3 PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGIS DAERAH
3.1 Permasalahan Pembangunan Daerah
Berdasarkan gambaran kondisi umum Kota Magelang beserta hasil evaluasi terhadap pelaksanaan RPJPD Kota Magelang Tahun 2005-2025 selanjutnya diidentifikasi permasalahan utama yang dihadapi Kota Magelang. Permasalahan tersebut secara rinci dijelaskan pada 4 (empat) pembahasan yaitu aspek geografi, aspek kesejahteraan masyarakat, aspek daya saing daerah, dan aspek pelayanan umum.
3.1.1 Aspek Geografi
Permasalahan pada aspek geografi yaitu rendahnya kapasitas dan kualitas lingkungan hidup serta ketahanan daerah terhadap bencana. Pada tahun 2023, IKLH Kota Magelang berada di atas rata-rata Provinsi Jawa Tengah namun masih berada di bawah rata-rata Nasional. Kualitas tutupan lahan menjadi komponen indeks dengan angka terendah dan cenderung menurun sejak tahun 2018 seiring peningkatan alih fungsi lahan dan diproyeksikan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk.
Peningkatan kebutuhan ruang untuk pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana penduduk dihadapkan pada ketersediaan ruang yang relatif tetap sehingga sulit untuk mempertahankan kualitas lahan sehingga defisit lahan akan semakin besar. Selain kualitas tutupan lahan, kualitas udara juga menunjukkan tren menurun sejak tahun 2019.
Peningkatan alih fungsi lahan meningkatkan risiko berkurangnya daerah resapan air sehingga menimbulkan permasalahan keberlanjutan penyediaan air bersih dan air minum. Perhitungan daya dukung air Kota Magelang telah menunjukkan kondisi defisit pada tahun 2022. Tidak hanya terkait kapasitas, sumber daya air eksisting juga dihadapkan pada potensi pencemaran sehingga pemanfaatan potensi sumber air tidak optimal.
Pengaruh pertumbuhan penduduk terhadap perubahan fungsi lahan turut membawa dampak terhadap peningkatan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di Kota Magelang. Peningkatan jumlah penduduk berarti meningkatnya aktivitas perkotaan, ditandai dengan peningkatan emisi GRK. Sektor pengadaan dan penggunaan energi berkontribusi terbesar terhadap emisi GRK, yang terus mengalami kenaikan sejak tahun 2016 hingga tahun 2021, dengan peningkatan mencapai 21.888,39 Gg CO2e selama kurun waktu lima tahun. Sejalan dengan peningkatan emisi GRK, kualitas udara juga menunjukkan kondisi di bawah standar pada beberapa kawasan.
Rendahnya kualitas lingkungan hidup menjadi faktor berpengaruh terhadap peningkatan risiko bencana, selain kondisi topografi, klimatologi, dan geologi eksisting Kota Magelang. Sedangkan kesiapsiagaan daerah dalam menghadapi kejadian bencana masih rendah sehingga Indeks Ketahanan Daerah Kota Magelang masuk kategori rendah. Di sisi lain, risiko bencana menunjukkan kecenderungan meningkat seiring dengan terjadinya perubahan iklim. Fenomena perubahan iklim erat kaitannya dengan rendahnya kualitas lingkungan hidup yang dalam hal ini dalam konteks Kota Magelang kualitas lingkungan hidup juga berada pada kondisi yang belum optimal.
3.1.2 Aspek Kesejahteraan Masyarakat
3.1.2.1 Lambatnya Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat
Dalam konstelasi regional Purwomanggung, tingkat kesejahteraan masyarakat Kota Magelang masih relatif unggul dilihat dari capaian IPM dalam kategori tinggi. Namun jika dibandingkan dengan kota-kota lain di Jawa Tengah, Kota Magelang masih memiliki beberapa permasalahan pembangunan untuk diselesaikan dalam jangka panjang terutama untuk mendukung pencapaian target menuju kemiskinan nol persen.
Sejak tahun 2018 persentase penduduk miskin Kota Magelang masih di atas tujuh persen. Namun demikian pada tahun 2022 penurunan persentase penduduk miskin Kota Magelang merupakan yang terbesar di Jawa Tengah. Untuk dapat melanjutkan tren positif tersebut maka diperlukan akselerasi dalam penurunan TPT bersamaan dengan upaya penurunan ketimpangan pendapatan.
Ketimpangan pendapatan Kota Magelang berada di atas rata-rata Provinsi Jawa Tengah bahkan Nasional. Maka upaya pengentasan kemiskinan harus dilakukan dalam kerangka peningkatan akses terhadap pekerjaan dan penghidupan yang layak, bukan sekadar peningkatan pendapatan ataupun penurunan pengangguran. Hal ini untuk mengimbangi tingginya garis kemiskinan Kota Magelang sehingga peningkatan pendapatan penduduk miskin harus diupayakan lebih tinggi dibandingkan garis kemiskinan.
Pengentasan kemiskinan menjadi bagian integral dari penanganan masalah sosial sehingga diperlukan penguatan perlindungan sosial untuk menjamin akses penduduk rentan pada kebutuhan dasar diiringi dengan pengembangan lingkungan yang inklusif bagi disabilitas, anak-anak, lanjut usia, maupun kelompok rentan lainnya seiring dengan situasi bonus demografi saat ini.
Untuk memaksimalkan manfaat dari capaian pembangunan manusia, kesetaraan gender di Kota Magelang masih perlu didorong akselerasinya. Hal ini mengingat Indeks Ketimpangan Gender (IKG) Kota Magelang yang meningkat, bahkan menjadi kedua tertinggi dibanding kota lain di Jawa Tengah pada tahun 2022. Ketimpangan terbesar tampak pada tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan dibandingkan laki-laki. Selain akses terhadap pekerjaan, hal lain terkait kesetaraan gender yang masih menjadi permasalahan adalah adanya kekerasan terhadap perempuan dan anak juga praktik perkawinan anak.
