twitter untuk berkomunikasi dan penyebarluasan informasi kepada masyarakat.
2.1.2.3.4. Agama

Sikap toleransi saling menghargai antar umat beragama di Kota Magelang merupakan salah satu kunci harmonisnya umat beragama di Kota Magelang. Rasa kebersamaan tanpa memandang status agama di Kota Magelang menjadi tolok ukur keberhasilan hidup bersama. Sebagian besar penduduk Kota Magelang beragama Islam sebanyak 84,53%, Kristen Protestan sebanyak 9,47%, Kristen Katolik sebanyak 5,40%, Hindu sebanyak 0,11 %, Budha sebanyak 0,47%, Kong Huchu 0,01%, dan lainnya 0,01%.

Kerukunan antar umat beragama di Kota Magelang dapat dilihat dari jarak antara tempat ibadah berbagai agama yang tidak pernah ada perselisihan ataupun perbuatan yang saling merugikan. Menurut data tahun 2016, jumlah masjid sebanyak 153 buah, musholla sebanyak 217 buah, gereja Katolik sebanyak 2 buah, gereja Protestan sebanyak 26 buah, vihara ada 2 buah dan klenteng sebanyak 2 buah, serta rumah ibadah ada 4 buah. Suasana kondusif seperti ini tentu sejalan dengan dengan Visi Kota Magelang, yaitu “Terwujudnya Kota Magelang sebagai kota jasa yang modern dan cerdas, dilandasi masyarakat yang sejahtera dan religius”.

Pada tahun 2016, jemaah yang berangkat ke tanah suci Mekkah untuk menunaikan ibadah haji berjumlah 160 orang yang terdiri dari 69 pria dan 91 wanita, dengan rentang usia 29 - 82 tahun. Jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya yang berjumlah 147 orang.

2.1.3. ASPEK LAYANAN UMUM

2.1.3.1. Fokus Urusan Pelayanan Wajib
2.1.3.1.1. Pendidikan

Pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Sedangkan tujuan pendidikan adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Dalam upaya mewujudkan pembangunan di bidang pendidikan, Pemerintah Kota Magelang melaksanakan urusan pendidikan melalui berbagai program dan kegiatan yang termasuk dalam Misi 5 RPJM Kota Magelang Tahun 2016-2021 yaitu: Mendorong Peningkatan derajat kesehatan, pengembangan kualitas pendidikan dan sumber daya manusia yang cerdas, terampil, kreatif, inovatif dan memiliki etos kerja yang tinggi. Kinerja urusan Pendidikan diukur melalui 10 program 36 indikator yang terdistribusi dalam 8 sasaran, dengan capaian sampai dengan Semester II Tahun 2016 terlihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 2-38. Target dan Realisasi Indikator Kinerja Urusan Pendidikan Tahun 2016

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa dari total 47 indikator urusan pendidikan, 36 indikator di antaranya mampu memenuhi atau bahkan melebihi target capaian kinerja. Sejumlah 7 indikator capaian kinerja belum tercapai tetapi optimis akan mampu dicapai pada akhir periode RPJMD tahun 2021. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa hal-hal sebagai berikut:

