2 GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

2.1 Aspek Geografi dan Demografi

2.1.1 Geografi

Kota Magelang terletak antara 110°1’30” - 110°1’52” BT (Bujur Timur) dan 7°2’18” - 7°3’9” LS (Lintang Selatan), di tengah-tengah Kabupaten Magelang dan berbatasan secara langsung pada bagian utara dengan Kecamatan Tegalrejo, bagian selatan dengan Kecamatan Mertoyudan, dan bagian barat berbatasan langsung dengan Kecamatan Bandongan. Secara administratif Kota Magelang terbagi atas 3 (tiga) kecamatan dan 17 (tujuh belas) kelurahan dengan luas wilayah sebesar 1.856 Ha.

Sumber: Dokumen RTRW Kota Magelang 2011-2031, diolah
Gambar 2.1 Peta Administrasi Kota Magelang

Berdasarkan konstelasi wilayahnya, Kota Magelang merupakan bagian dari pengembangan Kawasan Purwomanggung yang terdiri dari Kabupaten Purworejo, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Magelang, Kota Magelang, dan Kabupaten Temanggung. Meskipun demikian, konstelasi wilayah tersebut akan mengalami sedikit perubahan di masa yang akan datang karena Kota Magelang tidak akan lagi berada dalam lingkup pengembangan Purwomanggung tetapi Gelangmanggung (Kab. Magelang, Kota Magelang, Kab. Temanggung). Kota Magelang juga berada pada persilangan jalur transportasi utama di Jawa Tengah, yang menghubungkan antara Semarang-Magelang-Yogyakarta dan Purworejo-Magelang-Temanggung. Selain itu, Kota Magelang juga berada pada persimpangan jalur pariwisata lokal, regional, dan nasional yakni Yogyakarta-Borobudur-Kopeng-Ketep Pass-dan Dataran Tinggi Dieng.

Secara topografi, Kota Magelang merupakan wilayah dataran rendah yang dikelilingi Gunung Merapi, Merbabu, Sindoro dan Sumbing, Pegunungan Gianti, Menoreh, Andong, dan Telomoyo dengan kemiringan relatif bervariasi antara 2-15% hingga lebih dari 40%. Titik tertinggi pada Gunung Tidar (503 mdpl), dengan variasi ketinggian keseluruhan Kota Magelang di antara 375-500 mdpl. Gunung Tidar termasuk sebagai kawasan lindung dengan kemiringan 30-40% dan berfungsi sebagai paru-paru kota dengan statusnya sebagai Kebun Raya.

Kota Magelang memiliki sumber air berupa air permukaan (berupa sungai dan saluran irigasi) dan air tanah (mata air ataupun air tanah dengan kedalaman antara 5 meter sampai dengan 20 meter). Terdapat dua sungai yang cukup besar, yaitu Sungai Elo (sebelah timur) dan Sungai Progo (sebelah barat). Selain itu terdapat dua saluran air yaitu Kali Bening (Kali Kota) dan Kali Progo Manggis yang berfungsi juga sebagai saluran irigasi teknis.

Sumber mata air yang ada di Kota Magelang adalah mata air Tuk Pecah I dan II (debit 102 liter/detik) serta mata air Sri Punganten yang sedang dibangun tahun 2024 dan akan mulai dimanfaatkan tahun 2025 (perkiraan debit yang dapat dimanfaatkan sebesar 30 liter/detik). Terkait dengan karakteristik air tanah yang ada di Kota Magelang, mayoritas cukup dalam dengan akuifer yang dangkal sehingga sulit untuk dikembangkan. Hal ini menyebabkan Kota Magelang sampai saat ini bergantung pada sumber-sumber air yang ada di Kabupaten Magelang.

Iklim Kota Magelang tergolong sejuk dengan tingkat curah hujan yang tinggi, temperatur maksimum 32°C dan terendah 20°C dengan tingkat kelembaban 88,8%. Selain itu, Kota Magelang juga merupakan wilayah dengan iklim tropis basah yang dipengaruhi oleh angin muson barat dan muson timur. Rata-rata curah hujan cenderung tinggi, yakni 16,68 mm/hari.

Penggunaan lahan di Kota Magelang didominasi oleh pekarangan/lahan untuk bangunan dan halaman. Total 69,49% dari luas Kota Magelang (1.856 Ha) merupakan lahan terbangun yang berupa permukiman, perdagangan dan jasa, pendidikan, perkantoran, kesehatan, pariwisata, industri dan kawasan terbangun lainnya. Alih fungsi lahan dari lahan tidak terbangun menjadi lahan terbangun semakin meningkat tiap tahunnya dan dalam kurun waktu 2006-2022, luas lahan sawah di Kota Magelang mengalami penurunan sebesar 32,4%.

Peningkatan alih fungsi lahan menjadi salah satu kontributor rendahnya kualitas lingkungan hidup. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) Kota Magelang cenderung mengalami fluktuasi bahkan mencapai kondisi buruk pada tahun 2020 dengan angka sebesar 47,03 dan capaiannya pada tahun 2022 dengan nilai 63,46 masih di bawah capaian nasional dan provinsi. Nilai tersebut kemudian sedikit meningkat pada tahun 2023 yaitu dengan skor 64,80. Dalam konteks nilai IKLH tahun 2023, mengacu pada S.135/SETPPKL/PEHKT/PKL.1.1/B/02/2024 tanggal 21 Februari 2024 tentang Penyampaian Hasil Ekspose IKLH 2023, terdapat konversi data capaian IKLH mulanya 64,80 menjadi 71,10. Dari 3 (tiga) indikator pembentuk IKLH yaitu Indeks Kualitas Tutupan Lahan (IKTL), Indeks Kualitas Air (IKA), dan Indeks Kualitas Udara (IKU), komponen IKTL dan IKA Kota Magelang relatif lebih menunjukkan permasalahan seperti kurangnya proporsi ruang terbuka hijau publik, belum optimalnya pengelolaan limbah, kerusakan tanah/lahan, dan belum optimalnya pengelolaan sampah.

Sumber: Dinas Lingkungan Hidup Kota Magelang, 2024
Gambar 2.2 Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Kota Magelang, 2015-2023

Rendahnya kualitas hidup Kota Magelang juga digambarkan melalui semakin bertambahnya tingkat emisi GRK Kota Magelang dari tahun ke tahun. Tahun 2021, emisi GRK Kota Magelang sebesar 22.297,55 Gg CO2e dengan dua sektor penyumbang terbesar yaitu sektor pengadaan dan penggunaan energi serta sektor pengelolaan limbah. Selain dua sektor tersebut, sampah makanan juga menjadi kontributor GRK di Kota Magelang mengingat persentase sampah makanan masih sebesar 33,70%.

Selain kualitas lingkungan hidup yang menunjukkan perlunya upaya peningkatan, kondisi daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup Kota Magelang juga menunjukkan kondisi defisit atau terlampaui dengan rincian:

  1. Daya dukung lahan Kota Magelang dilihat dari jumlah penduduk tahun 2022 sebesar 121.675 jiwa dan luas wilayah Kota Magelang sebesar 1.853,71 Ha didapat daya dukung lahan sebesar 0,01524 ha/jiwa. Menurut standar Yeates pada konsumsi lahan untuk populasi penduduk 100.000 maka kisaran lahan adalah 0,076 ha/jiwa artinya daya dukung lahan Kota Magelang tahun 2022 sudah dalam kondisi defisit atau terlampaui.
  2. Daya dukung pangan beras (DDPb) berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa DDPb Kota Magelang pada tahun 2022 sebesar 0,061 (lebih kecil dari 1) maka daya dukung pangan beras tahun 2022 dinyatakan defisit. Hanya sekitar 0,061 kebutuhan penduduk akan beras di tahun 2022 yang bisa dipenuhi oleh Kota Magelang sendiri. Dengan kata lain, Kota Magelang tahun 2022 telah mengalami defisit akan pangan (beras) sebesar -11.193,29 ton. Selanjutnya, ketika melihat proyeksi tahun 2045, defisit produksi pangan di Kota Magelang semakin memburuk dengan nilai daya dukung pangan berada di angka 0.014 dengan produktivitas padi diestimasikan 268,89 ton.
  3. Daya dukung air berdasarkan hasil perhitungan total kebutuhan air di Kota Magelang tahun 2022 adalah sebesar 12.996.751 m3/tahun. Potensi sumber daya air di Kota Magelang tahun 2022 adalah 5.364.021 m3/tahun ditambah 4.539.992 m3/tahun (asumsi bahwa potensi air permukaan mencukupi semua kebutuhan sawah untuk irigasi). Total Potensi Sumber Air (PSA) adalah 9.904.013 m3/tahun, sedangkan Kebutuhan Air (KA) adalah 12.996.751 m3/tahun sehingga DDA terhitung adalah 0,762 atau kurang dari 1. Maka dapat disimpulkan bahwa daya dukung air di Kota Magelang telah terlampaui atau defisit air. Berikutnya jika melihat proyeksi daya dukung air pada tahun 2045, kondisi defisit air di Kota Magelang akan lebih buruk dengan skor nilai DDA sebesar 0,7657 dengan Kebutuhan Air (KA) 12.934.018 m3/tahun.
  4. Daya Dukung Fungsi Lindung Kota Magelang adalah 0,227. Adapun kisaran dari DDL ini adalah 0-1 yang mana semakin mendekati angka 1 maka semakin baik fungsi lindungnya. Akan tetapi DDL yang didapat dari perhitungan mempunyai kecenderungan mendekati 0 sehingga dapat disimpulkan bahwa daya dukung fungsi lindung Kota Magelang 2022 lebih berfungsi ke kawasan budidaya.
  5. Daya dukung ekologi Kota Magelang menggunakan asumsi DDE Kota Magelang = DDE Provinsi Jawa Tengah. Dalam perhitungan PT Lemtek Konsultan Indonesia (2007) nilai biokapasitas dan tapak ekologi Jawa Tengah berturut turut adalah 0,1 ha/orang dan 1,22 ha/orang. Oleh karenanya DDE untuk Jawa Tengah adalah 0,08 yang artinya adalah status ini menggambarkan bahwa biokapasitas tidak mampu menopang kehidupan yang akan datang atau unsustainable.

Meskipun daya dukung pangan telah terlampaui namun Indeks Ketahanan Pangan (IKP) Kota Magelang menunjukkan kondisi ketahanan pangan yang sangat tahan dengan angka 91,18 pada tahun 2023. Dalam kurun waktu 2019-2023, IKP Kota Magelang terus mengalami peningkatan kecuali pada tahun 2022 dengan angka 82,09 yang mengalami sedikit penurunan dibanding tahun 2021 yang berada pada angka 82,59. Dari nilai IKP tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat Kota Magelang memiliki keterjangkauan terhadap pangan juga pemanfaatan terhadap pangan. Meskipun demikian, Kota Magelang masih memiliki pekerjaan rumah terkait pembentukan kesadaran pada masyarakat terkait konsumsi pangan yang bergizi. Hal ini berangkat dari kondisi di lapangan yang menunjukkan bahwa masih adanya masyarakat Kota Magelang yang konsumsi pangannya masih berada di bawah standar kecukupan energi yang direkomendasikan. Kondisi tersebut ditunjukkan oleh indikator Prevalence of Undernourishment (PoU) tahun 2023 yang berada di angka 10,34%. Dalam kurun waktu 2019-2023 nilai indikator tersebut masih berfluktuasi dan belum menunjukkan adanya perbaikan yang berarti.

Sumber: BPS, 2024
Gambar 2.3 Prevalence of Undernourishment Kota Magelang, 2019-2023

Berdasarkan kondisi topografi, klimatologi, geologi, serta letaknya yang dikelilingi oleh beberapa gunung api aktif, Kota Magelang merupakan daerah yang memiliki beberapa jenis rawan bencana, seperti tanah longsor, banjir, kebakaran, dan risiko bencana letusan gunung api dengan Indeks Risiko Bencana (IRB) dalam kurun waktu lima tahun terakhir berada pada kategori sedang. Di lain sisi, jika dihadapkan dengan Indeks Ketahanan Daerah (IKD) yang sampai tahun 2023 masih menunjukkan pada kategori rendah (tingkat kapasitas daerah tahun 2023 sebesar 39,46%), maka penguatan ketahanan daerah terhadap bencana menjadi satu poin yang perlu terus diupayakan mengingat risiko bencana yang dihadapi akan semakin besar seiring bertambahnya dampak perubahan iklim.

2.1.2 Demografi

Jumlah penduduk Kota Magelang tahun 2010 sebanyak 118.713 jiwa, meningkat menjadi 122.150 jiwa pada tahun 2023 dengan kepadatan 6.581 jiwa/km², lebih tinggi dibandingkan kepadatan penduduk Provinsi Jawa Tengah tahun 2023 yaitu rata-rata 1.093 jiwa/km². Kepadatan penduduk tertinggi berada di Kecamatan Magelang Tengah sebesar 8.664 jiwa/ km² dengan jumlah penduduk sebanyak 44.439 jiwa atau 36,38 persen dari total penduduk di Kota Magelang.

Laju pertumbuhan penduduk Kota Magelang selama periode 2020-2023 sebesar 0,19 persen per tahun. Pada tahun 2023 jumlah penduduk meningkat 0,39% dibandingkan tahun 2022. Tercatat beberapa tahun terakhir laju pertumbuhan penduduk cenderung menurun dan pada tahun 2022 mencapai titik terendah yaitu 0,06%, yang mengindikasikan bertambahnya penduduk usia tua sebagaimana gejala perkembangan aging population. Hal ini juga diperkuat dengan fakta bahwa persentase penduduk lansia (60 tahun ke atas) sudah lebih dari 10 persen, yaitu mencapai 15,15% di tahun 2023. Rerata pertumbuhan kelompok usia 60 tahun ke atas, sebesar 11,40%, lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk kelompok usia 0-19 tahun (yaitu sebesar -5,49%).

Sex ratio Kota Magelang pada tahun 2023 yaitu 98,50, yang artinya dalam 100 penduduk perempuan, terdapat 98 penduduk laki-laki. Jumlah penduduk perempuan di Kota Magelang pada tahun 2023 sebanyak 61.535 jiwa, lebih tinggi dibandingkan penduduk laki-laki (60.615 jiwa).

Gambar 2.4	Piramida Penduduk Kota Magelang, 2023
Sumber: Kota Magelang Dalam Angka (diolah), 2024
Gambar 2.4 Piramida Penduduk Kota Magelang, 2023

Rasio ketergantungan Kota Magelang tahun 2023 sebesar 41,34 yang berarti bahwa setiap 100 penduduk Kota Magelang usia produktif (15-64 tahun) mempunyai beban tanggungan sebanyak 41-42 orang usia non produktif. Rasio ketergantungan yang kurang dari 50 menunjukkan bahwa Kota Magelang telah memasuki bonus demografi. Proporsi penduduk usia produktif (15-64 tahun) sebesar 70,75 persen dari total penduduk atau sebanyak 86.421 jiwa, jauh lebih banyak dibandingkan dengan penduduk usia non-produktif.

Rasio ketergantungan Kota Magelang lebih rendah daripada rasio ketergantungan Provinsi Jawa Tengah dan Nasional, namun tetap perlu untuk diperhatikan karena adanya gejala aging population di Kota Magelang. Tantangan aging population berdampak pada pergeseran beban yang ditanggung usia produktif lebih besar pada masyarakat kelompok umur tidak produktif/lansia dibandingkan kelompok anak-anak/belum produktif.

Rendahnya laju pertumbuhan penduduk dipengaruhi penurunan angka kelahiran total/Total Fertility Rate (TFR). Berdasarkan sensus penduduk 2010 dan Long Form SP2020, TFR Kota Magelang mengalami penurunan dari 1,95 menjadi 1,79 yang berarti di antara 100 perempuan melahirkan 179 anak selama masa reproduksinya.

Selain TFR, laju pertumbuhan penduduk dipengaruhi angka kematian penduduk. Hasil Long Form SP2020 menunjukkan angka kematian kasar di Kota Magelang sebesar 10,20; yang artinya terdapat 10 sampai 11 kematian untuk tiap 1.000 penduduk Kota Magelang. Berdasarkan kelompok umur, penduduk Kota Magelang yang berada pada kelompok umur lansia (60 tahun ke atas) merupakan kelompok umur dengan angka kematian tertinggi yaitu 45,05. Kematian lansia mencapai sekitar 9 kali lipat angka kematian dewasa (kelompok usia 15-59 tahun) yang hanya sekitar 4,96. Selain itu, angka kematian balita di Kota Magelang 12,66; yang artinya bahwa setiap 1.000 balita di Kota Magelang, 12-13 di antaranya tidak akan berhasil mencapai umur tepat lima tahun.

Pertumbuhan penduduk juga dipengaruhi perpindahan penduduk atau migrasi. Berdasarkan Buku Profil Perkembangan Kependudukan Kota Magelang Tahun 2023, proporsi migrasi masuk (18,75) sedikit lebih besar dibandingkan dengan proporsi migrasi keluar (16,86). Melalui data tersebut dapat diartikan bahwa pada tahun 2023, terdapat 18-19 penduduk masuk dari setiap 1.000 penduduk; begitu juga terdapat 16-17 penduduk keluar dari setiap 1.000 penduduk. Jika dilihat tren yang terjadi dalam kurun waktu 2019-2023; terdapat pertambahan yang signifikan pada angka migrasi masuk yaitu pada tahun 2019 hanya pada angka 1,45 hingga tahun 2023 berada pada angka 18,75.

Gambar 2.5	Jumlah Penduduk Kota Magelang Menurut Tingkat Pendidikan, 2023
Sumber: Data Konsolidasi Bersih (DKB) Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, 2024
Gambar 2.5 Jumlah Penduduk Kota Magelang Menurut Tingkat Pendidikan, 2023

Berikutnya jika dilihat berdasarkan pendidikan terakhir yang ditamatkan, pada tahun 2023 penduduk Kota Magelang didominasi oleh lulusan SLTA/Sederajat dengan persentase sebesar 39,96%. Penduduk yang mengenyam pendidikan tinggi baik Diploma maupun Strata masih berada pada angka 18,77%. Hal tersebut menggambarkan bahwa masih terbatasnya sumber daya manusia yang memiliki kemampuan manajerial. Kondisi tersebut juga menjadi tantangan bagi Kota Magelang supaya mampu menyediakan lapangan pekerjaan dan dukungan fasilitas terutama bagi para lulusan sekolah kejuruan.