Di sisi lain, agar potensi bonus demografi menjadi faktor positif dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat, maka penyerapan tenaga kerja juga perlu menjadi perhatian, terlebih melihat karakteristik pengangguran Kota Magelang yang didominasi lulusan SMA/MA/SMK. Hal tersebut mengindikasikan masih adanya permasalahan terkait dengan kualitas sumber daya manusia salah satunya ditunjukkan melalui tenaga kerja yang terbentuk belum dapat mengisi kebutuhan tenaga kerja yang tersedia. Kondisi terkini menunjukkan bahwa dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, Rata-rata Lama Sekolah (RLS) penduduk Kota Magelang relatif stagnan dan belum mencapai sebelas tahun. Artinya, mayoritas penduduk usia di atas 25 tahun tidak menamatkan pendidikan SLTA.
Peningkatan kualitas tenaga kerja juga harus diimbangi dengan penyediaan lapangan kerja. Minimnya variasi dan keragaman lapangan kerja yang sesuai dengan profil generasi Z menjadi salah satu kendala penyerapan tenaga kerja di Kota Magelang. Oleh karena itu diperlukan akselerasi investasi terutama pada lapangan-lapangan usaha yang tidak membutuhkan ketersediaan sumber daya alam dan mampu mewadahi karakteristik tenaga kerja di Kota Magelang dan namun mampu memberikan dampak signifikan pada perekonomian daerah. Hal ini sejalan dengan transformasi ekonomi sebagai salah satu misi pembangunan jangka panjang nasional.
Tidak hanya terkait kualitas pendidikan, kesejahteraan masyarakat terkait aspek kesehatan juga masih perlu dioptimalkan. Prevalensi stunting yang cenderung meningkat; kematian ibu melahirkan, bayi, dan balita yang masih terjadi; serta peningkatan kejadian penyakit menular dan tidak menular mengindikasikan pola hidup sehat dan bersih belum sepenuhnya berhasil. Peran lintas sektor perlu dikuatkan dalam upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat mulai dari pendidikan, kerangka kebijakan, dukungan sosial hingga peningkatan kualitas sarana kesehatan.
3.1.2.2 Degradasi Nilai Identitas Lokal
Situasi bonus demografi menjadi potensi modal sosial bagi pembangunan daerah apabila didukung penguatan kohesi sosial sebagai identitas lokal. Namun nilai-nilai kebersamaan dan gotong-royong justru cenderung memudar dalam masyarakat perkotaan seiring arus modernisasi dan menguatnya upaya pemberdayaan masyarakat dalam arti sempit oleh pemerintah. Semangat kolektif dalam memecahkan permasalahan untuk mencapai tujuan bersama justru akan mengkerdilkan modal sosial yang selama ini telah dimiliki oleh masyarakat, apabila peran pemerintah sebagai katalisator tidak didesain secara tepat dan komprehensif.
Implementasi penguatan nilai identitas lokal melalui pendidikan karakter di setiap institusi pendidikan saat ini juga belum terpantau. Selain itu aktivitas-aktivitas seni budaya dapat menjadi sarana penguatan nilai-nilai identitas lokal namun pelestarian dan pengembangan kebudayaan lokal dan seni tradisional saat ini belum optimal. Menurunnya nilai-nilai solidaritas dan kemitraan juga meningkatkan potensi konflik dalam kelompok masyarakat dan mengancam ketahanan sosial budaya terbukti masih terjadi konflik antar-warga disertai kekerasan.
3.1.3 Aspek Daya Saing Daerah
3.1.3.1 Belum Optimalnya Pengembangan Potensi Ekonomi Daerah
Selama periode tahun 2018-2022, perekonomian Kota Magelang memiliki struktur yang sama yaitu bertumpu pada lapangan usaha konstruksi, usaha industri pengolahan, dan perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor sehingga ketiganya merupakan lapangan usaha potensial. Namun pertumbuhan ketiga sektor tersebut lebih rendah dibandingkan sektor lainnya dan lambat dibandingkan tahun sebelumnya, sehingga perlu dioptimalkan agar kontribusinya terhadap PDRB semakin meningkat. Hal ini searah pengembangan Kota Magelang sebagai kawasan perdagangan dan jasa di kawasan pengembangan Purwomanggung.
Meskipun secara konsisten menjadi salah satu sektor yang memberikan kontribusi terbesar dalam perekonomian Kota Magelang namun pertumbuhan sektor perdagangan kurang signifikan beberapa tahun terakhir. Pengembangan sektor perdagangan sangat terkait dengan industri pengolahan. Nilai ekspor pada kurun waktu lima tahun terakhir relatif kecil dan hanya berasal dari tiga komoditi. Kualitas produk, kapasitas produksi, dan keterbatasan jaringan pemasaran menjadi faktor kendala dalam peningkatan volume ekspor.
Peningkatan volume perdagangan antardaerah menjadi salah satu kunci dalam pengembangan sektor perdagangan Kota Magelang karena pasar lokal yang terlalu kecil. Kerja sama antardaerah dalam rangka perluasan pasar masih sangat terbatas. Selain itu belum terjalin integrasi berbagai sektor terkait untuk peningkatan volume perdagangan, seperti misalnya dengan industri kreatif dan pariwisata beserta segala komponen yang ada di dalamnya (akomodasi hotel dan restoran).
Sektor pariwisata hingga saat ini belum cukup berperan bagi perekonomian daerah. Kota Magelang belum mampu menarik wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara secara kontinu. Dalam kurun waktu 2016-2023, kunjungan wisatawan masih mengalami fluktuasi dan tren peningkatan belum terbentuk sepenuhnya. Hal tersebut menjadi gambaran bahwa Kota Magelang belum dapat berperan dan mengambil peluang dari keberadaan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Borobudur. Salah satu penyebabnya yaitu potensi daya tarik wisata yang belum dikelola dengan optimal, termasuk di dalamnya belum kuatnya diferensiasi daya tarik wisata yang dimiliki oleh Kota Magelang.