  1. Persentase lembaga PAUD yang terakreditasi (Target 50%, Realisasi 40,53%). Dari 190 Lembaga PAUD yang ada di Kota Magelang, baru terakreditasi 75 Lembaga PAUD karena:
    1. Lembaga PAUD terutama Kelompok Bermain, Satuan PAUD Sejenis dan Tempat Penitipan Anak belum memenuhi 8 Standar Nasional Pendidikan.
    2. Hanya ada 1 TK Negeri yaitu TK Pembina
    3. Tidak adanya Bantuan Operasional Penyelenggaran PAUD bagi lembaga PAUD pada Tahun 2016
  2. Angka lulus pendidikan kesetaraan Paket B (Target 100%, Realisasi 98%)
    Capaian kinerja yang kurang 2%, disebabkan oleh adanya Peserta ujian yang tidak mengikuti jadwal ujian Paket B secara penuh. Dari jumlah peserta ujian 84 orang yang mengikuti jadual ujian secara penuh 83 peserta, sedangkan 1 warga belajar Paket B tidak mengikuti jadual ujian secara penuh.
  3. Angka lulus pendidikan kesetaraan Paket C (Target 100%, Realisasi 98%)
    Capaian kinerja yang kurang 2%, disebabkan oleh adanya Peserta ujian yang tidak mengikuti jadwal ujian Paket Paket C secara penuh. Dari jumlah peserta ujian 174 orang yang mengikuti jadual ujian secara penuh 172 peserta, sedangkan 2 warga belajar Paket C tidak mengikuti jadual ujian secara penuh.
  4. Jumlah kunjungan ke Desa Buku (Target 1.815 orang, Realisasi 1.500 orang), yang baru tercapai 82,64% disebabkan oleh:
    1. Pengelolaan desa buku belum optimal.
    2. Aset desa buku tercatat di Bagian Perlengkapan Setda Kota Magelang, sedangkan pengelolaannya menjadi tanggung jawab Dinas Pendidikan.
    3. Untuk bisa mengakses Desa Buku, Pengunjung harus melalui pintu masuk Taman Kyai Langgeng, sehingga harus membeli tiket terlebih dahulu.
    4. Kekurangan sumber daya manusia, terutama yang berjenis kelamin laki-laki.
  5. Persentase perpustakaan sekolah yang memenuhi standar (Target 75%, Realisasi 70,52%) belum dapat mencapai target capaian kinerja karena:
    1. Kurangnya tenaga Pustakawan
    2. Ukuran Ruang Perpustakaan belum memenuhi standar
    3. Jumlah koleksi buku masih kurang
    4. Belum tersedianya ruang baca yang memadai
  6. Jumlah Pelajar yang berprestasi pada ajang Propinsi dan Nasional (Target 43 Pelajar, Realisasi 42 Pelajar) terperinci pada target provinsi 29 dapat terealisasi keseluruhan sedangkan di ajang nasional terealisasi 13 dari yang ditargetkan sejumlah 14.

Di sisi lain terdapat 4 indikator yang perlu upaya keras untuk mencapai target yaitu Persentase Sarana Prasarana Pendidikan memenuhi universal design, Jumlah Juara MTQ, Persentase sekolah melaksanakan CBT SMP/ MTs dan Persentase guru yang mengikuti pelatihan spiritual teaching. Kinerja keempat indikator ini belum memuaskan karena terdapat kendala antara lain sebagai berikut:

  1. Persentase Sarana Prasarana Pendidikan memenuhi Universal Design (Target 10%, Realisasi 8%)
    Hal ini disebabkan karena Sekolah SD dan SMP penyelenggara inklusi belum terfasilitasi secara optimal. Sekolah Penyelenggara program Inklusi : SD Muhammadiyah 2, SD Tidar 7, SD Gelangan 7, SD Rejowinangun Utara 5, SD Kramat 2, MI Al Iman, MI Muhammadiyah Jurangombo dan SMP Negeri 13.
  2. Jumlah Juara MTQ (Target 1 orang, Realisasi 0 orang) yang belum mencapai target disebabkan oleh kurangnya SDM yang akan diikutkan lomba MTQ
  3. Persentase sekolah melaksanakan CBT SMP/ MTs (Target 15%, Realisasi 0%) belum terdapat progres capaian realisasi kinerja karena pelaksanaan Ujian Nasional SMP Tahun Pelajaran 2016/2017 baru akan dilaksanakan pada bulan Mei 2017. Dari 13 SMP Negeri. 6 SMP Negeri sudah dianggarkan melalui anggaran perubahan untuk pengadaan komputer server, komputer klien dan jaringan. 7 SMP Negeri yang lain dianggarkan melalui anggaran 2017.
  4. Persentase guru yang mengikuti pelatihan spiritual teaching (Target 40,53%, Realisasi 20,68%)
    Realisasi dimaksud disebabkan karena jumlah guru yang mengikuti pelatihan spiritual teaching / ESQ sejumlah 337 Guru dari 1.629 Guru. Untuk jenjang SMP Guru yang mengikuti pelatihan spiritual teaching / ESQ sejumlah 212 Guru dari 722 Guru. Sedangkan pada jenjang SD Guru yang mengikuti pelatihan spiritual teaching / ESQ sejumlah 125 Guru dari 907 Guru. Karena belum semua guru mengikuti pelatihan spiritual teaching / ESQ, maka masih dibutuhkan pelatihan-pelatihan ESQ bagi Guru baik jenjang SD dan SMP.
2.1.3.1.2. Kesehatan