Tabel 2.1 Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Kota Magelang, 2019-2023
Tabel 2.1	Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Kota Magelang, 2019-2023
Sumber: Statistik Pendidikan Provinsi Jawa Tengah, BPS Jawa Tengah, 2019-2023

Hal tersebut linier dengan tingkat partisipasi sekolah Kota Magelang yang didominasi pada umur 7-18 tahun atau usia wajib sekolah dan partisipasi terendah berada pada umur 19-24 tahun. Meskipun demikian, Angka Partisipasi Sekolah (APS) Kota Magelang sudah lebih tinggi daripada APS nasional maupun provinsi. Pada jenjang pendidikan usia dini, APS relatif stabil sejak tahun 2019 hingga tahun 2023, namun belum menunjukkan peningkatan pada lima tahun terakhir.

Tabel 2.2 Angka Partisipasi Sekolah Penduduk Usia 5-6 Tahun di Kota Magelang, 2019-2023
Tabel 2.2	Angka Partisipasi Sekolah Penduduk Usia 5-6 Tahun di Kota Magelang, 2019-2023
Sumber: Statistik Pendidikan Provinsi Jawa Tengah, BPS Jawa Tengah, 2019-2023

 

2.2 Aspek Kesejahteraan Sosial dan Budaya

2.2.1 Kesejahteraan Ekonomi

Ekonomi Kota Magelang setiap tahun mengalami peningkatan, kecuali pada tahun 2020, karena adanya dampak Covid-19. Pertumbuhan ekonomi di Kota Magelang tahun 2018-2019 di atas 5%. Memasuki masa akhir pandemi, ekonomi Kota Magelang tumbuh menjadi 3,2% di tahun 2021, dan semakin menguat di tahun 2022 menjadi 5,77%. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah dan Nasional yang hanya mencapai 5,31%. Pada tahun 2023, perekonomian di hampir semua wilayah mengalami perlambatan yang ditunjukkan dengan pertumbuhan ekonomi sedikit lebih rendah dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 5,45% di Kota Magelang; 4,98% di Provinsi Jawa Tengah dan 5,05% di Nasional.

Gambar 2.6	Pertumbuhan Ekonomi Kota Magelang, Provinsi Jawa Tengah, dan Nasional, 2003-2023
Sumber: BPS, 2024
Gambar 2.6 Pertumbuhan Ekonomi Kota Magelang, Provinsi Jawa Tengah, dan Nasional, 2003-2023

Tren positif pertumbuhan ekonomi didorong oleh nilai inflasi yang terkendali. Inflasi Kota Magelang (dengan pendekatan sister city) dapat dikatakan terkendali dengan baik di kisaran 1,50 - 4,00 untuk lima tahun terakhir sampai tahun 2021. Meskipun pada tahun 2022 inflasi sempat naik menjadi 6,31% namun di tahun 2023 inflasi kembali stabil di angka 3,28%, sedikit lebih tinggi dari inflasi Provinsi Jawa Tengah (2,89%) di tahun yang sama. Hal ini menunjukkan inflasi di Kota Magelang pada tahun 2023 dapat dikategorikan pada inflasi sedang, yang dapat berdampak pada kenaikan harga dan kondisi perekonomian masyarakat jika pertumbuhannya tidak dikendalikan.

Gini Ratio Kota Magelang dari tahun 2010 hingga 2023 mengalami fluktuasi dengan kecenderungan meningkat dari 0,333 (2010) menjadi 0,419 (2023). Bila diukur dengan kriteria Bank Dunia, distribusi pendapatan di Kota Magelang pada tahun 2023 berada pada ketimpangan sedang ditunjukkan oleh distribusi pengeluaran kelompok 40% bawah yang berada angka 16,07% pada tahun 2023. Lebih lanjut dengan melihat rangkaian data yang lebih panjang yaitu dalam periode 2010-2023, dapat disimpulkan bahwa ketimpangan di Kota Magelang termasuk dalam kategori ketimpangan sedang.

Gambar 2.7	Gini Ratio Kota Magelang, Provinsi Jawa Tengah, dan Nasional, 2010-2023
Sumber: https://sepakat.bappenas.go.id/pk-analisis/analisis/modul/5/kemiskinan_dan_ketimpangan
Gambar 2.7 Gini Ratio Kota Magelang, Provinsi Jawa Tengah, dan Nasional, 2010-2023

Tren positif pertumbuhan ekonomi selaras dengan tren penurunan kemiskinan. Pada periode awal 2002-2003 tingkat kemiskinan mencapai 14%, dan puncak terendahnya terjadi di tahun 2023 dengan besaran pada angka 6,11% dengan indeks kedalaman 0,74 dan indeks keparahan 0,12. Data tersebut menunjukkan bahwa selain jumlah penduduk miskin berkurang, pendapatan penduduk miskin mengalami peningkatan yang ditunjukkan dari penurunan P0, P1 dan P2.

Selama lima tahun terakhir, periode 2019-2023, penurunan tingkat kemiskinan Kota Magelang (turun 1,35 persen poin) tercatat masih lebih tinggi dibanding Jawa Tengah (turun 0,03 persen poin) dan Nasional (turun 0,05 persen poin).

Gambar 2.8 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Kota Magelang, 2002-2023
Sumber: BPS Kota Magelang, 2023
Gambar 2.8 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Kota Magelang, 2002-2023
Gambar 2.9	Indikator Kemiskinan Kota Magelang, 2006-2023
Sumber: BPS Kota Magelang, 2023
Gambar 2.9 Indikator Kemiskinan Kota Magelang, 2006-2023

Peningkatan pendapatan penduduk miskin juga dapat dilihat dari penurunan kemiskinan saat garis kemiskinan naik. Pada tahun 2016-2023 garis kemiskinan Kota Magelang selalu mengalami kenaikan tetapi pada 2016-2023 persentase penduduk miskin mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan pendapatan penduduk pada periode waktu tersebut mampu mengimbangi atau bahkan melampaui kenaikan pengeluaran pemenuhan kebutuhan hidup.

Tabel 2.3 Perbandingan Indikator Kemiskinan Kota Magelang dengan Nasional dan Jawa Tengah, 2023
Tabel 2.3	Perbandingan Indikator Kemiskinan Kota Magelang dengan Nasional dan Jawa Tengah, 2023
Sumber: BPS Kota Magelang, 2024

Meskipun kemiskinan Kota Magelang di bawah rata-rata nasional dan provinsi namun Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) lebih tinggi dibandingkan Nasional, Provinsi Jawa Tengah dan Kawasan Purwomanggung. Meskipun terjadi penurunan 7,99 poin dari tahun 2005 (13,24%) hingga 2023 (5,25%) namun masih berada di peringkat tertinggi kedua di antara wilayah kota di Jawa Tengah, di bawah Kota Semarang (5,99%). Bahkan dalam tiga tahun terakhir, tercatat TPT Kota Magelang selalu lebih tinggi daripada TPT Jawa Tengah dan Nasional. Kendati demikian, jika dilihat dari perubahan TPT dalam dua tahun terakhir, penurunan TPT terbesar di antara wilayah kota di Jawa Tengah terjadi di Kota Semarang dan Kota Magelang. Selama periode 2021-2023 TPT di Kota Magelang berkurang sebesar 3,48 persen poin.

Gambar 2.10	Perkembangan Indikator Ketenagakerjaan Kota Magelang, 2007-2023
Sumber: BPS Kota Magelang, 2023
Gambar 2.10 Perkembangan Indikator Ketenagakerjaan Kota Magelang, 2007-2023

Dilihat dari latar belakang pendidikan, angkatan kerja di Kota Magelang tahun 2023 sebesar 47% dari latar belakang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA)/sederajat. Pengangguran terbesar (57%) juga dari latar belakang pendidikan SMA/MA/SMK maka probabilitas terbesar tenaga kerja ini diserap pada lapangan kerja operasional bukan manajerial.

Gambar 2.11	Jumlah Tenaga Kerja dan Pengangguran Kota Magelang Menurut Tingkat Pendidikan, 2019-2023
Catatan: *) Mencari pekerjaan / Mempersiapkan usaha / Merasa tidak Mungkin Mendapat pekerjaan / Sudah punya pekerjaan tetapi belum Mulai bekerja
Sumber: BPS Kota Magelang, 2023
Gambar 2.11 Jumlah Tenaga Kerja dan Pengangguran Kota Magelang Menurut Tingkat Pendidikan, 2019-2023

Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) Agustus Tahun 2018-2023 diketahui bahwa pada tahun 2023 penyerapan tenaga kerja di Kota Magelang masih didominasi oleh sektor jasa, utamanya adalah lapangan usaha perdagangan besar dan eceran serta penyediaan akomodasi dan makan minum. Tenaga kerja di sektor jasa menyerap 78,81% dari total tenaga kerja yang ada di Kota Magelang. Sedangkan, sektor manufaktur mampu menyerap tenaga kerja sebesar 19,45%, utamanya di lapangan usaha industri pengolahan. Meskipun jumlah pekerja industri tahun 2023 masih lebih rendah dibandingkan tahun 2015 namun jumlah tersebut terus meningkat sejak tahun 2021.

Gambar 2.12	Perkembangan Tenaga Kerja Sektor Industri Kota Magelang, 2014-2023
Sumber: DPPKUM Kota Magelang, 2024
Gambar 2.12 Perkembangan Tenaga Kerja Sektor Industri Kota Magelang, 2014-2023

Berikutnya, jika dilihat dari sisi UMKM, UMKM memiliki peran penting sebagai penopang perekonomian melalui kewirausahaan untuk menekan angka pengangguran melalui penyediaan lapangan pekerjaan. Sayangnya, jika dilihat data series tahun 2019-2023, baik jumlah UMKM maupun serapan tenaga kerjanya masih menunjukkan fluktuasi. Pada tahun 2023, jumlah pelaku usaha UMKM (selain pedagang pasar dan PKL) sebanyak 8.364 jiwa dengan serapan tenaga kerja sebesar 12.020 jiwa. Kondisi tersebut masih lebih rendah daripada tahun 2021 dengan 9.206 jiwa dan serapan tenaga kerja 13.003 jiwa. Ini memperlihatkan bahwa kondisi yang terbentuk pada tahun 2023 belum bisa mengembalikan performa UMKM sebelum Covid-19 melanda. Namun bagaimanapun dapat ditarik pernyataan bahwa jumlah pelaku usaha memiliki korelasi positif dengan jumlah tenaga kerja meskipun tingkat penyerapan tenaga kerja dari wirausahawan saat ini masih relatif rendah, dilihat dari rasio kewirausahaan daerah tahun 2023 yang hanya sebesar 4,10.

Tabel 2.4 Rasio Kewirausahaan Daerah Kota Magelang, 2019-2023
Tabel 2.4	Rasio Kewirausahaan Daerah Kota Magelang, 2019-2023
Sumber: Profil Ketenagakerjaan Kota Magelang Hasil Sakernas (diolah), BPS Kota Magelang 2019-2023

 

2.2.2 Kesejahteraan Sosial Budaya

Gambaran pemajuan pembangunan kebudayaan di masa yang akan datang dapat dilihat melalui Indeks Pembangunan Kebudayaan (IPK) yang memuat 7 (tujuh) dimensi, yakni dimensi ekonomi budaya, dimensi pendidikan, dimensi ketahanan sosial budaya, dimensi warisan budaya, dimensi ekspresi budaya, dimensi budaya literasi, dan dimensi kesetaraan gender. Saat ini gambaran pembangunan sosial kebudayaan di Kota Magelang dijelaskan sebagai berikut.

Indeks Pembangunan Gender (IPG) Kota Magelang pada sepuluh tahun terakhir cenderung meningkat mendekati angka 100. Artinya kualitas sumber daya manusia perempuan dan laki-laki relatif seimbang. Jika disandingkan dengan kota/kabupaten di Kawasan Purwomanggung dan provinsi Jawa Tengah, IPG Kota Magelang menempati urutan ke 2, setelah Kabupaten Temanggung. Capaian indeks pembangunan gender (IPG) juga memiliki kinerja yang baik dengan nilai IPG Kota Magelang yang berada jauh di atas IPG nasional maupun provinsi.

Selain IPG, gambaran kesetaraan gender dapat dilihat dari nilai Indeks Ketimpangan Gender (IKG). Tidak berbeda dengan IPG, meskipun kondisi IKG Kota Magelang pada lima tahun terakhir fluktuatif namun mencapai titik terendah pada tahun 2023 yang artinya ketimpangan gender semakin rendah.

Tabel 2.5 Indeks Ketimpangan Gender (IKG) di Kota Magelang, 2019-2023
Tabel 2.5	Indeks Ketimpangan Gender (IKG) di Kota Magelang, 2019-2023
Sumber: BPS Jawa Tengah, 2023

Peran serta perempuan dalam pembangunan Kota Magelang cenderung menunjukkan peningkatan, dilihat dari peningkatan capaian Indeks Pemberdayaan Gender (IDG). Tahun 2023 IDG meningkat menjadi 79,51 dari 76,35 di tahun 2020. Meskipun sempat mengalami penurunan cukup signifikan di tahun 2022 namun keterlibatan perempuan dalam ketenagakerjaan menunjukkan perbaikan di tahun 2023. Persentase perempuan sebagai tenaga profesional meningkat dari 46,81% pada tahun 2022 menjadi 59,55% pada tahun 2023. Sementara itu sumbangan pendapatan perempuan juga meningkat dari 42,84% (2022) menjadi 42,42% (2023). Peningkatan ini menjadikan IDG Kota Magelang relatif unggul dibandingkan kota-kota lain di Jawa Tengah. IDG Kota Magelang tahun 2023 berada di peringkat kedua di bawah Kota Surakarta (81,92) dan sedikit di atas Kota Salatiga (79,48).

Gambar 2.13	Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) Wilayah Kota di Provinsi Jawa Tengah, 2020-2023
Sumber: BPS Jawa Tengah, 2023
Gambar 2.13 Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) Wilayah Kota di Provinsi Jawa Tengah, 2020-2023

Peningkatan peran serta perempuan dalam pembangunan memberikan kontribusi pada peningkatan ketahanan keluarga. Hasil pengukuran Indeks Pembangunan Keluarga (iBangga) Kota Magelang pada tahun 2020 dan 2021 mencapai 53,57 kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2022 menjadi 58,82 dan pada tahun 2023 kembali mengalami peningkatan mencapai 65,58.

Dilihat dalam lingkup ketenagakerjaan, perempuan juga cukup memiliki peranan penting dalam proses produksi barang dan jasa Kota Magelang. Pada tahun 2022, tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan berada pada angka 58,30%, artinya lebih dari separuh penduduk perempuan usia kerja terlibat aktif sebagai tenaga kerja.

Meskipun pemberdayaan perempuan menunjukkan hal positif, namun perlindungan terhadap perempuan menjadi salah satu permasalahan yang perlu diselesaikan Kota Magelang. Hal tersebut tergambar dari jumlah kekerasan terhadap perempuan yang meningkat dalam periode 2020-2023. Pada tahun 2020, terdapat 1 (satu) jumlah kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan hingga pada tahun 2023 terus bertambah menjadi 20 (dua) puluh kasus yang dilaporkan. Kekerasan terhadap perempuan tersebut terjadi dalam lingkup rumah tangga maupun di luar lingkup rumah tangga. Selain itu, Kota Magelang juga perlu memberi perhatian terkait masih adanya kasus perkawinan anak. Pada tahun 2023, terdapat 27 (dua puluh tujuh) kasus perkawinan anak, jumlah tersebut sedikit meningkat dari tahun 2022 yang berjumlah 24 (dua puluh empat) kasus perkawinan anak.

Tabel 2.6 Kejadian Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak, 2016-2023
Tabel 2.6	Kejadian Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak, 2016-2023
Sumber: RPJMD 2021-2026 (data tahun 2016-2017); RKPD 2024 (data tahun 2018-2022); DP4KB Kota Magelang Tahun 2024 (data tahun 2023)

Kota Magelang juga memiliki sejarah dan cerita rakyat sebagai salah satu perwujudan perkembangan seni budaya. Pada tahun 2020 jumlah kelompok seni budaya yang difasilitasi/dibina dan dikembangkan sebanyak 35 kelompok. Jumlah tersebut mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yakni 50 kelompok di tahun 2019. Sedangkan jumlah kelompok seni tercatat mengalami sedikit peningkatan dari 217 di tahun 2019 menjadi 223 pada tahun 2023. Meskipun tidak ada peningkatan signifikan secara kuantitas namun aktivitas kelompok-kelompok tersebut meningkat sejak tahun 2021 hingga 2023. Persentase kelompok kesenian yang aktif terlibat/mengadakan pertunjukan kesenian dalam 1 tahun terakhir meningkat dari 8,93% pada tahun 2021 menjadi 15,625% di tahun berikutnya hingga mencapai 23,58% pada tahun 2023.

Antusiasme masyarakat dalam pelestarian kebudayaan juga dapat dilihat dari peningkatan jumlah pengunjung tempat bersejarah dari 162.857 orang di tahun 2021, menjadi 333.936 pengunjung pada tahun berikutnya dan mencapai 425.032 pada tahun 2023. Kondisi ini relatif baik mengingat terjadi penurunan jumlah pengunjung museum di tahun 2020 sebanyak 22,6% dibandingkan tahun 2019.

Perlindungan cagar budaya di Kota Magelang mengalami peningkatan pada tahun 2023 seiring dengan ditambahnya 9 (sembilan) cagar budaya yang didaftarkan pada Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya sehingga secara total terdapat 51 (lima puluh satu) cagar budaya pada tahun 2023. Meskipun demikian, Kota Magelang belum tergabung dalam Jaringan Pustaka Indonesia untuk mengoptimalkan upaya pelestarian cagar budaya. Pun, jika dilihat dari indikator persentase cagar budaya (CB) dan warisan budaya tak benda (WBTB), capaiannya pada tahun 2023 baru sebesar 23,53%. Masih rendahnya capaian tersebut terjadi karena baru 12 (dua belas) cagar budaya yang diinputkan dalam Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya yang ditetapkan sebagai cagar budaya melalui regulasi pemerintah kota. Selain itu, terkait WBTB Kota Magelang masih dalam proses pendataan calon WBTB yang akan ditetapkan.

Berikutnya, jika dilihat dari pembangunan budaya literasi masyarakat, Kota Magelang relatif berada dalam kondisi baik. Hal tersebut ditunjukkan melalui Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM) Kota Magelang pada tahun 2023 berada pada angka 93,11 dan mendapat peringkat kedua tertinggi se-Jawa Tengah. Meskipun demikian kondisi tersebut masih dapat dioptimalkan dengan memberikan layanan perpustakaan yang lebih merata, menambah koleksi perpustakaan dan tenaga pustakawan, mewujudkan keseluruhan perpustakaan ber-SNP, serta meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam sosialisasi perpustakaan dan keanggotaannya dalam perpustakaan. Tingkat pemanfaatan perpustakaan tercatat meningkat setelah berakhirnya pandemi Covid 19 namun masih rendah yaitu di angka 0,62% pada tahun 2022 dan 2023, setelah mencapai pada titik terendah pada tahun 2020 yaitu 0,06% dan tahun 2021 sebesar 0,16%.