Selanjutnya, pengembangan potensi ekonomi daerah juga perlu dioptimalkan karena belum sepenuhnya dapat menangkap peluang dari rencana pengembangan internal maupun eksternal Kota Magelang. Keberadaan kawasan strategis ekonomi kota belum dapat menggerakkan perekonomian sebagaimana yang diharapkan. Begitu juga dengan keuntungan lokasi strategis Kota Magelang yang berada pada simpul transportasi Semarang-Yogyakarta, juga sebagai pusat kegiatan di regional Purwomanggung juga belum mampu ditangkap secara maksimal.
Akselerasi kontribusi sektor perdagangan tidak terlepas dari peran UMKM dan IKM. Sebagai urban area yang menopang perekonomiannya melalui sektor sekunder, UMKM memainkan peran yang sangat penting. Mewujudkan ekosistem yang kondusif untuk tumbuh dan berkembangnya UMKM menjadi pekerjaan rumah bagi Kota Magelang. Hal ini perlu menjadi perhatian karena dalam beberapa tahun terakhir perkembangan UMKM tidak selalu menunjukkan tren positif. Peningkatan aktivitas produksi sekaligus jual beli produk UMKM dalam skala tertentu dapat memicu peningkatan perekonomian daerah. Selain itu UMKM memiliki peran penting dalam menekan angka pengangguran melalui penyediaan lapangan pekerjaan, peningkatan pendapatan dan daya beli masyarakat sebagai penggerak roda perekonomian daerah.
Di sisi lain, UMKM erat kaitannya dengan ekonomi kreatif. Dari tujuh belas sub-sektor ekonomi kreatif, dua potensi terbesar Kota Magelang berada pada sub-sektor kuliner dan subsektor fashion. Kerjasama sektor ekonomi kreatif dengan sektor yang lain belum terwujud dengan matang padahal keberadaan sektor ekonomi kreatif bila diintegrasikan dengan sektor lain dapat bersifat komplementer dan memberikan nilai tambah. Pengalaman nasional pasca-pandemi Covid-19 menunjukkan sektor ekonomi kreatif relatif lebih cepat pulih dibanding sektor yang lainnya, maka sektor ini dapat dijadikan penopang perekonomian daerah.
Belum optimalnya pengembangan potensi Kota Magelang secara umum disebabkan karena belum optimalnya kerja sama pentahelix baik dalam satu sektor, lintas sektor, ataupun lintas wilayah. Padahal integrasi antara pariwisata-UMKM-ekonomi kreatif-perdagangan dan jasa lainnya ataupun kerja sama Kota Magelang dengan daerah sekitarnya akan bersifat komplementer dan memberikan nilai tambah. Selain itu, pemanfaatan Internet of Things (IoT) dalam sektor-sektor tersebut juga belum dilakukan dengan maksimal padahal IoT sangat bermanfaat untuk membangun kesadaran konsumen juga sebagai media jual beli. Kualitas pelaku juga sarana prasarana pendukung perdagangan dan jasa juga belum berada pada performa terbaiknya mengingat belum adanya standarisasi dan belum sepenuhnya menerapkan prinsip inklusivitas.
3.1.3.2 Penyediaan Permukiman Layak, Terjangkau dan Berkelanjutan Belum Maksimal
Kota Magelang masih menghadapi berbagai permasalahan kualitas permukiman perkotaan, setidaknya dapat dilihat dari masih adanya permukiman kumuh. Akses sanitasi dan air minum menjadi salah satu kendala dalam mewujudkan tujuan nol permukiman kumuh, dilihat dari capaian akses air minum aman belum mencapai 100%. Hingga tahun 2023 backlog rumah dan jumlah rumah tidak layak huni masih mencapai ribuan unit. Sedangkan pencapaian sanitasi aman masih sangat rendah terkendala penyedotan lumpur tinja secara berkala belum dilaksanakan oleh sebagian besar rumah tangga.
Selain kebutuhan rumah, sarana permukiman perkotaan seperti misalnya ruang terbuka hijau publik juga belum tersedia merata dan mencukupi terutama pada skala lingkungan. Infrastruktur jalan mayoritas dalam kondisi mantap, meskipun belum mencapai seratus persen, namun belum dilengkapi drainase kondisi baik. Belum semua sarana publik, seperti misalnya sarana kesehatan, pendidikan, perdagangan, sarana kebudayaan dan rekreasi memenuhi standar inklusivitas. Prasarana persampahan skala kota juga belum mencukupi dihadapkan pada kondisi TPA over-capacity sedangkan TPS3R belum berfungsi optimal.
3.1.3.3 Belum Optimalnya Sarana Prasarana dalam Mendukung Pengembangan Wilayah
Letak strategis Kota Magelang perlu didukung dengan peningkatan sarana prasarana yang memadai, khususnya terkait konektivitas antardaerah dan peningkatan citra kota. Meskipun seluruh wilayah kota sudah terhubung dengan jaringan jalan namun pergerakan internal wilayah kota belum didukung penyediaan sarana transportasi berkelanjutan. Kinerja jalan pada kawasan-kawasan strategis justru menunjukkan kondisi relatif buruk.
Konektivitas regional juga belum didukung transportasi publik yang terintegrasi, aman, nyaman, dan terjangkau sehingga pergerakan masyarakat dari dan menuju daerah sekitar didominasi kendaraan pribadi. Kondisi ini menjadi salah satu penghambat pergerakan antardaerah sehingga belum terlihat dampak pengganda kebijakan pengembangan wilayah strategis daerah sekitar terhadap perkembangan Kota Magelang.
Sementara itu adanya proyek pembangunan jalan tol Bawen-Yogyakarta, selain dapat menjadi stimulus pertumbuhan perekonomian Kota Magelang jika dapat dimanfaatkan dengan optimal, seperti memudahkan distribusi barang terkait perdagangan dan jasa, juga dapat menjadi permasalahan. Tanpa peningkatan fungsi strategis kota serta dukungan konektivitas antara kawasan-kawasan strategis kota dengan wilayah sekitar maka keberadaan jalan tol justru dapat menjadi penyebab menurunnya pergerakan barang dan jasa menuju Kota Magelang.
3.1.3.4 Belum Optimalnya realisasi Investasi
Kinerja investasi di Kota Magelang meskipun menunjukkan peningkatan secara tren, namun demikian masih banyaknya persoalan yang dihadapi terkait dengan realisasi investasi dan potensi investasi daerah.