Indikator kinerja urusan kesehatan melibatkan 41 (empat puluh satu) indikator kinerja dengan target dan realisasi indikator kinerja sebagaimana nampak pada tabel sebagai berikut:

Tabel 2-39. Target dan Realisasi Indikator Kinerja Urusan Kesehatan Tahun 2016

Dari ke-41 indikator kinerja urusan kesehatan, terdapat 34 indikator yang telah mencapai target yaitu indikator Persentase alat laboraturium terkalibrasi, Proporsi Kasus Hipertensi di Pelayanan Fasilitas Kesehatan, Proporsi Kasus Diabetes Mellitus di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Proporsi obesitas pada penduduk usia >18 tahun, Cakupan pengawasan obat dan makanan, Persentase Rumah Tangga dengan Perilaku Hidup bersih dan Sehat, Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia 6 - 24 bulan keluarga miskin, cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan, Prevalensi Balita Gizi Buruk, Persentase rumah sehat, Kelurahan UCI (Universal Child Immunization), Penemuan dan Penanganan Penderita DBD, Angka Penemuan Kasus (Case Detection Rate = CDR) TB, Prevalensi HIV dan AIDS pada penduduk usia 15-49 tahun, Klien HIV-AIDS yang mendapatkan penanganan HIV-AIDS, Cakupan pelayanan kesehatan yang memenuhi standar, Persentase sarana pelayanan kesehatan pemerintah terakreditasi, Persentase nakes, sarkes dan sarana penunjang yang memiliki ijin, Persentase Puskesmas yang memiliki minimal lima jenis tenaga kesehatan, Persentase kecamatan yg memiliki minimal satu puskesmas yang tersertifikasi akreditasi, Cakupan jaminan pemeliharaan kesehatan keluarga miskin dan masyarakat rentan, Cakupan pelayanan kesehatan di puskesmas (sarkes strata 1) untuk pasien masyarakat miskin, Cakupan pelayanan kesehatan di rumah sakit (sarana kesehatan strata 2 dan 3) untuk pasien masyarakat miskin, Persentase sarana kesehatan yang memenuhi universal design, Persentase kelurahan siaga aktif tigkat mandiri, Cakupan neonatus dengan komplikasi yang ditangani, Cakupan Pelayanan Anak Balita, Cakupan Puskesmas Ramah Anak, Cakupan Puskesmas Ramah Lansia, Persentase TUPM yang memenuhi syarat kesehatan, Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K-4, Cakupan Komplikasi Kebidanan yang Ditangani, Cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan (PN), Masing masing indikator kinerja memiliki capaian kinerja sempurna 100 % atau lebih.

Sedangkan 3 indikator akan tercapai, yaitu indikator Angka Prevalensi Kasus (Case Notification Rate = CNR) TB dengan kinerja capaian baru mencapai 80,91%, indicator Cakupan Kunjungan Bayi dengan kinerja capaian baru mencapai 99,95% dan indicator Cakupan Pelayanan Nifas dengan kinerja capaian baru mencapai 99,95%. Namun demikian indikator kinerja ini optimis akan mampu dicapai pada akhir periode RPJMD tahun 2021.

Di sisi lain terdapat empat indikator yang perlu upaya keras untuk mencapai target realisasi yaitu indikator Persentase kesediaan obat dan vaksin di Puskesmas dengan capaian baru 74,34%, Angka Kesakitan DBD dengan capaian baru 72% (target kinerja 50 penderita, namun realisasinya terdapat 72 penderita DBD), Persentase Puskesmas yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar dengan capaian masih 0% dan Persentase penduduk usia 60 th ke atas yang mendapat pelayanan kesehatan sesuai standar di puskesmas dan jaringannya dengan capaian baru 59,60%. Kinerja keempat indikator ini belum memuaskan karena terdapat kendala antara lain sebagai berikut:

  1. Indikator Persentase kesediaan obat dan vaksin di Puskesmas dengan capaian baru 74,34%, hal ini disebabkan dari jumlah seluruh kebutuhan obat dan vaksin sejumlah 20 jenis pada tiap Puskesmas, ada beberapa jenis obat dan vaksin yang tidak tersedia. Kekurangan ini dikarenakan obat-obatan injeksi untuk persalinan yang seharusnya tersedia di puskesmas hanya disediakan di RB Paten (Puskesmas Magelang Selatan), sedangkan di puskesmas lain tidak disediakan karena tidak terpakai (tidak melayani persalinan).
  2. Indikator Angka Kesakitan DBD dengan capaian baru 72%, terlihat dari masih terdapat 87 penderita DBD yang ditemukan pada Tahun 2016, kondisi ini disebabkan hal-hal sebagai berikut:
    1. Kesadaran masyarakat untuk melaksanakan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) yang masih rendah.
    2. Letak geografis Kota Magelang berada di antara kota-kota endemis DBD yaitu Kota Semarang dan Jogjakarta.
  3. Indikator Persentase Puskesmas yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar dengan capaian baru 0%, kondisi ini dikarenakan hal-hal sebagai berikut:
    1. Masing-masing Puskesmas belum mempunyai tenaga apoteker, sebagaimana Permenkes nomor 30 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, pasal 6 disebutkan bahwa (1) Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas dilaksanakan pada unit pelayanan berupa ruang farmasi. (2) Ruang farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang Apoteker sebagai penanggung jawab.
    2. Selain itu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, pasal 9 ayat 1 disebutkan bahwa Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a harus memiliki kualifikasi minimum Diploma Tiga, kecuali tenaga medis. Termasuk dalam tenaga kesehatan adalah tenaga kefarmasian. Saat ini masih banyak tenaga kesehatan pada puskesmas yang memiliki kualifikasi setara sekolah menengah kejuruan.
  4. Indikator Persentase penduduk usia 60 th ke atas yang mendapat pelayanan kesehatan sesuai standar di puskesmas dan jaringannya dengan capaian baru 52,47%. Hal ini dikarenakan adanya perubahan definisi operasional yang semula dihitung jumlah setiap kunjungan penduduk usia 60 tahun ke atas yang mendapat pelayanan kesehatan sesuai standar di puskesmas menjadi jumlah kunjungan kasus baru penduduk usia 60 tahun ke atas yang mendapat pelayanan kesehatan sesuai standar di puskesmas dibandingkan dengan jumlah seluruh penduduk usia 60 tahun ke atas. Meskipun demikian dengan capaian yang baru mencapai 52,47% seluruh lansia yang mengunjungi puskesmas telah mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar dan semua puskesmas juga telah memenuhi standar sebagai puskesmas ramah lansia.

Upaya yang dilakukan pada penyelenggaraan urusan ini terutama pada tahun 2018 adalah dengan mempertahankan capaian yang sudah sesuai track serta memastikan solusi bagi indikator yang yang belum tercapai terutama bagi indikator yang perlu upaya keras antara lain dengan upaya sebagai berikut:

  1. Melengkapi seluruh puskesmas dengan semua jenis pelayanan kesehatan sesuai standar di puskesmas, sehingga kesediaan obat dan vaksin dapat terpenuhi.
  2. Mengoptimalkan Penggerakan masyarakat untuk melaksanakan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk).
  3. Peningkatan Kewaspadaan dini terhadap penyakit DBD.
  4. Perekrutan tenaga baru pada puskesmas untuk memenuhi pelayanan kefarmasian sesuai standar.
  5. Peningkatan kapasitas tenaga kesehatan yang sudah ada pada puskesmas, sehingga dapat memenuhi kualifikasi tenaga kesehatan pelayanan kefarmasian sesuai standar.
2.1.3.1.3. Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang

Urusan Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang meliputi penanganan sub urusan Sumber Daya Air, Air Minum, Persampahan, Air Limbah, Drainase, Jalan dan Penataan Ruang. Kinerja pembangunan urusan Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang antara lain ditunjukkan dengan program-program serta indikator program sebagaimana tabel berikut:

Tabel 2-40. Target dan Realisasi Indikator Kinerja Urusan Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Tahun 2016

Dari 24 (dua puluh empat) indikator program yang dilaksanakan oleh Urusan Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang di Tahun 2016 hanya ada 1 (satu) indikator kinerja yang belum mencapai target yang ditetapkan yaitu Rasio reklame ber-IMB persatuan per jumlah reklame yang berdiri dari target 1% hingga triwulan IV tahun 2016 realisasinya masih 0%, hal tersebut dikarenakan belum adanya aturan yang mengatur reklame ber-IMB.