 

2.3 Aspek Daya Saing Daerah

2.3.1 Daya Saing Ekonomi Daerah

Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Magelang atas dasar harga konstan tahun 2023 mencapai 7.264,92 miliar rupiah, meningkat sebesar 375,47 miliar rupiah dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara dari sisi harga berlaku (adhb), PDRB Kota Magelang tahun 2022 mencapai Rp. 10.073,48 milliar. Angka ini meningkat menjadi Rp. 10.982,74 milliar di tahun 2023. Kondisi tersebut linier dengan meningkatnya PDRB per kapita Kota Magelang yang tahun 2023 berada pada angka 89,91 juta, mengalami peningkatan absolut sebesar 7,25 juta rupiah dibandingkan tahun sebelumnya. Selanjutnya jika dilihat secara sektoral, dari 16 (enam belas) lapangan usaha yang ada di Kota Magelang, semuanya mengalami pertumbuhan positif. Kendati demikian, terdapat tiga lapangan usaha yang mengalami perlambatan, pertumbuhannya lebih rendah dari tahun sebelumnya, yaitu kategori transportasi pergudangan, penyediaan akomodasi dan makan minum, serta jasa lainnya.

Kategori penyediaan akomodasi dan makan minum meskipun mengalami perlambatan namun merupakan kategori dengan pertumbuhan tertinggi, sebesar 11,52 persen. Terdapat 7 (tujuh) lapangan usaha yang tumbuh positif lebih dari lima persen yaitu, penyediaan akomodasi dan makan minum, informasi dan komunikasi, real estate, jasa perusahaan, administrasi pemerintah, pertahanan dan jaminan sosial wajib, jasa kesehatan dan kegiatan sosial serta jasa lainnya. Dari 9 (sembilan) lapangan usaha yang tumbuh kurang dari lima persen, 8 (delapan) di antaranya tumbuh lebih cepat dibanding tahun sebelumnya, yaitu pertanian, kehutanan dan perikanan (0,92%), industri pengolahan (4,64%), pengadaan listrik dan gas (4,49%), pengadaan air, pengolahan sampah, limbah dan daur ulang (1,72%), konstruksi (3,22%), perdagangan (4,96%), jasa keuangan dan asuransi (3,37%), serta jasa pendidikan (3,82%).

Selama periode 2019-2023, struktur perekonomian Kota Magelang relatif sama, hanya saja di tahun 2023 kontribusi terbesar perekonomian bergeser dari sebelumnya konstruksi menjadi industri pengolahan dengan selisih yang kecil. Penyangga utama perekonomian di Kota Magelang pada tahun 2023 berasal dari 3 (tiga) lapangan usaha yaitu industri pengolahan sebesar 16,49%, lapangan usaha konstruksi sebesar 16,39%, dan lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor (14,07%). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ketiga lapangan usaha tersebut merupakan lapangan usaha potensial di Kota Magelang yang tetap perlu dioptimalkan agar kontribusinya terhadap PDRB semakin meningkat.

Gambar 2.14	Struktur Perekonomian Kota Magelang (ADHB) dari Sisi Lapangan Usaha, 2023
Sumber: BPS Kota Magelang, 2024
Gambar 2.14 Struktur Perekonomian Kota Magelang (ADHB) dari Sisi Lapangan Usaha, 2023

Peranan sektor perdagangan di Kota Magelang dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan meskipun masih menempati urutan ketiga terbesar dalam kontribusi terhadap PDRB, setelah sektor industri pengolahan dan konstruksi dalam struktur perekonomian daerah Kota Magelang. Pada tahun 2022 kontribusi sektor perdagangan terhadap perekonomian Kota Magelang sebesar 14,05%, sedikit meningkat menjadi 14,07% di tahun 2023. Kondisi ini memberikan gambaran bahwa pelaksanaan pembangunan sejalan dengan arah pengembangan Kota Magelang sebagai kawasan perdagangan dan jasa pada regional Purwomanggung.

Meskipun kecil, volume sektor perdagangan juga disumbang oleh nilai ekspor. Nilai ekspor Kota Magelang selama tahun 2005-2023 besarannya fluktuatif. Pada tahun 2005, nilai ekspor sebesar US $ 4.410.487,44. Nilai ekspor tertinggi terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar US $ 11.540.275,29 yang berasal dari 5 komoditi. Nilai ekspor terendah terjadi pada tahun 2017 dengan nilai ekspor sebesar US $ 2.198.009,31, yang hanya berasal dari 3 komoditi. Jika dilihat pada tahun 2023, nilai ekspor Kota Magelang berada pada valuasi US $ 2.812.621 dan angka tersebut menurun dari tahun 2022 yang sebesar US $ 3.271.982.

Sementara itu usaha milik pemerintah daerah juga belum optimal berkontribusi terhadap perekonomian daerah dilihat dari Return on Asset (RoA) BUMD yang cenderung mengalami penurunan sejak tahun 2019 hingga 2023.

Tabel 2.7 Return on Asset (RoA) Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kota Magelang, 2019-2023
Tabel 2.7	Return on Asset (RoA) Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kota Magelang, 2019-2023
Sumber: Sekretariat Daerah Kota Magelang, 2024

Meningkatnya peranan sektor perdagangan juga didukung oleh letak Kota Magelang yang berada pada jalur strategis menghubungkan Kota Semarang yang berstatus ibu kota Provinsi Jawa Tengah menuju Daerah Istimewa Yogyakarta. Adanya rencana proyek strategis nasional berupa pembangunan jalan tol Yogyakarta-Bawen sepanjang 77 km akan berpengaruh pada perkembangan wilayah & peningkatan ekonomi. Potensi ini harus dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk terus dikembangkan dan ditingkatkan sehingga sektor perdagangan di masa depan dapat menjadi salah satu sektor lokomotif pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di Kota Magelang.

Kontribusi sektor industri pengolahan terhadap PDRB Kota Magelang pada tahun 2023 mencapai 16,49 persen, terbesar terhadap total perekonomian Kota Magelang. Pada periode tahun 2010-2023 terjadi peningkatan dari 14,09 persen pada tahun 2010 menjadi 16,49 persen pada tahun 2023 atau meningkat 2,40 persen selama 13 tahun terakhir. Industri Kota Magelang terdiri dari industri kecil dan menengah meliputi industri makanan dan minuman, pengolahan tembakau, tekstil, kulit, kayu (bambu, rotan dan sejenisnya) dan lainnya. Kontribusi sektor perdagangan dan industri terhadap PDRB Kota Magelang keberadaannya ditopang oleh Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).

Gambar 2.15	Kontribusi PDRB Industri Pengolahan di Kota Magelang, 2010-2023
Sumber: BPS Kota Magelang, 2024
Gambar 2.15 Kontribusi PDRB Industri Pengolahan di Kota Magelang, 2010-2023

Peran sektor perdagangan dalam PDRB juga didukung oleh keberadaan koperasi namun kondisi eksisting menunjukkan bahwa peningkatan volume usaha koperasi tidak sejalan dengan pertumbuhan PDRB. Bahkan sejak tahun 2021 hingga tahun 2023 rasio volume usaha koperasi terhadap PDRB Kota Magelang justru menurun. Hal ini juga berkaitan dengan kegiatan riil mayoritas koperasi yang berada pada kegiatan simpan pinjam.

Tabel 2.8 Rasio Volume Usaha Koperasi terhadap PDRB Kota Magelang, 2021-2023
Tabel 2.8	Rasio Volume Usaha Koperasi terhadap PDRB Kota Magelang, 2021-2023
Sumber: DPPKUM Kota Magelang, 2024

Di sisi lain, jika dilihat dari sisi perlindungan terhadap tenaga kerja, Kota Magelang masih memiliki tantangan karena mengacu dari data BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Jawa Tengah-DIY, cakupan kepesertaan jaminan sosial ketenagakerjaan tahun 2023 baru sebesar 44,53% dengan peserta 19.846 jiwa. Nilai tersebut menurun dari tahun 2022 yang capaiannya sebesar 50,28% dengan jumlah peserta 23.820 jiwa. Masih rendahnya cakupan tersebut mayoritas berasal dari pekerja sektor informal di Kota Magelang yang belum menjadi peserta jaminan sosial ketenagakerjaan. Jika melihat data tahun 2023, diestimasikan baru 4.918 tenaga informal yang tergabung.

Dilihat lebih lanjut, pertumbuhan sektor perdagangan dan industri terkait erat dengan aktivitas pariwisata sebagai salah satu sektor penting penggerak pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Hal ini karena sektor pariwisata merupakan sektor yang paling mudah dalam menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Selain itu, dari segi linkage, sektor pariwisata menjadi penghubung dari banyak sektor. Sehingga sektor pariwisata memberikan efek pengganda yang dapat menciptakan ekonomi kerakyatan, di antaranya melalui industri kreatif.

Namun demikian, kinerja sektor pariwisata masih perlu ditingkatkan. Dalam kurun waktu 2019-2021, jumlah kunjungan wisata Kota Magelang baik wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara mengalami penurunan dengan penurunan wisatawan mancanegara mencapai 92%. Hal tersebut terjadi karena pandemi Covid-19 yang berdampak pada pembatasan aktivitas masyarakat secara global. Pada tahun 2022, kunjungan wisatawan domestik sudah mulai mengalami perbaikan tetapi kunjungan wisatawan mancanegara masih rendah (693 wisatawan) meskipun sudah meningkat lebih dari seratus persen dibandingkan tahun 2021 (hanya mencapai 162 wisatawan). Jumlah kunjungan di tahun 2021 tersebut menunjukkan penurunan yang sangat drastis dibandingkan kunjungan wisatawan mancanegara tahun 2020 yang mencapai 4.123 (awal pandemi Covid 19) bahkan pada tahun sebelumnya mencapai 8.784 wisatawan. Pada tahun 2023 kondisi pariwisata menunjukkan pemulihan ditandai dengan peningkatan kunjungan wisatawan mancanegara tercatat sebesar 1.717 wisatawan.

Kota Magelang memiliki posisi yang strategis yaitu berada dekat dengan beberapa potensi wisata dengan skala kawasan, regional hingga nasional. Kota Magelang juga berada pada persimpangan jalur pariwisata lokal, regional dan nasional yaitu Yogyakarta-Borobudur-Kopeng-Ketep Pass dan Dataran Tinggi Dieng. Terdapat Kawasan Strategis Pariwisata Nasional Borobudur yang berada dekat dengan Kota Magelang dan merupakan destinasi wisata skala nasional hingga mancanegara serta beberapa potensi destinasi wisata lainnya dengan skala kawasan yang berada di kawasan Purwomanggung.

Selain daya tarik obyek wisata tersebut, Kota Magelang juga memiliki potensi events pariwisata tahunan seperti misalnya Grebeg Gethuk, Kirab Budaya Ndalu, Reli Mobil Kuno, Magelang Fair dan kegiatan pariwisata lainnya. Selain itu, ekonomi kreatif yang ada di Kota Magelang juga potensial untuk mendatangkan wisatawan. Potensi ekonomi kreatif Kota Magelang terbesar pada sub sektor kuliner, fashion, dan seni kriya yang tersebar di seluruh wilayah. Adanya potensi ekonomi kreatif, khususnya kuliner dapat menjadi peluang peningkatan perekonomian masyarakat apabila diiringi integrasi dengan aktivitas lainnya seperti pariwisata, perdagangan dan jasa.

Gambar 2.16	Peta Persebaran Potensi Wisata
Sumber: RTRW Kota Magelang Tahun 2011-2031
Gambar 2.16 Peta Persebaran Potensi Wisata

Sebagai dukungan terhadap pengembangan sektor pariwisata, pada bulan November 2023 Kota Magelang telah bekerja sama dengan Kota Penang, Malaysia untuk pertukaran pengalaman pengembangan pariwisata, kerja sama UMKM, juga promosi bersama. Selain itu, Kota Magelang juga berkolaborasi dengan PT Taman Wisata Candi Borobudur (TWC) untuk menawarkan potensi wisata religi yang dimiliki kepada Tour Operator Asia. Tour Operator Asia tersebut mencakup 15 (lima belas) pilgrim tour operator dari Nepal, Thailand, Malaysia, India, dan Singapura. Kolaborasi tersebut dikemas dalam pilgrim tour ke Candi Borobudur yang melibatkan Kota Magelang sebagai salah satu wilayah penyangganya. Pilgrim tour tersebut dilaksanakan 2 (dua) kali pada tahun 2023 dan kelanjutan dari kegiatan tersebut diharapkan dapat terus membawa wisatawan mancanegara khususnya dari 5 (lima) negara yang terlibat.

Pengembangan seluruh sektor yang potensial di Kota Magelang diarahkan untuk meningkatkan aktivitas perekonomian sebagai pemicu pertumbuhan investasi. Nilai investasi terus mengalami kenaikan sejak tahun 2016 hingga tahun 2020 namun mengalami penurunan sangat tajam pada tahun 2021 sebagai dampak pandemi Covid-19. Pulihnya kondisi perekonomian berimbas pada kenaikan nilai investasi hingga 41,15% di tahun 2022 dengan nilai Penanaman Modal Asing (PMA) ±120 milyar rupiah dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) ±3,26 triliun rupiah. Meskipun dengan persentase pertumbuhan yang lebih kecil, namun nilai investasi pada tahun 2023 juga mengalami kenaikan sebesar 16,29% dengan nominal PMA ±117 miliar dan PMDN sebesar 4,218 triliun rupiah. Berikutnya, dilihat secara agregat dari tahun 2012 hingga 2023 nilai investasi terbesar adalah untuk perdagangan, hotel, dan restoran. Peningkatan investasi ini perlu diteruskan untuk menguatkan posisi Kota Magelang sebagai kota perdagangan dan jasa. Investasi pada sektor jasa termasuk pariwisata dan ekonomi kreatif diarahkan untuk meningkatkan belanja barang/jasa yang ada di Kota Magelang. Hal tersebut juga untuk memperbaiki kondisi pembentukan modal tetap yang hampir mendominasi PDRB meskipun secara tren sudah mengalami penurunan. Dalam kurun waktu 2021-2023, rasio pembentukan modal tetap terhadap PDRB menurun dari 50,97% menjadi 47,40%.

Selanjutnya, dalam konteks penerimaan pendapatan daerah, pada tahun 2023 penerimaan pajak Kota Magelang sebesar Rp58.081.811.662. Jika dibandingkan dengan PDRB ADHB Kota Magelang tahun 2023 sebesar 10.982,74 miliar, maka rasio pajak daerah terhadap PDRB berada pada angka 0,53%. Angka tersebut mengalami sedikit peningkatan dari tahun 2022 yang berada pada angka 0,50%. Dilihat dalam kurun waktu lima tahun maka terjadi kenaikan sebesar 0,07% dari tahun 2019 hingga 2023. Meskipun rasio pajak daerah masih berada di bawah 1%, tetapi memiliki tren positif dari tahun ke tahun. Masih rendahnya rasio pajak tersebut mengindikasikan bahwa Kota Magelang belum mandiri secara finansial karena APBD belum mampu berperan sebagai sumber utama pembiayaan pembangunan.

 

2.3.2 Daya Saing Sumber Daya Manusia (SDM)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Magelang di tahun 2023 merupakan yang tertinggi di antara daerah di Kawasan Purwomanggung dan lebih tinggi dibanding nilai IPM Nasional maupun Provinsi Jawa Tengah. Tren IPM Kota Magelang selalu mengalami peningkatan dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, walaupun tingkat pertumbuhannya masih rendah dibandingkan dengan kota atau kabupaten lain di Jawa Tengah.

Gambar 2.17	IPM Nasional, Prov. Jateng, dan Kawasan Purwomanggung, 2023
Sumber: BPS Jawa Tengah, 2023
Gambar 2.17 IPM Nasional, Prov. Jateng, dan Kawasan Purwomanggung, 2023

Capaian positif IPM disumbang dari peningkatan capaian komponen pendidikan dan kesehatan. Dari komponen Pendidikan, Harapan Lama Sekolah (HLS) dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) Kota Magelang di atas rata-rata nasional sedangkan Usia Harapan Hidup (UHH) selalu meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2023 HLS Kota Magelang sebesar 14,40 sudah melampaui angka nasional (13,15 tahun) dan RLS penduduk usia 25 tahun ke atas mencapai 11,20 tahun, melampaui angka RLS nasional (8,77 tahun).

Gambar 2.18	Indeks Pembangunan Manusia Kota Magelang, 2010-2023
Sumber: BPS Jawa Tengah, 2023
Gambar 2.18 Indeks Pembangunan Manusia Kota Magelang, 2010-2023

Peningkatan RLS dan HLS juga diimbangi peningkatan kualitas pendidikan dilihat dari capaian kompetensi literasi dan numerasi siswa SD dan SMP yang terus meningkat sejak tahun 2021 hingga tahun 2023.

Tabel 2.9 Persentase Siswa yang Mencapai Standar Kompetensi Minimum, 2021-2023
Tabel 2.9	Persentase Siswa yang Mencapai Standar Kompetensi Minimum, 2021-2023
Sumber : Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Magelang, 2023

Upaya peningkatan RLS dan HLS sangat terkait dengan Angka Partisipasi Sekolah (APS) pada semua jenjang pendidikan, tidak terkecuali pada jenjang pendidikan anak usia dini. APS anak usia 5-6 tahun pada tahun 2022 sebesar 83,96 kemudian meningkat menjadi 93,78 pada tahun 2023. Angka ini harus diupayakan hingga mencapai 100% untuk mendukung pencapaian target HLS dan RLS.

Usia Harapan Hidup (UHH) penduduk Kota Magelang sudah mencapai usia 77 tahun dan diproyeksikan terus meningkat hingga tahun 2045 hingga mencapai kisaran angka 78-80 tahun, sejalan dengan peningkatan indeks kesehatan dan didukung capaian rumah tangga sehat sudah mendekati seratus persen yaitu 96,96 (data buku saku kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2022). Sumber daya manusia kesehatan (SDMK) di Kota Magelang juga relatif baik dilihat dari pemenuhan sertifikat kompetensi yang mencapai seratus persen pada tahun 2022, sejalan dengan peningkatan jumlah tenaga kesehatan pada setiap tahunnya.

Akses masyarakat terhadap fasilitas kesehatan cukup baik digambarkan melalui cakupan kepesertaan jaminan kesehatan nasional yang cenderung meningkat sejak tahun 2019, dari 97,26% hingga mencapai 100% pada tahun 2023. Bahkan sejak tahun 2021 kepesertaan JKN sudah melebihi 99%.