Hal ini tampak pada beberapa kasus terhentinya rencana-rencana investasi skala menengah dan besar yang memanfaatkan aset-aset daerah. Persoalan ini cenderung menghambat proyeksi kemanfaatan investasi yang ditargetkan dalam memberikan kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja serta kesejahteraan masyarakat sebagai multiplier effect dari aktualisasi investasi di Kota Magelang.
3.1.4 Aspek Pelayanan Umum
Permasalahan dalam aspek pelayanan umum yaitu implementasi reformasi birokrasi secara menyeluruh belum berdampak. Capaian indeks reformasi Kota Magelang pada tahun 2023 yang meningkat signifikan sebanyak 16,61 poin dari tahun 2022 masih mencatatkan beberapa permasalahan. Penerapan RB belum mampu mendorong perbaikan kinerja organisasi secara substantif, lebih bersifat formal pemenuhan syarat administratif. Selain itu, perencanaan kinerja tampak belum sepenuhnya berorientasi hasil.
Implementasi SPBE sebagai salah satu komponen penting dalam reformasi birokrasi di era digital saat ini menunjukkan perlunya perbaikan pada beberapa aspek terutama manajemen. Perbaikan kompetensi sumber daya manusia, peningkatan kualitas pelayanan informasi publik, peningkatan kapasitas sistem jaringan intra pemerintah daerah, peningkatan layanan berbagi pakai data dan pemanfaatan sertifikat elektronik dan integrasi layanan publik belum optimal.
Perbaikan pelayanan publik telah diupayakan dengan cara penyederhanaan proses birokrasi yaitu melalui digitalisasi layanan namun tingkat pemanfaatan terhadap layanan-layanan tersebut relatif rendah. Tampak adanya kesenjangan digital dan kurangnya literasi terhadap pelayanan publik berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
Perbaikan kinerja organisasi menuntut perbaikan menyeluruh terhadap proses bisnis setiap organisasi mulai dari kualitas data hingga sistem pengendalian dan evaluasi, didukung optimalisasi pemanfaatan teknologi informasi untuk perbaikan pelayanan publik. Perbaikan kualitas data telah dirintis melalui pengembangan portal datago.magelangkota.go.id sebagai sarana publikasi sekaligus layanan informasi untuk masyarakat. Namun layanan berbagi pakai data belum berkembang sehingga potensi deviasi data masih terjadi.
Selain itu, terkait integritas Aparatur Sipil Negara (ASN) juga masih perlu diperhatikan. Meskipun jika dilihat dari indeks integritas Kota Magelang telah berada pada kategori terjaga dan posisinya sudah lebih baik daripada kondisi Nasional, namun berdasarkan hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) tahun 2023 terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan. Berdasarkan sudut pandang eksper, Kota Magelang dinilai masih memiliki risiko praktik suap dan pungli yang tinggi. Oleh karena itu, pembentukan karakter ASN yang berintegritas perlu dikuatkan untuk semakin meminimalisir terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme yang terjadi di lingkungan pemerintah Kota Magelang. Pembentukan karakter tersebut juga perlu diimbangi dengan pembentukan kualitas sumber daya manusia yang mampu menjaga objektivitas kebijakan serta mewujudkan transparansi dan independensi pelayanan publik yang ada di Kota Magelang.
3.2 Isu Strategis Daerah
Perumusan isu strategis daerah mempertimbangkan isu eksisting yang menjadi baseline perencanaan dengan melihat kondisi di masa lampau dan kondisi eksisting pada masing-masing skala lokus RPJPD. Selanjutnya, berdasarkan kondisi pada baseline perencanaan tersebut dirumuskan masalah utama yang dapat terjadi di masa yang akan datang. Lokus dalam perumusan isu strategis meliputi makro yaitu lingkup Nasional dan Provinsi Jawa Tengah, lokus meso yaitu kawasan Purwomanggung, D.I.Y dan Kota Semarang, lokus mikro yaitu Kota Magelang. Sedangkan isu eksisting meliputi isu eksternal dan isu internal Kota Magelang.
Penentuan fokus isu pada perumusan isu strategis tidak hanya melalui identifikasi potensi dan masalah namun juga menggunakan metode cascading melalui identifikasi dokumen kebijakan pada tingkat nasional, regional dan global, serta konsep Sustainable Development Goals (SDGs). Selain itu, dalam perumusan fokus isu juga mempertimbangkan jajak pendapat Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang berkorelasi langsung dengan pembangunan di Kota Magelang serta didukung dengan hasil kegiatan FGD (Focused Group Discussion). Hal tersebut dilakukan sebagai wujud perencanaan dengan mempertimbangkan kerjasama pentahelix antar-stakeholder terkait. Beberapa kebijakan terkait yang menjadi pertimbangan dalam metode cascading tersebut yaitu rekomendasi evaluasi RPJP Kota Magelang Tahun 2005-2045, isu RPJP Nasional 2025-2045, isu rancangan akhir RPJPD Provinsi 2025-2045, dan isu strategis KLHS RPJPD Kota Magelang Tahun 2025-2045.
EVALUASI RPJP KOTA MAGELANG 2005-2045 | KLHS RPJPD KOTA MAGELANG 2025-2045 | Isu Regional (Provinsi Jawa Tengah) | Isu Nasional | Isu Global (SDG’s) |
---|---|---|---|---|
|
|
|
|
|
Berdasarkan hasil iterasi terhadap seluruh fokus kebijakan pada tingkat nasional, regional dan global serta konsep SDGs juga didukung hasil konsultasi publik, dirumuskan isu strategis Kota Magelang yaitu:
3.2.1 Kualitas Sumber Daya Manusia dan Kesejahteraan Masyarakat
Kota Magelang saat ini berada pada kondisi bonus demografi dan dihadapkan pada permasalahan kemiskinan dan ketenagakerjaan akibat sumber daya manusia yang belum mampu bersaing secara regional dan global. Selain itu kondisi bonus demografi yang dihadapi Kota Magelang saat ini akan bergeser menuju aging population pada waktu dua puluh tahun mendatang sehingga pengelolaan potensi sumber daya manusia menjadi hal penting dan strategis dalam pembangunan jangka panjang Kota Magelang.