Indikator Rasio ketersediaan Dokumen Tata Ruang (RTRW, RDTRK, dan RTBL) sampai triwulan IV tahun 2016 baru memiliki 1 dokumen RTRW Kota Magelang atau sekitar 8% dan masih sesuai target juga sebesar 8%. Dokumen RDTRK sejumlah 5 dokumen (BWP I, II, III, IV dan V) sampai pada tahun 2016 masih dalam proses pembahasan Raperda. Sedang dari 7 kawasan strategis yang ditetapkan dalam dokumen RTRW, juga belum satupun yang dibuat RTBL Kawasan.

Capaian realisasi indikator jumlah ijin Pemanfaatan Ruang yang sesuai dengan peruntukan sudah mencapai target yaitu 100%. Hal ini didukung oleh koordinasi yang baik antara Bappeda (selaku sekretaris BKPRD), KPPT (instansi pemberi ijin tertentu), dan kantor pertanahan (terkait izin IPPT) yang mensyaratkan hal tersebut setiap proses sertifikasi dan alih fungsi lahan.

Pada triwulan IV tahun 2016, Kota Magelang baru mencapai 16% dalam pelaksanaan indikator tersedianya informasi mengenai Rencana Tata Ruang (RTR) wilayah kabupaten/kota beserta rencana rincinya melalui peta analog dan peta digital serta sudah sesuai target yang ditetapkan sebesar 15 %. Dari 6 dokumen peta yang direncanakan yang terdiri 1 dokumen peta RTRW (1:25.000) dan 5 peta rencana rinci atau RDTRK baru (1:5.000) hingga triwulan IV Tahun 2016 baru 1 dokumen peta RTRW yang sudah jadi dan terinformasikan ke masyarakat.

Informasi mengenai peta RTRW Kota Magelang sudah dipasang di seluruh Kelurahan juga di beberapa tempat publik seperti di sekitaran Alon-alon Kota Magelang dan Taman Badaan. Hal ini dapat memberikan informasi atau sosialisasi secara baik kepada masyarakat umum tentang rencana tata ruang Kota Magelang dalam 20 tahun mendatang, dengan maksud agar masyarakat ikut mendukung rencana tersebut demi keberlanjutan tata ruang Kota Magelang 20 tahun mendatang. Informasi mengenai Rencana Tata Ruang (RTR) perlu dilakukan terus menerus dan lebih luas supaya masyarakat akan lebih memahami Rencana Tata Ruang.

Peta tersebut sudah mendapat koreksi dari Badan Informasi Geospasial (BIG) Republik Indonesia. Kendala penyediaan informasi mengenai rencana tata ruang ada pada peta analog dan digital rencana rinci (RDTR). RTRW Kota Magelang terbagi dalam 5 Bagian Wilayah Kota (BWK) yang keseluruhannya harus disusun Rencana Detailnya. Sampai dengan saat ini, raperda RDTR untuk 5 BWP sudah dalam proses pembahasan dan khusus untuk BWP IV masih dalam tahap revisi. Belum selesainya proses legalisasi RDTR menjadi produk hukum berdampak pada belum dapat disampaikannya informasi rencana tata ruang kepada masyarakat.

Indikator Rasio Bangunan ber IMB per Satuan Bangunan ditargetkan di triwulan IV Tahun 2016 sebesar 23% realisasi sebesar 23% atau 8.080 unit bangunan ber IMB dari 35.132 unit bangunan diseluruh Kota Magelang. Pencapain tersebut didukung dengan adanya kegiatan pemutihan bagi rumah yang belum ber-IMB dan sosialisasi terkait Perda No. 5 Tahun 2012 Tentang Bangunan Gedung di tiap kecamatan serta memanfaatkan papan informasi yang tersedia.

Izin Mendirikan Bangunan adalah perizinan yang diberikan oleh pemerintah kabupaten/kota, dan oleh Pemerintah atau pemerintah provinsi untuk bangunan gedung fungsi khusus kepada pemilik bangunan gedung untuk kegiatan meliputi:

  • Pembangunan bangunan gedung baru, dan/atau prasarana bangunan gedung.
  • Rehabilitasi/renovasi bangunan gedung dan/atau prasarana bangunan gedung meliputi perbaikan/perawatan, perubahan, perluasan/pengurangan./li>
  • Pelestarian/pemugaran.

Rasio reklame ber IMB persatuan per jumlah reklame yang berdiri belum mencapai target yang ditetapkan sebesar 1% realisasi hingga triwulan IV Tahun 2016 masih 0%, dikarenakan belum adanya Peraturan yang mengatur mengenai ijin mendirikan reklame serta aturan teknis yang mendasarinya. Hingga saat ini semua reklame yang ada di Kota Magelang belum ada IMB, hanya ditarik restribusinya melalui Perda restribusi pelayanan tertentu.