Jika dilihat dari aspek kesehatan sumber daya manusia, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan di Kota Magelang. Dalam kurun waktu 2013-2023, Angka Kematian Ibu (AKI) masih menunjukkan fluktuasi. AKI pada tahun 2023 mencapai angka terendah yaitu 0 karena tidak ada kasus kematian ibu melahirkan, sejalan dengan Angka Kematian Bayi (AKB) yang juga mencapai angka terendah di tahun 2023 yaitu 5,47 (enam kasus kematian bayi). Kondisi positif tersebut menjadi indikasi upaya preventif, promotif, dan kuratif yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kematian ibu melahirkan dan kematian bayi cukup efektif.

Tabel 2.10 Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi Kota Magelang, 2013-2023
Tabel 2.10	Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi Kota Magelang, 2013-2023
Sumber: RKPD Kota Magelang Tahun 2015-2025

Selain itu, stunting juga menjadi salah satu fokus didasarkan pada hasil survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2023 yang menunjukkan prevalensi balita stunting di Kota Magelang sebesar 15,5%, yang mengalami kenaikan 10,32% dibandingkan tahun 2022 yaitu 13,9%. Terkait penyakit menular, tuberkulosis juga perlu mendapatkan perhatian mengingat insiden tuberkulosis per 100.000 penduduk pada tahun 2023 sebesar 199 meningkat dari angka tahun 2022 (183,81).

Peningkatan insiden tuberkulosis kontradiktif dengan cakupan penemuan dan pengobatan kasus tuberkulosis (treatment coverage) dan angka keberhasilan pengobatan tuberkulosis (treatment success rate) yang justru mengalami penurunan di tahun 2023. Maka upaya untuk menekan insiden tuberkulosis harus dilakukan secara menyeluruh mulai dari perluasan penemuan dan pengobatan kasus hingga keberhasilan pengobatan.

Tabel 2.11 Cakupan Penemuan dan Angka Keberhasilan Pengobatan Kasus Tuberkulosis di Kota Magelang, 2020-2023
Tabel 2.11	 Cakupan Penemuan dan Angka Keberhasilan Pengobatan Kasus Tuberkulosis di Kota Magelang, 2020-2023
Sumber: Dinas Kesehatan Kota Magelang, 2024

Dari dimensi ekonomi, kondisi ekonomi masyarakat Kota Magelang dibandingkan dengan kawasan lain di Purwomanggung, menunjukkan kinerja yang terbaik. Nilai pengeluaran per kapita yang disesuaikan dengan daya beli di Kota Magelang lebih besar sekitar 15% dari nilai rata-rata pengeluaran per kapita di Kawasan Purwomanggung. Apabila disandingkan dengan kemampuan ekonomi masyarakat secara umum di Provinsi Jawa Tengah, Kota Magelang masih lebih unggul dengan selisih nilai pengeluaran sekitar Rp 1.340.000 per kapita per tahun. Namun, apabila dibandingkan dengan lima kota lain di Jawa Tengah, kinerja pengeluaran per kapita Kota Magelang merupakan yang terendah.

Gambar 2.19	Perbandingan Pengeluaran per Kapita yang Disesuaikan (Ribu Rupiah) Kota Magelang dengan Wilayah Lain, 2023
Sumber: BPS Jawa Tengah, 2023
Gambar 2.19 Perbandingan Pengeluaran per Kapita yang Disesuaikan (Ribu Rupiah) Kota Magelang dengan Wilayah Lain, 2023

Pada tahun 2019, pengeluaran per kapita masyarakat per bulan sudah mencapai Rp 1.373.329. Nilai pengeluaran menurun pada tahun 2020 yang merupakan dampak dari pandemi Covid-19. Setelah tahun 2020, nilai pengeluaran per kapita di Kota Magelang kembali meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi perekonomian masyarakat terus membaik. Perlu diwaspadai penurunan rata-rata konsumsi per kapita di tahun terakhir. Besarnya nilai pengeluaran per kapita menggambarkan daya beli penduduk Kota Magelang terhadap harga-harga sejumlah komoditas pangan maupun non-pangan.

Gambar 2.20	Rata-rata Pengeluaran Per Kapita Sebulan (Rp) Menurut Kelompok Komoditas Kota Magelang, 2015-2023
Sumber BPS Kota Magelang, 2023 (data tahun 2018-2020) dan BPS Kota Magelang Dalam Angka, 2016-2023 (data tahun 2015-2017, 2021-2023)
Gambar 2.20 Rata-rata Pengeluaran Per Kapita Sebulan (Rp) Menurut Kelompok Komoditas Kota Magelang, 2015-2023

Tren peningkatan pengeluaran per kapita selaras dengan tingkat produktivitas tenaga kerja. Selama periode tahun 2010 sampai 2023 tingkat produktivitas tenaga kerja penduduk Kota Magelang mengalami tren meningkat dari 74,66 juta rupiah/jiwa pada tahun 2010 menjadi 110,80 juta rupiah/jiwa di tahun 2023 atau mengalami kenaikan sebesar 36,14 juta rupiah/jiwa.

Gambar 2.21	Tingkat Produktivitas Tenaga Kerja (Juta Rupiah/Jiwa) Kota Magelang, 2010-2023
Sumber: Tim Penyusun RPJPD Kota Magelang, 2023
Gambar 2.21 Tingkat Produktivitas Tenaga Kerja (Juta Rupiah/Jiwa) Kota Magelang, 2010-2023

Dibandingkan kota-kota lain di Jawa Tengah, pada tahun 2023 produktivitas tenaga kerja Kota Magelang berada di posisi ke tiga, di bawah Kota Semarang dan Kota Surakarta. Bila dibandingkan dengan produktivitas tenaga kerja secara nasional yang mencapai 88,95 juta rupiah/jiwa, maka produktivitas tenaga kerja di Kota Magelang masih lebih tinggi di atas nasional. Sedangkan di sisi lain, produktivitas tenaga kerja Kota Magelang tertinggi jika dibandingkan dengan daerah-daerah di Kawasan Purwomanggung.

Gambar 2.22 	Tingkat Produktivitas Tenaga Kerja Nasional, Provinsi Jawa Tengah, dan Kawasan Purwomanggung (Juta Rupiah/Jiwa), 2023
Sumber: Tim Penyusun RPJPD Kota Magelang, 2024
Gambar 2.22 Tingkat Produktivitas Tenaga Kerja Nasional, Provinsi Jawa Tengah, dan Kawasan Purwomanggung (Juta Rupiah/Jiwa), 2023

 

2.3.3 Daya Saing Fasilitas/ Infrastruktur Wilayah

Kondisi infrastruktur Kota Magelang belum mencapai kondisi ideal meskipun untuk infrastruktur tertentu, seperti jalan, sudah baik. Pada tahun 2022 kondisi jalan mantap mencapai 93,00% sedangkan 7,00% dalam kondisi rusak. Namun pada tahun 2023 terjadi penurunan capaian kondisi jalan mantap menjadi 85,41% karena penambahan ruas jalan yang tidak linier dengan pemeliharaan ruas jalan. Selanjutnya, terkait dengan keamanan lalu lintas, kondisi ruas jalan di Kota Magelang juga masih perlu dioptimalkan. Pada tahun 2023, persentase kelengkapan jalan yang telah terpasang terhadap kondisi ideal pada jalan kewenangan kota menunjukkan angka 85,41%. Artinya, fasilitas perlengkapan jalan di Kota Magelang seperti rambu, marka, penerangan jalan umum, dan alat pemberi syarat lalu lintas masih perlu untuk ditingkatkan.

Tabel 2.12 Perkembangan Fasilitas Keselamatan Jalan di Kota Magelang, 2019-2023
Tabel 2.12	Perkembangan Fasilitas Keselamatan Jalan di Kota Magelang, 2019-2023
Sumber: Dinas Perhubungan Kota Magelang, 2024
Tabel 2.13 Jumlah Kendaraan Pribadi Kota Magelang, 2019-2023
Tabel 2.13	Jumlah Kendaraan Pribadi Kota Magelang, 2019-2023
Sumber: SAMSAT Kota Magelang, 2024

Infrastruktur transportasi yang mumpuni semakin menjadi krusial bagi Kota Magelang baik dilihat dari sisi internal maupun eksternal. Secara eksternal, Kota Magelang perlu menangkap peluang yang maksimal dari lokasinya yang strategis yang berada pada jalur transportasi Yogyakarta-Magelang-Semarang. Secara internal, salah satu tantangan yang dihadapi Kota Magelang yaitu terus meningkatnya jumlah kendaraan pribadi baik roda 2 (dua) maupun roda 4 (empat). Sampai tahun 2023, terdapat 321.263 unit roda dua dan 78.631 unit roda empat di Kota Magelang. Ke depan, jumlah kendaraan pribadi akan terus meningkat sedangkan kapasitas jalan Kota Magelang tidak bertambah secara signifikan. Terlebih dengan tantangan eksternal Kota Magelang sebagai jalur transportasi Yogyakarta-Semarang tentunya kendaraan yang melintas akan berasal dari berbagai wilayah. Oleh karena itu, beban kerja jalan Kota Magelang akan semakin besar.

Berdasarkan data pemeringkatan jalan pada tahun 2023, terdapat beberapa jalan utama di Kawasan Strategis Kota Magelang yang memiliki kinerja jalan relatif buruk dibandingkan kinerja ruas jalan yang lain, seperti Jalan Pemuda (V/C ratio 0,6) dan Jalan Jenderal Sudirman (V/C ratio 0,6). Selanjutnya, jika dilihat dari rata-rata kinerja jalan di Kota Magelang pada tahun 2022, nilai V/C ratio sudah berada pada angka 0,79. Derajat kejenuhan dengan angka 0,79 tersebut jika dibandingkan dengan kondisi ideal berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997, maka nilai tersebut sudah melampaui ambang batas yang ditentukan (derajat kejenuhan jalan yang ideal yaitu <0,75). Hal ini perlu menjadi perhatian bahwa kemacetan menjadi salah satu permasalahan yang dihadapi Kota Magelang, terlebih jika melihat tantangan dari sisi internal maupun eksternal.

Tantangan terhadap kinerja jalan tersebut diperburuk dengan keberadaan kelengkapan jalan yang belum optimal. Hal tersebut relevan jika selanjutnya melihat data kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Kota Magelang. Terdapat peningkatan kecelakaan lalu lintas di tahun 2022 dibandingkan tahun 2021 yang berlokasi di ruas-ruas jalan rawan kecelakaan yaitu sebagian ruas Jl. A. Yani dan Jl. Jenderal Gatot Subroto. Kemudian jika melihat jumlah kejadian kecelakaan lalu lintas tahun 2023, secara jumlah memang mengalami penurunan dari tahun 2022 tetapi memakan korban meninggal dunia yang lebih tinggi.

Tabel 2.14 Perkembangan Kejadian Kecelakaan Lalu Lintas di Kota Magelang, 2019-2023
Tabel 2.14	Perkembangan Kejadian Kecelakaan Lalu Lintas di Kota Magelang, 2019-2023
Sumber: Dinas Perhubungan Kota Magelang, 2024

Konektivitas antar wilayah di Kota Magelang saat ini ditopang oleh keberadaan satu buah terminal penumpang induk, yaitu Terminal Tipe A, dan sub-Terminal atau Tipe C. Hingga saat ini Kota Magelang belum dilengkapi dengan sarana pergantian antar moda lainnya seperti bandara dan stasiun. Namun untuk koneksi dengan Bandara New Yogyakarta International Airport dan Stasiun Tugu Yogyakarta sudah tersedia shuttle yang melayani setiap hari. Sedangkan pergerakan antar wilayah dengan kawasan sekitar, termasuk dengan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Borobudur, hingga saat ini belum terintegrasi dengan angkutan publik.

Memperhatikan kebijakan pengembangan wilayah sekitar yang akan berpengaruh terhadap aktivitas dan pergerakan dari dan menuju Kota Magelang, antara lain pengaktifan kembali rel kereta api Ambarawa-Secang-Magelang-Yogya serta adanya pengembangan exit Jalan Tol Bawen-DIY di Kota Magelang, maka dibutuhkan infrastruktur yang tangguh. Selain tuntutan kondisi jalan mantap juga harus didukung sistem transportasi berkelanjutan, untuk mendukung transformasi ekonomi. Penyediaan angkutan publik Kota Magelang saat ini belum mengarah pada pemanfaatan moda transportasi yang aman, murah dan ramah lingkungan dan masih bertumpu pada 226 angkutan kota yang aktif beroperasi.

Selain itu, berdasarkan lokasi Kota Magelang yang strategis dan menjadi pusat kegiatan wilayah Kawasan Purwomanggung, serta rencana terkait pengaktifan kembali rel kereta api Ambarawa-Secang-Magelang-Yogya, adanya pengembangan exit Jalan Tol Bawen-DIY di Kota Magelang, maka perlu adanya peningkatan kualitas transportasi di Kota Magelang untuk meningkatkan konektivitas antar wilayah.

Berikutnya jika dilihat dari kondisi infrastruktur yang lain, sayangnya kondisi saluran drainase (primer) di Kota Magelang sebagian besar belum masuk kriteria baik. Hingga tahun 2023 baru 32,40% drainase kota, atau sepanjang 6.555 m, dalam kondisi baik sedangkan sisanya (13.675 m) belum dalam kondisi baik. Begitu juga dengan kondisi saluran irigasi yang pada tahun 2023 baru 56,47% atau 8.708 m dari total 16.550 m yang berada dalam kondisi baik.

Selain itu, pemenuhan kebutuhan air minum dan sanitasi juga masih perlu didorong menuju pemenuhan akses aman. Persentase rumah tangga yang memiliki akses terhadap layanan sumber air minum layak dan berkelanjutan di Kota Magelang selama periode tahun 2017-2023 terus mengalami peningkatan. Kondisi pada tahun 2017 menunjukkan angka 87,88% dan tahun 2023 berada di angka 98,32%. Namun, jika melihat data proporsi populasi yang memiliki akses layanan sumber air minum aman dan berkelanjutan (air siap minum perpipaan) pada tahun 2023 masih berada pada angka 88,21%. Angka tersebut meningkat dari tahun 2022 yang sebesar 85,75%.

Gambar 2.23	Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Akses Terhadap Layanan Sumber Air Minum Layak dan Berkelanjutan di Kota Magelang, 2017-2023
Sumber: Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Magelang, 2024
Gambar 2.23 Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Akses Terhadap Layanan Sumber Air Minum Layak dan Berkelanjutan di Kota Magelang, 2017-2023

Sebelum tahun 2022, air siap minum menggunakan kriteria dapat diminum secara langsung tanpa melalui proses pengolahan terlebih dahulu namun sejak tahun 2022 mengacu pada Pedoman Pengukuran Capaian Pembangunan Perumahan dan Permukiman Berbasis Hasil Tahun 2019 yang dikeluarkan Bappenas tentang definisi air minum aman adalah yang memenuhi aspek 4K (kuantitas, kualitas, kontinuitas dan keterjangkauan). Air minum aman berasal dari PDAM dan non-perpipaan yang memenuhi kategori aspek 4K tersebut. Sehingga tampak terjadi kenaikan drastis capaian tahun 2022 dibandingkan tahun 2021.

Tabel 2.15 Persentase Rumah Tangga Yang Memiliki Akses Terhadap Layanan Sumber Air Minum Aman Dan Berkelanjutan (Air Siap Minum Perpipaan) Di Kota Magelang, 2019-2023
Tabel 2.15	Persentase Rumah Tangga Yang Memiliki Akses Terhadap Layanan Sumber Air Minum Aman Dan Berkelanjutan (Air Siap Minum Perpipaan) Di Kota Magelang, 2019-2023
Sumber: Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Magelang, 2024

Terkait aspek kuantitas, tantangan besar bagi Kota Magelang yaitu terkait supply pemenuhan kebutuhan air bersih yang bergantung pada sumber-sumber air yang berada di luar wilayah Kota Magelang sehingga perlu peningkatan ketersediaan air baku melalui penggalian potensi sumber air yang tersedia serta penghijauan daerah tangkapan mata air maupun peningkatan kerja sama antardaerah. Selain itu, keberlanjutan air bersih di Kota Magelang juga menghadapi permasalahan risiko pencemaran. Jika melihat persentase rumah tangga dengan akses sanitasi layak dan berkelanjutan pada tahun 2023, Kota Magelang sudah berada pada 98,81%; namun jika dilihat dari akses sanitasi aman capaiannya baru di angka 14,22% di tahun 2023.

Gambar 2.24	Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Akses Terhadap Layanan Sanitasi Aman, 2019-2023
Sumber: Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Magelang, 2024
Gambar 2.24 Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Akses Terhadap Layanan Sanitasi Aman, 2019-2023

Kemudian terkait dengan infrastruktur energi, pemenuhan kebutuhan energi listrik sudah mendekati kondisi ideal dilihat dari rasio elektrifikasi Kota Magelang yang sudah mendekati seratus persen pada tahun 2022, dengan pemakaian terbesar pada kelompok rumah tangga. Jumlah pemakaian listrik pada tahun 2023 mencapai 347.874.181,00 kWh, meningkat dibandingkan tahun sebelumnya dengan jumlah pemakaian 301.431.732,00 kWh. Maka terjadi kenaikan konsumsi listrik per kapita dari 3.186,77 kWh/ jiwa pada tahun 2022 menjadi 3.333,18 kWh/ jiwa tahun 2023.

Di lain sisi, terkait dengan penanganan kawasan kumuh sebagai bagian integral dari tujuan pemenuhan kebutuhan permukiman layak huni, Kota Magelang masih memiliki pekerjaan rumah. Kota Magelang memiliki luas 1.856 Ha dengan kepadatan penduduk cukup tinggi yang berdampak pada masih munculnya kawasan kumuh bahkan tersebar merata di seluruh kecamatan yang ada dengan luasan bervariasi.

Gambar 2.25	Luas Permukiman Kumuh Per Kecamatan Kota Magelang, 2015-2023
Sumber: RPJMD Kota Magelang 2021-2026, DataGo Kota Magelang, Disperkim Kota Magelang, 2024
Gambar 2.25 Luas Permukiman Kumuh Per Kecamatan Kota Magelang, 2015-2023

Sisa luasan kawasan kumuh tiap kelurahan berdasarkan Berita Acara tentang Penetapan Luas Permukiman Kumuh Berdasarkan Pembagian Urusan Pemerintah terkait Penanganan Permukiman Kumuh antara Pemerintah Kota Magelang, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, dan Balai Prasarana Permukiman Wilayah Provinsi Jawa Tengah tanggal 25 Maret 2024 sebesar 13,79 hektar. Dalam kurun waktu 2015-2023, luas permukiman kumuh secara keseluruhan terus mengalami penurunan. Pada tahun 2015, Kecamatan Magelang Utara merupakan kecamatan yang memiliki luas permukiman kumuh terbesar dan pada tahun 2023 berhasil menjadi kecamatan dengan luas permukiman kumuh yang paling kecil. Melihat kondisi tahun 2023, kawasan kumuh paling besar tersisa di Kecamatan Magelang Selatan.