Sumber daya manusia berkualitas merupakan modal utama dalam akselerasi peningkatan kesejahteraan masyarakat sekaligus mengatasi permasalahan-permasalahan utama dalam pembangunan yaitu pengangguran dan kemiskinan. Beberapa hal yang menjadi fokus dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia Kota Magelang yaitu pengembangan budaya kerja dan pengembangan mental masyarakat agar memiliki mindset berorientasi produktif; mencetak tenaga kerja terampil dengan keahlian khusus sesuai kebutuhan pasar tenaga kerja; peningkatan kualitas layanan fasilitas kesehatan berbasis paradigma sehat (promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif), cakupan jaminan kesehatan, dan habituasi gaya hidup sehat di masyarakat; penyediaan layanan pendidikan yang berkualitas, terjangkau dan inklusif; peningkatan produktivitas perempuan dan lansia didukung pengembangan sistem kesejahteraan sosial yang inklusif; pemanfaatan kemajuan teknologi dan pasar global untuk memperluas kesempatan kerja, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan penduduk. Hal ini harus didukung pengembangan kurikulum pendidikan yang mengarah pada transformasi digital untuk pengembangan kualitas masyarakat yang adaptif dan kreatif.
Pergeseran kondisi bonus demografi dan aging population juga menuntut pengelolaan kondisi sosial budaya masyarakat secara cermat. Selain pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar, dibutuhkan lebih banyak ruang-ruang publik yang memfasilitasi interaksi sosial masyarakat. Hal ini akan berdampak positif pada kondusifitas kota untuk peningkatan daya saing daerah dan pada akhirnya menjadi faktor positif pada perkembangan investasi.
Kesejahteraan berkaitan dengan kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya. Peningkatan kesejahteraan artinya membuka lebih banyak pilihan bagi masyarakat, mulai dari peningkatan kualitas pemenuhan kebutuhan dasar, selanjutnya membuka peluang untuk tidak hanya memenuhi kebutuhan primer, tetapi juga kebutuhan sekunder, bahkan tersier. Adanya kesempatan-kesempatan tersebut turut berperan dalam menentukan kualitas sumber daya manusia yang ada di masa depan. Oleh karena itu, akselerasi peningkatan kesejahteraan masyarakat menjadi hal yang esensial karena dampaknya akan dirasakan jangka panjang.
3.2.2 Perwujudan Permukiman yang Berkelanjutan
Permukiman layak huni yang berkelanjutan mengedepankan terwujudnya lingkungan yang terpenuhi kebutuhan sarana prasarananya sehingga dapat menumbuhkan kondisi permukiman yang baik secara fisik maupun sosial budaya serta dapat berdampak positif bagi kegiatan ekonomi masyarakat. Isu permukiman layak huni dan berkelanjutan dihadapkan pada beberapa kondisi di antaranya yaitu peningkatan kebutuhan hunian, kelayakan fisik lingkungan permukiman yang perlu didukung sarana prasarana pelayanan dasar yang berkualitas, tantangan keterbatasan lahan dan kekumuhan, juga pemenuhan akses transportasi umum.
Perwujudan permukiman berkelanjutan tentu saja mensyaratkan penyediaan sarana dan prasarana yang berkualitas. Selain menjamin akses bagi seluruh masyarakat terhadap hunian layak dan sarana prasarana dasar permukiman, beberapa prioritas dalam hal ini antara lain penyediaan ruang terbuka hijau (publik), pengurangan sampah dan limbah, dan pengembangan sistem transportasi berkelanjutan. Linier dengan hal tersebut, maka pengembangan permukiman berkelanjutan juga selaras dengan peningkatan kualitas lingkungan hidup.
Peningkatan kebutuhan sarana dan prasarana tidak hanya menjadi konsekuensi dari pertumbuhan penduduk, namun juga akibat kecenderungan peningkatan aktivitas perkotaan yang perlu ditangkap dari peningkatan konektivitas dan aksesibilitas dengan wilayah sekitar. Maka selain aspek kualitas, diperlukan peningkatan kapasitas layanan sarana dan prasarana perkotaan untuk mendukung pergerakan manusia dan barang secara nyaman dan aman.
Untuk mewujudkan permukiman yang berkelanjutan perlu memperhatikan konektivitas kawasan permukiman dengan wilayah sekitar. Kawasan permukiman harus terhubung dengan pusat-pusat kegiatan seperti lokasi pendidikan, kesehatan, perkantoran dan perdagangan jasa. Hal ini mengurangi kecenderungan penggunaan kendaraan pribadi dan segala dampak yang ditimbulkan (misalnya pengurangan emisi, peningkatan kualitas udara, pengurangan kemacetan). Selain konektivitas, sarana dan prasarana publik perlu mengoptimalkan kawasan strategis untuk mendongkrak nilai tambah ekonomis dan terkoneksi dengan aktivitas ekonomi daerah sekitar.
Menyikapi struktur penduduk yang mengarah pada aging population maka pengaturan kebijakan pembangunan sarana prasarana umum wajib memperhitungkan akses bagi pengguna kelompok lansia selain juga memperhatikan akses bagi kelompok difabel, anak, dan masyarakat berkebutuhan khusus lainnya. Maka diperlukan akselerasi penyediaan sarana dan prasarana perkotaan yang memenuhi prinsip desain universal untuk mendorong inklusivitas pelayanan publik.
3.2.3 Peningkatan Ketahanan Daerah dan Kualitas Lingkungan Hidup
Peningkatan ketahanan daerah menjadi salah satu isu strategis Kota Magelang mengingat masih rendahnya kapasitas kota dalam menghadapi ancaman bencana dan semakin besarnya dampak dari rendahnya kualitas lingkungan hidup. Ketahanan daerah menjadi penting melihat konsekuensi yang ditimbulkan berkaitan langsung dengan eksistensi manusia dan kegiatannya. Ketahanan daerah juga erat kaitannya dengan kualitas lingkungan hidup, keduanya bersifat saling mempengaruhi.