Indikator rasio jumlah surat teguran pelanggaran tata ruang yang dikeluarkan per jumlah bangunan dan reklame yang belum ber-IMB hingga triwulan IV Tahun 2016 tercapai 27.5% dari target 27.5%. Surat teguran yang dilaksanakan masih terbatas pada bangunan yang sedang dalam proses pembangunan yang belum mengajukan ijin serta pada bangunan yang melanggar peruntukan pola ruangnya. Untuk bangunan yang sudah terbangun tapi belum ber-IMB masih belum dijangkau.

Indikator panjang jalan penghubung baru yang dibangun target 0% capaian kinerjanya 0%, hal ini dikarenakan pembangunan jalan penghubung Jalan Tentara Genie Pelajar yang dibangun jalan aspal baru terbangun sepanjang 300 meter dari 558 meter. Rencananya, pembangunan jalan tersebut akan diteruskan dengan anggaran Bantuan Keuangan Provinsi namun tidak terlaksana, karena dana tidak turun. Oleh karena itu, sisa jalan yang belum dibangun akan dilanjutkan dengan anggaran APBD Kota Magelang Tahun 2017.

Indikator Prosentase panjang jalan dalam kondisi baik capaian kinerjanya 88,5% dari target 88,5%, artinya dari total panjang jalan kota 122,94 Km terdapat 108,8 Km dalam kondisi baik. Pada tahun 2016 Kota Magelang memiliki tambahan ruas jalan perkotaan akibat penurunan status jalan provinsi, yaitu Jl. Tidar, Jl. Kyai Mojo, Jl. Mayjend. Sutoyo, Jl. Aloon - aloon Selatan dan Jl. Gatot Subroto, kelima ruas jalan tersebut kondisinya rusak sedang.

Indikator Prosentase panjang jembatan dalam kondisi baik target kinerja 91% capaian kinerjanya mencapai 91%, artinya dari total panjang seluruh 74 jembatan yang menjadi kewenangan kota sepanjang 530 meter, 482,3 meter dalam kondisi baik.

Indikator Prosentase panjang trotoar dalam kondisi baik dengan target 63,71% capaian kinerjanya 63,82%, dengan hasil tersebut panjang trotoar yang jumlah total panjangnya 81.653 meter terdapat 56.391 meter trotoar yang kondisinya baik. Pada tahun 2016 trotoar yang dibangun adalah trotoar Jl. A. Yani, Trotoar Jl. Abimanyu, Trotoar Jl. Perintis Kemerdekaan, dan Trotoar Jl. Sudirman.

Indikator prosentase panjang drainase dalam kondisi baik capaian kinerjanya 84% dan mencapai target 84% yang berarti dari total panjang drainase kota yang direncanakan dibangun/direhab sepanjang 15.818 meter, telah dibangun atau direhab sepanjang 13.287 meter, pada tahun 2016 Pemerintah Kota Magelang membangun saluran drainase kota diantaranya peningkatan saluran drainase Kawasan Jalan Sunan Kalijogo, rehabilitasi saluran drainase Kelurahan Gelangan dan peningkatan saluran drainase Perintis Kemerdekaan - Jl. A. Yani disamping pembangunan trotoar yang disertai rehab saluran drainase di bawahnya, seperti di trotoar Jl. A. Yani, trotoar jalan perintis Kemerdekaan dan Jalan Abimanyu.

Indikator jumlah shipon yang dibangun target 0% dan capaian kinerjanya 0% karena pada tahun 2016 tidak merencanakan pembangunan shipon, dari existing 6 shipon direncanakan akan dibangun 10 shipon sampai dengan tahun 2021 untuk menghubungkan saluran drainase primer dengan sungai Elo dan Sungai Progo untuk menghindarkan air kotor masuk ke saluran irigasi Kali Bening dan Kali Manggis.

Indikator Prosentase perencanaan pembangunan gedung yang layak fungsi dengan target 100% capaian kinerjanya 100%, hal ini dapat tercapai karena pada tahun 2016 4 (empat) DED yaitu, DED Penataan Kawasan Mantyasih, DED Pembangunan Lampu Penerangan, DED Pembangunan Sarana dan Prasarana Olahraga dan DED Rehab sedang/Berat Gedung Olahraga terlaksana 100%.