Gambar 2.26	Luas Permukiman Kumuh Kawasan Purwomanggung, 2023 (Satuan Hektar)
Sumber: Berita Acara Kab. Purworejo/ Kab. Wonosobo/ Kab. Temanggung/ Kab. Magelang/ Kota Magelang dengan Provinsi Jawa Tengah dan Balai Prasarana Permukiman Wilayah Provinsi Jawa Tengah tentang Penetapan Luas Permukiman Kumuh Berdasarkan Pembagian Urusan Pemerintah terkait Penanganan Permukiman Kumuh
Gambar 2.26 Luas Permukiman Kumuh Kawasan Purwomanggung, 2023 (Satuan Hektar)

Kondisi perkotaan dengan wilayah sempit dan kepadatan penduduk tinggi menjadi hambatan penataan lingkungan bebas kumuh. Adapun penanganan kawasan kumuh tersebut salah satunya dengan membuat program pengurangan jumlah RTLH melalui fasilitas perbaikan kualitas rumah yang diwujudkan dengan bantuan stimulan perumahan swadaya. Pada tahun 2015 hingga tahun 2020, kondisi RTLH Kota Magelang terus mengalami penurunan dari 4.707 unit menjadi 2.852 unit di tahun 2020 dengan 277 unit sudah direhabilitasi. Jumlah RTLH tahun 2021 tercatat 1.679 dan sampai tahun 2023 telah dilakukan penanganan terhadap 1.002 unit rumah melalui skema kolaborasi pentahelix antara pemerintah daerah, BAZDA, TNI, CSR Bank Jateng, dan LSM.

Penanganan permukiman kumuh termasuk RTLH harus mempertimbangkan keterbatasan lahan dan tingginya harga tanah di wilayah perkotaan sehingga solusi yang efektif, salah satunya melalui vertical housing. Dukungan pemerintah kota terhadap penyediaan vertical housing di Kota Magelang yaitu dengan membangun rumah susun bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Hingga tahun 2023, Pemerintah Kota Magelang sudah memiliki 3 (tiga) rusun dan 2 (dua) rusus. Tiga rusun yang dimaksud berlokasi pada Kelurahan Potrobangsan, Kecamatan Magelang Utara; Kelurahan Tidar Utara, Kecamatan Magelang Selatan; dan Kelurahan Wates Kecamatan Magelang Utara. Sedangkan 2 (dua) rususnya berlokasi di Kelurahan Wates; Kecamatan Magelang Utara dan Kelurahan Kedungsari; Kecamatan Magelang Utara.

Pendirian Rusunawa dan Rusus tidak hanya menjadi strategi penanganan RTLH tetapi juga bagian dari upaya pengurangan backlog rumah yang terjadi di Kota Magelang. Terkait dengan backlog, backlog kepemilikan rumah di Kota Magelang pada tahun 2023 mencapai 4.774 unit. Tuntutan penyediaan rumah layak huni pada tahun-tahun mendatang akan meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Data menunjukkan selama lima tahun terakhir persentase rumah tangga dengan akses hunian layak di Kota Magelang meningkat sebesar 11,47%, dari 64,69% pada tahun 2019 menjadi 76,16% di tahun 2023.

Gambar 2.27	Rumah Tangga dengan Akses Hunian Layak, 2019-2023
Sumber: Realisasi Jawa Tengah (data tahun 2019); Profil Kesehatan BPS (data tahun 2020-2023)
Gambar 2.27 Rumah Tangga dengan Akses Hunian Layak, 2019-2023

Seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk Kota Magelang juga dapat memunculkan berbagai masalah salah satunya masalah sampah yang dihasilkan sebagai akibat adanya pertambahan penduduk yang pesat dan kepadatan penduduk yang tinggi. Volume sampah saat ini akan selalu meningkat sesuai dengan laju pertumbuhan penduduk Kota Magelang dan peningkatan teknologi serta aktivitas sosial ekonomi.

Seiring berjalannya waktu, terdapat perubahan paradigma kinerja persampahan dari jumlah sampah terkelola menjadi sampah terolah. Dari perubahan cara pandang tersebut maka diperlukan proses Reuse, Reduce, Recycle (3R) pada setiap sampah yang dihasilkan yang diharapkan mampu mengurangi volume sampah yang dibuang dalam tempat pemrosesan akhir. Dalam kurun waktu 2020-2022, pengurangan volume sampah di Kota Magelang terus mengalami peningkatan meskipun berikutnya pada tahun 2023 mengalami penurunan dan berada di angka 14,93%. Proses pengurangan sampah tersebut dilakukan melalui implementasi proses 3R dalam bentuk pengolahan sampah non-organik menjadi produk pakai atau pembuatan kompos dari sampah organik.

Gambar 2.28	Jumlah Pengurangan Sampah Kota Magelang, 2020-2023
Sumber: Dinas Lingkungan Hidup Kota Magelang, 2024
Gambar 2.28 Jumlah Pengurangan Sampah Kota Magelang, 2020-2023

Dilihat dari fasilitas persampahan yang dimiliki, Kota Magelang telah didukung oleh 6 (enam) sarana TPS 3R yang tersebar di seluruh wilayah Kota Magelang. Selain TPS3R, sistem pengelolaan sampah Kota Magelang juga didukung dengan keberadaan 120 Bank Sampah yang tersebar di seluruh kecamatan dan 13 Kampung Organik. Akan tetapi efektivitasnya dalam mengurangi sampah belum optimal karena belum seluruh bank sampah dalam kondisi aktif juga jumlah sampah yang didaur ulang masih didominasi oleh pengepul/lapak dibandingkan Bank Sampah Unit maupun Induk dan TPS3R yang ada. Perlu penguatan gerakan pilah sampah dari rumah untuk membangun kesadaran masyarakat untuk mengolah sampah secara mandiri.

Keberadaan Bank Sampah ini merupakan upaya sadar dan kepedulian masyarakat terhadap pengelolaan sampah dalam rangka mengurangi timbulan sampah dari sumbernya (RT/RW). Pada beberapa Bank Sampah, melalui kepemimpinan dan manajerial kelembagaan yang cukup baik telah mampu mengembangkan Bank Sampah ini menjadi :

  1. Kawasan hijau/urban farming melalui penanaman sayuran dan bunga untuk konsumsi maupun jualan, selain itu bahkan mengelola hasil tanaman tersebut menjadi produk olahan pangan di Kelurahan Kedungsari;
  2. Mengelola sampah anorganik menjadi barang layak jual (kaca, kertas, plastik, dsb) pada hampir semua Bank Sampah;
  3. Mengelola sampah organik menjadi bahan layak jual (pupuk kompos, magot, sabun dari minyak jelantah, eco enzim, dll) pada beberapa bank sampah;
  4. Mengelola sampah untuk membangun warung kelontong, dari dan oleh warga masyarakat di Bank Sampah Bougenvile Kelurahan Jurangombo Utara;
  5. Mengelola dan mengembangkan Bank Sampah menjadi Kampung Iklim dan Kawasan Wisata Edukasi di Bank Sampah Bersemi Kelurahan Cacaban.

Meskipun demikian, kontribusi dari Bank Sampah terhadap pengurangan sampah ini sangat minim, tidak lebih dari 10% dari jumlah timbulan sampah. Oleh karena itulah dibutuhkan mekanisasi sistem pengelolaan persampahan sebagai upaya untuk mencapai target pengelolaan sampah sesuai dengan arahan dari provinsi maupun Nasional. Sampah residu yang masuk ke TPST pada tahun-tahun mendatang diarahkan untuk dikelola di TPST Regional Magelang dan sudah dirintis sejak beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2023 telah dilaksanakan pembayaran ganti rugi 19 (sembilan belas) bidang tanah untuk akses jalan menuju TPST Regional Magelang dan 24 (dua puluh empat) bidang tanah lainnya ditargetkan selesai pada tahun 2024.

Perwujudan kota layak huni membutuhkan dukungan kelengkapan fasilitas perkotaan. Ketersediaan sekolah pada jenjang pendidikan dasar hingga tahun 2023 sudah mencukupi dengan mayoritas kondisi baik dan sudah terakreditasi. Selain itu, Kota Magelang juga dilengkapi fasilitas pendidikan lanjutan dengan dua universitas, yaitu Universitas Muhammadiyah Magelang dan Universitas Tidar yang telah terakreditasi dengan peringkat B. Selain itu, Akademi Militer (AKMIL) yaitu sekolah pendidikan TNI Angkatan Darat dan Sekolah Perwira Prajurit Karier TNI di Indonesia juga berlokasi di Kota Magelang.

Terkait dengan fasilitas kesehatan, ketersediaannya di Kota Magelang sudah cukup lengkap dan tersedia merata. berupa puskesmas, klinik/balai kesehatan, dan laboratorium kesehatan. Tercatat sebanyak 8 (delapan) rumah sakit, 5 (lima) puskesmas, 12 (dua belas) puskesmas pembantu, 16 (enam belas) klinik/balai kesehatan, dan 5 (lima) laboratorium kesehatan. Selain itu Kota Magelang memiliki Rumah Sakit Tidar yang merupakan rumah sakit Tipe B yang memiliki fasilitas terbaik dan terlengkap dalam lingkup Eks-Karesidenan Kedu.

Aktivitas perekonomian didukung kecukupan fasilitas perdagangan dan jasa Kota Magelang, meliputi 5 (lima) pasar tradisional, 6 (enam) supermarket dan (17) tujuh belas grosir. Pada tahun 2019, Pasar Rejowinangun memperoleh sertifikat SNI 8152:2015 dari Badan Standarisasi Nasional (BSN) sebagai pasar rakyat dengan kategori mutu 2 untuk pasar tipe 1. Jangkauan pelayanan fasilitas perdagangan tersebut hingga skala regional kawasan. Selain itu Pemerintah Kota Magelang pada tahun 2022 mendirikan IKM center sebagai fasilitas yang mengintegrasikan aktivitas perdagangan dengan pariwisata.

Pengembangan kegiatan pariwisata saat ini didukung fasilitas akomodasi dan makan minum berupa 8 (delapan) hotel berbintang, 13 (tiga belas) hotel melati dan 54 (lima puluh empat) restoran/ rumah makan. Selain mendukung pariwisata lokal, fasilitas tersebut juga mendukung kegiatan wisata dari daerah sekitarnya, seperti KSPN Borobudur. Adanya hotel dan restoran di Kota Magelang merupakan salah satu penyumbang terbesar investasi di Kota Magelang.

Kota Magelang memiliki daya tarik obyek wisata di antaranya Taman Kyai Langgeng, Kebun Raya Gunung Tidar, Museum Oei Hong Djien (OHD), Museum Sudirman, Museum BPK dan kampung-kampung tematik (kampung iklim dan kampung religi). Namun, belum semua dari daya tarik tersebut telah dikelola dengan baik dan memenuhi kriteria sapta pesona.

 

2.3.4 Daya Saing Iklim Investasi

Iklim investasi Kota Magelang relatif kondusif dengan pertumbuhan investasi rata-rata sebesar 16% pada tahun 2022 dan 2023. Salah satu faktor penting pencapaian kinerja tersebut adalah kemudahan perizinan terkait investasi. Sosialisasi terkait kemudahan perizinan melalui media cetak maupun media sosial terus dilakukan untuk menarik lebih banyak investor. Selain itu, penggunaan aplikasi OSS untuk perizinan juga akan mempercepat proses perizinan yang akan semakin menarik investor. Sebagai upaya peningkatan pelayanan perizinan, pada tahun 2022 Pemerintah Kota Magelang meresmikan Mal Pelayanan Publik dan hingga tahun 2023 terdapat total 38 tenant.

Selain kemudahan perizinan, iklim investasi yang mendukung juga dipengaruhi oleh kondisi daerah yang kondusif. Terkait dengan dukungan tersebut, Kota Magelang sudah menunjukkan perbaikan. Hal tersebut diperlihatkan melalui angka kriminalitas tahun 2023 yang sebesar 7,43%; menurun dari tahun 2019 dengan angka kriminalitas pada posisi 10,90%. Meskipun demikian, angka kriminalitas Kota Magelang di tahun 2023 masih lebih tinggi daripada tahun 2022 yang berada pada angka 5,94%. Artinya, Kota Magelang masih perlu mengupayakan agar tren penurunan kriminalitas sepenuhnya terwujud supaya dapat mengoptimalkan perwujudan kondisi kota yang kondusif. Selain itu, perbaikan juga terlihat dari menurunnya gangguan ketenteraman dan ketertiban umum secara signifikan mulai tahun 2022. Pada tahun 2021, jumlah pelanggaran mencapai 634 kasus, kemudian menurun pada tahun 2022 menjadi 166 kasus, dan berada pada angka 161 kasus pada tahun 2023. Lebih dari itu, dalam kurun waktu 2019-2023 tidak ada konflik SARA/sosial yang terjadi di Kota Magelang.

Gambar 2.29	Aspek PDSD Kota Magelang, 2023
Sumber: Bapperida Kota Magelang, 2024
Gambar 2.29 Aspek PDSD Kota Magelang, 2023

Selain situasi yang kondusif, dilihat Pemetaan Daya Saing Daerah (PDSD) tahun 2023, Kota Magelang memiliki keunggulan komparatif dibandingkan wilayah sekitarnya yaitu Kab. Purworejo, Kab. Wonosobo, Kab. Magelang, dan Kabupaten Temanggung baik dalam ekosistem inovasi, regulasi, sumber daya manusia, maupun pasar. Sejak tahun 2021, nilai PDSD Kota Magelang terus mengalami peningkatan dan di tahun 2023, nilai PDSD Kota Magelang berada pada angka 4,22 poin; meningkat 0,098 poin dari tahun 2022. Dari 4 (empat) aspek penilaian PDSD yaitu Aspek Faktor Penguat, Aspek Ekosistem Inovasi, Aspek Sumber Daya Manusia, dan Aspek Faktor Pasar, kontributor peningkatan terbesar di tahun 2023 berada di Faktor Penguat dan Ekosistem Inovasi. Faktor Penguat pada tahun 2023 memiliki nilai 4,456 poin; meningkat 0,529 poin dari tahun 2022. Berikutnya terkait Ekosistem Inovasi pada tahun 2023 yang berada pada angka 4,275 poin; bertambah 0,394 poin dari sebelumnya. Terkait dengan konteks inovasi, jika dilihat melalui indikator kapabilitas inovasi, Kota Magelang juga mengalami peningkatan yaitu pada skor 3,52 di tahun 2022 menjadi 3,65 di tahun 2023. Meskipun demikian, hal yang perlu diperhatikan bahwa gap capaian Kota Magelang dengan wilayah sekitarnya pada Aspek Faktor Pasar dan Faktor Penguat cukup tipis. Ini perlu menjadi catatan bahwa Kota Magelang lebih perlu mengusahakan peluang pasar yang lebih besar serta iklim bisnis yang lebih kondusif dilengkapi dengan dukungan regulasi yang sesuai dengan kebutuhan supaya lebih bisa bersaing dengan wilayah sekitar.

Gambar 2.30	Rasio Total Dana Pihak Ketiga pada Bank Milik Pemerintah Kota Magelang terhadap PDRB, 2019-2023
Sumber: Bagian Perekonomian Kota Magelang, 2024
Gambar 2.30 Rasio Total Dana Pihak Ketiga pada Bank Milik Pemerintah Kota Magelang terhadap PDRB, 2019-2023
Gambar 2.31	Rasio Total Kredit pada Bank Milik Pemerintah Kota Magelang terhadap PDRB, 2019-2023
Sumber: Bagian Perekonomian Kota Magelang, 2024
Gambar 2.31 Rasio Total Kredit pada Bank Milik Pemerintah Kota Magelang terhadap PDRB, 2019-2023

Berikutnya, jika melihat kondisi sektor keuangan milik pemerintah Kota Magelang, kondisinya sampai tahun 2023 belum dapat berkontribusi secara riil dalam kegiatan ekonomi maupun investasi. Peran sektor keuangan yang menjadi kewenangan pemerintah kota masih dangkal dilihat dari kemampuan bank milik pemerintah kota dalam menarik simpanan maupun menyalurkan pinjaman. Hal tersebut diperlihatkan melalui rasio total dana pihak ketiga pada bank milik pemerintah kota terhadap PDRB dalam kurun waktu 2019-2023 masih berfluktuasi dan berada pada kisaran 1%. Begitu juga dengan rasio total kredit pada bank milik pemerintah kota terhadap PDRB yang menunjukkan kondisi yang tidak jauh berbeda. Selama tahun 2019-2023, rasio tersebut masih fluktuatif, bahkan terus mengalami penurunan sejak tahun 2021 dengan besaran berada dalam kisaran 1%. Penguatan sektor keuangan perlu menjadi perhatian guna membangun iklim yang kondusif untuk berinvestasi di Kota Magelang.

 

2.4 Aspek Pelayanan Umum

Indeks Reformasi Birokrasi (IRB) Kota Magelang tahun 2019-2023 cenderung mengalami peningkatan (Gambar 2.30) meskipun terjadi perubahan komponen penilaian pada periode tahun 2018-2019 dengan tahun 2020-2022. Pada tahun 2022 terdapat dua komponen pada komponen hasil yang menunjukkan penurunan dibandingkan tahun 2021 yaitu Kinerja Organisasi. Maka perbaikan manajemen kinerja menjadi hal penting dalam upaya mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik. Meskipun demikian pada tahun 2023 terjadi peningkatan signifikan IRB Kota Magelang hingga mencapai angka 84,85.

Gambar 2.32	Indeks Reformasi Birokrasi Kota Magelang, 2019-2023
Sumber: TPB Data Go Kota Magelang, 2024
Gambar 2.32 Indeks Reformasi Birokrasi Kota Magelang, 2019-2023

Jika dilihat dari capaian IRB tahun 2022, mengacu pada hasil antara area perubahan memperlihatkan bahwa terdapat penurunan pada aspek profesionalitas ASN dan SPBE. Optimalisasi pemanfaatan teknologi dalam penyelenggaraan pemerintahan dapat dilihat dari Indeks SPBE, yang selaras dengan Major Project Transformasi Digital. Tahun 2022 capaian Indeks SPBE mencapai 2,67 dan meningkat menjadi 3,36 pada tahun 2023. Salah satu hal yang juga penting dalam keberhasilan pelaksanaan transformasi digital adalah literasi digital untuk menurunkan kesenjangan digital (digital gap). Berdasarkan hasil Susenas tahun 2023, sebanyak 96,18% rumah tangga Kota Magelang telah mengakses internet. Angka tersebut naik sebesar 4,49% dibandingkan tahun 2021 (91,69%). Kendati demikian, penduduk usia 5 tahun ke atas yang pernah mengakses internet dalam 3 bulan terakhir di Kota Magelang tahun 2023 sebanyak 82,32%, lebih rendah dibanding wilayah perkotaan di Jawa yang mencapai 90,18% di tahun yang sama.