Penurunan dan pengendalian tingkat polusi udara, air, dan tanah menjadi salah satu fokus dalam peningkatan ketahanan daerah melihat kecenderungan penurunan kualitas lingkungan hidup, sebagai dampak ketidakseimbangan antara jumlah populasi dan kegiatan manusia dengan daya dukung lingkungan hidup. Perlu pengendalian aktivitas ekonomi daerah pada tingkat efek rumah kaca yang paling rendah melalui pemanfaatan teknologi hemat energi dan ramah lingkungan.
Peningkatan ketahanan dan kualitas lingkungan hidup berkaitan dengan resiliensi Kota Magelang dalam menghadapi bencana, keberlanjutan air secara kuantitas dan kualitas, kualitas udara, kualitas tutupan lahan, juga keberlanjutan penyediaan pangan. Poin-poin tersebut perlu menjadi komitmen jangka panjang supaya setiap upaya pembangunan mempertimbangkan risiko bencana dan keberlanjutan lingkungan. Perlu strategi mengatasi keterbatasan sumber daya alam untuk kebutuhan dasar rumah tangga, yaitu pangan, air dan energi yang berkelanjutan melihat kondisi daya dukung lahan, pangan, dan air saat ini sudah terlampaui/ defisit.
3.2.4 Pengembangan potensi ekonomi daerah berorientasi global
Sektor ekonomi potensial Kota Magelang beberapa tahun terakhir mengalami perlambatan pertumbuhan sehingga diperlukan transformasi ekonomi melalui pengembangan potensi ekonomi daerah berorientasi global untuk akselerasi pertumbuhan perekonomian daerah. Pengembangan ekonomi kreatif didorong untuk menjadi basis dalam transformasi ekonomi Kota Magelang melihat potensi sektor ini cukup besar. Pada konteks Kota Magelang, hal tersebut berkaitan dengan sektor perdagangan dan jasa, salah satunya berkaitan dengan aktivitas pariwisata . Beberapa hal yang perlu didorong antara lain:
- Fasilitasi pengembangan angkatan kerja yang kreatif menciptakan kebutuhan pasar;
- Pemerintah daerah mengembangkan sistem kepedulian masyarakat menggunakan produk lokal dan memasarkan secara global;
- Fasilitasi pengembangan sistem jaringan modal sosial secara terstruktur, sistematis dan masif untuk percepatan dan perluasan usaha rumah tangga dan usaha mikro naik kelas;
- Fasilitasi khusus kelompok pemuda untuk pengembangan industri kreatif, industri pengolahan, perdagangan, wisata, Jasa Meetings, Incentives, Conferences and Exhibition (MICE) dan alternatif jasa modern lainnya (di antaranya melalui pengembangan sistem inkubasi talent muda di bidang teknologi informasi untuk produktivitas potensi ekonomi untuk mencapai pasar masif dan berdaya saing);
- Fasilitasi UMKM berorientasi ekspor (luar daerah atau luar negara);
Pengembangan pariwisata dalam upaya optimalisasi pengembangan potensi ekonomi lokal harus didukung kolaborasi pengembangan potensi wisata antar daerah di Kawasan Gelang Manggung selain juga sumber daya manusia andal dan penyediaan infrastruktur inklusif dan integratif antara potensi daya tarik wisata dengan kuliner, UMKM, dan sektor ekonomi kreatif lainnya.
3.2.5 Tata Kelola Pemerintahan yang Adaptif, Responsif, Bersih
Transformasi penyelenggaraan pemerintahan menjadi isu penting demi mewujudkan pembangunan kota yang lebih baik melalui pelayanan publik yang dinamis, transparan dan gesit. Tidak hanya sebagai upaya untuk mewujudkan good governance namun diharapkan menjadi salah satu katalis dalam peningkatan daya saing daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu tata kelola pemerintahan perlu didukung pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin maju serta sumber daya aparatur yang semakin kapabel dan berintegritas.
Peningkatan integritas aparat perlu didukung oleh pembentukan lingkungan yang kondusif bagi pengawasan internal dan eksternal terhadap segala upaya yang mengarah pada pelanggaran integritas dalam pelayanan publik, proses pengadaan barang dan jasa, penanganan benturan kepentingan instansi, dan penggunaan anggaran. Untuk itu diperlukan intensifikasi, sosialisasi, dan kampanye kepada seluruh pemangku kepentingan terkait upaya pencegahan yang telah dilakukan.
3.2.6 Penguatan kohesi sosial dan identitas budaya lokal
Penguatan kohesi sosial dan identitas budaya lokal menjadi salah satu isu yang diusung Kota Magelang dalam rangka mewujudkan lingkungan yang nyaman dan kondusif baik untuk hidup maupun berinvestasi. Kohesi sosial tidak hanya terbentuk dari hubungan antar masyarakat dalam lingkup makro tetapi juga hubungan masyarakat dalam lingkup mikro, mulai unit masyarakat terkecil yaitu keluarga. Kohesi sosial menjadi penting karena mendorong terwujudnya rasa aman dan tumbuhnya toleransi dalam masyarakat. Selain itu, seiring dengan kemajuan teknologi, berbagai jenis budaya dan cara pandang semakin mudah menginfiltrasi kondisi eksisting. Hal tersebut perlu diimbangi dengan pemahaman nilai moral dan spiritual supaya karakter luhur dari budaya Indonesia pada umumnya dan budaya Jawa pada khususnya tidak tergerus perkembangan zaman.
Selain itu, budaya yang berbentuk benda seperti kesenian dan cagar budaya juga menjadi komitmen untuk terus dilestarikan. Penguatan budaya dalam bentuk benda diupayakan berperan sebagai bagian dari citra kota (city branding) yang memberikan ciri khas tersendiri bagi Kota Magelang sehingga dalam jangka panjang, masyarakat yang harmonis dan berkarakter diharapkan menjadi nilai tambah tersendiri untuk mewujudkan keberlanjutan dan kemampuan daya saing bagi Kota Magelang.