Indikator Prosentase infrastruktur yang memenuhi standar aksesibilitas capaian kinerjanya 20% dengan target 20%, capaian kinerja ini diperoleh dari pembangunan infrastuktur publik berupa trotoar di Kota Magelang yang dapat diakses dengan aman dan nyaman oleh penyandang difabel. Data tahun 2016, total panjang trotoar di Kota Magelang sepanjang 81.653 meter, namun yang sudah dapat diakses oleh penyandang difabel baru sepanjang 17.671 meter. Ke depan, trotoar yang terutama berlokasi di jalan utama, secara berkala akan direhab dan dibenahi sesuai dengan tahapan dan rencana.

Indikator Tersedianya update Badan Usaha yang mengajukan ijin usaha jasa konstruksi baik baru maupun perpanjangan target 70% dan capaian kinerjanya 70%, hal ini dapat digambarkan bahwa Badan Usaha mengajukan ijin usaha jasa konstruksi baru maupun perpanjangan izin usahanya.

Indikator Prosentase peningkatan kualitas pelaksanaan jasa konstruksi (meliputi K3, manajemen konstruksi, tenaga ahli, tepat waktu dan efisien) target 20% dan capaian kinerjanya 20%.

Indikator Persentase kawasan strategis yang terbangun dengan target 28,57% mencapai target 42,85% dengan pembangunan di 3 (tiga) kawasan strategis pada tahun 2016 diantaranya Kegiatan Pembangunan Stadion Madya, Pemasangan lampu penerangan stadion dan scoring board, rehab sedang/berat Gedung Olahraga.

2.1.3.1.4. Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman

Sesuai Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman, yang dimaksud dengan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran serta masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.

Perumahan dan kawasan permukiman adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran serta masyarakat.

Adapun target indikator Urusan Perumahan dan Realisasi Tahun 2016 adalah sebagai berikut:

Tabel 2-41. Target dan Realisasi Indikator Kinerja Urusan Perumahan dan Kawasan Permukiman Tahun 2016

Dari 21 (dua puluh satu) indikator terkait dengan pelaksanaan Urusan Perumahan, dari target yang ditetapkan di Tahun 2016, hanya 2 (dua) indikator yang tercapai sesuai dengan target yang telah ditetapkan, yaitu tersedianya sistem air limbah setempat yang memadai dengan target 87% dengan capaian kinerja 87,55% yang artinya jumlah rumah di Kota magelang sejumlah 32.938 unit terdapat 28.880 unit rumah yang sanitasinya sudah ada sistem air limbah yang memadai. Jumlah Rusunawa dan Rusunami yang layak huni dengan target pengelolaan 2 unit tercapai target dengan pengelolaan 2 (dua) unit atau capaiannya 100%, UPTD Rusunawa Kota Magelang baru mengelola 2 (dua) unit Rusunawa, yaitu Rusunawa Potrobangsan dan Rusunawa Tidar.

Untuk rasio luas kawasan kumuh di 17 (tujuh belas) Kelurahan keselurahan tidak mencapai target, dengan total luas permukiman kumuh di Kota Magelang sebesar 121 ha atau 6,5% dari luas wilayah Kota Magelang, target pengurangan luas kawasan permukiman kumuh seluas 77 ha, hanya tercapai 24,4 ha atau baru mengurangi luasan kawasan kumuh sebesar 20,16%. Hal tersebut dikarenakan pada tahun 2016 pembangunan prasarana, sarana dan utilitas (PSU) fasilitas umum lingkungan belum menyentuh secara keseluruhan kawasan kumuh di lingkungan kelurahan, sehingga diharapkan untuk tahun yang akan datang, di kawasan permukiman kumuh menjadi prioritas utama.

Pertambahan jumlah penduduk di kawasan perkotaan meningkatkan hunian padat yang jika tidak terkendali akan menyebabkan kekumuhan, kegiatan untuk mengurangi kawan kumuh permukiman baru menyentuh infrastruktur jalan lingkungan, saluran permukiman dan air bersih, sedangkan untuk Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) dan sanitasi tidak dapat dilaksanakan karena terkendala aturan dan juknis, sehingga penanganannya belum maksimal sehingga tidak mencapai target di tahun 2016.