Selanjutnya jika melihat dari capaian SPBE tahun 2023, capaian domain tata kelola SPBE paling rendah, bahkan mengalami penurunan dari tahun 2022. Dari hasil evaluasi tersebut menunjukkan bahwa komponen penyelenggaraan SPBE merupakan komponen yang paling memerlukan perbaikan. Perlu adanya penguatan kematangan tim koordinasi serta kolaborasi pelaksaan SPBE level kota. Selain itu, perlu adanya perbaikan arsitektur SPBE agar dapat mengintegrasikan aplikasi-aplikasi yang sudah terbangun serta menjembatani interoperabilitas data supaya lebih efisien.

Di sisi lain, perbaikan manajemen ASN dilakukan melalui penerapan sistem merit. Pada tahun 2022 indeks sistem merit Kota Magelang mencapai 0,6450 dengan nilai tingkat penerapan 273 (kategori baik). Selain itu, peningkatan indeks reformasi birokrasi juga didukung dengan peningkatan Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) Kota Magelang dari 78,72 pada tahun 2021 menjadi 94,14 pada tahun 2022. Linear dengan IPAK yang mengalami peningkatan, Indeks Integritas Kota Magelang juga mengalami peningkatan meskipun belum signifikan, yaitu dari angka 80 pada tahun 2022 menjadi 80,71 pada tahun 2023.

Melalui capaian Indeks Integritas pada tahun 2023, risiko korupsi Kota Magelang sudah berada pada kategori terjaga dengan kondisi sudah lebih baik daripada rata-rata kondisi nasional. Meskipun demikian, Kota Magelang masih perlu mengoptimalkan beberapa hal di antaranya yaitu transparansi dan keadilan layanan juga upaya pencegahan korupsi. Terkait transparansi dan keadilan layanan, Kota Magelang masih perlu memperbaiki informasi terkait SOP pelaksanaan tugas/layanan yang tersedia agar lebih jelas dan lebih mudah dipahami oleh masyarakat. Berikutnya, Kota Magelang juga perlu mengupayakan pencegahan korupsi yang lebih masif dan berdampak mengingat risiko keberadaan korupsi yang masih tinggi khususnya pada aspek penilaian praktik suap, praktik pungli, transparansi layanan publik, intervensi pihak lain, kualitas transparansi dan akuntabilitas penyediaan barang dan jasa, serta objektivitas kebijakan manajemen SDM.

Selanjutnya, perbaikan tata kelola pemerintahan memberi dampak positif pada kepuasan masyarakat terhadap kinerja pelayanan publik. Hasil survei kepuasan masyarakat menunjukkan peningkatan dari 80,82 di tahun 2019 menjadi 86,43 pada tahun 2023 (kategori baik). Hasil ini sejalan dengan hasil penilaian kepatuhan standar pelayanan publik oleh Ombudsman RI yang juga menunjukkan peningkatan dari 61,24 (zona kuning) di tahun 2021 menjadi 98,17 (zona hijau) pada tahun 2023. Sama halnya dengan kualitas pelayanan publik yang menunjukkan peningkatan dari 4,31 pada tahun 2021 menjadi 4,51 di tahun 2022. Pada tahun 2023, kualitas pelayanan publik masih stagnan dari tahun sebelumnya, yaitu tetap berada pada angka 4,51.

Semenjak tahun 2022, salah satu hasil antara area perubahan reformasi birokrasi yang dinilai adalah Indeks Reformasi Hukum. Capaian Kota Magelang untuk tahun 2022 sebesar 66,85 kemudian meningkat hingga mencapai 77,57 pada tahun 2023. Peningkatan tersebut menunjukkan upaya perbaikan harmonisasi regulasi, peningkatan kompetensi Aparatur Sipil Negara sebagai perancang peraturan perundang-undangan di tingkat pusat dan daerah yang berkualitas, mendorong kualitas regulasi atau deregulasi berbagai peraturan perundang-undangan berdasarkan hasil reviu, dan penataan database peraturan perundang-undangan.

 

2.5 Evaluasi Hasil RPJPD Tahun 2005-2025

Berdasarkan Evaluasi RPJPD Kota Magelang 2005-2025 diketahui bahwa meskipun predikat kinerja pemerintah sangat tinggi namun terdapat beberapa indikator yang masih perlu ditingkatkan capaiannya hingga akhir tahun perencanaan tahun 2025. Terdapat 30 dari 88 indikator pada sasaran pokok misi RPJPD Kota Magelang Tahun 2005-2025 yang tingkat capaian kinerjanya belum mencapai 100%. Indikator dengan capaian sedang di antaranya yaitu indikator terkait infrastruktur, tata Kelola pemerintahan, dan lingkungan hidup.

RPJPD Kota Magelang Tahun 2005-2025 memiliki 5 (lima) sasaran pokok, 18 (delapan belas) penanda keberhasilan sasaran pokok, dan 27 (dua puluh tujuh) arah kebijakan. Pencapaian misi menghadapi berbagai kendala sehingga misi tersebut tidak tercapai secara optimal.

Tabel 2.16 Evaluasi RPJPD Kota Magelang, 2005-2025Sumber: Dokumen Evaluasi RPJPD Kota Magelang 2005-2025
Indikator Target Sasaran Pokok RPJPD Kota Magelang Capaian Kinerja RPJMD Kota terhadap Sasaran Pokok RPJPD Kota Magelang Tingkat Capaian Kinerja RPJMD Kota terhadap Sasaran Pokok RPJPD Kota Magelang (%)
Periode I Periode II Periode III Periode IV Periode I Periode II Periode III Periode IV-2022 Periode I Periode II Periode III Periode IV
Persentase sarana perdagangan milik Pemerintah Kota Magelang menuju standar inklusivitas/ universal design NA NA 60% NA NA NA 40% NA NA NA 66,67% NA
Indeks aksesibilitas perkotaan NA NA NA 78,90 NA NA NA 39,33 NA NA NA 49,85%
Persentase sekolah (SD & SMP) berstandar nasional NA NA 60,66
90
NA NA 30,66
60
55,66
85
NA NA 100% 91,76%
94,44%
NA
Indeks Pendidikan NA NA NA 0,791 0,6754 0,7066 0,7471 0,7622 100% 100% 100% 96,36%
Indeks Kesehatan NA NA NA 0,879 0,8675 0,8758 0,8772 0,8772 100% 100% 100% 99,80%
Pengeluaran per Kapita yang disesuaikan (ribu Rp) NA 658,75 11.873,86 13.127,00 9.681,00 10.793,00 12.349,00 12.816,00 100% 100% 104% 97,63%
Persentase kualitas infrastruktur wilayah NA NA NA 84,5 NA NA NA 68,55 NA NA NA 81,12%
Nilai Penguatan Ketentraman dan Ketertiban Umum NA NA NA 97,86 NA NA NA 72,98 NA NA NA 74,58%
Nilai pemajuan kebudayaan NA NA NA 71,91 NA NA NA 60,78 NA NA NA 84,20%
Indeks Infrastruktur Wilayah NA NA NA 92,36 NA NA NA 68,55 NA NA NA 74,22%
Pemerataan pendapatan versi Bank Dunia NA 31,42% NA 16,50% 21,85% 17,20% 14,90% 16,24% 100% 54,74% 100% 98,42%
Persentase Luas Kawasan Kumuh NA 44 0 0 NA 3,91 2,20 1,10 NA 100% 40,79% 49,03%
Persentase jumlah Kepala Keluarga yang terlayani air minum NA 96,81 100 98,65 96,76 82,50 97,08 98,05 100% 85,22% 97,08% 99,39%
Prosentase RTLH NA NA 0 NA NA 4,40 8,61 NA NA 100% 25,84% NA
Indeks Kualitas Ruang Kota NA NA NA 70,21 NA NA NA 48,17 NA NA NA 68,61%
Persentase Ruang Terbuka Hijau Publik NA NA 18,37 18 13 18,37 16,24 16,24 100% 100% 88,41% 90,22%
Indeks Ketahanan Daerah NA NA NA 66,80 NA NA NA 21,50 NA NA NA 32,19%
Indeks aksesibilitas perkotaan NA NA NA 78,90 NA NA NA 39,33 NA NA NA 49,85%
Indeks SPBE NA NA NA 3,25 NA NA NA 2,67 NA NA NA 82,15%
Persentase UMKM yang produktif NA 100 NA NA 30 75 NA NA 100% 75% NA NA
Persentase Penduduk Miskin NA 11 6,4 6,7 10,51 9,05 7,75 7,10 100% 117,73% 78,91% 94,03%
Indeks Resiliensi Daerah NA NA NA 77,22 NA NA NA 57,30 NA NA NA 74,20%
Tingkat Pengangguran Terbuka NA 9% 5% 6% 13,28% 6,43% 8,73% 6,71% 100% 128,56% 25,40% 88,17%
Skor Pola Pangan Harapan (PPH) NA NA 91,60 93,24 NA 87,50 90,20 90,59 NA 100% 98,47% 97,16%
Indeks Pembangunan Manusia NA 78,37 78,37 83,34 73,99 76,39 79,43 80,39 100% 97,39% 101,35% 96,46%
Indeks Pembangunan Gender NA 74 96,23 96,15 94,16 95,81 95,54 95,91 100% 129,47% 99,28% 99,75%
Indeks sistem merit NA NA NA 0,73 NA NA NA 0,6825 NA NA NA 93,49%
Indeks Persepsi anti Korupsi NA NA NA 96,55 NA NA NA 86,76 NA NA NA 89,86%
Indeks Reformasi Birokrasi NA NA 59 85,10 NA 50,26 67,11 68,2 NA 100% 113,75% 80,14%
Tingkat capaian kinerja pemerintah kota NA Sangat Baik NA NA Sangat Baik Cukup Baik NA NA 100% 75% NA NA

 

Rekomendasi berdasarkan hasil evaluasi RPJPD Tahun 2005-2025 untuk penyusunan RPJPD 2025-2045 yaitu:

  1. Penyusunan visi RPJPD Kota Magelang tahun 2O25-2O45 diarahkan untuk pemenuhan kebutuhan dasar, tata kelola pemerintahan, pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, infrastruktur masa depan, pelestarian lingkungan hidup berkelanjutan.
  2. Perumusan misi, pentahapan arah kebijakan pembangunan lima tahunan dan sasaran pokok RPJPD Kota Magelang Tahun 2025-2045, untuk:
    1. Memperhatikan keselarasan dengan nilai-nilai kunci dari pernyataan visi.
    2. Mempertimbangkan permasalahan dan isu strategis jangka panjang, serta faktor penghambat dan pendorong capaian kinerja di antaranya indeks infrastruktur wilayah, indeks kualitas ruang kota, indeks aksesibilitas perkotaan, luas kawasan kumuh, indeks ketahanan daerah dan wawasan kebangsaan.
    3. Memperhatikan prediksi kondisi internal dan eksternal dengan mempertimbangkan kondisi sampai dengan tahun 2023.
    4. Memperhatikan kebijakan jangka panjang nasional dan provinsi.
    5. Menguraikan sasaran pokok berdasarkan prioritas masing-masing misi dan dijabarkan dalam indikator kinerja yang akan dicapai dalam jangka waktu 20 (dua puluh) tahun.
  3. Indikator Makro Pembangunan
    1. Merumuskan arah prioritas pembangunan pada setiap tahapan periode RPJPD sebagai upaya strategis untuk meningkatkan pemerataan pembangunan.
    2. Menghitung target indikator makro dengan memperhatikan target Provinsi, mengingat capaian provinsi merupakan agregat dari kabupaten/kota.
    3. Meningkatkan target Kinerja indikator makro dengan capaian lebih baik dari rata-rata capaian provinsi.
  4. Indikator Kinerja Sasaran Pokok RPJPD Kota Magelang tahun 2025-2045 dengan:
    1. Mempertimbangkan hasil evaluasi capaian indikator RPJPD tahun 2OO5-2O25 khususnya indikator dengan capaian sedang, rendah dan sangat rendah.
    2. Jika indikator RPJPD Tahun 2025-2045 masih menjadi bagian dari pencapaian sasaran pokok RPJPD periode selanjutnya, maka upaya pencapaiannya perlu diwujudkan menjadi bagian dalam arah pembangunan/prioritas pembangunan lima tahunan pada per tahapan/periodisasi RPJPD.
    3. Menghitung target indikator kinerja sasaran pokok RPJPD Kota Magelang periode selanjutnya dengan:
      • Memperhatikan kondisi awal capaian.
      • Memperhatikan kerealistisan target kinerja (perhitungan target tidak pesimis dan over optimis).
      • Mempertimbangkan kondisi internal dan eksternal sampai dengan tahun 2023 yang diprediksi dapat mempengaruhi ketercapaian target.

 

2.6 Tren Demografi dan Kebutuhan Sarana dan Prasarana

Proyeksi demografi Kota Magelang diperoleh berdasarkan Dokumen Proyeksi Penduduk Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah 2020-2035 dan dilanjutkan dengan menggunakan forecasting sampai tahun 2045. Hasil proyeksi tersebut menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kota Magelang terus mengalami peningkatan selama periode tahun 2025-2045. Sementara, angka kelahiran (TFR) dan angka kematian bayi (IMR) selama periode 2025-2045 pertumbuhannya cenderung mengalami penurunan yaitu masing-masing sebanyak 1,2% dan 13%.

Di sisi lain, angka rasio ketergantungan diproyeksikan mengalami peningkatan hingga mencapai 62,1 pada tahun 2045 (Tabel 2.2). Kondisi ini semakin memperkuat adanya fenomena aging population yang dapat menjadi tantangan pembangunan Kota Magelang pada masa yang akan datang. Apabila dilihat berdasarkan proporsi jumlah penduduk per kecamatan di Kota Magelang (Tabel 2.3), diproyeksikan selama periode tahun 2025-2045 cenderung mengalami peningkatan dengan pertumbuhan masing-masing kecamatan sebesar 0,5%. Proporsi jumlah penduduk terbesar berada di Kecamatan Magelang tengah yang diproyeksikan akan meningkat menjadi 45.399 jiwa pada tahun 2045. Sedangkan proporsi terkecil berada di Kecamatan Magelang Utara yaitu diproyeksikan pada tahun 2045 mencapai 38.076 jiwa.

Tabel 2.17 Proyeksi Demografi Kota Magelang, 2025-2045
Tabel 2.17	Proyeksi Demografi Kota Magelang, 2025-2045
Sumber: Dokumen Proyeksi Penduduk Provinsi Jawa Tengah 2035 (data tahun 2020-2035); Hasil Analisis Penyusun, 2023 (data tahun 2040-2045)
Tabel 2.18 Proyeksi Jumlah Penduduk Kota Magelang Per Kecamatan, 2025-2045
Tabel 2.18	Proyeksi Jumlah Penduduk Kota Magelang Per Kecamatan, 2025-2045
Sumber: Analisis Tim Penyusun RPJPD, 2023
Tabel 2.19 Proyeksi Jumlah Penduduk Kota Magelang Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin, 2025-2045
Tabel 2.19	Proyeksi Jumlah Penduduk Kota Magelang Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin, 2025-2045
Sumber: Analisis Tim Penyusun RPJPD, 2023
Tabel 2.20 Proyeksi Jumlah Penduduk Kota Magelang Berdasarkan Jenis Kelamin, 2025-2045
Tabel 2.20	Proyeksi Jumlah Penduduk Kota Magelang Berdasarkan Jenis Kelamin, 2025-2045
Sumber: Analisis Tim Penyusun RPJPD, 2023

 

2.6.1 Proyeksi Kebutuhan Rumah

Jumlah penduduk Kota Magelang setiap tahunnya diproyeksikan akan terus mengalami peningkatan hingga tahun 2045. Peningkatan jumlah penduduk ini berdampak pada peningkatan kebutuhan akan tempat tinggal. Perhitungan proyeksi dilakukan dengan merujuk pada SNI 03-1733-2004 yang menggambarkan bahwa setiap KK minimal terlayani 1 unit rumah tinggal.

Tabel 2.21 Proyeksi Kebutuhan Rumah Kota Magelang, 2025-2045
Tabel 2.21	Proyeksi Kebutuhan Rumah Kota Magelang, 2025-2045
Sumber: Analisis Tim Penyusun RPJPD, 2023

Berdasarkan hasil perhitungan proyeksi, didapatkan bahwa kebutuhan tempat tinggal di Kota Magelang meningkat menjadi 31.189 unit pada tahun 2045. Hal ini menunjukkan masih terdapat kekurangan penyediaan hunian sebanyak 2.979 unit karena pada tahun 2022 jumlah rumah di Kota Magelang hanya terdapat 28.210 unit.

Berdasarkan Dokumen Reviu Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman (RP3KP) Kota Magelang diketahui beberapa rencana pembangunan permukiman, termasuk vertical housing berupa rusus dan rusun. Upaya pemenuhan kebutuhan permukiman tersebut salah satunya dilakukan melalui pemanfaatan seluas 162.742,34 m² atau 16,27 hektar. Dengan luasan tersebut dapat dibangun sebanyak 2.277 unit rumah atau jika dibagi dengan rusun berkapasitas 320 unit (dimensi 72 x 29 m²), maka terdapat 7 rusun yang dapat dibangun untuk memenuhi kebutuhan. Selain itu, pembangunan kembali dan konsolidasi lahan juga menjadi mekanisme yang dipertimbangkan untuk memenuhi kebutuhan lahan permukiman yang terus meningkat setiap tahunnya.

 

2.6.2 Proyeksi Kebutuhan Air Minum

Proyeksi kebutuhan air minum Kota Magelang hingga tahun 2045 dihitung mengacu pada hasil proyeksi kebutuhan air minum yang tertuang dalam Dokumen Reviu RISPAM Kota Magelang tahun 2022. Proyeksi tersebut selanjutnya dibedakan pada SPAM wilayah pelayanan Perumda Air Minum dan Non-Perumda Air Minum. Mulai tahun 2040, ditargetkan cakupan pelayanan Perumda Air Minum Kota Magelang telah mencapai 100%. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, pada akhir tahun perencanaan tahun 2045, kebutuhan air maksimum Kota Magelang sebesar 471,74 liter/detik. Besarnya kebutuhan tersebut masih dapat diimbangi dengan asumsi bahwa kapasitas produksi PDAM masih berada di angka yang sama dengan tahun 2023 yaitu 950,00 liter/detik.