3.3 Tantangan Pembangunan Daerah
Tantangan pembangunan Kota Magelang mempertimbangkan tantangan global (megatren) pencapaian visi Indonesia Emas 2045 serta kondisi internal dan eksternal yang harus dikelola agar tidak menghambat pencapaian visi Kota Magelang tahun 2025-2045. Secara umum, megatren global yang mempengaruhi pembangunan dalam 20 (dua puluh) tahun ke depan yaitu terkait pergeseran struktur demografi, perubahan iklim, perubahan teknologi terutama digitalisasi, perubahan geopolitik dan geoekonomi.
Fenomena-fenomena tersebut akan mempengaruhi paradigma pembangunan global yang dapat mendorong kebijakan pro-lingkungan, adaptasi teknologi, konektivitas infrastruktur kawasan yang lebih hijau, serta meningkatnya penggunaan sistem digital.
3.3.1 Pergerakan Demografi
Kota Magelang telah mengalami bonus demografi. Hal ini ditunjukkan oleh jumlah penduduk produktif (15-64) yang lebih tinggi yaitu sebanyak 85.811 jiwa (70,52% dari total penduduk) dibandingkan dengan penduduk non-produktif. Kondisi ini dapat menjadi potensi modal sosial dalam penciptaan tenaga kerja. Apabila dilihat komposisi bonus demografi berdasarkan usia, generasi z berada pada urutan ketiga setelah generasi X dan millennial.
Meskipun termasuk urutan ketiga, generasi Z dapat menjadi potensi sumber daya manusia bagi pembangunan Kota Magelang apabila didukung dengan program dan fasilitas pengembangan diri. Hal tersebut karena karakteristik generasi Z yang cenderung lebih melek digital dibanding dengan generasi lainnya sehingga dapat mengikuti perkembangan global. Kondisi ini juga dapat menjadi peluang potensi investasi pada peningkatan teknologi digital di Kota Magelang.
Bonus demografi memberikan tantangan dalam penyediaan lapangan pekerjaan, sehingga memerlukan inovasi dan kreativitas untuk menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan sumber pendapatan bagi angkatan kerja muda;
Meski mengalami bonus demografi, laju pertumbuhan penduduk Kota Magelang pada tahun 2022 cenderung menurun menjadi sebesar 0,06% dan termasuk laju pertumbuhan rendah. Selanjutnya, berdasarkan hasil proyeksi pertumbuhan penduduk, bonus demografi yang terjadi di Kota Magelang hanya sampai hingga tahun 2025. Laju pertumbuhan penduduk pada periode tahun selanjutnya yaitu 2030-2045 diproyeksikan mengalami stagnan hanya sebesar 0,6%. Hal tersebut juga didukung oleh angka kelahiran (TFR) cenderung terus menurun hingga diproyeksikan mencapai 1,71 pada tahun 2045.
Di sisi lain, angka ketergantungan justru cenderung mengalami peningkatan dan diproyeksikan mencapai 62,13 pada tahun 2045. Selain itu berdasarkan hasil proyeksi piramida penduduk pada tahun 2045, komposisi penduduk lansia lebih banyak dibandingkan anak-anak. Fenomena tersebut mengindikasikan perkembangan aging population yang selanjutnya menunjukkan adanya pergeseran komposisi ketergantungan pada penduduk usia lanjut.
Aging population merupakan kondisi yang menunjukkan bahwa jumlah penduduk lansia (60 tahun ke atas) akan terus bertambah dan angka morbiditas (angka kesakitan) usia 60 tahun ke atas menurun. Selain meningkatkan kapasitas sumber daya manusia usia produktif saat ini, juga perlu mempersiapkan untuk peningkatan kapasitas penduduk usia nonproduktif di masa yang akan datang agar dapat mengoptimalkan peluang bonus demografi kedua tersebut, untuk menciptakan lansia yang sehat, mandiri, dan tangguh.
Pergeseran struktur demografi yang mulai didominasi oleh usia tua dapat memberikan tantangan dalam penyediaan jaminan kesehatan dan jaminan sosial, serta penyediaan sarana prasarana yang ramah lansia. Peningkatan kapasitas usia nonproduktif dapat dilakukan melalui dukungan kebijakan, seperti: (i) pelayanan kesehatan, terutama bagi penduduk lansia; (ii) infrastruktur yang memadai kebutuhan lansia; (iii) keterampilan penduduk lansia; (iv) keterbukaan lapangan kerja sesuai kondisi lansia.
Perbedaan karakteristik lansia pada 20 tahun mendatang dengan lansia saat ini, juga perlu menjadi bahan pertimbangan dalam perumusan kebijakan pada masa yang akan datang. Salah satu perbedaan karakteristik lansia pada 20 tahun mendatang yaitu terkait kemampuan digitalisasi. Perkembangan digitalisasi pada saat ini, tidak menutup kemungkinan akan berpengaruh pada kemampuan digitalisasi lansia di masa mendatang. Oleh karena itu, kebijakan dan pengelolaan berbasis teknologi informasi perlu untuk disiapkan.
Selain perubahan struktur demografi, pemerintah juga dihadapkan pada tantangan urbanisasi dan migrasi. Pemerintah dituntut memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana perkotaan dengan kondisi daya tampung dan daya dukung lingkungan yang semakin terbatas akibat urbanisasi.
3.3.2 Perubahan Iklim
Dampak perubahan iklim yang dapat mempengaruhi ketahanan pangan, air, dan energi serta penurunan kualitas lingkungan hidup salah satunya berasal dari emisi GRK. Meningkatnya jumlah penduduk di Kota Magelang berdampak pada peningkatan emisi gas rumah kaca sebagai hasil dari aktivitas perkotaan akibat meningkatnya besaran konsumsi energi, proses industri dan penggunaan produk, serta perubahan pemanfaatan lahan. Selain itu, belum optimalnya pengelolaan sampah dari hulu ke hilir juga menjadi penyumbang emisi gas rumah kaca di Kota Magelang.