2.1.3.1.5. Ketentraman, Ketertiban Umum dan Perlindungan Masyarakat

Kinerja Urusan Ketentraman, Ketertiban Umum Dan Perlindungan Masyarakat terlihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 2-42. Target dan Realisasi Indikator Kinerja Urusan Ketentraman, Ketertiban Umum Dan Perlindungan Masyarakat Tahun 2016

Urusan Ketentraman, Ketertiban Umum dan Perlindungan Masyarakat dilaksanakan melalui 10 program dengan 52 indikator, dimana terdapat 23 Indikator telah memenuhi target, 6 capaian indikator berada di atas 80% sampai dengan 99%, 3 indikator dengan capaian di bawah 80% dan 19 indikator yang capaiannya baru diukur pada tahun berikutnya.

Indikator dengan capaian di bawah 80% adalah Terfasilitasinya Dialog FKUB, FPBI dengan Elemen Masyarakat dan Persentase peningkatan masyarakat tanggap bencana. Fasilitasi dialog FKUB, FPBI dengan Elemen Masyarakat hanya terlaksana 4 kegiatan dari 6 kegiatan yang ditargetkan. Hal ini tidak berarti bahwa dialog lintas agama kurang dilaksanakan di Kota Magelang. Melalui forum-forum tidak resmi, dialog antar umat yang tanpa fasilitasi dari pemerintah sering pula dilakukan seperti pada saat penyenggaraan kegiatan-kegiatan yang bersifat umum (non keagamaan).

Persentase peningkatan masyarakat tanggap bencana masih memerlukan upaya keras untuk dapat mencapai target. Hal ini terjadi karena kurangnya jangkauan pembinaan/penyuluhan kepada masyarakat.

Sementara beberapa indikator dengan capaian antara 80% hingga 100% antara lain Persentase kriminalitas yang tertangani, Rasio jumlah siskamling aktif, Persentase peningkatan pemahaman masyarakat tentang wawasan kebangsaan, Database ormas yang akurat, Prosentase peningkatan ormas yang memiliki SKT, Cakupan Linmas per 10.000 penduduk, dan Frekuensi terselenggaranya kajian rutin keagamaan di masyarakat.

Rasio jumlah siskamling aktif ditargetkan 0,71 tercapai 0,68. Idealnya setiap RW memiliki satu Siskamling. Dari seluruh siskamling yang ada di seluruh wilayah Kota Magelang tidak semuanya aktif dan memenuhi persyaratan / kriteria sistem keamanan lingkungan antara lain karena:

  1. Perubahan pola pikir dan kesadaran masyarakat akan keberadaan siskamling.
  2. Sistem pengamanan yang semakin maju dengan adanya peralatan pengamanan yang semakin canggih dan manajemen pengamanan dengan menggunakan tenaga pengamanan khusus, terutama di kompleks perumahan.
  3. Sarana, prasarana dan manajemen keamanan pada siskamling yang ada dalam kondisi ala kadarnya.

Cakupan Linmas per 10.000 penduduk ditargetkan 66.69 namun terealisasi 56.22. Idealnya jumlah linmas setidaknya sama dengan jumlah RT, jumlah RT di Kota Magelang sebanyak 1026 sedang jumlah Linmas yang ada baru 680 orang. Untuk mengatasinya maka akan dilaksanakan secara bertahap perekrutan anggota linmas mulai tahun 2017 hingga 2021.

Selain hal tersebut di atas, terdapat indikator yang baru akan dilakukan penghitungannya pada tahun 2017 yakni:

  1. Indikator persentase peningkatan jumlah ZIS dari aparatur.
  2. Indikator Prosentase ketersediaan fasilitas ibadah yang memadai di setiap Sekolah.
  3. Indikator ketersediaan regulasi daerah terkait pembiasaan pelaksanaan ibadah secara rutin di lingkungan masyarakat masyarakat.
2.1.3.1.6. Sosial

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 2 of 2
  • Start
  • Prev
  • 1
  • 2
  • Next
  • End

Kalender Kegiatan

«
<
October 1476
>
»
S M T W T F S
1 2 3 4 5 6 7
8 9 10 11 12 13 14
15 16 17 18 19 20 21
22 23 24 25 26 27 28
29 30 31 1 2 3 4

Login

Remember Me
  • Forgot your username?
  • Forgot your password?
 
 
 
Bootstrap is a front-end framework of Twitter, Inc. Code licensed under MIT License. Font Awesome font licensed under SIL OFL 1.1.