Tabel 2.22 Proyeksi Kebutuhan Air Minum SPAM Perumda Air Minum Kota Magelang, 2025-2045
Tabel 2.22	Proyeksi Kebutuhan Air Minum SPAM Perumda Air Minum Kota Magelang, 2025-2045
Sumber: Reviu Dokumen RISPAM Kota Magelang Tahun 2022 (proyeksi 2023-2037), Analisis Tim Penyusun RPJPD Tahun 2024 (proyeksi 2040-2045)

Berikutnya jika melihat proyeksi kebutuhan air minum SPAM wilayah pelayanan non-Perumda Air Minum Kota Magelang, kebutuhan air maksimum pada masing-masing kecamatan juga terus meningkat sampai tahun 2045. Pada tahun 2045, kebutuhan air maksimum untuk Kecamatan Magelang Selatan sebesar 4,69 liter/detik; Kecamatan Magelang Tengah sebesar 5,19 liter/detik; dan Kecamatan Magelang Utara sebesar 4,36 liter/detik. Dari ketiga kecamatan tersebut, sampai tahun 2045 kapasitas produksi pada Kecamatan Magelang Selatan dan Kecamatan Magelang Utara masih mampu memenuhi kebutuhan. Beda hal dengan Kecamatan Magelang Tengah sebagai wilayah yang memiliki kebutuhan air terbesar, kapasitas produksinya sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan sejak tahun 2037.

Tabel 2.23 Proyeksi Kebutuhan Air Minum SPAM Wilayah Pelayanan Non-Perumda Air Minum, 2025-2045
Tabel 2.23	Proyeksi Kebutuhan Air Minum SPAM Wilayah Pelayanan Non-Perumda Air Minum, 2025-2045
Sumber: Reviu Dokumen RISPAM Kota Magelang Tahun 2022 (proyeksi 2023-2037), Analisis Tim Penyusun RPJPD Tahun 2024 (proyeksi 2040-2045)

Meskipun proyeksi kebutuhan SPAM wilayah pelayanan Perumda Air minum masih dapat dipenuhi begitu juga dengan sebagian besar wilayah pada proyeksi kebutuhan non-perumda air minum, namun perihal supply air bersih perlu untuk tetap diperhatikan. Beberapa hal yang menjadi tantangan dalam penyediaan air minum yaitu adanya risiko berkurangnya debit mata air sebagai sumber utama penyediaan air minum akibat perubahan iklim, juga peluang kebutuhan air non-domestik yang melampaui perhitungan akibat adanya kegiatan/pembangunan di luar prediksi. Oleh karena itu, upaya mitigasi melalui impelementasi konsep pembangunan zero run-off, upaya pengelolaan air minum melalui optimalisasi non-revenue water dan kerja sama antar-daerah, juga upaya adaptasi melalui kajian pengembangan recycled water dapat menjadi alternatif solusi.

 

2.6.3 Proyeksi Kebutuhan Listrik

Listrik merupakan salah satu komponen kunci dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan masyarakat, dan perkembangan infrastruktur. Dengan memahami perkiraan kebutuhan listrik di masa depan, pemerintah dapat mengembangkan strategi untuk memastikan pasokan listrik yang stabil dan andal.

Tabel 2.24 Proyeksi Kebutuhan Energi Kota Magelang, 2025-2045
Tabel 2.24	Proyeksi Kebutuhan Energi Kota Magelang, 2025-2045
Sumber: PLN Unit Pelaksana Pelayanan Pelanggan Magelang, 2023

Berdasarkan hasil perhitungan, kebutuhan listrik di Kota Magelang diproyeksikan terus mengalami peningkatan setiap tahunnya hingga mencapai 152,78 GWh tahun 2045. Peningkatan kebutuhan listrik ini salah satunya dipengaruhi oleh peningkatan jumlah pelanggan sebesar 71,75% di tahun 2045. Peningkatan kebutuhan listrik di masa yang akan datang disebabkan oleh berbagai faktor, seperti pertumbuhan penduduk yang cepat, perkembangan ekonomi, dan peningkatan urbanisasi di Kota Magelang.

Peningkatan jumlah penduduk dan aktivitas industri, permintaan akan daya listrik juga mengalami peningkatan signifikan. Tantangannya bagi pembangunan daerah Kota Magelang adalah bagaimana memastikan ketersediaan pasokan listrik yang memadai untuk mendukung pertumbuhan ini sambil tetap berfokus pada keberlanjutan dan efisiensi energi. Pembangunan infrastruktur listrik yang memadai, investasi dalam teknologi ramah lingkungan, dan pengembangan sumber energi terbarukan menjadi kunci dalam mengatasi tantangan ini. Selain itu, perlu adanya kebijakan yang mendukung efisiensi energi, pengelolaan permintaan, dan diversifikasi sumber energi untuk mencapai ketahanan energi yang berkelanjutan dalam menghadapi peningkatan kebutuhan listrik di masa depan.

 

2.6.4 Proyeksi Persampahan

Berdasarkan perhitungan daya tampung sampah di Kota Magelang diketahui bahwa pertumbuhan penduduk dan aktivitas ekonomi Kota Magelang mengalami peningkatan yang sangat pesat dan berpengaruh terhadap jumlah sampah yang dihasilkan. Perlunya dilakukan prediksi jumlah sampah dan kapasitas tampung TPA. Timbulan sampah di Kota Magelang menggunakan proyeksi jumlah penduduk dan asumsi timbulan sampah 0,7 kg/orang/hari (Permen KLHK No.10 Tahun 2018 pasal 6 ayat 1). Maka, didapat gambaran prediksi volume sampah 20 tahun ke depan terus mengalami peningkatan hingga mencapai 89,85 ton pada tahun 2045.

Gambar 2.33	Proyeksi Timbulan Sampah Kota Magelang, 2025-2045
Sumber: Analisis Tim Penyusun RPJPD, 2023
Gambar 2.33 Proyeksi Timbulan Sampah Kota Magelang, 2025-2045

Selain itu, adanya arah kebijakan KSPN Borobudur, Kota Magelang termasuk ke dalam kawasan penyangga sehingga memiliki potensi limpahan wisatawan, serta banyaknya potensi daya tarik wisata yang dapat dikembangkan akan menjadi tantangan terkait peningkatan timbulan sampah kegiatan pariwisata. Kebijakan penetapan 7 kawasan strategis ekonomi di (Soekarno-Hatta, Sidotopo dsb,) juga berpotensi meningkatkan aktivitas perdagangan dan jasa sehingga, dapat berdampak salah satunya pada peningkatan produksi sampah makanan (food waste) di masa yang akan datang.

Di lain sisi, keberadaan fasilitas persampahan di Kota Magelang untuk mengurangi sampah akhir yang dihasilkan belum berperan secara optimal. Fasilitas persampahan seperti TPS 3R belum seluruhnya beroperasi, begitu juga dengan keberadaan bank sampah yang tidak seluruhnya aktif. Selain itu, keberadaan kampung organik sebagai kepanjangan tangan bank sampah masih perlu untuk terus dikembangkan. Berikutnya, jika dilihat dari kapasitas pengelolaan sampahnya pada tahun 2023, TPS 3R memiliki kapasitas pengelolaan sampah sebesar 0,107 ton/hari; bank sampah kapasitas pengelolaannya sebesar 0,79 ton/hari; dan kampung organik kapasitas pengelolaannya pada angka 1,114 ton/hari. Pada tahun 2023, keberadaan sarana-sarana tersebut baru dapat mengurangi sampah yang dibuang di TPSA Banyu Urip sebesar 14,93%.

Sampai tahun 2023, timbulan sampah yang tidak dapat diolah kembali yang dihasilkan oleh Kota Magelang akan dibuang di Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPSA) Banyu Urip. TPSA Banyu Urip yang berlokasi di Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang. TPSA beroperasi sejak tahun 1996 dengan perkiraan usia pakai 20 (dua puluh) tahun sehingga idealnya pada tahun 2016 sudah tidak dapat dipakai. Selain itu, tumpukan sampah di TPSA tersebut telah mencapai lebih dari 20 (dua puluh) meter dan tidak dapat dikembangkan karena tidak memenuhi kriteria pada RTRW Kabupaten Magelang. Peran dari TPSA Banyu Urip selanjutnya akan digantikan oleh TPST Regional yang direncanakan untuk dibangun. TPST Regional tersebut berada di Kecamatan Bandongan, Kabupaten Magelang dengan rencana kapasitas sebesar 200 ton/hari yang akan melayani Kota dan Kabupaten Magelang. Berdasarkan proyeksi timbulan sampah, keberadaan fasilitas persampahan yang dimiliki maupun dapat diakses Kota Magelang, serta tujuan jangka panjang untuk mengupayakan keberlanjutan lingkungan, maka upaya pengurangan sampah untuk mengurangi volume sampah yang dibuang di lokasi akhir perlu untuk diperhatikan.

 

2.6.5 Proyeksi Kebutuhan Fasilitas Pendidikan dan Kesehatan

Perhitungan proyeksi kebutuhan fasilitas pendidikan dan kesehatan berdasarkan Permen PUPR No. 01 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang. Cakupan kebutuhan sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan mengacu pada Standar Nasional Indonesia 03-1733-2004 tentang penataan sarana dan prasarana permukiman. Menurut SNI 03-1733-2004 terdapat acuan standar (m²/jiwa) untuk mengetahui kebutuhan per satuan sarana pendidikan maupun kesehatan yang ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel 2.25 Kebutuhan Sarana Pendidikan dan Kesehatan
Tabel 2.25	Kebutuhan Sarana Pendidikan dan Kesehatan
Sumber: SNI 03-1733-2004
Tabel 2.26 Proyeksi Kebutuhan Sarana Pendidikan, 2025-2045
Tabel 2.26	Proyeksi Kebutuhan Sarana Pendidikan, 2025-2045
*Perhitungan proyeksi dengan mempertimbangkan jumlah penduduk usia sekolah
Sumber: Analisis Tim Penyusun RPJPD, 2023

Hasil proyeksi menunjukkan bahwa kebutuhan sarana pendidikan mengalami peningkatan kecuali SMA. Kebutuhan sarana pendidikan SD diproyeksikan meningkat menjadi 78 unit pada tahun 2045 dari 76 unit pada tahun 2022, yang artinya dibutuhkan penambahan sebanyak 2 unit sekolah. Sementara kebutuhan sarana SMP juga dibutuhkan penambahan sebanyak 3 unit atau dari 23 unit pada tahun 2022 menjadi 26 unit pada tahun 2045. Disisi lain, kebutuhan sarana SMA justru mengalami penurunan yaitu dari 31 unit menjadi hanya 26 unit pada tahun 2045.

Namun, apabila melihat komposisi penduduk berdasarkan usia sekolah, penduduk usia SD, SMP dan SMA (7-14 tahun) di Kota Magelang diproyeksikan cenderung mengalami penurunan. Selain itu, didukung dengan angka kelahiran (TFR) yang diproyeksikan juga mengalami penurunan. Sehingga, proyeksi kebutuhan fasilitas pendidikan perlu mempertimbangkan kondisi tersebut. Maka dari itu, dilakukan perhitungan proyeksi dengan mempertimbangkan jumlah penduduk usia sekolah dan didapatkan hasil bahwa kebutuhan fasilitas SD dan SMP diproyeksikan berkurang dari tahun 2022.

Kebutuhan fasilitas SD menjadi minimal 73 unit pada tahun 2045, atau berkurang sebanyak 3 unit dari tahun 2022. Kebutuhan fasilitas SMP berkurang sebanyak 1 unit pada tahun 2045, atau dari 23 pada tahun 2022 menjadi minimal 22 unit di tahun 2045. Sedangkan kebutuhan fasilitas SMA dari 31 unit di tahun 2022 menjadi minimal 30 unit pada tahun 2045, atau berkurang sebanyak 1 unit. Kondisi ini mengindikasikan bahwa penyediaan sarana dan prasarana pendidikan di Kota Magelang sudah mencukupi. Hanya saja, pada penyediaan fasilitas SMA dibutuhkan pemerataan khususnya pada wilayah Kecamatan Magelang Selatan. Berdasarkan hasil Focused Group Discussion (FGD) didapati bahwa di Kecamatan Magelang Selatan masih kekurangan sekolah SMA negeri.

Berdasarkan hasil proyeksi, kebutuhan sarana kesehatan di Kota Magelang hingga tahun 2045 tidak mengalami peningkatan. Hal tersebut menunjukkan bahwa penyediaan sarana kesehatan di Kota Magelang telah mencukupi untuk melayani penduduk di Kota Magelang saat ini maupun di masa yang akan datang.

Tabel 2.27 Proyeksi Kebutuhan Sarana Kesehatan, 2025-2045
Tabel 2.27	Proyeksi Kebutuhan Sarana Kesehatan, 2025-2045
Sumber: Analisis Tim Penyusun RPJPD, 2023

Pada tahun 2045, kebutuhan rumah sakit diproyeksikan berjumlah 8 (delapan) unit dan pada tahun 2022 telah tersedia 8 (delapan) unit rumah sakit yang berlokasi di kota Magelang. Terkait dengan puskesmas, kebutuhan tahun 2045 berjumlah 1 (satu) unit dan pada tahun 2022 telah tersedia 5 (lima) unit puskesmas. Berikutnya mengenai puskesmas pembantu, pada tahun 2045 proyeksi kebutuhannya sebesar 4 (empat) unit dan pada tahun 2022 telah tersedia 11 (sebelas) unit puskesmas pembantu. Dengan demikian, ketersediaan sarana kesehatan saat ini telah mampu memenuhi kebutuhan hingga tahun 2045.

 

2.7 Pusat Pertumbuhan Wilayah

2.7.1 Rencana Struktur Ruang Kota Magelang

Sesuai Peraturan Daerah Kota Magelang No. 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Perda No. 4 Tahun 2012 tentang RTRW Kota Magelang 2011-2031 pusat pelayanan Kota Magelang terletak di Kawasan Alun-Alun atau disebut sebagai BWP I. BWP I mempunyai luas kurang lebih 245 ha dengan fungsi utama sebagai kawasan pusat pelayanan sosial dan ekonomi skala kota rekreasi wisata perkotaan, dan permukiman dengan kepadatan tinggi.

Kota Magelang memiliki sistem pusat-pusat pelayanan yaitu Pusat Pelayanan Kota (PPK), Sub Pusat Pelayanan Kota (SPPK), dan Pusat Lingkungan (PL). Rencana Sistem Pusat-pusat Struktur Ruang Kota Magelang direncanakan sebagai berikut:

  1. Pusat Pelayanan Kota Magelang, mempunyai cakupan pelayanan seluruh wilayah Kota Magelang dan Regional yaitu Kawasan PURWOMANGGUNG sebagai hinterland. Mempunyai makna sebagai fungsi pelayanan eksternal. Pusat Pelayanan Kota ditetapkan di BWP I yang terdapat di sebagian Kelurahan Cacaban, sebagian Kelurahan Kemirirejo, sebagian Kelurahan Magelang, sebagian Kelurahan Magersari, Kelurahan Panjang, Kelurahan Rejowinangun Selatan, dan sebagian Kelurahan Rejowinangun Utara, yaitu Kawasan Alun-Alun Kota Magelang.
  2. Sub-pusat Pelayanan Kota Magelang, direncanakan mempunyai cakupan pelayanan sub-wilayah kota dan terutama mempunyai skala pelayanan kota atau sebagai pengungkapan fungsi kawasan dalam memberikan pelayanan bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam kawasan atau masing-masing bagian wilayah kota (fungsi pelayanan internal). Adapun pembagian sub-pusat pelayanan Kota Magelang meliputi:
    1. Sub-Pusat Pelayanan Kota BWP I yaitu Kawasan Rejowinangun yang melayani sebagian Kelurahan Cacaban, sebagian Kelurahan Kemirirejo, sebagian Kelurahan Magelang, sebagian Kelurahan Magersari, sebagian Kelurahan Panjang, Kelurahan Rejowinangun Selatan dan sebagian Kelurahan Rejowinangun Utara;
    2. Sub-Pusat Pelayanan Kota BWP II yaitu Kawasan Kebonpolo yang melayani sebagian Kelurahan Cacaban, sebagian Kelurahan Magelang, Kelurahan Potrobangsan, Kelurahan Wates, dan Kelurahan Gelangan;
    3. Sub-Pusat Pelayanan Kota BWP III yaitu Kawasan Taman Kyai Langgeng yang melayani sebagian Kelurahan Magersari, sebagian Kelurahan Kemirirejo, Kelurahan Jurangombo Selatan, dan Kelurahan Jurangombo Utara;
    4. Sub-Pusat Pelayanan Kota BWP IV yaitu Kawasan Sukarno-Hatta yang melayani sebagian Kelurahan Magersari, Kelurahan Tidar Utara, Kelurahan Tidar Selatan, dan sebagian Kelurahan Rejowinangun Utara; dan
    5. Sub-Pusat Pelayanan Kota BWP V yaitu Kawasan Sidotopo yang melayani Kelurahan Kramat Utara, Kelurahan Kramat Selatan, dan Kelurahan Kedungsari.
  3. Pusat Lingkungan mempunyai cakupan pelayanan skala lingkungan wilayah di Kota Magelang. Pusat lingkungan merupakan pusat pelayanan skala lingkungan di Bagian Wilayah Perkotaan, meliputi:
    1. Pusat Pelayanan Lingkungan di BWP I, Kawasan Rejowinangun di Kelurahan Rejowinangun Selatan, Kecamatan Magelang Selatan.
    2. Pusat Pelayanan Lingkungan di BWP II, Kawasan Karesidenan di Kelurahan Magelang, Kecamatan Magelang Tengah; Kawasan Tuguran di Kelurahan Potrobangsan, Kecamatan Magelang Utara; dan Kawasan Urip Sumoharjo di Kelurahan Wates, Kecamatan Magelang Utara.
    3. Pusat Pelayanan Lingkungan di BWP III, Kawasan Taman Parkir di Kelurahan Magersari, Kecamatan Magelang Selatan; dan Kawasan Karet di Kelurahan Jurangombo Selatan, Kecamatan Magelang Selatan.
    4. Pusat Pelayanan Lingkungan di BWP IV, Kawasan Sokka di Kelurahan Rejowinangun Utara, Kecamatan Magelang Utara; dan Kawasan Canguk di Kelurahan Rejowinangun Utara, Kecamatan Magelang Utara.
    5. Pusat Pelayanan Lingkungan di BWP V, Kawasan Menowo di Kelurahan Kedungsari, Kecamatan Magelang Utara; dan Kawasan Sambung di Kelurahan Kramat Utara, Kecamatan Magelang Utara.
Gambar 2.34	Struktur Ruang Hierarki Kota Magelang
Sumber: RTRW Kota Magelang 2011-2031
Gambar 2.34 Struktur Ruang Hierarki Kota Magelang
Gambar 2.35	Peta Rencana Struktur Ruang Kota Magelang
Sumber: RTRW Kota Magelang 2011-2031
Gambar 2.35 Peta Rencana Struktur Ruang Kota Magelang