Peningkatan emisi gas rumah kaca merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang dapat berdampak pada perwujudan ketahanan pangan. Perubahan iklim perlu diwaspadai terlebih secara global telah memasuki fenomena global boiling termasuk di Kota Magelang. Berdasarkan data persebaran jasa ekosistem untuk pengatur iklim, sebaran kelas jasa ekosistem pengatur iklim di Kota Magelang sebagian besar termasuk kelas rendah dengan luas 1.336,79 Ha atau 72,10 persen, diikuti kelas sedang sebesar 404,85 Ha atau 21,84 persen dan hanya sebagian kecil termasuk kelas tinggi dengan luas 112,36 Ha atau 6,06 persen. Artinya sebagian besar wilayah Kota Magelang termasuk rentan iklim.
Maka dari itu, perlu untuk mengurangi produksi emisi gas rumah kaca guna mengurangi dampak perubahan iklim terhadap perwujudan pembangunan yang berkelanjutan di Kota Magelang. Pemerintah harus memastikan perlindungan aset dan usaha/pekerjaan masyarakat berdaya tahan menghadapi risiko perubahan iklim ekstrem.
3.3.3 Perkembangan Teknologi yang Pesat
Perkembangan teknologi juga menghasilkan sistem atau robot yang dapat mempermudah pekerjaan manusia, seperti kecerdasan buatan, teknologi nano, bioteknologi, teknologi komputer kuantum, teknologi berbasis internet, ataupun printer 3D. Dengan perkembangan ini dikhawatirkan pekerjaan manusia diambil alih oleh robot, sehingga ada pekerjaan yang hilang atau perubahan jenis lapangan pekerjaan.
Perkembangan media sosial merupakan salah satu bentuk nyata dari semakin canggihnya teknologi. Media sosial sebagai media berbasis pada internet memungkinkan para penggunanya berinteraksi dan mempresentasikan diri baik secara seketika maupun tertunda dengan khalayak luas. Untuk menangkap fenomena tersebut, pemerintah perlu adaptif memanfaatkan media sosial untuk komunikasi kebijakan, advokasi kebijakan, mengembangkan e-public participation, dan pengawasan publik untuk pelayanan publik yang lebih berkualitas dan akuntabel. Hal ini menjadi tantangan kesanggupan pemerintah beradaptasi dan memitigasi risiko keamanan data, risiko pengangguran tenaga kerja yang tidak kompatibel dengan perkembangan teknologi, serta penyesuaian sarana prasarana berbasis teknologi.
Teknologi informasi dan komunikasi membawa implikasi pada global connectedness. Global connectedness diartikan sebagai dunia yang terhubung sangat erat (hyperconnected) lewat berbagai jaringan di berbagai tipe, misalnya data, suara, multimedia dan transportasi.
3.3.4 Perubahan geopolitik dan geoekonomi
Pergeseran kekuatan ekonomi memberikan tantangan bagaimana pemerintah daerah dapat menyesuaikan diri dengan penguatan ekonomi daerah yang berdaya saing pada jangkauan global. Untuk itu pemerintah harus melakukan transformasi ekonomi dari ketergantungan SDA menjadi daya saing manufaktur dan jasa modern yang mempunyai nilai tambah tinggi.
Transformasi ekonomi harus didukung oleh hilirisasi industri dengan memanfaatkan sumber daya manusia, infrastruktur, penyederhanaan regulasi, dan reformasi birokrasi. Investasi harus menjadi prioritas untuk penciptaan lapangan kerja, antara lain dengan memangkas prosedur dan birokrasi yang panjang. Tantangan untuk pemerintah bagaimana memastikan masyarakat di daerahnya mampu bersaing.
Menghadapi tren pergeseran ekonomi, pembangunan infrastruktur menghadapi tantangan untuk menghubungkan kawasan produksi dengan kawasan distribusi, mempermudah akses ke kawasan wisata, mendongkrak lapangan kerja baru, dan mempercepat peningkatan nilai tambah perekonomian rakyat.
Di sisi lain juga tantangan bagaimana menjaga rasa aman masyarakat daerahnya menghadapi ekses interkoneksi ekonomi global. Kesenjangan pendapatan dan kemiskinan menjadi ekses kemajuan ekonomi kelompok menengah baru. Tantangan yang muncul bagaimana kesenjangan itu terus diupayakan berkurang. Kebijakan redistribusi dan inklusif ditingkatkan agar menjangkau semua kelompok masyarakat. Hal ini penting untuk menurunkan risiko konflik mengingat globalisasi juga menggerus kohesi sosial.
3.3.5 Keterbatasan Lahan dalam Pemenuhan Kebutuhan Ruang
Meskipun keterbatasan lahan merupakan conditio sine qua non bagi Kota Magelang, namun demikian kondisi ini harus didorong sebagai peluang untuk munculnya kreativitas dalam pemenuhan kebutuhan ruang.
Kebutuhan ruang dalam pemenuhan perumahan misalnya, memiliki dimensi lain yang perlu dioptimalkan, misalnya dengan pengembangan secara vertikal, demikian pula terhadap pemenuhan keruangan lainnya yang relevan.
Dari sisi pemanfaatan ruang dalam konteks budi daya pertanian kota juga memerlukan kebijakan yang mendorong implementasi teknologi pertanian perkotaan. Hal ini memerlukan skema perencanaan yang terstruktur dan pelibatan aktor pembangunan yang terkait.
3.3.6 Dinamika Perubahan Regulasi
Dalam konteks manajemen pembangunan daerah di era otonomi yang desentralistis, perubahan regulasi menjadi sebuah keniscayaan dalam rangka menangkap dan menskenariokan perbaikan dan akselerasi untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Acapkali dinamika perubahan regulasi tersebut masih tumpang tindih dan tidak konsisten serta berpotensi mengganggu laju pelaksanaan perencanaan pembangunan.
Oleh karena itu perlunya mekanisme koordinasi, fasilitasi serta pelibatan daerah dalam merumuskan regulasi oleh provinsi maupun pusat. Hal ini diyakini akan mampu meminimalisir potensi kekacauan yang ditimbulkan oleh kebijakan pusat yang tidak akomodatif terhadap potensi dan konteks lokal.