 

2.7.2 Rencana Pola Ruang Kota Magelang

  1. Kawasan Lindung
    1. Kawasan Perlindungan Setempat, meliputi sempadan sungai, sempadan irigasi, dan sempadan jalur Kereta Api.
      • Kawasan Sempadan Sungai Kawasan sempadan sungai yaitu Kawasan Sempadan Sungai Progo dan Kawasan Sempadan Sungai Elo. Kawasan ini memiliki luas kurang lebih 24,81 Ha.
      • Kawasan Sempadan Irigasi, meliputi Saluran Kota, Saluran Manggis, Saluran Bening, Saluran Ngaran, Saluran Gandekan, dan Saluran Kedali dengan luasan sempadan irigasi yang mungkin dimiliki adalah sekitar 32 Ha.
      • Kawasan Sempadan Jalur Kereta Api mengikuti jalur rencana pengembangan jalur kereta api Ambarawa-Secang-Magelang-Yogya yang ditetapkan oleh PT KAI.
    2. Kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
      RTH Eksisting Kota Magelang yaitu 300,22 Ha (16%), RTH Rencana berdasarkan RTRW Kota Magelang Tahun 2011-2031 yaitu 70,78 Ha. RTH mempunyai proporsi paling sedikit 30% dari luas wilayah Kota Magelang, yang diisi oleh tanaman baik yang tumbuh secara alamiah maupun sengaja ditanam. RTH sebesar 30% tersebut terdiri dari 20% RTH publik dan 10% RTH privat. RTH tersebar di seluruh wilayah Kota Magelang.
    3. Kawasan Lindung Geologi
      • Kawasan Cekungan Air Tanah, Kawasan resapan air tanah yang merupakan perlindungan geologi yaitu berupa Cekungan Air Tanah Magelang-Temanggung. Cekungan Air Tanah Magelang-Temanggung merupakan cekungan air tanah lintas kabupaten / kota.
      • Kawasan Lindung Sempadan Air, Mata air yang terdapat di Kota Magelang adalah Mata Air Tuk Pecah yang merupakan sumber air yang dimanfaatkan dan dikelola oleh PDAM Kota Magelang. Luasan daerah sempadan mata air Tuk Pecah direncanakan seluas 1,12 hektar.
    4. Kawasan Cagar Budaya, sesuai dengan yang telah ditetapkan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah (BP3JT) Tahun 2010 meliputi:
      • Rumah Sakit Soejono;
      • Menara Air Kota Magelang;
      • Rumah Sakit Umum Daerah Tidar;
      • Kelenteng Liong Hok Bio;
      • Eks-Karesidenan Kedu;
      • Kepolisian Resor Magelang Kota;
      • Museum Badan Pemeriksa Keuangan;
      • Plengkung;
      • Pondok Sriti;
      • Wisma Diponegoro;
      • Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB) Magelang;
      • Museum Jenderal Sudirman;
      • Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Magelang ;
      • Pasturan St. Ignatius;
      • Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)/ Sekolah Menengah Ilmu Pariwisata (SMIP) Wiyasa;
      • Komando Distrik Militer Magelang;
      • Gereja St. Ignatius;
      • Gereja Kristen Jawa Magelang;
      • Kantor Koordinasi Pembangunan Wilayah II Provinsi Jawa Tengah;
      • Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil;
      • Eks Kepolisian Wilayah Kedu;
      • Bangunan Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Tidar;
      • Petilasan Mantyasih; dan
      • Cagar Budaya lain yang ditemukan di kemudian hari sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Rencana Kawasan Budidaya
    1. Kawasan Perumahan
      Luas kawasan perumahan di Kota Magelang sebesar kurang lebih 881,70 hektar.
    2. Perdagangan Jasa
      Pengembangan kawasan perdagangan dan jasa meliputi pasar rakyat, pusat perbelanjaan, toko modern, dan sarana perdagangan jasa lainnya. Kawasan perdagangan dan jasa di Kota Magelang sebesar kurang lebih 264,61 hektar.
    3. Kawasan Perkantoran
      Kawasan perkantoran Kota Magelang yaitu kawasan perkantoran pemerintah. Luas kawasan perkantoran sebesar kurang lebih 42,20 hektar.
    4. Kawasan Peribadatan
      Sarana peribadatan di Kota Magelang terdiri dari masjid, musala, gereja, kelenteng, dan lain sebagainya. Luas kawasan peribadatan di Kota Magelang kurang lebih 9,18 hektar.
    5. Kawasan Pendidikan
      Kawasan pendidikan di Kota Magelang meliputi PAUD, TK, SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK, dan perguruan tinggi yang tersebar di seluruh wilayah daerah. Luas kawasan pendidikan di Kota Magelang kurang lebih sebesar 68,88 hektar.
    6. Kawasan Kesehatan
      Sarana kesehatan di Kota Magelang sendiri skala pelayanannya sudah sampai ke skala regional. Kawasan kesehatan di Kota Magelang memiliki luas kurang lebih 51,09 hektar.
    7. Kawasan Olahraga
      Kawasan olahraga di Kota Magelang meliputi Kawasan GOR (Gelanggang Olahraga) Samapta, lapangan olahraga dan kawasan lain yang ditetapkan lebih lanjut. Kawasan ini memiliki luas kurang lebih 61,06 hektar.
    8. Kawasan Transportasi
      Sarana transportasi di Kota Magelang terdiri dari Terminal Tipe A, Terminal Tipe C, dan Terminal Angkutan Barang serta pengembangan baru Stasiun Kereta Api untuk menindaklanjuti program strategis nasional. Luas kawasan transportasi sendiri kurang lebih 4,01 hektar.
    9. Kawasan Peruntukan Industri
      Pengembangan Kawasan Peruntukan Industri dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Kawasan peruntukan industri Kota Magelang meliputi:
      • Sentra industri kecil dan menengah; dan
      • Perusahaan-perusahaan industri. Arahan pengembangan kawasan peruntukan industri Kota Magelang di antaranya:
        • Kawasan peruntukan industri dikembangkan untuk perusahaan industri kecil dan menengah pada seluruh wilayah Kota Magelang.
        • Pengembangan kawasan peruntukan industri harus selaras dengan peruntukan kawasan di sekitarnya.
    10. Kawasan Pariwisata
      Kawasan pariwisata di Kota Magelang meliputi Taman Kyai Langgeng dan lokasi lain yang ditetapkan lebih lanjut. Kawasan pariwisata memiliki luas kurang lebih 17,02 hektar.
    11. Kawasan Pertanian
      Dalam rencana pola ruang kawasan pertanian, dapat ditetapkan luasan dan sebaran Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) dengan kriteria sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan bidang pertanian. Kawasan pertanian/ KP2B Kota Magelang direncanakan seluas 63,34 Ha yang di dalamnya terdiri dari LP2B seluas 35,97 Ha dan LCP2B seluas 27,37 Ha. LP2B tersebar di Gelangan, Magelang, Tidar Utara, Kramat Selatan seluas 35,97 Ha. Sedangkan LCP2B tersebar di Cacaban, Jurangombo Utara, Kedungsari, Kramat Selatan, Magelang, Potrobangsan, Tidar Selatan, Tidar Utara, Wates seluas 27,37 Ha.
    12. Kawasan Perikanan Budi Daya
      Kawasan peruntukan perikanan budi daya di Kota Magelang memiliki luas 3,44 hektar
    13. Kawasan Hutan Rakyat
      Kawasan peruntukan hutan rakyat memiliki luas kurang lebih 35,96 hektar.
    14. Kawasan Pertanahan dan Keamanan
      Kawasan pertahanan dan keamanan terdiri dari kawasan-kawasan milik TNI yang tersebar di seluruh wilayah Kota Magelang dan memiliki luas kurang lebih 147,54 hektar. Keterbatasan lahan di Kota Magelang merupakan tantangan dalam mewujudkan rencana pola ruang kota sehingga diperlukan upaya-upaya untuk pengoptimalan lahan yang ada saat ini, seperti penyediaan hunian dan perkantoran melalui vertical building maupun penyediaan RTH dengan pemanfaatan atap rumah, gedung (roof garden), urban farming dan lain sebagainya guna mewujudkan rencana pola ruang Kota Magelang.
      Gambar 2.36	Peta Rencana Pola Ruang Kota Magelang
      Sumber: RTRW Kota Magelang 2011-2031
      Gambar 2.36 Peta Rencana Pola Ruang Kota Magelang
  3. Kawasan Strategis Kota Magelang
    Kawasan strategis yang ditetapkan di Kota Magelang meliputi:
    1. Kawasan Strategis dari Sudut Kepentingan Fungsi dan Daya Dukung Lingkungan Hidup.
      Kawasan strategis ini secara umum merupakan tempat perlindungan keanekaragaman hayati di Kota Magelang yang berupa kawasan pelestarian alam berupa Kawasan Kebun Raya Gunung Tidar Magelang. Fungsi Gunung Tidar dari sudut kepentingan lingkungan hidup beragam, meliputi fungsi sebagai perlindungan dan konservasi tumbuhan secara ex situ, perlindungan plasma nutfah, perlindungan bagi kawasan bawahannya serta sebagai imbuhan air kawasan lindung geologi bagi Cekungan Air Tanah (CAT) Magelang-Temanggung. Beragam fungsi yang terdapat pada Gunung Tidar, maka kawasan tersebut ditetapkan sebagai kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan.
    2. Kawasan Strategis Pertumbuhan Ekonomi
      Rencana pengembangan kawasan strategis pertumbuhan ekonomi berdasarkan sinkronisasi dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kota Magelang Tahun 2005-2025, meliputi:
      • kawasan Gedung Olahraga (GOR) Samapta;
      • kawasan Kebonpolo;
      • kawasan Sukarno Hatta;
      • kawasan Taman Kyai Langgeng;
      • kawasan sentra perekonomian Lembah Tidar. Kawasan ini meliputi Pasar Rejowinangun, Pusat Kuliner Lembah Tidar, pertokoan Jalan Ikhlas, Pasar Sidomukti, Pasar Klithikan Sidomukti I, kawasan shopping, dan sebagainya;
      • kawasan sekitar Alun-Alun; dan
      • kawasan Sidotopo.
  4. Kawasan Strategis Sosial dan Budaya
    Kawasan strategis sosial budaya di Kota Magelang terdiri dari benda cagar budaya dan lingkungan bangunan cagar budaya sebagai berikut:
    • Rumah Sakit Soejono
    • Menara Air Kota Magelang
    • RSU Tidar
    • Kelenteng Liong Hok Bio
    • Eks-Karesidenan Kedu
    • Polresta Magelang
    • Museum BPK
    • Plengkung
    • Pondok Sriti
    • Wisma Diponegoro
    • GPIB Magelang
    • Museum Jendral Sudirman
    • SMP 1 Magelang
    • Pasturan St Ignatius
    • SMK (SMIP) Wiyasa
    • Kodim Magelang
    • Gereja St Ignatius
    • Gereja Kristen Jawa Magelang
    • Kantor Koordinasi Pembangunan Wil II Provinsi Jawa Tengah
    • Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
    • Polwil Kedu
    • Bangunan Unit Gawat Darurat RS Tidar
    • Kawasan Petilasan Prasasti Mantyasih
    • Benda cagar budaya lain yang dikemudian hari diketemukan dan ditetapkan lebih lanjut meliputi lingkungan cagar budaya yang diusulkan menjadi cagar budaya melalui Walikota dengan mengacu kepada ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

2.7.3 Pengembangan Eksternal Wilayah

Berdasarkan dokumen RTRW Kota Magelang Tahun 2011-2031, Kota Magelang menjadi Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) untuk Kawasan Purwomanggung (Kab. Purworejo, Kabupaten Magelang, Kota Magelang, dan Kab. Temanggung). Kota Magelang sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) memiliki beberapa fungsi, antara lain:

  • Pusat pelayanan keuangan/bank yang melayani beberapa kabupaten
  • Pusat pengolahan/pengumpulan barang yang melayani beberapa kabupaten
  • Simpul transportasi yang melayani beberapa kabupaten
  • Pusat pemerintahan yang melayani beberapa kabupaten
  • Pusat pendidikan yang melayani beberapa kabupaten
  • Pusat Kesehatan yang melayani beberapa kabupaten
  • Pusat perdagangan dan jasa umum lain yang melayani beberapa kabupaten

 

Dalam pengembangan Wilayah Kota Magelang dilaksanakan upaya antara lain adalah peningkatan konektivitas dan aksesibilitas dengan reaktivasi jalur Kereta Api Ambarawa-Secang-Magelang-Yogya yang telah di rencanakan dalam rencana induk kereta api nasional, Selain itu, dapat didorong pengembangan sarana perkeretaapian berupa stasiun di Kota Magelang yang diintegrasikan dengan Terminal Tidar dan exit tol yang terintegrasi dengan rencana pembangunan jalan tol Bawen-Yogyakarta maupun jalan tol Wonosobo-Magelang.

Selain itu, dalam konteks percepatan pertumbuhan ekonomi kawasan sebagaimana amanat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 79 Tahun 2019, Kota Magelang menjadi bagian Kawasan Pendukung Pengembangan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Borobudur dan Sekitarnya. Kota Magelang didorong untuk ikut serta dalam pembangunan koridor Pariwisata KSPN Borobudur melalui pengembangan wisata perkotaan dan penyediaan sarana dan prasarana pelayanan serta pembangunan sektor jasa pendukung aktivitas masyarakat di kawasan Purwomanggung, serta memberikan dukungan konektivitas pergerakan antar Pulau Jawa bagian Utara dan Selatan. Peran Kota Magelang untuk dapat memberikan pelayanan perkotaan skala regional ini perlu terus dikuatkan. Berikut beberapa penjelasan dari rencana Pembangunan yang ada di Kota Magelang.

  1. Rencana Sistem Jaringan Kereta Api
    Gambar 2.37	Peta Pengembangan Eksternal Wilayah Kota Magelang
    Sumber: Analisis Tim Penyusun RPJPD, 2024
    Gambar 2.37 Peta Pengembangan Eksternal Wilayah Kota Magelang
    Sistem jaringan pelayanan kereta api direncanakan menurut fungsinya sebagai perkeretaapian umum antar kota yang merupakan jaringan kereta api jalur Ambarawa-Secang-Magelang-Yogya, meliputi:
    1. Pengembangan prasarana perkeretaapian Pengembangan prasarana perkeretaapian berupa jalur rel kereta api Ambarawa-Secang-Magelang-Yogya dalam rencananya melewati wilayah Kota Magelang bagian Selatan dengan dilengkapi infrastruktur perkeretaapian serta infrastruktur perkotaan yang diperlukan; dan/atau
    2. Pengembangan sarana perkeretaapian Pengembangan sarana perkeretaapian berupa stasiun di Kota Magelang yang diintegrasikan dengan Terminal Tidar. Pengembangan stasiun dilengkapi dengan fasilitas pendukung sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan mempertimbangkan kondisi lapangan.
    Pengembangan prasarana dan sarana perkeretaapian merupakan kewenangan pemerintah melalui penyelenggara sarana dan/atau penyelenggara prasarana perkerataapian yang berupa Badan Usaha, dilaksanakan sesuai Rencana Induk Perkeretaapian Nasional dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Rencana Pengembangan Exit Jalan Tol Bawen-DIY
    Pengembangan jalan tol Bawen-DIY yang merupakan kebijakan pusat melewati wilayah Kabupaten Magelang dan berbatasan langsung dengan Kota Magelang, sehingga perlu dilakukan antisipasi dengan pengembangan exit jalan tol yang masuk dalam kota terintegrasi dengan Jalan Arteri Primer Soekarno-Hatta. Pengembangan exit jalan tol dimaksudkan untuk tetap menghidupkan kegiatan di dalam Kota Magelang sebagai PKW dan Kota Transit.
  3. Rencana Pengembangan Prasarana Persampahan Tempat Pemrosesan Sementara Terpadu (TPST) Regional
    Pengembangan prasarana persampahan berupa Tempat Pemrosesan Sementara Terpadu (TPST) Regional dilaksanakan dengan penetapan lokasi dan perwujudan sistem serta manajemen persampahan Regional melalui langkah-langkah koordinasi yang difasilitasi oleh Pemerintah Provinsi. Dalam pemrosesan akhir sampah dilakukan melalui persetujuan Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kabupaten sekitar yang difasilitasi oleh Pemerintah Provinsi.
  4. Terdapat beberapa proyek Pengembangan eksternal wilayah yang masih tertunda seperti Pembangunan RSUD Tipe C Kota Magelang, Pembangunan RSUD Rujukan Kanker Kota Magelang, Revitalisasi sempadan Sungai Progo (river amenity).

Selain itu, berdasarkan regulasi Keputusan Menteri PUPR 367/2023 lampiran IV, Kota Magelang juga termasuk dalam rencana pembangunan jalan tol Wonosobo-Magelang dalam Rencana Umum Jaringan Jalan Nasional Tahun 2020-2040 (rencana ini telah diakomodasi dalam draft perubahan RTRW Provinsi Jawa Tengah). Jalan tol Wonosobo-Magelang akan terhubung dengan jalan tol Yogyakarta-Bawen, artinya peluang yang ditangkap dari adanya exit tol harusnya semakin besar (menangkap mobilitas dari dan ke Semarang-Yogya-Wonosobo).

Adanya pengembangan jaringan transportasi regional yang menghubungkan Kota Magelang dengan daerah lainnya melalui rencana Pembangunan tol, reaktivasi rel kereta api, dll dapat meningkatkan konektivitas dan aksesibilitas di Kota Magelang. Hal tersebut dapat menjadi stimulus bagi kegiatan perekonomian di Kota Magelang, seperti pariwisata, UMKM, dan lain sebagainya.

Pembangunan tol di sekitar destinasi wisata akan dapat berpengaruh dalam meningkatkan aktivitas wisata di Kota Magelang. Selain itu, embrio UMKM yang sudah ada akan dapat dengan mudah melakukan ekspansi produk dengan adanya pembangunan Tol Bawen-Yogyakarta dan Tol Wonosobo-Magelang. Adanya Arah kebijakan Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional (KSPN) Borobudur juga dapat memberikan manfaat limpasan wisatawan untuk meningkatkan sektor pariwisata di Kota Magelang yang perlu didukung dengan adanya kolaborasi dan kerja sama antar daerah.

Maka peningkatan aksesibilitas dan konektivitas di Kota Magelang diharapkan dapat berpengaruh pada peningkatan perekonomian bagi Kota Magelang. Namun hal tersebut perlu didukung peningkatan daya saing daerah melalui peningkatan kualitas SDM, optimalisasi pemanfaatan TIK untuk daya saing daerah dan literasi informasi publik guna mendukung peningkatan kapasitas masyarakat, produktivitas masyarakat dan sektor potensial yang ada di Kota Magelang.